SUPLEMEN PEKAN KELUARGA GBKP WARI I, KHOTBAH KEJADIAN 6:9-22
Invocatio : Itu bukan hasil pekerjaanmu, jangan ada orang yang memegahkan diri (Epesus 2:19)
Ogen : 1 Timotius 3:14-16
Kotbah : Kejadian 6:9-22
Tema : Tempas Keluarga Dibata (Gambar/Rupa Keluarga Allah)
I. Pendahuluan
Berbicara mengenai keluarga, maka tidak lah terlepas dari penyatuan antara laki-laki dan perempuan, dari sanalah terbentuk sebuah keluarga. Ketika Tuhan selesai menciptakan semuanya, maka dijadikanNya lah manusia yaitu Adam dan Hawa yang akhirnya mereka dipersatukan Allah dengan penuh Kasih dan Anugerah. Seorang laki-laki dan seorang perempuan akan meninggalkan keluarga mereka untuk di Persatukan bukan untuk di Persamakan. Kejadian 2:21-25, Tuhan menciptakan manusia sepasang (Laki-laki dan Perempuan) mereka diciptakan dalam keperbedaan tetapi satu kesatuan. itulah keluarga yang pertama dari sudut kacamata kristiani. Dari hal inilah kita memahami bahwa keluarga itu terbentuk dari karya Allah dalam kehidupan kita.
Begitu pentingnya keluarga itu dibina dan dijaga, sehingga banyak sekali arti dan pemahaman akan keluarga yang ada sampai saat ini. Pendidikan agama Kristen mengatakan “Pengajaran mengenai apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak-anak di dalam keluarga, anak juga dapat belajar dari orang tua sehingga kemudian hari anak tertanam iman dari orang tua” catatan penting bagi kita dimana orang tua merupakan guru yang pertama bagi anak-anak dan anak-anak adalah peniru utama dari orang tua. Karena itu Suami, Istri dan Anak-anak harus memainkan peran supaya keluarga mampu menyelesaikan berbagai hal, termasuk masalah yang datang menerpa keluarga.
II. Penjelasan Teks
Kotbah : Kejadian 6:9-22, di dalam bahan ini diceritakan mengenai sebuah keluarga yang taat dan patuh kepada Tuhan yaitu keluarga Nuh. Dia memiliki pribadi sebagai seorang ayah yang baik dan menyayangi keluarganya, dimana ia memiliki 3 orang anak Sem, Ham, Yafet (ayat 10). Nuh seorang yang benar dan tidak bercela dibanding dengan orang-orang yang sezamannya, tidak bercela dalam bhs Ibr “Tamiym” artinya bukan hanya tidak memiliki kekurangan tetapi sempurna. Hal ini juga menunjukkan bahwa sifat sebagai ayah benar-benar ada dalam dirinya yang menjadi contoh dan teladan bagi Istri dan anak-anaknya. Kesempurnaan dan tidak bercela ini bisa terjadi dalam diri dan keluarga Nuh tidak terlepas dari imannya kepada Allah, dengan kata lain “Bergaul dengan Allah” seolah-olah dari kata bergaul ini tak ubahnya Tuhan itu sama seperti manusia sebagai teman dekat kita, bisa langsung bercanda atau berinteraksi langsung, tetapi bukanlah seperti itu, kata bergaul di sini dipakai dalam bhs Ibr “Halak” yang memiliki arti pergi atau berjalan, dalam pengertian orang yang bergaul dengan Allah berarti orang tersebut bergerak, bertindak atau berjalan sesuai dengan kehendak Tuhan, dia berjalan sesuai dengan arahan perintah Tuhan. Karena itu jugalah mengapa Nuh dikatakan orang yang taat dan patuh kepada perintah Tuhan? Karena apa yang diperintahkan Tuhan, itu yang dikerjakan atau dilakukan Nuh walaupun perintah itu di luar kebiasaan bahkan perintah itu aneh.
Bermula dari kejahatan manusia pada jaman Nuh, maka Allah ingin memusnahkan segala mahluk di bumi ini, baik manusia dan hewan-hewan, pada ayat 7 sebelumnya Allah mengatakan “Berfirmanlah Tuhan: Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka” dari penyesalan Allah menciptakan manusia itu dan kekecewaannya hingga IA mau menghapusnya karena tidak ada lagi yang takut akan Tuhan kecuali keluarga Nuh. Dari hal ini lah datanglah perintah Tuhan, dimana perintah yang datang kepada Nuh itu dari Tuhan benar-benar perintah yang di luar kebiasaan manusia pada waktu itu, ayat 15 “Beginilah engkau harus membuat bahtera itu 300 hasta panjangnya, 50 hasta lebarnya, 30 hasta tingginya” maksud Allah menyuruh Nuh membuat bahtera ini karena Ia akan mendatangkan Air Bah (Ayat 17), dari hal ini dapat dilihat bahwa ketika Allah mau menjatuhkan hukuman bagi orang berdosa, sejalan dengan itu Allah juga menyediakan keselamatan bagi anak-anakNya yang berkenan bagiNya, ayat 18 mengatakan menyelamatkan Nuh, Istri, Anak-anaknya dan Istri anak-anaknya yang akan masuk ke dalam bahtera itu nantinya. Pembuatan bahtera inilah yang harus dikerjakan oleh Nuh beserta keluarganya. Dari pemikiran manusia hal ini di luar normal, apa lagi bahtera itu terbuat dari kayu “Gofir” sebutan untuk kayu ini hanya sekali dalam Alkitab setelah itu tidak pernah lagi disebutkan, berarti sulit untuk mencari kayu ini, tapi bisa dipastikan kayu ini kuat karena mampu membawa manusia dan sepasang setiap hewan yang ada pada saat itu, serta mengapung dipermukaan air. Walaupun susah mencari bahan bahtera itu, Nuh tidak ada bersungut-sungut atau complain, mereka membuat bahtera itu dengan bekerja sama, satu hati serta hanya berserah kepada Allah. Ciri-ciri seperti inilah dikatakan gambar/rupa keluarga Allah.
Perintah Allah juga mengatakan kepada Nuh agar membawa sepasang segala jenis hewan (segala jenis burung dan segala jenis hewan melata) hal ini bukanlah pekerjaan yang mudah untuk melakukannya, karena disamping sulit menemukannya dimana, bahkan ada hewan yang buas, selain untuk mengumpulkannya Tuhan menyuruh Nuh untuk menyiapkan makanannya selama air bah serta makanan bagi keluarganya. Kita bisa membayangkan bagaimana banyaknya makanan yang harus disediakan Nuh dan keluarganya. Ternyata semua itu dapat dilakukan dan dilalui Nuh serta keluarganya tepat seperti yang diperintahkan Allah, karena ketaatan dan kepatuhannya, ayat 22 “lalu Nuh melakukan semuanya itu, tepat seperti apa yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya”
Ogen: 1 Timotius 3:14-16, dalam teks ini dikatakan bagaimana rencana Paulus untuk datang mengunjungi jemaat di Efesus (Ayat 14). Kerinduan Paulus kepada Timotius serta jemaat Efesus juga sebenarnya menunjukkan adanya keinginan kesatuan dan keutuhan di dalam nama Tuhan. Sebagai gambar keluarga Allah dapat terlihat dari hubungan baik yang terjalin dengan Timotius dan jemaat Efesus, sehingga Paulus mengatakan seandainya pun ia terlambat datang untuk mengunjunginya bukan berarti ia lupa akan janjinya, tetapi dari keterlambatannya (Ayat 15), Paulus sudah mengajari Timotius bagaimana ia harus hidup sebagai keluarga Allah. Timotius harus menunjukkan kedewasaannya dalam melayani dan membina jemaat, terlihat dari tingkah laku dan ucapan yang disampaikan kepada jemaat, tidak membeda-bedakan jemaat yang dilayani baik orang Jahudi maupun Non Jahudi, jika ia percaya kepada Kristus maka semuanya harus dipersatukan, karena dalam kesatuan di dalam perbedaan itulah terlihat bagaimana sebenarnya gambar/rupa keluarga Allah.
Paulus juga memberikan pemahaman bagaimana dikatakan keluarga Allah, dimana jemaat itu sebagai keluarga yang menopang atau sebagai penopang, Bhs Yunani “Philotimo” artinya penyangga, kita dapat melihat bangunan-bangunan Yunani kuno dengan menggunakan tiang-tiang besar sebagai penyangga atau penopang, supaya bangunan dapat berdiri kokoh. Seperti itulah dimaksudkan Paulus dimana jemaat yang berbeda harus dipersatukan dan saling menopang satu dengan yang lain agar jemaat itu kokoh. Tuhan menyatakan diriNya kepada malaikat-malaikat dan bangsa-bangsa yang tidak mengenal diriNya (ayat 16), kata bangsa-bangsa disini menunjukkan dengan tegas bahwa Tuhan kita adalah Universal yang mau menerima siapa saja yang mau menerima Dia sebagai Tuhannya. Dengan demikian dari sini terlihat dari semula bahwa Allah berkehendak menyatukan manusia dari bangsa apapun yang percaya kepadaNya dan membentuknya menjadi sebuah keluarga Allah.
Invocatio : “Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah” (Epesus 2:19), Paulus menekankan kembali bahwa persekutuan orang-orang kudus yang telah dipersatukan oleh Allah melalui anakNya Yesus Kristus, pengorbananNya dengan darah yang tercurah serta tabir bait suci yang terbelah menunjukkan tidak ada lagi tembok pemisah antara Jahudi dengan Non Jahudi. Perbedaan suku bangsa akhirnya menjadi kawan sewarga “Politeia” artinya satu kesatuan atau disahkan.
III. Refleksi
- Tema: Tempas Keluarga Dibata (Gambar/Rupa Keluarga Allah). Bermula dari kisah penciptaan manusia, dimana manusia itu diciptakan Tuhan serupa dan segambar dengan Allah, kata yang dipakai “tselem” artinya “mengukir” / “memotong.” kata tselem disini manusia menggambarkan Allah. Tempas/Gambar Allah merupaken Tanggungjawab manusia untuk menjaganya agar ukiran itu tidak rusak, serta kedaulaten Allah tetap terlihat dalam diri manusia. Demikianlah gambar dan rupa keluarga Allah itu tetap terukir dengan indah dan harmonis jika kita menjaga keutuhan keluarga serta perbedaan itu disatukan dalam nama Tuhan.
- Keluarga adalah sekelompok orang yang disatukan dalam nama Tuhan. Terlihat dari pembentukan keluarga pertama yaitu Adam dan Hawa merupakan karya Allah dengan tujuan untuk memuliakan sang pencipta, dengan kata lain keluarga-keluarga yang ada sekarang ini merupakan dasar untuk membangun hubungan dan persekutuan yang berpusat kepada Allah. Di dalam keluargalah prinsip dan dasar hubungan dengan Tuhan dan sesama diletakkan.
- Keluarga merupakan satu lingkup sosial terkecil yang dimiliki setiap individu, namun memiliki hubungan dan komunikasi yang terbangun antar anggota keluarga. Kita dapat melihat bagaimana keluarga Nuh, dia sebagai kepala rumah tangga mengkomunikasikan perintah Allah yang harus mereka kerjakan bersama untuk membuat bahtera, anggota keluarganya tidak bersungut-sungut. Nuh mampu membawa keluarganya taat dan patuh kepada Tuhan, hal ini juga menunjukkan bahwa sifat sebagai ayah benar-benar ada dalam dirinya yang menjadi contoh dan teladan bagi Istri dan anak-anaknya. Kesempurnaan diri Nuh dan keluarganya tidak terlepas “Bergaul dengan Allah”
- Keluarga merupakan pendukung yang terbaik bagi kita dalam menghadapi suatu masalah sehingga dikatakan anggota yang ada dalam keluarga tersebut merupakan penopang atau penyangga sehingga keluarga tersebut dapat berdiri kokoh. Anak-anak yang ada di dalam keluarga akan berdiri kokoh dalam iman ketika kita selaku orang tua mendukung dan menopang setiap masalah yang ia hadapi, serta bagaimana kita perhatian baik dalam pergaulan dan pendidikannya. Ingatlah keluarga kita adalah warga kerajaan Allah yang setiap saat terlihat di tengah-tengah dunia ini. Gambar keluarga Allah itu akan tetap utuh jika kita tidak mengandalkan pengetahuan kita sendiri serta tetap berserah kepada sang kepala keluarga yaitu Yesus Kristus.
Pdt Julianus Barus-GBKP Bandung Pusat