JUMAT 18 APRIL 2025, KHOTBAH MARKUS 15:33-41

Invocatio :

“Jenari ibebasken Pilatus si Barnabas, tapi Jesus isuruhna iligasi perajurit dingen iendeskenna pe gelah ipakuken ku kayu persilang (Mat. 27:26)

Ogen :  Jesaya 53:3-5

Khotbah  :

Markus 15:33-41

Tema :

Turin-turin Kematen Jesus

 

I. Pengantar Kitab

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan kita Yesus Kristus, Injil Markus merupakan salah satu dari Injil Sinoptik. “Injil Sinoptik banyak menggunakan tradisi Yahudi mengenai Mesias dan karakter eskatologis lainnya. Penulis Injil Sinoptik salah satunya ialah Markus. Markus sebagai penulis Injil sinoptik mau menunjukkan bahwa Yesus mengisi peran yang lebih besar yaitu peran sebagai Tuhan itu sendiri. Yesus mengambil peran Tuhan dengan memenuhi nubuat Perjanjian Lama yang berhubungan dengan kedatangan Tuhan ke bumi. Dia datang sebagai Hamba karena Dia adalah Mesias yang datang menderita dalam ketaatan kepada Tuhan. Sebagai Anak Allah, Dia adalah Hamba Allah dan setara dengan Tuhan.

Injil Markus merupakan salah satu Injil Sinoptik yang ditulis oleh Yohanes Markus dengan tuntunan Roh Kudus. Injil Markus ditulis dengan tujuan yaitu memperkenalkan Yesus sebagai “Anak Allah” (Mrk. 1:1). Yohanes Markus adalah seorang percaya yang merupakan anak dari Maria dan keponakan dari Barnabas (Kol. 4:10). Markus sendiri ikut di dalam pelayanan bersama Paulus dan juga Barnabas dan menghiasi sebagian kisah dalam Kisah Para Rasul (Kis. 12-13).

Perikop Mrk 15:33-39 merupakan pusat dan puncak seluruh rangkaian peristiwa penderitaan, kematian, dan pemakaman Yesus. Perikop sebelumnya Mrk 15:20-32 melukiskan proses penyaliban Yesus sementara perikop sesudahnya Mrk 15:40-47 menceritakan proses penguburan Yesus. Perikop Mrk 15:33-39 yang melukiskan saat Yesus sekarat disertai oleh dua tanda supranatural, yakni kegelapan meliputi seluruh bumi (15:33) dan terkoyaknya tabir Bait Suci (15:38). Perikop ini ditutup dengan pengakuan iman dari perwira Romawi (15:39).

II. Penjelasan Teks Khotbah dalam khotbah

Jemaat yang terkasih dalam Yesus Kristus,

Dalam Injil Markus, Yesus dilukiskan sebagai Orang Benar yang Menderita sehingga Penderitaan-Kematian-Pemuliaan merupakan pola penting dalam Injilnya. Untuk mempersiapkan pemahaman jemaat melalui khotbah Jumat Si Mbelin dengan suatu harapan akan pemuliaan Yesus melalui kebangkitan, Penginjil Markus menyatakan beberapa indikator mengenai penderitaan dan kematian Yesus sendiri. Pertama, dalam Injil Markus, tiga pemberitahuan tentang sengsara Yesus dan kebangkitan-Nya berada di pusat Injil (Mrk 8:31; 9:31; 10:33-34). Ketiga kutipan ini mempunyai alur cerita yang sama, yakni penolakan, kematian, dan pembenaran. Dengan menggunakan istilah “Anak Manusia”, Penginjil Markus menyatakan Yesus sebagai sosok yang taat dan penuh kepercayaan di tengah penganiayaan dengan berharap akan pembenaran di masa depan. Pemberitahuan kedua didahului oleh peristiwa transfigurasi yang di dalamnya terjadi pembicaraan tentang penderitaan dan kebangkitan Anak Manusia. Pemberitahuan ketiga menekankan bahwa penderitaan dan kebangkitan Yesus merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Kedua, pernyataan fakta dalam Mrk 9:9-13 mengenai kebangkitan Anak Manusia. Ketiga, peristiwa transfigurasi merupakan pemberitahuan kebangkitan Yesus. Referensi lain tentang kematian dan kebangkitan Yesus adalah perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur yang menyatakan adanya relasi yang tak terpisahkan antara penolakan atau kematian dan pembenaran atau kebangkitan. Dalam perjamuan terakhir, Yesus menyatakan bahwa Ia akan cepat meninggal dan mengalami kebangkitan sehingga dapat meminum anggur yang baru dalam Kerajaan Allah. Di tengah narasi tentang penderitaan Yesus, Penginjil Markus menunjukkan bahwa Yesus akan dimuliakan hingga di sebelah kanan Allah.

       Jemaat yang diberkati Tuhan, guna memahami secara mendalam, kita akan menelusuri kronologi kejadian mengenai kematian Yesus menurut Injil Markus 15:33-41 ini:

  1. Pada jam dua belas, kegelapan meliputi seluruh negeri itu dan berlangsung sampai jam tiga.

“Jam dua belas”, saat sinar matahari yang paling terang dalam suatu hari, justru kegelapan meliputi seluruh negeri. Luasnya kegelapan tersebut bisa hanya tanah Yudea tetapi juga seluruh bumi. Dalam terang kisah biblis, kegelapan menyiratkan penghakiman ilahi sedang menimpa bumi dan kedatangan hari TUHAN, hari pengadilan dan penghukuman. Oleh sebab itu, kegelapan ini menekankan dimensi eskatologis dan kosmik dari penderitaan Yesus di atas salib.[1] Menurut Eusebius[2], kegelapan itu melambangkan kegelapan pikiran dari orang yang tidak membiarkan terang Injil menerangi hati mereka. Dan juga dari kegelapan itu, Kristus bangkit supaya mereka yang duduk dalam kegelapan dan bayangan kematian melihat cahaya-Nya. [3]

  1. Dan pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: “Eloi, Eloi, lama sabakhtani?” yang berarti: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?

Seruan Yesus dikutip dari Mzm 22:2[4] merupakan satu-satunya perkataan Yesus dari salib yang dicatat oleh Penginjil Markus. Kata “berseru” menyatakan penderitaan fisik hebat serta perjuangan Yesus dalam melawan kuasa kejahatan. “Eloi, Eloi, lama sabakhtani?” adalah seruan Yesus dalam bahasa Aram yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari di Yudea masa itu. Seruan itu sama arti dengan “Eli, Eli, lama sabakhtani?” dalam Injil Matius. Seruan tersebut disalahtafsirkan oleh para prajurit karena dua kemungkinan, yakni kebiasaan orang Yahudi memanggil Nabi Elia saat mengalami penderitaan yang mengerikan atau seruan Yesus diucapkan Mzm 22 secara utuh sehingga terdapat kata “Eli atta” (Engkaulah Allahku) yang mirip dengan “Elijja ta” (Elia datanglah). Sementara itu, kata “mengapa” adalah pernyataan dari seorang yang telah mengalami kedalaman jurang dan merasa diselimuti kuasa kegelapan. Namun di sini Yesus tidak menanyakan ketidakberadaan Allah atau kekuasaan-Nya, tetapi kebisuan dari Yang Dia panggil “Allahku.” Sebelumnya Yesus selalu berdoa dan mengarahkannya kepada “Bapa” maka sapaan “Allahku” menunjukkan bahwa Yesus berdoa dalam peran sebagai perwakilan seluruh umat manusia apalagi kata “Allahku” pun menyiratkan kepercayaan. Oleh sebab itu, doa Yesus ini pasti tidak mengekspresikan keputusasaan-Nya karena Yesus mengekspresikan perasaan yang bukan dari diri-Nya melainkan dari semua pendosa atau semua orang Yahudi. Selain itu, keputusasaan merupakan dosa berat padahal Yesus tidak berdosa. Di sisi lain, Penginjil Markus pasti tidak menyiratkan penolakan Allah, karena langsung setelah doa Yesus diperlihatkan pengakuan akan Yesus sebagai Anak Allah (Mrk 15:39). Jadi Yesus berseru dan berharap agar Allah menghancurkan keterasingan yang telah Ia rasakan.

35 Mendengar itu, beberapa orang yang berdiri di situ berkata, “Lihat, Ia memanggil Elia.” 36 Bergegaslah seseorang mencelupkan bunga karang ke dalam anggur asam lalu melilitkannya pada sebatang buluh dan memberi Yesus minum serta berkata, “Baiklah kita tunggu dan lihat apakah Elia datang untuk menurunkan Dia.”

Menurut tradisi Yahudi, Nabi Elia adalah seorang tokoh eskatologis yang akan datang untuk mempersiapkan penyelamatan orang-orang benar. Dalam konteks Injil Markus, Nabi Elia telah dua kali berperan sebagai pendahulu Mesias (Mrk 1:2; 9:9-13). Ia menemui kematiannya karena kesetiaannya kepada Tuhan. Jadi faktor penting berkaitan dengan Nabi Elia ialah kedatangannya sesuai dengan kejadian apokaliptik seputar kematian Yesus. Sementara itu, “anggur asam” mengumandangkan tindakan pengolokan dari musuh (bdk. Mzm 69:22). Tindakan “menunggu Elia datang” bila dilihat dalam penekanan Injil Markus pada permusuhan orang-orang di sekitar maka merupakan ejekan dan perlawanan terhadap Yesus

37 Yesus berseru dengan suara nyaring dan menghembuskan napas terakhir.

Yesus tergantung di salib dengan kesadaran hingga nafas terakhir dan menjelang kematian-Nya seruan tidak jelas keluar dari tenggorokan-Nya. Kuatnya seruan tersebut menunjukkan bahwa Ia tidak mati seperti kematian biasanya dari orang-orang yang disalib. Seperti penginjil yang lain, Penginjil Markus tidak menggunakan kata “mati” melainkan “menghembuskan nafas terakhir” atau “menyerahkan nyawa.” Maka jelaslah Yesus menyerahkan roh-Nya kepada Bapa sebab Yesus mempunyai kuasa dan dengan bebas menyerahkannya. Menurut St. Agustinus, Putra Allah dengan bebas menerima tubuh manusia, menjadi manusia dan hidup dalam sejarah manusia karena kehendak-Nya, pasti Ia meninggalkan tubuh fana juga sesuai kehendak-Nya. Kematian Yesus berbeda dengan kematian orang pada umumnya dalam dua hal. Kematian itu sesuai dengan kehendak-Nya, yakni mati bagi kita (lih. Mrk 8:31; 10:45; 14:24); dan kematian bukanlah utangnya terhadap dosa, melainkan kenyataan yang harus Ia terima. Makna kematian-Nya menjadi jelas hanya dari sudut pandang kemenangan kebangkitan yang menandai pembenaran-Nya dan menunjukkan bahwa kematian tidak mempunyai hak atas diri-Nya.

38 Terkoyaklah tabir Bait Suci menjadi dua dari atas sampai ke bawah.

Kuasa Yesus diperlihatkan dalam peristiwa tabir Bait Suci terkoyak menjadi dua akibat kematian-Nya. Seruan kematian dan terkoyaknya tabir Bait Suci merupakan satu tindakan yang melawan semua tuduhan dan ejekan sebelumnya. Dalam Bait Suci, terdapat tempat Mahakudus, tempat kehadiran Allah di tengah bangsa Yahudi. Melalui terkoyaknya tabir Bait Suci, Allah merespons untuk membela Yesus yang tidak ditinggalkan-Nya serta menyatakan kemurkaan-Nya kepada para imam kepala dan Mahkamah Agama yang telah menetapkan hukuman mati bagi Anak Allah. Kata “terkoyak” (terbelah dua) hanya digunakan sekali saja sebelumnya, yakni ketika pembaptisan Yesus dengan makna penghapusan penghalang antara langit dan bumi. Kesejajaran tersebut menunjukkan bahwa dalam kematian, identitas Yesus yang sesungguhnya dinyatakan, secara khusus saat pengakuan perwira. Terkoyaknya tabir juga merupakan tanda tentang penghancuran tuntas Bait Suci yang akan terjadi di kemudian hari. Tindakan penolakan Yesus membuat Bait Suci tidak berfungsi lagi dan Allah telah meninggalkan Bait Suci. (band. Kel. 26;31-33).

39 Ketika kepala pasukan yang berdiri berhadapan dengan-Nya melihat Dia menghembuskan napas terakhir seperti itu, berkatalah ia, “Sungguh, orang ini Anak Allah!”

Dalam konteks Injil Markus, perwira itu beraksi tidak hanya terhadap kematian Yesus di kayu salib, tetapi juga terhadap tanda terkoyaknya tabir Bait Suci. Menurut Raymond E. Brown, masuk akal bagi para pembaca bahwa tanda yang luar biasa ini menuntunnya untuk memahami bahwa Yesus bukan hanya tidak bersalah tetapi juga memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Allah.[5] Selain itu, kekuatan Yesus menjelang kematian-Nya sungguh luar biasa, sehingga perwira itu secara spontan mengakui martabat ilahi Yesus. Pengakuan ini tidak bisa dilepaskan dari cara Yesus meninggal. Pengakuan akan Yesus sebagai Anak Allah merupakan pengakuan iman sejati yang menggemakan Mrk 1:1. Kematian Yesus di kayu salib menjadi puncak pengungkapan identitas-Nya sebagai Mesias Menderita dan Anak Allah. Pengakuan perwira mengesahkan pengakuan Petrus bahwa Yesus adalah Mesias (Mrk 8:29). Di sini, Penginjil Markus menjadikan perwira Romawi sebagai perwakilan dari kekristenan non-Yahudi yang memandang pentingnya Yesus sebagai Anak Allah terutama orang Kristen di Roma di mana masa itu gelar “anak Allah” digunakan untuk penguasa Romawi yang di sembahkan dalam kultus negara.

  1. Ada juga beberapa Perempuan yang melihat dari jauh, diantaranya Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus muda dan Yoses, serta Salome. 41. Mereka semuanya telah mengikut Yesus dan melayani-Nya waktu Ia di Galilea. Dan ada juga di situ banyak Perempuan lain yang telah dating ke Yerusalem Bersama-sama dengan Yesus.

Banyak perempuan lain yang mengikut Yesus dengan setia, berharap bahwa Ia akan menyatakan kemuliaan-Nya, dan mendukung orang-orang benar yang sedang bergumul menghadapi ketidakadilan. Sekarang, mereka sendiri melihat bahwa Yesus terluka parah. Mereka mendengar suara palu yang memaku Yesus ke kayu salib, dan mendengar perkataan-Nya di atas kayu salib itu. Namun, mereka tetap tidak melarikan diri. Kalau mereka bukan pemberani, mereka tidak akan membiarkan diri mereka terancam bahaya dengan tetap berada di dekat kayu salib. Kita tidak tahu banyak mengenai detail dari kematian Yesus, tetapi para perempuan itu menjadi saksi dan pemberita yang layak mendapat pujian. Kemungkinan besar, perwira pasukan itulah yang membiarkan mereka untuk tetap berada di sana, karena ia tidak khawatir bahwa para perempuan itu akan merampas tubuh Yesus dan menurunkannya dari kayu salib, karena mereka justru sedang berdiri dalam keadaan gemetar sambil menangis di bukit Golgota itu, setelah para imam dan tua-tua bangsa itu meninggalkan tempat yang mengerikan itu. Kasih yang besar dari para perempuan itu adalah kasih yang sangat tulus, dan didasari oleh ucapan syukur kepada-Nya yang sudah menyelamatkan mereka dari Iblis, dan kasih itulah yang mencegah mereka meninggalkan tempat itu. Mereka berdoa, menangis dan mendengar semua perkataan yang diucapkan-Nya. Panasnya cuaca di sana membuat bibir mereka menjadi kering, kegelapan yang meliputi tempat itu membuat mereka ketakutan, tetapi mereka tetap berdiri di sana, dan tetap berada di dekat kayu salib sampai kepada akhirnya.

Relasi teks dengan Jesaya 53:3-5

Secara satu kesatuan yang utuh dalam penglihatan Jesaya tampak di Jesaya 52:13-53:12. Hanya saja bacaan Ogen kita kali ini dibatasi dengan Jesaya 53:3-5. Keselamatan sebagai pembebasan dari kejahatan berhubungan erat dengan masalah penderitaan dan pembebasan ini harus dilaksanakan oleh Putra Allah yang Tunggal lewat penderitaan-Nya. Dengan demikian, kasih Putra dan Bapa terhadap manusia dan dunia menjadi kasih yang menyelamatkan. Sebagai Mesias, Kristus mendekati dunia penderitaan umat manusia. Ia peka terhadap setiap penderitaan manusia yang jasmaniah maupun rohaniah. Selama hidup-Nya di dunia, Ia telah mengenakan segala jenis penderitaan manusia pada diri-Nya sendiri. “Empat Nyanyian tentang Hamba yang Menderita” dalam Kitab Nabi Yesaya tergenapi dalam diri Yesus Kristus secara khusus dalam kesengsaraan dan kematian-Nya. Dalam Kitab Nabi Yesaya mengenai hamba yang menderita ditemukan makna sangat mendalam terkait pengorbanan Kristus. Penderitaan Kristus menunjukkan segi manusiawi, tetapi tetap unik dalam sejarah manusia karena terkandung kedalaman dan intensitas yang tidak dapat dibandingkan. Keunikannya disebabkan oleh subjek yang ilahi-manusiawi dan penderitaan Allah-manusia.

III. Kesimpulan

Jemaat yang dikasihi Tuhan,

Jacques Philippe dalam bukunya yang berjudul “La Liberté intérieune” (Kebebasan Batin) telah menguraikan kebebasan yang sesungguhnya dan caranya memperoleh kebebasan batin ini dalam berbagai situasi hidup, termasuk penderitaan. Menurut Jacques Philippe, Yesus menjadi teladan kita dalam menghadapi penderitaan. Ia dengan sukarela menerima kesengsaraan dan kematian.[6] Meskipun demikian, kejahatan tidak dapat menjamah dan masuk ke dalam diri-Nya sebab hati-Nya selalu dipenuhi oleh kepercayaan, pengharapan, dan cinta kasih kepada Allah Bapa. Dalam situasi yang sama, seseorang dapat memilih penderitaan dan bukan hanya menanggungnya. Hal ini tidak bermaksud menyukai penderitaan, tetapi menerima penderitaan yang terjadi dengan kebebasan batin. Kebebasan memiliki kekuasaan yang absolut, yakni mengubah penderitaan menjadi kurban persembahan. Dari luar, tidak ada perbedaan, namun di dalamnya terjadi perubahan yang besar: takdir menjadi pilihan, paksaan menjadi cinta, kehilangan menjadi kelimpahan.

Salah satu anugerah istimewa yang Santo Fransiskus dari Assisi gambarkan sebagai pencerahan dalam khotbah ini adalah tanda keserupaan Yesus. Karena dia selalu mengidentifikasi diri dengan Kristus, khususnya dalam penderitaan-Nya. Sukacita Fransiskus tidak pernah dipisahkan dari penderitaan. Dia berasumsi bahwa penderitaan di dunia tidak bisa dihindari karena penderitaan itu mengikatnya dengan dunia, di satu sisi, dan Kristus, di sisi lain. Jemaat GBKP menghidupi penderitaan dan kematianNya dengan pemahaman bahwa Yesus menjadi penganti orang berdosa dan menjadi kutuk bagi orang berdosa (Gal 3:13). Yesus Kristus bersedia mengambil tempat orang berdosa yang bersalah dan menanggung hukuman dosa, supaya orang berdosa yang percaya kepada-Nya tidak hanya akan diampuni dan disucikan dari kesalahannya dan penghukumannnya, melainkan dalam Dia kita memperoleh pembenaran dari Allah (II Kor.5:21). Serta memahami penderitaan sebagai wujud keikut sertraan kita mengambil bagian dari penderitaan Yesus (1 Pet. 2:21-23; 1 Pet. 3:17;1 Pet.4:12-19).

Pdt. Anton Keliat, S. Th, MAP

Runggun Bandung Timur

 

[1] John R. Donahue dan Daniel J. Harrington, The Gospel of Mark (Minnesota: The Liturgical Press, 2002), hlm. 450.

[2] Eusebius dari Kaisarea dikenal juga sebagai Eusebius dari Pamfilia. Ia adalah seorang sejarawan Roma yang menjadi uskup di Kaisarea, Palestina. Ia sering disebut sebagai bapak sejarah gereja karena tulisan-tulisan yang ia buat mengenai sejarah gereja mula-mula.

[3] Thomas C. Oden dan Christopher A. Hall (ed.), Mark, dalam Thomas C. Oden (ed.) Ancient Christian Commentary on Scripture: New Testament, vol. II (Illinois: InterVarsity, 1998), hlm. 233.

[4] Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tapai Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku.

[5] Raymond E. Brown, The Death of The Messiah, vol. II (New York: Doubleday, 1994), hlm. 1035-1036.

[6] Jacques Philippe, La Liberté Intérieure, Mei, 2004), hlm. 62-95.

KAMIS 17 APRIL 2025, JOHANES 13:1-20 (KAMIS PUTIH)

Invocatio : Seperti sejuk salju di musim panen, demikianlah pesuruh yang setia bagi orang-orang yang menyuruhnya (Amsal 25:13)

Ogen : Zepanya 2:1-3         (Antiponal)

Khotbah : Johanes 13:1-20      (Tunggal)

Tema : Jesus Nggo Erbahan Si Man Usihen (Yesus Sudah Melakukan Yang Harus Kita Teladani)

 

I. Pendahuluan

Kata “Teladan” berasal dari bahasa Yunani, yaitu tuposyang berarti contoh, model, gambar, pola, atau patokan. Kita tidak dipanggil untuk menjadi idola, melainkan untuk menjadi teladan. Apa bedanya? Idola adalah sesuatu yang mengandung unsur pujaan. Sementara, teladan adalah sesuatu yang mengandung unsur respect (penghormatan). Teladan bukan tentang penampilan dan kemampuan, melainkan prinsip hidup, karakter, pemikiran, dan kehidupannya. Teladan adalah bentuk pengajaran yang paling mendasar. Jika kita ingin orang lain melakukan sesuatu, maka kita harus melakukannya terlebih dahulu. Sebaliknya, jika kita ingin melarang orang lain untuk melakukan sesuatu, maka kita pun tidak boleh melakukannya.  Teladan adalah bentuk pengajaran yang paling autentik. Perubahan dan tindakan kita merupakan bentuk kesaksian yang dapat disaksikan secara langsung, bukan sekadar perkataan bijak semata

Yesus sudah memberikan teladan bagi kita dengan membasuh kaki murid-murid. Peristiwa yang dramatis ini terjadi pada malam terakhir sebelum Yesus ditangkap dan disalibkan. Yesus melakukannya untuk mempertunjukkan kepada murid-murid-Nya betapa besar kasih-Nya kepada mereka,  Ia tidak hanya mengajar, tetapi juga memberikan teladan kehidupan sampai mati di kayu salib.  Sebuah Pribahasa mengatakan “Pengaruh suatu teladan yang baik jauh lebih bermanfaat daripada suatu teguran tajam” dari pribahasa ini mengandung pengertian bahwa untuk memeberikan pengaruh yang baik terhadap orang lain bukanlah ucapan atau teguran yang tajam, tetapi memberikan teladan yang akan memberikan perubahan sikap, ucapan dan pola pikir yang baik. Dalam 1 Korintus 11:1 dikatakan “Ikutilah teladanku, sama seperti aku meneladani Kristus” Panggilan kita adalah menjadi teladan dan hidup dengan benar di hadapan Tuhan. Jadi, teladan adalah patokan yang harus diikuti. Kita dipanggil untuk menjadi teladan bagi orang lain, sehingga dapat melayani dan memberikan pengaruh yang baik bagi mereka. Oleh karena itu, menjadi teladan adalah kunci keberhasilan pelayanan. Teladan akan meninggalkan legacy (warisan) yang berharga bagi generasi penerus.   

II. Isi/Pendalaman Teks

2.1. Kotbah: Johanes 13:1-20

  1. Ayat 1-3 “Sementara itu sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus telah tahu, bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya” Dalam ayat ini mengatakan bahawa kata Sementara itu sebelum hari raya Paskah mulai ungkapan tersebut dimengerti sebagai penjelasan yang berlaku khusus pada peristiwa pembasuhan kaki. Serta dikatakan saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Kata saat-Nya berarti waktunya atau tibalah waktunya, Jadi saat yang diceritakan sudah dekat, dari hal ini maksudnya adalah Saat untuk salib-Nya dan kemuliaan-Nya sudah dekat. Jika seseorang akan mengalami hal serupa waktunya sudah dekat “Akan mati” biasanya orang tersebut menujukan pikiran kepada dirinya sendiri atau mengedepankan keinginannya. Tetapi Yesus tidak demikian! Dalam keadaan menghadapi penderitaan dan kematian, Ia tetap menujukan pikirannya kepada murid-muridNya dan melakukan hal-hal yang terbaik untuk kepentingan mereka. Tetapi sejalan dengan itu ayat 2 “Makan sore telah dihidangkan dan Iblis telah membisikkan rencana dalam hati Yudas Iskariot, anak Simon, untuk mengkhianati Dia” Yesus dan murid-murid makan sore bersama-sama dan ini menunjukkan kebersamaan mereka, Yesus tetap menjalin kebersamaan dan keutuhan walaupun situasi yang tidak sesuai dengan keinginan. Iblis telah membisikkan rencana dalam hati Yudas Iskariot hal ini sama seperti inti dari Luk 4:13 dan 1 Pet 5:8 yang menunjukkan bahwa setan selalu mencari kesempatan untuk menjatuhkan kita ke dalam dosa, sekaligus adanya keinginan pribadi Yak 1:14 “Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya” dengan adanya 2 arah inilah, Pertama: Godaan Iblis, Kedua: Niat Jahat, maka kuatlah dosa itu untuk dilakukan, inilah yang terjadi terhadap Yudas Iskariot yang menghianati gurunya sendiri. Yesus Tahu semua peristiwa itu akan terjadi bagi-Nya ayat 3 “Yesus tahu, bahwa Bapa-Nya telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya dan bahwa Ia datang dari Allah dan kembali kepada Allah” Dia dapat menghancurkan Iblis, tetapi Dia memilih jalan kerendahan hati dan kasih, bahkan Dia tidak lari dari kenyataan serta tidak menyelamatkan Diri-Nya sendiri.
  1. Ayat 4-5 “Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya” dari hal ini terlihat Yesus bangun dari tempat duduk-Nya dan menanggalkan jubah-Nya dalam Bahasa Yunani dipakai kata “ta imatia” artinya “Menyerahkan nyawanya” hal ini berkaitan dengan kesiapan Yesus untuk memberikan nyawa-Nya bagi umat manusia. Ketika itu juga Yesus mengikatkan kain lenan ke pinggang-Nya, dalam hal ini menunjukkan bahwa Yesus dengan segala keberadaan-Nya melakukan tugas pelayanan dengan keadaan siap, taat dan tekun. Pelayanan yang dilakukan Yesu situ terlihat di dalam ayat 5 “kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu” Dengan kesadaran yang penuh mengenai status yang mulia yang Dia miliki, Dia membasuh kaki mereka dan menuju ke salib-Nya. Sebagai yang memiliki hak dan kuasa yang begitu besar Yesus mengenakan pakaian budak yang rendah, pakaian yang dianggap hina, baik oleh orang Yahudi maupun orang bukan Yahudi, apalagi membasuh kaki seseorang itu adalah pekerjaan hina dan yang rendah sekali, tetapi semuanya itu tidak menjadi penghalang bagi Yesus untuk melakukannya. Yesus menjadi manusia dan merendahkan diri-Nya sampai Ia menjadi seperti seorang budak hina yang membersihkan segala macam kotoran dari kaki murid-murid-Nya. Dalam peristiwa ini menunjukkan kemuliaan Allah dan kerendahan hati terlihat dalam pelayanan Yesus. Dari peristiwa ini juga terlihat begitu besar kerendahan hati Tuhan Yesus, sehingga Dia dapat membasuh kaki Yudas Iskariot, yang akan mengkhianati Dia. 
  1. Ayat 6-11 “Maka sampailah Ia kepada Simon Petrus. Kata Petrus kepada-Nya, "Tuan Engkau hendak membasuh kakiku?" Petrus heran dengan Tindakan yang akan dilakukan Yesus terhadap dirinya untuk dibasuh kakinya, dia merasa tidak layak dan tidak pantas mendapatkan perlakuan Yesus kepadanya sehingga dia keberatan. Dari hal ini Jawab Yesus kepadanya, "Apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengertinya kelak, ayat 7, jelas sekali bahwa para murid-murid belum paham akan apa yang dikatakan Yesus dan yang akan dilakukanNya itu. Ini dapat saja terjadi bagi siapa saja sama seperti murid-murid akan susah memahami perbuatan Yesus, ketika melihat dan memahami nya secara dunia dan pengetahuan manusia semata. Mereka belum mengerti bahwa Dia harus mati di kayu salib. Demikian juga, mereka belum dapat mengerti bahwa Dia sebagai Mesias, mau membasuh kaki mereka seperi seorang budak. Ternyata ketidakpahaman dalam diri Petrus tetap ada sehingga dia bertanya kepada Yesus “Kata Petrus kepada-Nya, "Engkau tidak akan membasuh kakiku sampai selama-lamanya." Jawab Yesus, "Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku” dari pertanyaan Petrus ini terlihat bahwa apa yang sudah dikatakan dan dijelaskan Yesus sebelumnya Petrus itu belum paham dan jawaban itu belum memuaskannya. Padahalpembasuhan kaki adalah lambang pengorbanan-Nya di kayu salib. Pembasuhan kaki bukan merupakan syarat keselamatan, tetapi jika Petrus tidak dapat menerima bahwa Mesias merendahkan diri-Nya dan membasuh kaki, dia juga tidak dapat menerima bahwa Mesias mati sebagai pengganti manusia. Seandainya demikian, Petrus tidak mendapat bagian dalam Tuhan Yesus. Selanjutnya Yesus menjelaskan kepada Petrus, ayat 10 Kata Yesus kepadanya, "Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. Juga kamu sudah bersih, hanya tidak semua" Lebih lanjut Yesus menjelaskan mengenai keselamatan yang akan Dia kerjakan bagi manusia, pembasuhan kaki mengkiaskan keikutsertaan dalam keselamatan melalui pengorbanan Tuhan Yesus. Ketika mereka mendengar penjelasan ini, mungkin setiap mereka ingin mengetahui apakah dia sendiri sudah bersih, ini akan menjadikan mereka merenungkan dan mengoreksi diri masing-masing. Ayat 11 “Sebab Ia tahu, siapa yang akan menyerahkan Dia. Karena itu Ia berkata: "Tidak semua kamu bersih" kata Tidak semua kamu bersih ini menunjukkan adanya diantara murid yang menghianatinya dan memiliki hati yang jahat serta hanya mementingkan diri sendiri. 
  1. Ayat 12-17 “Sesudah Ia membasuh kaki mereka, Ia mengenakan pakaian-Nya dan kembali ke tempat-Nya. Lalu Ia berkata kepada mereka, "Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu? Yesus melakukan tugas pelayanan-Nya hingga selesai, ini merupakan teladan juga bagi murid-murid untuk melakukan tugas pelayanannya hingga selesai juga, artinya dalam hal ini menunjukkan kesetiaan dan hati yang tulus. Ketika Yesus selesai membasuh kaki mereka, kelanjutannya Yesus meneruskan pengajaran-Nya untuk mengokohkan pemahaman dan iman mereka untuk mengikut Yesus. Dalam hal ini juga menunjukkan Yesus melakukan pemuridan. Dalam ayat 14 “Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu” Kunci pemuridan yang diajarkan Yesus adalah Rendah hati dan Ketulusan. Jika Yesus yang begitu mulia membasuh kakimereka, maka mereka juga rela melakukan sesuatu yang begitu rendah, maka jelaslah mereka harus ikut rela merendahkan diri dalam segala pelayanan. Pelayanan tanpa kerendahan hati adalah sia-sia. Ayat 15 “sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” Sebuah teladan sudah dilakukan dan diperlihatkan Yesus bagi murid-murid-Nya. Teladan yang membuat setiap orang merasakan seorang pemimpin atau pelayan yang rendah hati, dengan tidak mengedepankan kehormatan dan kedudukannya. Ini juga yang ditegaskan kembali oleh Yesus dalam ayat 16 “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya” ini juga merupakan suatu nasehat bagi setiap orang hendaklah jangan menganggap orang lain lebih rendah dari kita dan juga menjadikan seseorang itu kurang berharga di mata kita. Untuk melakukan semua yang sudah diperintahkan oleh Yesus ini dikembalikan kepada murid-murid, menerimanya dan melakukannya dengan perasaan bahagia bukan terpaksa, ayat 17 “Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya” Ketaatan kunci yang diajarkan Yesus disini untuk melakukan semua pengajaran itu dengan baik, sekaligus menjadikan kita bahagia untuk melakukannya dan tidak ada tekanan. 
  1. Ayat 18-20 “Bukan tentang kamu semua Aku berkata. Aku tahu, siapa yang telah Kupilih. Tetapi haruslah genap nas ini: Orang yang makan roti-Ku, telah mengangkat tumitnya terhadap Aku. Dari segi pelayanan Yesus tidak pilih-memilih murid-murid mana yang akan dibasuh kakinya mana yang tidak, perbuatan ini sebuah teladan dalam kehidupan pelayanan tanpa membeda-bedakan orang yang kita layani, bahkan Yesus membasuh kaki orang yang akan mengkhianati-Nya. Aku tahu, siapa yang telah Kupilih, Yesus sadar sepenuhnya bahwa Dia telah memilih si pengkhianat sebagai salah satu dari keduabelas pengikut. Tuhan Yesus tidak tertipu. Bahkan Firman Tuhan digenapi melalui Yudas. telah mengangkat tumitnya terhadap Akuartinya seseorang yang begitu akrab dengan Dia serta makan roti bersama artinya penghianatan dan perilaku kejahatan adalah orang yang dekat dengan kita. Ayat 19 “Aku mengatakannya kepadamu sekarang juga sebelum hal itu terjadi, supaya jika hal itu terjadi, kamu percaya, bahwa Akulah Dia” Percaya dan kuat dalam iman adalah hal yang dituntut Yesus kepada murid-murid-Nya. semuanya akan terjadi dan menjadi jelas bagi murid-murid-Nya. Yesus menjalankan kehendak Allah yang Mahakuasa, bahkan Dia adalah yang mengatakan "supaya kamu tahu dan percaya kepada-Ku dan mengerti, bahwa Akulah Dia, dengan kata lain Yesus itulah Tuhan. Ayat 20 “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menerima orang yang Kuutus, ia menerima Aku, dan barangsiapa menerima Aku, ia menerima Dia yang mengutus Aku" dalam ayat ini dijelaskan adanya hubungan timbal-balik, jika menerima akan diterima, jika menolak akan ditolak, ini sangat simpel dan tidak bertele-tele. Istilah menerima mengandung pengertian percaya. 

2.2. Ogen: Zepanya 2:1-3

    Bangsa Israel sebagai umat Tuhan diperintahkan Nabi Zefanya untuk bertobat dan beribadah kepada Tuhan dengan mengadakan pemeriksaan diri atau mengoreksi diri sendiri dihadapan Tuhan. Mereka disebut sebagai bangsa yang acuh tak acuh atau bangsa yang tanpa malu menunjukkan bahwa mereka adalah bangsa yang selalu berulang-ulang melakukan kesalahan, tidak memiliki kesetiaan terhadap perintah dan kehendak Tuhan. Sebagai bangsa pilihan mereka tidak hormat dan tidak takut akan keberadaan Tuhan yang memelihara mereka. Mereka dipengaruhi bangsa sekitar untuk menyembah berhala dan seolah-olah Tuhan tidak lagi memiliki kekuatan apa-apa atau tidak memiliki pengaruh lagi bagi mereka. Nabi Zefanya dengan tegas mengatakan “Carilah Tuhan, hai semua orang yang rendah hati….” Untuk mencari Tuhan tidak boleh dengan tinggi hati karena Tuhan sendiri memiliki sifat rendah hati. Selanjutnya Zefanya juga menyerukan agar “carilah keadilan” maksud dan tujuannya untuk menyadarkan bangsa Israel bahwa Tuhan itu sungguh adil dalam kehidupan mereka, sehingga mereka juga harus melakukan keadilan dalam hidup mereka.

2.3. Invocatio: Amsal 25:13

  Di dalam ayat ini dikatakan bagaimana seseorang yang akan mendapatkan imbalan yang baik dari pekerjaan yang dilakukan dengan baik juga. Seperti sejuk salju di musim panen, artinya banyak sekali pekerjaan yang harus dilakukan sebelum panen yaitu membersihkan lahan, menanam, merawat dan lain-lain, tetapi semua keletihan itu akan hilang Ketika masa panen. Begitu juga digambarkan seorang pesuruh yang setia melakukan tugasnya, ia akan menyegarkan hati tuannya dan juga akan disenangi oleh tuannya sendiri. Demikianlah dalam pekerjaan dan pelayanan Tuhan, letih dan bahkan tantangan pasti akan dialami, tetapi ketika kita setia, taat dan rendah hati dalam melakukannya, Tuhan akan memberikan kekuatan kepada kita. 

III. Aplikasi

  1. Serangkaian perintah dan pengajaran yang disampaikan Yesus diawali dengan perbuatan nyata yang menunjukkan bahwa Ia mengasihi murid-murid-Nya, termasuk Yudas sekalipun, yang masih ada di tengah-tengah para murid. Yesus tahu bahwa saat-Nya untuk menyelesaikan misi penyelamatan manusia dari Allah akan segera tiba. Dari Tindakan dan perbuatan Yesus ini menjadi teladan bagi kita karena bisa jadi di dalam kehidupan kita bahkan di dalam pelayanan kita ada orang yang menghianati kita, sebagai pengikut Yesus hendaknyalah kita mengampuni dan melayani dia. Itulah perbuatan iman yang nyata dalam hidup dan bukan hanya bicara.
  1. Yesus memperagakan pengajaran-Nya tentang kasih kepada murid-murid dengan bertindak layaknya seorang hamba yang membasuh kaki mereka satu per satu. Dari hal ini menjadi teladan bagi kita untuk mampu merendahkan diri terhadap orang lain. Kunci pelayanan yang ada pada Yesus adalah rendah hati dan setia. Dalam pelayanan, kita tidak boleh menempatkan posisi kita lebih tinggi atau lebih terhormat dari pada orang lain. Ketika sifat tinggi hati itu belum dapat dihilangkan dengan secara langsung pelayanan itu akan terhalang, apalagi untuk melakukan basuh kaki seseorang. Yesus melakukan pembasuhan kaki, Ia menegaskan agar murid-murid-Nya tidak meninggikan diri, tetapi mau merendahkan hati dan melayani sesama dengan tulus dan sungguh-sungguh, bahkan harus rela merendahkan diri untuk saling melayani satu sama lain.
  1. Yesus adalah pemimpin, sebagai pemimpin Yesus melakukan pemuridan dengan cara memberikan contoh teladan dan pengajaran keimanan. Pemimpin mempengaruhi pengikutnya, seorang pemimpin Kristen adalah scorang yang dipanggil oleh Tuhan untuk menjalankan kepemimpinan dengan mengenakan karakter Kristus. Peran Yesus sebagai pemimpin-pelayan dapat dijadikan model kepemimpinan bagi masa kini, pertama: Memimpin dengan kasih dan pengorbanan. Kedua, Memimpin dengan kerendahan hati. Ketiga: Memimpin harus melakukan regenerasi para pemimpin.
  1. Nabi Zefanya menyerukan pertobatan untuk bangsa Israel, hal ini dilakukannya karena bangsa itu sudah jauh dari Tuhan dengan menyembah baal dan tidak lagi merasakan lawatan Tuhan dalam hidupnya. Hendaklah kita sebagai umat yang percaya kepada Tuhan berani menyerukan kebenaran dan mengatakan yang salah. Begitu juga kehadiran kita sebagai umat percaya hendaklah dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap orang lain baik dari perbuatan, cara bicara, pola pikir, keluarga, pekerjaan agar mereka merasakan kasih dan lawatan Tuhan tetap menyertai mereka, jangan sebaliknya kehadiran kita membuat orang lain tidak lagi merasakan kehadiran Tuhan.
  1. Dalam kitab Amsal 25:13 membuka pemahaman kita bahwa didalam melakukan pekerjaan dan tugas, kita pasti mendapatkan tantangan, begitu juga dalam pelayanan banyak hal yang dapat membuat kita berhenti untuk melakukannya, janganlah mengandalkan kekuatan dan pengetahuan kita tetapi berserulah kepada Tuhan, ketika pekerjaan itu kita lakukan hingga selesai maka kesejukan atau kebahagiaan itu akan kita dapatkan.

Pdt Julianus Barus-Runggun Bandung Pusat

MINGGU 13 APRIL 2025, KHOTBAH MATIUS 21:1-11

Invocatio :

“Mereka akan datang dan bersorak-sorai di atas bukit-bukit Sion; mereka akan bersukacita karena kebaikan TUHAN, karena gandum, anggur baru dan minyak zaitun, karena anak-anak kambing domba dan lembu sapi; hidup mereka akan seperti taman yang diairi baik-baik, mereka tidak akan kembali lagi merana.” (Yer. 31:12)

Bacaan :

Zakharia 9:9-10 (Responsoria)

Khotbah :

Matius 21:1-11 (Tunggal)

Tema  :

Yesus Memasuki Kota Yerusalem (Jesus bengket ku Kuta Jerusalem)

 

Pendahuluan

Minggu Palmarum adalah Minggu sebelum Paskah dan merupakan permulaan Pekan Suci menjelang perayaan Paskah. Minggu Palmarum memperingati peristiwa masuknya Yesus ke kota Yerusalem dengan dielu-elukan oleh orang banyak, menjelang kematian dan kebangkitan-Nya, dan ini dicatat di keempat Kitab Injil dalam Perjanjian Baru. Istilah "Palmarum" berasal dari kata Latin "palma" yang berarti daun palem, yang melambangkan sambutan orang-orang Yerusalem saat Yesus memasuki kota tersebut, ketika mereka menyebar daun palem dan menghamparkan pakaian di jalan yang dilewatiNya. Daun palem dianggap sebagai simbol kemenangan dan kejayaan dan digunakan sebagai lambang untuk menyatakan kemenangan martir atas kematian. Sementara menghamparkan pakaian di jalan yang dilalui Yesus sebagai karpet melambangkan penghormatan mereka menyambut Yesus, sang Mesias..

Peristiwa ini dianggap sebagai penggenapan nubuatan dalam Alkitab bahwa Mesias akan datang ke Yerusalem dan memulai tugasnya sebagai Juru selamat manusia. Ketika Yesus datang ke Yerusalem, rakyat Yerusalem menyambut-Nya dengan penuh sukacita, karena menganggap Yesus sebagai Mesias yang telah mereka nantikan. Pengharapan bahwa Yesuslah Raja yang diurapi & kepentingan mereka untuk dibebaskan dari penjajahan Romawi, itulah yang membuat mereka begitu antusias menyambut & meng-elu-elukan Yesus. Firman Tuhan di Minggu Palmarum ini mengingatkan kita untuk menghayati & memahami dengan benar arti kedatangan Yesus bagi keselamatan kita & juga memiliki motivasi yang benar dalam merespon dan menyambut Yesus dalam hidup kita.  

Pendalaman Teks Khotbah : Matius 21: 1-11

Ay. 1-3 : Yesus menyuruh murid-muridNya untuk menemukan seekor keledai betina, dengan pesan: "Pergilah ke kampung yang di depanmu itu, dan di situ kamu akan segera menemukan seekor keledai betina tertambat dan anaknya ada dekatnya. Lepaskanlah keledai itu dan bawalah keduanya kepada-Ku. Dan jikalau ada orang menegor kamu, katakanlah: Tuhan memerlukannya. Ia akan segera mengembalikannya." Dalam teks paralelnya, Markus 11::1-10 menceritakan bahwa perbuatan mengambil keledai milik orang itu diketahui oleh banyak orang di sekitar kandang keledai itu, tapi mereka membiarkannya ketika mereka menjawab seperti yang dikatakan Yesus: “Tuhan memerlukannya”. Pesannya melalui ayat ini: bahwa Tuhan seringkali memerlukan apa yang ada di sekitar kehidupan kita, bahkan yang sederhana sekalipun untuk diberdayakan oleh-Nya bagi rencana KaryaNya yang besar. Dan bagaimana kita dipanggil untuk dengan sukacita dan rela memberi apa yang ada pada kita untuk dipakai oleh Tuhan.

Ay. 4–5 : Penulis Injil Matius mencatat bahwa peristiwa masuknya Yesus ke Yerusalem merupakan penggenapan dari apa yang dinubuatkan dalam Zakharia 9:9 : "… Lihat, Rajamu datang kepadamu, Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda."

Keledai dalam tradisi timur merupakan simbol yang membawa damai, juga melambangkan pelayanan, penderitaan, dan kerendahan hati. Tidak seperti kuda, yang melambangkan peperangan. Biasanya, seorang raja akan datang menunggangi kuda jika hendak berperang dan naik keledai jika hendak menunjukkan bahwa ia datang dengan damai. Yesus datang menunggangi keledai melambangkan kedatangan-Nya sebagai Raja Damai, bukan untuk berperang. Pada masa itu, bangsa Israel dijajah oleh bangsa Romawi, dan muncul lah kaum Zelot yang meyakini bahwa Sang Mesias datang untuk melawan bangsa Romawi. Melalui peristiwa ini, Hal tersebut disangkal sendiri oleh Yesus dengan kedatanganNya menunggang keledai. Yesus juga menunjukkan dengan tindakan-Nya tersebut sebagai pemenuhan atas apa yang dinubuatkan Nabi Yesaya dalam Yes 9:6,: “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, ….. dan Namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai” . Dialah Mesias sang Raja Damai yang dijanjikan itu.

Peristiwa ini juga dianggap sebagai penggenapan atas nubuatan kedatangan Mesias ke Yerusalem dari arah "Bukit Zaitun" seperti yang tertulis dalam: Keempat Injil – Matius 21:1, Markus 11:1, Lukas 19:28, dan Yohanes 12:12 – yang menyebutkan bahwa Yesus datang dari arah timur Yerusalem, yaitu jalan yang dari Yerikho, melewati Betania, tiba di Betfage yang terletak di Bukit Zaitun. Meriahnya arak-arakan masuk ke Yerusalem dan daun-daun palem menyerupai perayaan kemerdekaan orang Yahudi di Kitab 1 Makabe 13:51 yang menuliskan: "Dan masuk ke dalamnya... dengan ucapan syukur, dan ranting-ranting dari pohon palem, dan dengan kecapi dan ceracap, dan dengan biola dan pujian dan nyanyian."

Ayat 6-7 : bagian ini menunjukkan bagaimana sikap kedua murid yang membuktikan ketaatan mereka atas perintah Yesus, di suruh pergi mengambil keledai untuk digunakan oleh Yesus, walau resikonya bisa dianggap maling. Mereka membawa keledai betina itu bersama anaknya, mengalasinya dengan pakaian mereka, tanpa di suruh. Mereka melihat keledai itu tidak memiliki pelana, karena itu berinisiatif memberikan apa yang ada pada mereka. Ada kesadaran dalam diri kedua murid itu bahwa mereka dapat melakukan sesuatu untuk Yesus ... walaupun hanya sebuah 'perbuatan sederhana' ... mengalasi keledai dengan baju mereka, memberi apa yang mereka punya untuk melayani Yesus.

Ayat 8-11 : mencatat orang banyak mengelu-elukan Yesus memasuki Yerusalem. Tanpa disadari, mereka menyambut korban hari raya yang akan dipersembahkan menjadi korban penebusan dosa bagi seluruh umat manusia, tepat pada hari raya Paskah. Menurut Injil Yohanes, peristiwa ini terjadi 5 hari sebelum Paskah Yahudi, berarti tanggal 10 bulan Nisan dalam kalender Yahudi. Tanggal 10 bulan Nisan bertepatan dengan hari pemilihan domba Paskah Yahudi, sesuai Keluaran 12:3–7: "Pada tanggal 10 bulan ini ambillah seekor anak domba, menurut kaum keluarga, seekor anak domba untuk tiap-tiap rumah tangga...Anak dombamu itu harus jantan, tidak bercela, berumur setahun; …lalu seluruh jemaah Israel yang berkumpul, harus menyembelihnya pada waktu senja.

Peristiwa Yesus memasuki kota Yerusalem adalah untuk menggenapi apa yang dikatakan Zakharia 9:10, memberi damai bagi umat Tuhan. Damai yang diperoleh bukan dari peperangan, bukan dengan kekuatan senjata, tetapi dengan pengorbanan-Nya, sang “Anak Domba Allah” di atas kayu salib. Dia membayar perdamaian itu dengan darah-Nya yang kudus. Itulah sebabnya masuk-Nya Yesus ke Yerusalem adalah untuk menandai tahap berikut dari pelayanan-Nya di bumi, yaitu tahap terpenting, tahap kematian-Nya di kayu salib. Tidak ada jalan menuju takhta-Nya di sebelah kanan Allah kecuali dengan berjalan menuju salib.

Bacaan/ Ogen : Zakharia 9:9-10

Zakharia 9:9-12 adalah nubuat harapan pasca-pembuangan, mungkin paling dikenal karena penggunaannya kembali dalam Perjanjian Baru. Zakaria dipilih Allah menjadi perpanjangan tangan-Nya menyampaikan firman Tuhan ke tengah-tengah bangsa-Nya yang kembali dari pembuangan Babil ke Yerusalem. Di tengah situasi yang penuh penderitaan dan hampir hilang harapan, sang nabi memberitakan nubuat yang membangkitkan semangat bangsanya yang telah melemah dan menjadi pesimis kembali optimis. Kunci akan pengharapan itu terletak pada kedatangan Mesias dan penghancuran kekuasaan yang jahat, serta pendirian kerajaan-Nya di bumi.

Ay 9 : “Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah, hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda.” Alasan yang paling utama untuk bersukacita adalah nubuatan akan datangnya sang Raja. Raja yang dimaksud oleh Zakaria bukanlah raja yang datang dengan kemegahan dan keperkasaannya. Namun sebaliknya, Raja yang datang dengan kerendahan hati. Dia tidak naik kuda perang yang gagah, melainkan naik keledai muda. Nubuatan itu digenapi dalam diri Yesus. Yesus mengendarai keledai memasuki Yerusalem di mana orang banyak menyambut-Nya dan berseru, “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!” (Mat. 21:4-5 ; Yoh. 12:13). Raja yang datang itu amat berbeda dengan raja-raja atau penguasa dunia. Dia adil, jaya, lemah lembut, dan mengendarai seekor keledai. Kata “adil” menunjukkan bahwa Ia akan menegakkan hukum di antara bangsa-bangsa (bnd. Yes. 42:1, 3, 4). Raja yang menunggangi seekor keledai menggambarkan Dia datang dengan damai bukan untuk perang.

Ayat 10 : Mesias yang dinubuatkan Zakaria itu adalah Raja Damai yang akan membawa damai kepada seluruh bangsa. Dialah Raja ilahi yang memerintah bukan dengan tangan besi, bukan pula dengan senjata perang, tapi sebaliknya akan melenyapkan segala senjata & peralatan perang. Dia mendirikan kerajaan-Nya yang penuh kedamaian, keadilan, dan kejayaan serta akan mengakhiri perang di Israel, dan akan membangun kedamaian di dunia, dengan kekuasaan-Nya (bnd. Yes. 2:4; 9:5-7; 11:1-10; Mik. 5:10-15)

Invocatio : Yeremia 31: 12

Yeremia pasal 31 ini, berisi tentang nubuat akan pembebasan bangsa Israel dari pembuangan. Allah berjanji untuk mengadakan perjanjian yang baru dengan seluruh umat-Nya, baik Israel maupun Yehuda. Secara khusus dalam teks Invocatio ini digambarkan bagaimana pemulihan itu akan dialami oleh bangsanya jika bangsa ini kembali setia kepada Tuhan maka : umat Allah akan bersukacita karena kebaikan Tuhan, mereka akan mengalami berkat-berkat Tuhan, seperti gandum, anggur, minyak, anak-anak kambing domba, dan lembu sapi. Hidup umat Allah akan seperti taman yang diairi dengan baik, sehingga mereka tidak akan berdukacita lagi. Tuhan akan menghibur umat-Nya dan menyukakan mereka sesudah kedukaan mereka.

Dari ketiga bahan alkitab Khotbah, Bacaan & Invocatio kita dapat melihat benang merahnya : bagaimana karya keselamatan yang Yesus kerjakan sudah dinubuatkan dari sejak dari jaman para nabi dan bagaimana pembebasan itu datang atas inisiatif Allah sendiri, Dia yang datang dengan segala kesederhanaan & harus menderita supaya kita dibebaskan dan mengalami sukacita.

Beberapa point perenungan melalui Tema dan teks Firman Tuhan di Minggu Palmarum ini yang bisa kita renungkan adalah :

  1. Yesus menjalani jalan penderitaan sebagai bukti bahwa keselamatan kita adalah inisiatif Allah.

Tema Minggu Palmarum ini : “Yesus memasuki Kota Yerusalem” kita diingatkan bagaimana Yesus memasuki via dolorasa, jalan penderitaan menghadapi sengsaraNya di kayu salib. Ia datang menghadapi kematianNya untuk menjadi ganti atas kita demi ketaatan kepada kehendak Allah yang mengutusNya. Pertama dan terakhir dalam hidupNya di dunia, Yesus disambut sebagai seorang Raja, dipuja dan diagungkan, walau setelah itu disiksa dan disalibkan. Semua itu menjadi bukti bahwa keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus bagi kita, semuanya atas persuruhan dan inisiatif Allah. Dia datang melalui AnakNya sendiri, Yesus Kristus, untuk menyelamatkan kita.

  1. Teladan Yesus dalam kesederhanaan & kerendah hatianNya

Biasanya ketika seorang Raja datang akan disambut meriah dengan persiapan yang maksimal & fasilitas terbaik. Tapi tampaknya hal itu tidak berlaku bagi Yesus Sang Raja yang memasuki kota Yerusalem. Jangankan kereta kuda, keledai pun Dia tak punya. Yesus menjalani hidupNya dengan sangat sederhana. Ketika lahirpun, tempat yang tersisa hanya kandang domba. Dalam pelayananNya juga, Ia mengharapkan belas kasih dari orang-orang yang dilayaniNya, tapi Dia tetap menjalankan Misi/ Tugas dari Allah yang mengutusNya, dengan tuntas walau tanpa fasilitas. Yesus sangat bertolak belakang dengan gambaran Raja yang ada di dunia ini. Dia memasuki Yerusalem dengan penuh kesederhanaan & kerendahan hati, demikian tentunya kita juga dipanggil untuk menjalani hidup kita dengan tidak terikat pada materi. Ke-cenderung-an manusia saat ini hidup dengan gaya “flexing”, pamer harta & kekayaan, konsumerisme dan hedonisme, sangat bertentangan dengan keteladanan Yesus Sang Raja.

  1. Bagaimana respon kita mendukung pelayanan Yesus & menyambut Dia yang membawa keselamatan bagi kita ?

Siapkah kita mempersembahkan segenap daya, pikiran, tenaga bahkan seluruh hidup kita dan apa yang ada pada kita untuk dipakai oleh Tuhan yang telah menyelamatkan kita ?

  • Belajar dari si empunya keledai, yang tidak protes, tidak melarang tapi merelakan keledainya dipakai oleh Yesus (bdk. Markus 11:5-6)
  • Belajar dari kedua murid yang merespon Yesus dengan ketaatan dan kepatuhan pada apa yang diperintahkan Yesus, sekalipun ada resikonya. Juga meneladani inisiatif mereka untuk memberikan apa yang ada dalam diri mereka, mengalasi keledai itu dengan pakaian mereka sendiri karena mereka melihat keledai itu tanpa pelana, sehingga bisa dinaiki oleh Yesus. Apa yang bisa kita lakukan dengan apa yang kita miliki hari ini untuk Tuhan? Bukankah seharusnya banyak hal yang bisa kita lakukan dan persembahkan untuk mendukung pelayanan gereja sebagai wujud syukur kepada Tuhan yang telah menyelamatkan kita? 
  • Orang banyak menyambut Yesus dengan menghamparkan pakaiannya di jalan. Saat Yehu dinobatkan sebagai raja, para panglima juga meletakkan jubah mereka di bawahnya sebagai tanda kesetiaan mereka kepadanya. Pesan teks dalam ayat ini : Demikianlah juga kita yang menjadikan Kristus Raja, harusnya meletakkan segala yang kita miliki di bawah kakiNya. “Menghamparkan pakaian” adalah sebagai lambang penyerahan hati. Ia telah datang dengan kerendahan hati maka kitapun harus menyambutNya dengan segenap kerendahan hati, menempatkan diri kita di bawah kakiNya, menandakan Yesuslah yang utama dalam hidup kita. Kedatangan Yesus yang siap menderita bagi keselamatan kita hendaklah direspon dengan baik, dengan sambutan yang tulus dan kerelaan hati. Ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon & menyebarkan di jalan yang dilalui Yesus. Artinya tidak sekedar menunjukkan kerelaan hati tapi juga butuh usaha melakukan yang terbaik dalam merespon dan menyambut Yesus dalam hidup kita.
  • Miliki motivasi & pengharapan yang benar dalam merespon dan menyambut Yesus

Orang banyak yang saat itu menyambut Yesus dengan meriah, di kemudian hari justru beberapa diantaranya ikut juga dalam gerombolan yang menyerukan agar Yesus dihukum & disalibkan, itulah yang terjadi jika motivasi penyambutan dilakukan atas dasar kepentingan pribadi. Kepentingan dan harapan mereka adalah dibebaskan dari penjajahan Romawi, tapi ketika harapan mereka tak terwujud mereka berbalik arah. Pesan moralnya: ingatlah motivasi penyambutan & pelayanan kita pada Yesus bukanlah untuk kepentingan kita, tetapi untuk merespon apa yang telah Dia perbuat untuk kita. Sehingga sekalipun dalam pelayanan kita menghadapi hal yang tidak kita harapkan, kita tidak kecewa & berbalik arah, tetapi tetap mampu tetap memuji dan memuliakan Tuhan di sepanjang hidup kita. Marilah fokus kita tertuju pada YESUS. Dialah yang menjadi sentral dalam hidup & pelayanan kita, Dialah Raja kita dan hanya Dialah yang berkuasa atas kita. Amin.  

                                                     Pdt Jenny Eva Karosekali

GBKP Rg Harapan Indah

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD