MINGGU 13 APRIL 2025, KHOTBAH MATIUS 21:1-11

Invocatio :

“Mereka akan datang dan bersorak-sorai di atas bukit-bukit Sion; mereka akan bersukacita karena kebaikan TUHAN, karena gandum, anggur baru dan minyak zaitun, karena anak-anak kambing domba dan lembu sapi; hidup mereka akan seperti taman yang diairi baik-baik, mereka tidak akan kembali lagi merana.” (Yer. 31:12)

Bacaan :

Zakharia 9:9-10 (Responsoria)

Khotbah :

Matius 21:1-11 (Tunggal)

Tema  :

Yesus Memasuki Kota Yerusalem (Jesus bengket ku Kuta Jerusalem)

 

Pendahuluan

Minggu Palmarum adalah Minggu sebelum Paskah dan merupakan permulaan Pekan Suci menjelang perayaan Paskah. Minggu Palmarum memperingati peristiwa masuknya Yesus ke kota Yerusalem dengan dielu-elukan oleh orang banyak, menjelang kematian dan kebangkitan-Nya, dan ini dicatat di keempat Kitab Injil dalam Perjanjian Baru. Istilah "Palmarum" berasal dari kata Latin "palma" yang berarti daun palem, yang melambangkan sambutan orang-orang Yerusalem saat Yesus memasuki kota tersebut, ketika mereka menyebar daun palem dan menghamparkan pakaian di jalan yang dilewatiNya. Daun palem dianggap sebagai simbol kemenangan dan kejayaan dan digunakan sebagai lambang untuk menyatakan kemenangan martir atas kematian. Sementara menghamparkan pakaian di jalan yang dilalui Yesus sebagai karpet melambangkan penghormatan mereka menyambut Yesus, sang Mesias..

Peristiwa ini dianggap sebagai penggenapan nubuatan dalam Alkitab bahwa Mesias akan datang ke Yerusalem dan memulai tugasnya sebagai Juru selamat manusia. Ketika Yesus datang ke Yerusalem, rakyat Yerusalem menyambut-Nya dengan penuh sukacita, karena menganggap Yesus sebagai Mesias yang telah mereka nantikan. Pengharapan bahwa Yesuslah Raja yang diurapi & kepentingan mereka untuk dibebaskan dari penjajahan Romawi, itulah yang membuat mereka begitu antusias menyambut & meng-elu-elukan Yesus. Firman Tuhan di Minggu Palmarum ini mengingatkan kita untuk menghayati & memahami dengan benar arti kedatangan Yesus bagi keselamatan kita & juga memiliki motivasi yang benar dalam merespon dan menyambut Yesus dalam hidup kita.  

Pendalaman Teks Khotbah : Matius 21: 1-11

Ay. 1-3 : Yesus menyuruh murid-muridNya untuk menemukan seekor keledai betina, dengan pesan: "Pergilah ke kampung yang di depanmu itu, dan di situ kamu akan segera menemukan seekor keledai betina tertambat dan anaknya ada dekatnya. Lepaskanlah keledai itu dan bawalah keduanya kepada-Ku. Dan jikalau ada orang menegor kamu, katakanlah: Tuhan memerlukannya. Ia akan segera mengembalikannya." Dalam teks paralelnya, Markus 11::1-10 menceritakan bahwa perbuatan mengambil keledai milik orang itu diketahui oleh banyak orang di sekitar kandang keledai itu, tapi mereka membiarkannya ketika mereka menjawab seperti yang dikatakan Yesus: “Tuhan memerlukannya”. Pesannya melalui ayat ini: bahwa Tuhan seringkali memerlukan apa yang ada di sekitar kehidupan kita, bahkan yang sederhana sekalipun untuk diberdayakan oleh-Nya bagi rencana KaryaNya yang besar. Dan bagaimana kita dipanggil untuk dengan sukacita dan rela memberi apa yang ada pada kita untuk dipakai oleh Tuhan.

Ay. 4–5 : Penulis Injil Matius mencatat bahwa peristiwa masuknya Yesus ke Yerusalem merupakan penggenapan dari apa yang dinubuatkan dalam Zakharia 9:9 : "… Lihat, Rajamu datang kepadamu, Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda."

Keledai dalam tradisi timur merupakan simbol yang membawa damai, juga melambangkan pelayanan, penderitaan, dan kerendahan hati. Tidak seperti kuda, yang melambangkan peperangan. Biasanya, seorang raja akan datang menunggangi kuda jika hendak berperang dan naik keledai jika hendak menunjukkan bahwa ia datang dengan damai. Yesus datang menunggangi keledai melambangkan kedatangan-Nya sebagai Raja Damai, bukan untuk berperang. Pada masa itu, bangsa Israel dijajah oleh bangsa Romawi, dan muncul lah kaum Zelot yang meyakini bahwa Sang Mesias datang untuk melawan bangsa Romawi. Melalui peristiwa ini, Hal tersebut disangkal sendiri oleh Yesus dengan kedatanganNya menunggang keledai. Yesus juga menunjukkan dengan tindakan-Nya tersebut sebagai pemenuhan atas apa yang dinubuatkan Nabi Yesaya dalam Yes 9:6,: “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, ….. dan Namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai” . Dialah Mesias sang Raja Damai yang dijanjikan itu.

Peristiwa ini juga dianggap sebagai penggenapan atas nubuatan kedatangan Mesias ke Yerusalem dari arah "Bukit Zaitun" seperti yang tertulis dalam: Keempat Injil – Matius 21:1, Markus 11:1, Lukas 19:28, dan Yohanes 12:12 – yang menyebutkan bahwa Yesus datang dari arah timur Yerusalem, yaitu jalan yang dari Yerikho, melewati Betania, tiba di Betfage yang terletak di Bukit Zaitun. Meriahnya arak-arakan masuk ke Yerusalem dan daun-daun palem menyerupai perayaan kemerdekaan orang Yahudi di Kitab 1 Makabe 13:51 yang menuliskan: "Dan masuk ke dalamnya... dengan ucapan syukur, dan ranting-ranting dari pohon palem, dan dengan kecapi dan ceracap, dan dengan biola dan pujian dan nyanyian."

Ayat 6-7 : bagian ini menunjukkan bagaimana sikap kedua murid yang membuktikan ketaatan mereka atas perintah Yesus, di suruh pergi mengambil keledai untuk digunakan oleh Yesus, walau resikonya bisa dianggap maling. Mereka membawa keledai betina itu bersama anaknya, mengalasinya dengan pakaian mereka, tanpa di suruh. Mereka melihat keledai itu tidak memiliki pelana, karena itu berinisiatif memberikan apa yang ada pada mereka. Ada kesadaran dalam diri kedua murid itu bahwa mereka dapat melakukan sesuatu untuk Yesus ... walaupun hanya sebuah 'perbuatan sederhana' ... mengalasi keledai dengan baju mereka, memberi apa yang mereka punya untuk melayani Yesus.

Ayat 8-11 : mencatat orang banyak mengelu-elukan Yesus memasuki Yerusalem. Tanpa disadari, mereka menyambut korban hari raya yang akan dipersembahkan menjadi korban penebusan dosa bagi seluruh umat manusia, tepat pada hari raya Paskah. Menurut Injil Yohanes, peristiwa ini terjadi 5 hari sebelum Paskah Yahudi, berarti tanggal 10 bulan Nisan dalam kalender Yahudi. Tanggal 10 bulan Nisan bertepatan dengan hari pemilihan domba Paskah Yahudi, sesuai Keluaran 12:3–7: "Pada tanggal 10 bulan ini ambillah seekor anak domba, menurut kaum keluarga, seekor anak domba untuk tiap-tiap rumah tangga...Anak dombamu itu harus jantan, tidak bercela, berumur setahun; …lalu seluruh jemaah Israel yang berkumpul, harus menyembelihnya pada waktu senja.

Peristiwa Yesus memasuki kota Yerusalem adalah untuk menggenapi apa yang dikatakan Zakharia 9:10, memberi damai bagi umat Tuhan. Damai yang diperoleh bukan dari peperangan, bukan dengan kekuatan senjata, tetapi dengan pengorbanan-Nya, sang “Anak Domba Allah” di atas kayu salib. Dia membayar perdamaian itu dengan darah-Nya yang kudus. Itulah sebabnya masuk-Nya Yesus ke Yerusalem adalah untuk menandai tahap berikut dari pelayanan-Nya di bumi, yaitu tahap terpenting, tahap kematian-Nya di kayu salib. Tidak ada jalan menuju takhta-Nya di sebelah kanan Allah kecuali dengan berjalan menuju salib.

Bacaan/ Ogen : Zakharia 9:9-10

Zakharia 9:9-12 adalah nubuat harapan pasca-pembuangan, mungkin paling dikenal karena penggunaannya kembali dalam Perjanjian Baru. Zakaria dipilih Allah menjadi perpanjangan tangan-Nya menyampaikan firman Tuhan ke tengah-tengah bangsa-Nya yang kembali dari pembuangan Babil ke Yerusalem. Di tengah situasi yang penuh penderitaan dan hampir hilang harapan, sang nabi memberitakan nubuat yang membangkitkan semangat bangsanya yang telah melemah dan menjadi pesimis kembali optimis. Kunci akan pengharapan itu terletak pada kedatangan Mesias dan penghancuran kekuasaan yang jahat, serta pendirian kerajaan-Nya di bumi.

Ay 9 : “Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah, hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda.” Alasan yang paling utama untuk bersukacita adalah nubuatan akan datangnya sang Raja. Raja yang dimaksud oleh Zakaria bukanlah raja yang datang dengan kemegahan dan keperkasaannya. Namun sebaliknya, Raja yang datang dengan kerendahan hati. Dia tidak naik kuda perang yang gagah, melainkan naik keledai muda. Nubuatan itu digenapi dalam diri Yesus. Yesus mengendarai keledai memasuki Yerusalem di mana orang banyak menyambut-Nya dan berseru, “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!” (Mat. 21:4-5 ; Yoh. 12:13). Raja yang datang itu amat berbeda dengan raja-raja atau penguasa dunia. Dia adil, jaya, lemah lembut, dan mengendarai seekor keledai. Kata “adil” menunjukkan bahwa Ia akan menegakkan hukum di antara bangsa-bangsa (bnd. Yes. 42:1, 3, 4). Raja yang menunggangi seekor keledai menggambarkan Dia datang dengan damai bukan untuk perang.

Ayat 10 : Mesias yang dinubuatkan Zakaria itu adalah Raja Damai yang akan membawa damai kepada seluruh bangsa. Dialah Raja ilahi yang memerintah bukan dengan tangan besi, bukan pula dengan senjata perang, tapi sebaliknya akan melenyapkan segala senjata & peralatan perang. Dia mendirikan kerajaan-Nya yang penuh kedamaian, keadilan, dan kejayaan serta akan mengakhiri perang di Israel, dan akan membangun kedamaian di dunia, dengan kekuasaan-Nya (bnd. Yes. 2:4; 9:5-7; 11:1-10; Mik. 5:10-15)

Invocatio : Yeremia 31: 12

Yeremia pasal 31 ini, berisi tentang nubuat akan pembebasan bangsa Israel dari pembuangan. Allah berjanji untuk mengadakan perjanjian yang baru dengan seluruh umat-Nya, baik Israel maupun Yehuda. Secara khusus dalam teks Invocatio ini digambarkan bagaimana pemulihan itu akan dialami oleh bangsanya jika bangsa ini kembali setia kepada Tuhan maka : umat Allah akan bersukacita karena kebaikan Tuhan, mereka akan mengalami berkat-berkat Tuhan, seperti gandum, anggur, minyak, anak-anak kambing domba, dan lembu sapi. Hidup umat Allah akan seperti taman yang diairi dengan baik, sehingga mereka tidak akan berdukacita lagi. Tuhan akan menghibur umat-Nya dan menyukakan mereka sesudah kedukaan mereka.

Dari ketiga bahan alkitab Khotbah, Bacaan & Invocatio kita dapat melihat benang merahnya : bagaimana karya keselamatan yang Yesus kerjakan sudah dinubuatkan dari sejak dari jaman para nabi dan bagaimana pembebasan itu datang atas inisiatif Allah sendiri, Dia yang datang dengan segala kesederhanaan & harus menderita supaya kita dibebaskan dan mengalami sukacita.

Beberapa point perenungan melalui Tema dan teks Firman Tuhan di Minggu Palmarum ini yang bisa kita renungkan adalah :

  1. Yesus menjalani jalan penderitaan sebagai bukti bahwa keselamatan kita adalah inisiatif Allah.

Tema Minggu Palmarum ini : “Yesus memasuki Kota Yerusalem” kita diingatkan bagaimana Yesus memasuki via dolorasa, jalan penderitaan menghadapi sengsaraNya di kayu salib. Ia datang menghadapi kematianNya untuk menjadi ganti atas kita demi ketaatan kepada kehendak Allah yang mengutusNya. Pertama dan terakhir dalam hidupNya di dunia, Yesus disambut sebagai seorang Raja, dipuja dan diagungkan, walau setelah itu disiksa dan disalibkan. Semua itu menjadi bukti bahwa keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus bagi kita, semuanya atas persuruhan dan inisiatif Allah. Dia datang melalui AnakNya sendiri, Yesus Kristus, untuk menyelamatkan kita.

  1. Teladan Yesus dalam kesederhanaan & kerendah hatianNya

Biasanya ketika seorang Raja datang akan disambut meriah dengan persiapan yang maksimal & fasilitas terbaik. Tapi tampaknya hal itu tidak berlaku bagi Yesus Sang Raja yang memasuki kota Yerusalem. Jangankan kereta kuda, keledai pun Dia tak punya. Yesus menjalani hidupNya dengan sangat sederhana. Ketika lahirpun, tempat yang tersisa hanya kandang domba. Dalam pelayananNya juga, Ia mengharapkan belas kasih dari orang-orang yang dilayaniNya, tapi Dia tetap menjalankan Misi/ Tugas dari Allah yang mengutusNya, dengan tuntas walau tanpa fasilitas. Yesus sangat bertolak belakang dengan gambaran Raja yang ada di dunia ini. Dia memasuki Yerusalem dengan penuh kesederhanaan & kerendahan hati, demikian tentunya kita juga dipanggil untuk menjalani hidup kita dengan tidak terikat pada materi. Ke-cenderung-an manusia saat ini hidup dengan gaya “flexing”, pamer harta & kekayaan, konsumerisme dan hedonisme, sangat bertentangan dengan keteladanan Yesus Sang Raja.

  1. Bagaimana respon kita mendukung pelayanan Yesus & menyambut Dia yang membawa keselamatan bagi kita ?

Siapkah kita mempersembahkan segenap daya, pikiran, tenaga bahkan seluruh hidup kita dan apa yang ada pada kita untuk dipakai oleh Tuhan yang telah menyelamatkan kita ?

  • Belajar dari si empunya keledai, yang tidak protes, tidak melarang tapi merelakan keledainya dipakai oleh Yesus (bdk. Markus 11:5-6)
  • Belajar dari kedua murid yang merespon Yesus dengan ketaatan dan kepatuhan pada apa yang diperintahkan Yesus, sekalipun ada resikonya. Juga meneladani inisiatif mereka untuk memberikan apa yang ada dalam diri mereka, mengalasi keledai itu dengan pakaian mereka sendiri karena mereka melihat keledai itu tanpa pelana, sehingga bisa dinaiki oleh Yesus. Apa yang bisa kita lakukan dengan apa yang kita miliki hari ini untuk Tuhan? Bukankah seharusnya banyak hal yang bisa kita lakukan dan persembahkan untuk mendukung pelayanan gereja sebagai wujud syukur kepada Tuhan yang telah menyelamatkan kita? 
  • Orang banyak menyambut Yesus dengan menghamparkan pakaiannya di jalan. Saat Yehu dinobatkan sebagai raja, para panglima juga meletakkan jubah mereka di bawahnya sebagai tanda kesetiaan mereka kepadanya. Pesan teks dalam ayat ini : Demikianlah juga kita yang menjadikan Kristus Raja, harusnya meletakkan segala yang kita miliki di bawah kakiNya. “Menghamparkan pakaian” adalah sebagai lambang penyerahan hati. Ia telah datang dengan kerendahan hati maka kitapun harus menyambutNya dengan segenap kerendahan hati, menempatkan diri kita di bawah kakiNya, menandakan Yesuslah yang utama dalam hidup kita. Kedatangan Yesus yang siap menderita bagi keselamatan kita hendaklah direspon dengan baik, dengan sambutan yang tulus dan kerelaan hati. Ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon & menyebarkan di jalan yang dilalui Yesus. Artinya tidak sekedar menunjukkan kerelaan hati tapi juga butuh usaha melakukan yang terbaik dalam merespon dan menyambut Yesus dalam hidup kita.
  • Miliki motivasi & pengharapan yang benar dalam merespon dan menyambut Yesus

Orang banyak yang saat itu menyambut Yesus dengan meriah, di kemudian hari justru beberapa diantaranya ikut juga dalam gerombolan yang menyerukan agar Yesus dihukum & disalibkan, itulah yang terjadi jika motivasi penyambutan dilakukan atas dasar kepentingan pribadi. Kepentingan dan harapan mereka adalah dibebaskan dari penjajahan Romawi, tapi ketika harapan mereka tak terwujud mereka berbalik arah. Pesan moralnya: ingatlah motivasi penyambutan & pelayanan kita pada Yesus bukanlah untuk kepentingan kita, tetapi untuk merespon apa yang telah Dia perbuat untuk kita. Sehingga sekalipun dalam pelayanan kita menghadapi hal yang tidak kita harapkan, kita tidak kecewa & berbalik arah, tetapi tetap mampu tetap memuji dan memuliakan Tuhan di sepanjang hidup kita. Marilah fokus kita tertuju pada YESUS. Dialah yang menjadi sentral dalam hidup & pelayanan kita, Dialah Raja kita dan hanya Dialah yang berkuasa atas kita. Amin.  

                                                     Pdt Jenny Eva Karosekali

GBKP Rg Harapan Indah

MINGGU 06 APRIL 2025, PILIPI 1:27-30

Invocatio :

Peringatan-peringatanMu adalah milik pusakaku untuk selama-lamanya, sebab semuanya itu merupakan kegembiraan hatiku (Masmur 119:111)

Ogen :

2 Raja-Raja 20:4-6 (Tunggal)

Kotbah :

Pilipi 1:27-30 (Tunggal)

Tema :

Mempertahankan Kiniteken Guna Berita Simeriah/Mempertahankan Iman Dalam   Memberitakan Kabar Baik

 

I. PENGANTAR

Sebuah ungkapan mengatakan "Iman yang teguh takkan goyah oleh badai, dan Injil yang hidup takkan padam oleh penolakan, artinya dalam perjalanan mengabarkan Injil, kita akan menghadapi banyak tantangan, baik dalam bentuk pencobaan, penolakan, maupun penderitaan. Namun, seperti sebuah pohon yang berakar kuat tidak akan tumbang oleh angin kencang, demikian pula iman yang teguh tidak akan mudah goyah oleh tekanan dunia. Dalam dunia yang penuh dengan tantangan dan godaan, mempertahankan iman bukanlah perkara yang mudah. Namun, sebagai orang percaya, kita dipanggil bukan hanya untuk berpegang teguh pada iman, tetapi juga untuk memberitakan kabar sukacita kepada semua orang. Banyak hambatan yang bisa melemahkan semangat kita dalam mewartakan Injil—baik dari dalam diri kita sendiri maupun dari dunia di sekitar kita. Namun, firman Tuhan memberi kita kekuatan untuk terus berjuang, mengandalkan kuasa Roh Kudus, dan tetap teguh dalam iman.

Dalam sejarah gereja, kita melihat bagaimana para rasul dan bapa-bapa gereja menghadapi berbagai tantangan dalam mempertahankan iman mereka. Penganiayaan, ajaran sesat, dan pengaruh dunia tidak menyurutkan semangat juang mereka dalam memberitakan kabar sukacita. Mereka memahami bahwa Injil bukan hanya sekadar berita baik, tetapi juga kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya (Roma 1:16). Oleh karena itu, mempertahankan iman dalam konteks pewartaan Injil bukan hanya tugas, tetapi juga bentuk ketaatan kita kepada Kristus sebagai Tuhan dan Kepala Gereja.

II. PENJELASAN NATS

  • Masmur 119:111 (Invocatio)

Pemazmur menyatakan bahwa kesaksian-kesaksian Tuhan adalah warisan yang diterimanya dan akan menjadi miliknya untuk selamanya. Kata "kesaksian" dalam ayat ini berasal dari kata Ibrani ‘edut (עֵדוּת), yang berarti "kesaksian" atau "peringatan". Kesaksian dalam Alkitab sering kali merujuk pada perintah-perintah atau hukum-hukum Tuhan yang diberikan untuk menjadi petunjuk hidup bagi umat-Nya. Pemazmur mengungkapkan bahwa ‘edut (kesaksian-kesaksian Tuhan) adalah warisan (נַחֲלָה, nahaláh), suatu kata yang biasanya digunakan untuk menggambarkan warisan yang diberikan kepada keturunan. Dalam konteks ini, nahaláh (warisan) menunjukkan bahwa firman Tuhan bukanlah sesuatu yang sementara atau bisa diabaikan, melainkan suatu harta yang berharga dan kekal. Pemazmur melihat firman Tuhan sebagai sesuatu yang harus dipertahankan dan diterima dengan penuh rasa syukur karena itu adalah warisan yang lebih berharga daripada harta duniawi. Warisan ini tidak hanya berbicara tentang penerimaan fisik, tetapi lebih dari itu, menggambarkan hubungan pribadi antara Tuhan dan umat-Nya. Firman-Nya adalah pedoman hidup yang seharusnya menjadi bagian integral dari kehidupan manusia sepanjang hidup. Selanjutnya, pemazmur menyatakan bahwa firman Tuhan adalah kegembiraan (שִׂמְחָה, simcháh) baginya. Dalam bahasa Ibrani, kata simcháh berarti sukacita atau kebahagiaan. Ini mengungkapkan bahwa pemazmur tidak hanya menghargai firman Tuhan sebagai suatu perintah atau petunjuk yang wajib dipatuhi, Ini mencerminkan perlunya sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan, yang mengajarkan umat-Nya untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya serta sebagai sumber kegembiraan yang mendalam. Firman Tuhan bukan hanya dipelajari, tetapi diterima sebagai pedoman hidup yang mengatur setiap aspek kehidupan pribadi. Firman Tuhan membawa kedamaian, kebahagiaan, dan kepuasan sejati yang tidak bisa ditemukan di tempat lain. Firman Tuhan adalah tetap dan tidak akan pernah berubah, meskipun dunia dan zaman terus berkembang. Ini mengajarkan umat Tuhan perlu untuk memahami bahwa petunjuk dan hukum-hukum Tuhan memiliki sifat yang kekal dan dapat diandalkan dalam segala situasi. Firman-Nya tidak terpengaruh oleh perubahan zaman atau keadaan, sehingga umat Tuhan dapat berpegang teguh pada prinsip-prinsip-Nya dalam setiap aspek kehidupan mereka. Kekekalan firman Tuhan juga mengingatkan umat-Nya bahwa Tuhan tidak berubah dan selalu setia pada janji-janji-Nya. Hal ini memberikan ketenangan batin bagi umat-Nya, karena mereka tahu bahwa firman-Nya adalah pedoman yang abadi dan tetap berlaku sepanjang zaman. Dalam dunia yang penuh dengan perubahan, firman Tuhan menjadi batu penjuru yang kokoh dan tak tergoyahkan.

  • OGEN : 2 aja-Raja 20:4-6

Bagian ini dalam 2 Raja-raja 20:4-6 menceritakan tentang Raja Hizkia dari Yehuda yang sedang menghadapi penyakit yang membawa kematian, namun setelah berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan, ia mendapatkan tambahan umur selama 15 tahun. Kisah ini menjadi bagian penting dalam sejarah Kerajaan Yehuda dan menunjukkan bagaimana Tuhan berinteraksi dengan raja-raja Israel pada masa itu. Raja Hizkia adalah salah satu raja terbesar yang pernah memerintah Kerajaan Yehuda. Hiskia masih cukup muda, ia baru berumur 25 tahun ketika menjadi raja (2 Raja-Raja 18:2). Ia dikenal karena reformasi agama yang dilakukannya, yang berfokus pada pemurnian ibadah kepada Tuhan dan penghapusan penyembahan berhala (2 Raja-raja 18:4). Selain itu, Hizkia juga menghadapi tantangan besar dari kerajaan-kerajaan tetangga, khususnya dari Asyur yang pada masa itu menjadi kekuatan dominan di Timur Dekat. Pada saat 2 Raja-raja 20 dicatat, kerajaan Asyur dipimpin oleh Sennakherib yang telah menyerbu banyak kota di Israel dan Yehuda. Namun, pada saat yang sama, terjadi juga ancaman penyakit yang parah terhadap Hizkia, yang kemungkinan besar merupakan suatu wabah atau penyakit serius yang melanda dirinya, penyakit yang hampir merenggut nyawanya. Kisah ini dimulai dengan nabi Yesaya datang kepada Hizkia dengan pesan Tuhan bahwa ia akan mati karena penyakitnya (2 Raja-raja 20:1). Mengetahui bahwa hidupnya akan berakhir, Hizkia berdoa dengan sangat tulus, memohon agar Tuhan memperpanjang hidupnya. Dalam doa tersebut, Hizkia mengingatkan Tuhan akan kesetiaan dan ketaatannya selama ini sebagai raja yang memimpin Yehuda dalam kebenaran. Tanggapan Tuhan terhadap doa Hizkia adalah sebuah bukti besar dari kuasa Tuhan yang tidak terikat oleh ruang dan waktu . Tuhan mengubah keputusan-Nya melalui perantara nabi Yesaya.

Ayat 4-6 : Pada ayat ini, kita melihat bahwa meskipun Yesaya sudah menyampaikan pesan bahwa Hizkia akan mati, Tuhan segera merespons dengan mengubah keputusan-Nya setelah mendengar doa dan melihat air mata Hizkia. Respons Tuhan melalui Yesaya memperlihatkan bahwa doa umat-Nya, bahkan doa yang datang dari seorang raja, tidak luput dari perhatian Tuhan. Tuhan bukan hanya mendengar permohonan, tetapi juga memperhatikan sikap hati, kesedihan, dan ketulusan dalam doa tersebut. Setelah Hizkia berdoa, Tuhan mengubah keputusan-Nya. Ini menggambarkan sifat Tuhan yang penuh belas kasihan dan kasih setia. Meskipun Tuhan telah menetapkan waktu kematian bagi Hizkia, Dia mendengar permohonan dan penderitaan Raja tersebut. Dalam teologi Kristen, ini juga mencerminkan konsep anugerah Tuhan yang tidak terduga, di mana Tuhan memberi kesempatan kedua dan mengulurkan tangan-Nya dalam situasi yang sulit. Tindak lanjut dari jawaban Tuhan menunjukkan kasih dan perhatian Tuhan kepada umat-Nya, bahkan ketika keputusan-Nya semula tampaknya tidak bisa diubah. Tuhan tidak bersifat kaku atau tak tergoyahkan dalam kehendak-Nya, melainkan Dia memberi ruang bagi interaksi pribadi dengan umat-Nya melalui doa dan pertobatan. Dalam hal ini, meskipun Tuhan adalah yang berdaulat penuh atas hidup dan mati, doa yang tulus dapat mendatangkan perubahan dalam rencana Tuhan.Selain itu, Tuhan menyatakan bahwa Hizkia akan sembuh dan dapat naik ke rumah Tuhan pada hari ketiga. "Naik ke rumah Tuhan" mengacu pada pergi ke Bait Allah di Yerusalem, yang dalam konteks ini melambangkan pemulihan, baik fisik maupun rohani. Ini adalah cara Tuhan menyatakan bahwa pemulihan Hizkia tidak hanya bersifat jasmani, tetapi juga melibatkan kembalinya ia dalam ibadah kepada Tuhan. Tuhan memberikan janji yang sangat jelas kepada Hizkia: 15 tahun tambahan hidup. Tidak hanya itu, Tuhan juga berjanji untuk menyelamatkan kerajaan Yehuda dari ancaman Kerajaan Asyur yang sedang mengancam pada waktu itu. Penyataan ini sangat signifikan dalam konteks sejarah, karena pada saat yang sama, Kerajaan Asyur sedang sangat kuat dan menakutkan. Keputusan Tuhan untuk memberikan tambahan umur bagi Hizkia dan memberikan keselamatan bagi Yehuda; hal ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak hanya peduli pada kehidupan pribadi seorang raja, tetapi juga pada keberlanjutan kerajaan dan keselamatan bangsa-Nya.

Di sini, kita melihat bahwa jawaban Tuhan terhadap doa Hizkia bukan hanya untuk kepentingan pribadi Hizkia, tetapi juga untuk kepentingan umat-Nya. Perlindungan Tuhan terhadap Yehuda dari serangan Asyur menunjukkan bahwa Tuhan tidak hanya melihat satu individu, tetapi juga memperhatikan keselamatan dan kesejahteraan umat-Nya secara keseluruhan. Dalam konteks ini, kita memahami bahwa Tuhan adalah Tuhan yang peduli tidak hanya pada individu, tetapi juga pada komunitas umat-Nya dan sejarah mereka. Selain itu, Tuhan juga berjanji untuk melindungi Yehuda dari ancaman Kerajaan Asyur, yang sedang mengancam saat itu. Ini menunjukkan bahwa jawaban Tuhan tidak hanya bersifat pribadi untuk Hizkia, tetapi juga berdampak pada keselamatan dan masa depan rakyat Yehuda. Dalam ayat 6 memperlihatkan bagaimana Tuhan memberi dua alasan mengapa Ia mengubah keputusannya kepada Hizkia: pertama, untuk menghormati hamba-Nya Daud, dalam perikop ini, Tuhan menunjukkan bahwa rencana-Nya dalam sejarah umat Israel tidak terlepas dari janji-Nya kepada Daud. Janji Tuhan kepada Daud bahwa keturunannya akan memerintah Israel secara kekal (2 Sam. 7:16) menjadi dasar dari pemulihan Hizkia. Sebagai keturunan Daud, Hizkia dilihat sebagai bagian dari rencana ilahi yang lebih besar, yaitu melestarikan dinasti Daud. Selain itu, alasan kedua Tuhan adalah kehendak-Nya sendiri. Ini menegaskan bahwa meskipun Tuhan mengubah keputusan-Nya berdasarkan doa Hizkia, pada akhirnya, keputusan-Nya adalah bagian dari tujuan dan rencana-Nya yang lebih besar. Tuhan tidak sekadar bertindak atas dasar permohonan individu, tetapi juga mempertimbangkan tujuan ilahi yang lebih besar, yang sering kali tidak sepenuhnya dapat dipahami oleh manusia.

  • KOTBAH : Pilipi 1:27-30

Dalam Filipi 1:27-30, nasihat Paulus di mana ia mengingatkan jemaat Filipi untuk hidup dengan cara yang sesuai dengan Injil Kristus, menjaga kesatuan dalam tubuh Kristus, dan menghadapi penganiayaan dengan keberanian. Surat ini, meskipun ditulis dalam kondisi pribadi Paulus yang terpenjara, memiliki nada yang positif dan penuh semangat, menunjukkan bagaimana Paulus mengerti tantangan yang dihadapi oleh jemaatnya dan memberikan dorongan agar mereka tetap teguh dalam iman.

Paulus memulai bagian ini dengan mengingatkan jemaat Filipi untuk hidup yang sesuai dengan Injil Kristus. "Hidup secara layak untuk Injil Kristus" bukan hanya tentang berperilaku baik atau mematuhi aturan moral, tetapi lebih dalam lagi adalah panggilan untuk hidup yang mencerminkan nilai-nilai Kerajaan Allah: kasih, kesetiaan, pengorbanan, dan kebenaran. Frasa “hidup secara layak” menggambarkan kehidupan yang berkenan kepada Allah dan mencerminkan karakter Kristus dalam setiap aspek kehidupan. Paulus ingin agar jemaat Filipi tidak hanya menunjukkan identitas Kristen mereka di luar, tetapi juga dalam sikap dan tindakan mereka sehari-hari. Kemudian, Paulus menekankan pentingnya kesatuan di antara orang percaya: "teguh berdiri dalam satu roh" dan "berjuang bersama-sama untuk iman yang timbul dari Injil." Kesatuan ini adalah fondasi dari kehidupan bersama dalam Kristus. Orang percaya tidak hanya harus teguh dalam iman mereka secara individu, tetapi juga harus saling mendukung dan bekerja sama sebagai satu tubuh untuk mempertahankan iman yang telah diajarkan oleh Kristus. Perjuangan bersama ini mencakup bukan hanya pengajaran, tetapi juga cara hidup yang mencerminkan kebenaran Injil di dunia yang penuh dengan tantangan. Paulus melanjutkan dengan mengingatkan jemaat Filipi agar tidak takut atau gentar terhadap perlawanan yang mereka hadapi karena iman mereka. Ketika seseorang hidup sesuai dengan Injil, dunia yang tidak mengenal Kristus seringkali akan menentang mereka. Perlawanan dan penganiayaan menjadi bagian dari pengalaman orang Kristen yang setia. Namun, Paulus menegaskan bahwa perlawanan itu adalah “tanda keselamatan” bagi orang percaya, dan bukti bahwa mereka berjalan dalam kebenaran yang diberikan oleh Allah. Penderitaan bagi orang percaya, meskipun menyakitkan, adalah tanda bahwa mereka berada dalam keadaan selamat. Ini adalah paradoks iman Kristen perlawanan dunia justru menunjukkan bahwa kita ada di pihak yang benar, karena dunia menentang Kristus yang kita ikuti. Sebaliknya, bagi mereka yang menentang Injil, penderitaan orang percaya adalah tanda kehancuran, karena mereka menolak kebenaran Kristus yang dapat menyelamatkan mereka. Salah satu ajaran yang paling menantang dalam iman Kristen—bahwa penderitaan adalah bagian dari anugerah yang diberikan oleh Allah. Paulus menyatakan bahwa orang Kristen tidak hanya dianugerahi iman untuk percaya kepada Kristus, tetapi juga dianugerahi kesempatan untuk menderita karena Kristus. Penderitaan untuk Kristus bukanlah sesuatu yang harus dihindari atau dilihat sebagai hukuman, melainkan sebagai bagian dari panggilan Allah untuk ikut ambil bagian dalam penderitaan-Nya.

Kristus sendiri menderita untuk menyelamatkan umat manusia. Penderitaan kita sebagai orang Kristen adalah kesempatan untuk berbagi dalam penderitaan-Nya dan menunjukkan kesetiaan kita kepada-Nya. Penderitaan untuk Kristus memurnikan iman kita, menjadikan kita lebih serupa dengan-Nya, dan memperdalam hubungan kita dengan Tuhan. Paulus mengingatkan jemaat Filipi bahwa mereka tidak berjuang sendirian dalam mempertahankan dan menyebarkan Injil. Mereka telah berjuang bersama-sama dengannya, saling mendukung dalam pengajaran dan pengorbanan. Paulus adalah contoh nyata dari seseorang yang menderita karena Injil, dan jemaat Filipi tahu betul betapa berat perjuangannya. Namun, perjuangan ini bukanlah perjuangan pribadi Paulus saja, melainkan perjuangan bersama sebagai tubuh Kristus. Paulus mengajak jemaat Filipi untuk tetap teguh dalam iman dan berjuang bersama. Dalam menghadapi tantangan dan penderitaan, mereka harus saling mendukung dan memperkuat satu sama lain. Pemberitaan Injil adalah tugas bersama, dan penderitaan tidak boleh memisahkan mereka, tetapi justru memperkuat ikatan mereka dalam Kristus.

III. APLIKASI

  1. - 2 Raja-Raja 20:4-6 – Tuhan Menghargai Keteguhan Iman Hizkia

Dikisahkan Raja Hizkia menghadapi situasi yang sangat sulit: ia sakit parah dan hampir mati. Saat diberitahu oleh Nabi Yesaya bahwa ia akan meninggal, Hizkia berdoa dengan sungguh-sungguh, mengingatkan Tuhan tentang bagaimana ia telah hidup dengan setia, dengan hati yang tulus, dan melakukan yang benar di hadapan Tuhan. Tuhan mendengar doa Hizkia, melihat air matanya, dan menjawab dengan memperpanjang hidupnya selama 15 tahun serta membebaskan bangsa Yehuda dari ancaman raja Asyur. Peristiwa ini menunjukkan bahwa kesetiaan kepada Tuhan serta keteguhan iman dalam menghadapi penderitaan membawa pertolongan dan pemulihan dari Tuhan.

  • Filipi 1:27-30 adalah bagian dari surat Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi, yang menekankan bagaimana mereka harus hidup dengan teguh dalam iman, berani menghadapi penderitaan, dan tetap setia kepada Injil Kristus. Paulus sendiri menulis surat ini saat ia dipenjara karena Injil, tetapi ia tetap mendorong jemaat untuk tidak takut akan penderitaan, karena penderitaan demi Kristus adalah anugerah dan bagian dari panggilan seorang percaya. Mengikuti Kristus berarti siap menderita, tetapi kita harus tetap berjuang dengan iman yang teguh.
  • Dalam menghadapi kesulitan hidup atau tantangan dalam memberitakan Injil, kita harus tetap setia, beriman, dan tidak takut, karena Tuhan melihat perjuangan kita dan akan memberikan kekuatan serta pertolongan sesuai dengan rencana-Nya.
  1. Minggu Judika adalah minggu kedua dalam masa Pra-Paskah, yang mengingatkan kita tentang pentingnya perjalanan rohani kita dan panggilan untuk bertahan dalam iman meskipun menghadapi tantangan. Dalam konteks ini, Filipi 1:27-30 mengajarkan kita bagaimana mempertahankan iman untuk terus memberitakan Injil di tengah-tengah kesulitan dan perlawanan. Keteguhan iman menjadi sangat penting ketika kita dipanggil untuk menjadi saksi Kristus di dunia ini. Kaitan antara tema mempertahankan iman dan Minggu Judika adalah perjalanan batin untuk terus menguatkan iman kita dalam menghadapi tantangan dan penderitaan, serta menyerukan pengharapan melalui pemberitaan Injil. Dalam perjalanan iman selama masa Pra-Paskah ini, kita diajak untuk bertahan dalam kesetiaan kepada Kristus. Seperti halnya Yesus, yang menempuh jalan salib dengan tekad dan ketaatan penuh, kita juga dipanggil untuk tetap setia pada panggilan kita sebagai pengikut Kristus. Ini adalah seruan yang juga berlaku dalam kehidupan sehari-hari kita: agar iman kita tidak goyah, meski tantangan dan perlawanan datang.
  2. Dalam masa Prapaskah, kita diingatkan tentang jalan salib Kristus yang penuh penderitaan, yang mengarah pada kemenangan. Penderitaan Kristus membawa kita pada keselamatan, dan kita juga dipanggil untuk berpartisipasi dalam penderitaan-Nya. Sebagai orang percaya, kita tidak hanya dipanggil untuk percaya kepada Kristus, tetapi juga untuk menderita karena Dia. Penderitaan adalah bagian dari proses untuk semakin dekat dengan-Nya. Penderitaan yang kita alami dalam hidup ini adalah bagian dari perjalanan kita sebagai saksi Kristus di dunia. Setiap kali kita mengalami kesulitan atau perlawanan karena iman kita, kita memiliki kesempatan untuk menyaksikan Kristus melalui penderitaan kita. Seperti Kristus yang memberitakan Injil melalui penderitaan-Nya, kita juga diajak untuk menyebarkan kabar baik melalui kehidupan kita, meskipun dalam penderitaan. Kita diingatkan bahwa kehidupan Kristen bukanlah kehidupan yang egois, tetapi hidup dalam komunitas iman yang saling mendukung dan memperkuat satu sama lain. Kita dipanggil untuk berjuang bersama dalam menyebarkan Injil, dan kita tidak akan pernah berjuang sendirian.
  3. Keberanian dalam mengabarkan Injil juga lahir dari kesadaran bahwa Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya (Roma 1:16). Seorang pengikut Kristus yang berpegang teguh pada imannya akan melihat penginjilan bukan sebagai beban, tetapi sebagai panggilan dan kehormatan. Ia sadar bahwa dunia mungkin tidak selalu menerima atau menghargai kabar baik yang disampaikannya, tetapi hal itu tidak boleh menjadi alasan untuk mundur atau berhenti. Justru, iman yang kuat akan membantunya tetap konsisten dalam pelayanan, meskipun dalam situasi sulit atau bahkan dalam penganiayaan. Orang-orang yang memiliki iman yang teguh dan aktif mengabarkan Injil akan berusaha membangun persekutuan yang mendukung pertumbuhan rohani bersama. Mereka akan saling menguatkan dalam firman Tuhan, mendoakan satu sama lain, dan bersama-sama melayani untuk menyebarkan kasih Kristus kepada lebih banyak orang. Pada akhirnya, mempertahankan iman dalam mengabarkan Injil tidak hanya memperkaya kehidupan rohani seseorang, tetapi juga membawa dampak besar bagi orang lain yakni menjadi terang dan garam bagi dunia (Matius 5:13-16), yang membawa perubahan dan inspirasi bagi orang-orang di sekitarnya. Dunia membutuhkan lebih banyak orang yang berani bersaksi dengan iman yang teguh, karena melalui mereka, Injil dapat terus tersebar dan semakin banyak jiwa diselamatkan.
  4. Di tengah penderitaan dan tantangan hidup, kita dapat saling menguatkan sebagai tubuh Kristus. Sebagaimana Kristus memberi contoh dengan mengorbankan diri-Nya untuk keselamatan dunia, kita juga diajak untuk berkorban, bekerja sama, dan saling memperkuat dalam pemberitaan Injil. Minggu Judika mengajak kita untuk memperdalam solidaritas kita sebagai tubuh Kristus dalam memberitakan Injil kepada dunia. Seperti dalam sebuah ilustrasi :

“Seorang ibu yang bekerja sebagai pegawai kantoran. Setiap hari, ia harus bangun pagi-pagi sekali, mengurus pekerjaan yang menumpuk, dan pulang malam. Selain itu, ia juga harus mengurus anak-anaknya, mengurus rumah tangga, dan menjaga hubungan dengan suaminya. Meski begitu, di tengah rutinitas yang sangat padat dan tantangan hidup yang semakin berat, ibu ini selalu berusaha untuk mempertahankan imannya. Suatu hari, ia merasa sangat lelah dan hampir menyerah. Ia mulai mempertanyakan apakah pengorbanannya untuk mengutamakan kehidupan rohaninya—seperti meluangkan waktu untuk berdoa, ikut ibadah, dan melayani gereja—masih sepadan dengan segala tantangan hidupnya. Di tengah kebingungannya, ia ingat bahwa imannya bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk menjadi saksi Kristus dalam setiap aspek kehidupannya. Pada saat yang sama, ia melihat seorang rekan kerjanya yang sedang mengalami kesulitan keluarga. Rekan itu tampak putus asa dan tidak punya harapan. Ibu ini pun merasa diberi kesempatan untuk berbicara tentang kasih Kristus, bukan dengan kata-kata besar, tetapi dengan cara ia memperlakukan rekan kerjanya—dengan kasih, kesabaran, dan kebaikan yang datang dari Tuhan. Seiring berjalannya waktu, rekan kerjanya mulai mendekat dan terbuka untuk mendengarkan kabar baik yang ia bawa, meski ia sendiri tengah dalam kesulitan.
Seperti ilustrasi diatas, banyak dari kita yang hidup dalam rutinitas yang padat, penuh tantangan, dan perlawanan dalam mempertahankan iman. Namun, seperti yang diajarkan dalam Filipi 1:27-30, kita dipanggil untuk tetap hidup sesuai dengan Injil, bahkan dalam kesibukan sehari-hari. Kita tidak harus menunggu waktu yang sempurna atau situasi yang ideal untuk memberitakan Injil. Setiap tindakan kecil kita, setiap kata yang penuh kasih, dan setiap pengorbanan dalam hidup kita dapat menjadi kesaksian yang kuat bagi dunia. Menghadapi perlawanan atau kesulitan, kita tetap harus berjuang bersama-sama untuk menyebarkan kabar baik—baik dengan kata-kata maupun dengan hidup kita.

       “Iman yang sejati diuji dalam badai, tetapi tidak akan tenggelam dalam gelombang”

 

Vik. Januwar Mamanda Sitepu S.Th

GBKP Runggun Samarinda- Perpulungen GBKP Sangatta

MINGGU 30 MARET 2025, KHOTBAH JOHANES 12:27-36

INVOCATIO :

LUKAS 1:49

OGEN :

JEREMIA 20:14-18

KHOTBAH :

JOHANES 12: 27-36

TEMA   :

NGENANAMI KINISERAN GUNA MPERMULIAKEN DIBATA (MENDERITA UNTUK MEMULIAKAN ALLAH)

 

1. Kata Pengantar

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Sang Terang Dunia, yang telah memberikan kasih dan pengorbanan-Nya bagi umat manusia.

Kita hidup di dunia yang terobsesi dengan kepuasan instan. Kita menginginkan semuanya sekarang, dan kita menginginkannya dengan mudah. Penderitaan, pengorbanan, dan menunggu adalah konsep yang sering kita coba hindari. Namun, perikop di hadapan kita hari ini, Yohanes 12:27-36, menghadapkan kita pada kenyataan bahwa kemuliaan sejati, kepuasan sejati, seringkali datang melalui perjuangan, melalui pengorbanan, dan melalui merangkul waktu yang ditentukan.

Yohanes 12:27-36 membawa kita pada momen penting dalam pelayanan Yesus, di mana Ia berbicara tentang saat yang akan datang, yaitu saat pengorbanan-Nya. Yesus, menghadapi kenyataan yang akan segera terjadi dari penderitaan dan kematian-Nya, menyatakan, "Saatnya telah tiba." Apa arti jam ini bagi Yesus, dan apa artinya bagi kita?

Perikop bacaan kita mengungkapkan ketegangan antara kehendak manusiawi Yesus dan kehendak ilahi Bapa. Yesus mengakui bahwa jiwa-Nya terharu, namun Ia memilih untuk taat pada rencana keselamatan Allah. Ia tidak meminta untuk diselamatkan dari penderitaan itu, melainkan menyerahkan diri-Nya demi menggenapi rencana keselamatan. Kemuliaan Allah dinyatakan melalui ketaatan Kristus, dan suara dari surga pun mengonfirmasi rencana ilahi yang harus digenapi.

Dalam bagian ini, kita juga melihat pentingnya terang. Yesus adalah terang dunia, dan kita dipanggil untuk percaya kepada-Nya. Percaya kepada terang berarti berjalan dalam jalan yang benar dan tidak tersesat dalam kegelapan dosa.

2. Pesan Teks Invocatio: Lukas 1:49

"sebab Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus."

Teks ini adalah bagian dari nyanyian Magnificat yang diucapkan oleh Maria setelah menerima kabar dari malaikat Gabriel bahwa ia akan mengandung dan melahirkan Yesus.

  • Ø Maria menunjukkan pemahaman yang mendalam akan sifat Allah bahwa Tuhan adalah Yang Mahakuasa, yang memiliki kekuatan dan kuasa yang tak terbatas.
  • Ø Maria menghormati dan memuliakan Tuhan. Nama Tuhan adalah kudus. Kekudusan Tuhan adalah sifat-Nya yang sempurna dan tidak bercela.
  • Ø Maria menyadari bahwa Tuhan telah melakukan perbuatan-perbuatan besar dalam hidupnya (untuk mengandung dan melahirkan Yesus, Sang Juruselamat).
  • Ø Maria tetap rendah hati dan mengakui bahwa segala sesuatu yang ada padanya adalah karena anugerah Tuhan.

3. Pesan Teks Ogen: Yeremia 20:14-18

Teks ini adalah bagian dari "Ratapan Yeremia," di mana nabi mengungkapkan kepedihan dan keputusasaannya akibat penganiayaan dan penolakan yang ia alami karena menyampaikan firman Tuhan. Ia mengutuk hari kelahirannya (ay. 14-15), sebuah ungkapan keputusasaan yang ekstrem. Ia merasa hidupnya penuh dengan kesusahan dan dukacita (ay. 18). Perasaan ini muncul karena penderitaan yang ia alami akibat kesetiaannya pada Tuhan. Ia dipenjara, diolok-olok, dan ditolak oleh bangsanya sendiri.

Meskipun diliputi keputusasaan, Yeremia tidak sepenuhnya kehilangan imannya. Ratapannya adalah bukti bahwa ia masih mencari Tuhan dalam kesusahannya.

Ia membawa keluhannya kepada Tuhan, mencari kekuatan dan penghiburan. Ini menunjukkan bahwa iman sejati tidak berarti tidak pernah merasakan keraguan atau keputusasaan. Iman yang sejati adalah tetap berpaling kepada Tuhan bahkan di tengah penderitaan yang paling berat.

 Ø Latar belakang Nats

Kitab Yohanes 12:27-36 terjadi pada minggu terakhir pelayanan Yesus sebelum Ia disalibkan.

Bagian ini menceritakan tentang kotbah terakhir Yesus di depan umum.

Ø Konteks Historis dan Teologis

Pasal ini terjadi setelah Perayaan Paskah Yahudi semakin dekat (Yohanes 12:1).

Yesus baru saja dihormati di Betania oleh Maria yang mengurapi kaki-Nya dengan minyak narwastu (Yohanes 12:1-8).

Yesus juga melakukan "Perarakan Mesianis" memasuki Yerusalem (Yohanes 12:12-19), di mana orang-orang menyambut-Nya dengan sorakan "Hosana!"

Di tengah popularitas-Nya, Yesus menyadari bahwa saat-Nya telah tiba untuk menderita dan mati demi menyelamatkan dunia.

Dalam ayat 27-36, Yesus berbicara tentang penderitaan-Nya yang akan datang, tetapi juga menegaskan bahwa melalui salib, Dia akan menarik banyak orang kepada-Nya.

Ø Konteks Sejarah

Pada saat itu, Yesus sudah berada di Yerusalem untuk merayakan Hari Raya Paskah. Orang-orang Yahudi sudah mulai mencari cara untuk menangkap dan membunuh Yesus karena mereka merasa terancam oleh ajaran-Nya. Yesus sendiri sudah tahu bahwa saatnya telah tiba bagi-Nya untuk menderita dan mati.

Ø Konteks Ayat

Dalam ayat 27-36, Yesus berbicara tentang kematian dan kebangkitan-Nya yang akan datang.

Ia menggunakan perumpamaan biji gandum yang harus mati untuk menghasilkan banyak buah.

Perumpamaan ini menggambarkan bahwa Yesus harus mati terlebih dahulu sebelum Ia dapat bangkit dan memberikan hidup yang kekal bagi semua orang yang percaya kepada-Nya.

4. Pointer-pointer khotbah

  • Ø Muliakanlah Nama-Mu (12:27-30)

Ayat 27: Yesus berkata, “Sekarang jiwaku terharu (gelisah).” Ini baik untuk kita dengar. Dalam Khotbah di Bukit, Yesus mengajarkan murid-murid-Nya untuk “tidak usah kuatir tentang apa pun” (Matius 6:25). Tetapi Yesus sendiri terharu/gelisah dan tertekan. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa “tidak kuatir akan sesuatu” bukan berarti hidup tanpa rasa takut, khawatir, gentar, atau gelisah. Yesus tidak mengajarkan agar kita menjadi kebal dan tidak terpengaruh oleh situasi apa pun yang muncul. Yesus tidak bertindak seperti itu. Tetapi, apa tanggapan kita terhadap kesusahan ini? Apa respons kita terhadap rasa takut, khawatir, gentar, atau gelisah? Haruskah responsnya adalah panik, mengandalkan diri sendiri, atau yang sejenisnya? Tidak, respons Yesus adalah membiarkan kemuliaan Allah dinyatakan. Biarkanlah tujuan-tujuan Allah digenapi.

Yesus mengatakan bahwa Dia sedang terharu/gelisah. Tetapi apa yang akan Dia katakan? Menyelamatkan saya dari saat ini? Tentu saja tidak. Yesus telah datang untuk saat ini juga. Jalan bagi Yesus tidaklah mudah. Tetapi tidak ada jawaban “keluarkan saya dari ini”!

Yesus tahu mengapa Ia telah datang. Yesus tahu apa yang harus Ia lakukan. Tujuan-Nya dengan jelas dinyatakan dalam ayat 28, “Bapa, muliakanlah nama-Mu.” Ini adalah jawaban atas masalah dan kesulitan. Yesus ingin nama Bapa dipermuliakan, berapa pun harganya.

Kita harus mengingat hal ini ketika kita sampai pada adegan di taman Getsemani dan Yesus meminta, “Biarlah cawan ini berlalu dari pada-Ku.” Kedagingan tidak selalu menginginkan apa yang diinginkan oleh ketaatan.  

Kita dapat menjadi jengkel tetapi tidak panik. Kita dapat merasa tertekan tetapi tetap percaya kepada Tuhan. Menangani masalah dan kecemasan membutuhkan pencarian kemuliaan Tuhan untuk ditampilkan dalam hidup kita melalui keadaan kita (bdk. Yohanes 9:3; 11:4).

Inilah yang dinyatakan oleh Yesus. Yesus tidak akan meminta pembebasan karena Dia datang untuk tujuan ini: untuk memuliakan Allah melalui pengorbanan hidup-Nya. Ketaatan pada kehendak Allah adalah bagaimana Allah dimuliakan.

Sekarang sesuatu yang luar biasa terjadi. Sebuah suara dari surga berbicara: "Aku telah memuliakan-Nya, dan Aku akan memuliakan-Nya lagi!" Setelah suara dari surga itu berbicara, orang banyak yang mendengarnya berkata bahwa suara itu bergemuruh. Guntur adalah suara dari suara Allah.

Di Sinai ketika Tuhan datang dengan perjanjian kepada umat, perhatikan apa yang digambarkan. “Dan ketika bunyi sangkakala itu makin lama makin nyaring, berkatalah Musa, dan Allah menjawabnya dengan guntur.” (Keluaran 19:19)

Inilah seluruh keinginan kita dalam hidup ini. Yesus berkata bahwa Ia ingin Bapa dimuliakan. Tanggapan Bapa adalah bahwa Dia telah dimuliakan melalui Yesus dalam kehidupan-Nya di dunia. Selanjutnya, Bapa akan dimuliakan lagi ketika Yesus pergi ke kayu salib untuk mengorbankan diri-Nya.

Orang yang memuliakan Allah adalah hamba yang tidak melakukan kehendaknya sendiri, tetapi kehendak Bapa. Inilah cara Bapa dimuliakan. Sekarang beberapa orang mengaitkan suara ini dengan malaikat yang berbicara kepada Yesus. Apa pun itu, hal ini seharusnya menunjukkan kepada orang banyak tentang kemurahan Tuhan kepada Yesus.

Tuhan baru saja berbicara kepada-Nya dan orang banyak harus tahu itu karena guntur adalah suara Tuhan. Ada juga yang berpikir bahwa itu adalah malaikat, yang sama menakjubkannya bahwa Allah akan mengirim utusan-Nya untuk berbicara kepada Yesus. Orang-orang harus memperhatikan apa yang sedang terjadi dan apa yang dikatakan Yesus. Inilah sebabnya mengapa Yesus mengatakan bahwa suara itu datang demi mereka, bukan demi Dia. Yesus tahu siapa diri-Nya dan apa yang sedang Ia lakukan. Mereka perlu memahami apa yang sedang terjadi ketika Yesus berjalan menuju kematian-Nya.

  • Ø Kuasa Salib (12:31-33)

Yesus mengalihkan perhatian-Nya pada saat ini, yaitu saat di kayu salib. Yesus ingin agar orang-orang yang ingin melihat-Nya memandang kepada salib (12:23). Tetapi Yesus ingin kita melihat beberapa hal lagi ketika kita memandang ke salib. Perhatikan pengulangan kata “sekarang” dalam ayat 32.

Kemuliaan spektakuler dari pengorbanan diri Yesus terlihat di kayu salib dan kayu salib menunjukkan kuasa yang luar biasa.

  • Ø Pertama, salib adalah waktu penghakiman atas dunia ini. Dunia mengira bahwa mereka sedang menghakimi Yesus. Pada kenyataannya, saliblah yang menghakimi mereka. Salib menjadi penghakiman bagi dunia. Dosa-dosa kitalah yang menyebabkan Yesus naik ke kayu salib. Penolakan kita terhadap Tuhanlah yang mengharuskan Yesus melakukan tindakan dramatis pengorbanan diri bagi kita. Salib adalah tanda permanen dari penolakan kita terhadap Bapa. Menolak Yesus berarti menolak Bapa.

Tetapi penolakan Bapa itulah yang mengharuskan Yesus pergi ke kayu salib untuk kita. Salib berdiri sebagai penghakiman bagi setiap manusia.

  • Ø Kedua, salib adalah saat penguasa dunia ini diusir. Salib menjadi kekalahan Iblis, bukan kemenangannya. Kuasa Iblis sekarang dinetralkan oleh salib. Sekarang kuasa Setan telah dilucuti. Sekarang Iblis tidak dapat menuduhkan dosa kepada kita yang memiliki Yesus sebagai Pembela dan Juruselamat kita (bdk. 1 Yohanes 2:2). Yesus telah memikul dosa-dosa kita ke kayu salib (lih. Kolose 2:12). Salib adalah peristiwa yang menentukan dalam sejarah bagi jiwa kita. Kuasa Iblis atas kita melalui dosa dan maut dipatahkan.
  • Ø Ketiga, salib adalah pengangkatan dan peninggian Kristus. Yesus ditinggikan dalam ayat 32 memiliki makna ganda. Yesus akan ditinggikan dengan cara ditinggikan di atas kayu salib. Yesaya menubuatkan pemikiran ganda ini. “Sesungguhnya, hamba-Ku akan berhasil, ia akan ditinggikan, disanjung dan dimuliakan (Yesaya 52:13) Hebatnya, kematian Yesus yang menebus dosa juga merupakan peninggian-Nya. Sifat alamiah dari kematian-Nya adalah jalan menuju kemuliaan.
  • Ø Keempat, salib akan menarik semua orang kepada Yesus. Salib adalah satu-satunya cara agar keterpisahan kita dengan Allah karena dosa-dosa kita dapat diatasi. Pengangkatan Yesus memberikan kehidupan kekal bagi setiap orang yang percaya. “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:14-15 ESV) Yesus berkata bahwa tidak ada seorang pun yang datang kepada-Nya kecuali Bapa yang menariknya (Yohanes 6:44). Salib adalah sarana yang digunakan Bapa untuk menarik orang-orang kepada Yesus. Salib adalah panggilan bagi dunia untuk diperdamaikan dengan Allah Bapa melalui pengorbanan penebusan Yesus.

Singkatnya, salib membalikkan segalanya. Yesus telah mengalahkan penguasa dunia ini. Yesus tidak akan mengalahkan Iblis. Di kayu salib Yesus telah mengalahkan Iblis. Peperangan telah berakhir dan kemenangan telah diraih. Salib telah membuka jalan kepada Bapa. Sekarang ada sarana bagi Bapa untuk menarik kita kembali kepada-Nya. Salib adalah kuasa yang dengannya Dia menarik semua orang yang percaya kepada-Nya dan membawa mereka ke dalam kerajaan-Nya. Salib bukanlah kematian seorang korban yang tidak berdaya. Salib adalah sarana untuk mencapai kemenangan dan kemenangan-Nya.

  • Ø Menanggapi Salib (12:34-36)

Sekarang orang banyak memiliki masalah. Mereka mengatakan bahwa Hukum Taurat mengajarkan bahwa Kristus akan tinggal selamanya. Jadi, bagaimana Anda dapat mengatakan bahwa Ia akan ditinggikan, yaitu disalibkan? Pertanyaan ini adalah pertanyaan yang bagus karena Kitab Suci memang mengajarkan bahwa Mesias akan menjadi pemimpin Israel selamanya (bdk. Yehezkiel 37:25). Jadi, bagaimana mungkin Mesias mati tetapi hidup dan memerintah selamanya? Tetapi mengajukan pertanyaan ini berarti menjawab pertanyaan tersebut. Tidaklah sulit untuk memahami bagaimana kedua konsep ini berdamai. Yesus adalah Allah. Inilah bagaimana seseorang dapat mati dan hidup selamanya. Dengan cara inilah Yesus dapat mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat mengambil nyawa-Nya, melainkan Ia menyerahkan nyawa-Nya dan mengambilnya kembali (bdk. Yohanes 10:18). Hanya Allah yang dapat melakukan hal itu.

Inilah jawaban Yesus dalam ayat 35. “Terang itu ada di tengah-tengah kamu, tinggal sedikit lagi.” Siapakah terang dalam kitab suci? Allah adalah terang. Tidak ada yang lain yang merupakan terang. Allah adalah terang (Mazmur 27:1; Yesaya 60:19; 1 Yohanes 1:5). Yesus menyebut diri-Nya sebagai terang dan mengatakan bahwa Ia menyertai mereka untuk sementara waktu. Allah berjalan di antara umat-Nya, memanggil manusia untuk melihat salib sebagai pemuliaan tertinggi bagi Yesus sebagai Hamba Allah dan Juruselamat dunia.

Jadi inilah panggilannya: “Selama kamu masih mempunyai terang, percayalah kepada terang itu, supaya kamu menjadi anak-anak terang.” Yesus telah datang dan menunjukkan jalan yang harus ditempuh. Dia adalah terang di dalam kegelapan. Kita buta dan tidak dapat melihat ke mana kita harus pergi (Yohanes 9). Tetapi Yesus telah menunjukkan jalan kepada kita. Selagi Anda masih memiliki kesempatan, datanglah kepada terang Kristus. Percayalah kepada terang sehingga Anda dapat menjadi anak-anak terang. “Barangsiapa berjalan dalam kegelapan, ia tidak tahu, ke mana ia pergi” (12:35). Anda dan saya tersesat dalam dosa-dosa kita sampai kita datang ke kayu salib.

Salib adalah panggilan terakhir Yesus untuk percaya. Ini adalah undangan terakhir untuk keselamatan. Percaya kepada terang sama dengan berjalan di dalam terang. Berjalan di dalam kegelapan berarti tersesat. Berjalan di dalam terang berarti percaya dan diselamatkan. Mengapa Yesus berkata, “Terang itu ada di tengah-tengah kamu, tinggal sebentar lagi?” Ya, Yesus akan pergi, tetapi kita tahu bahwa banyak orang akan diselamatkan dari dosa-dosa mereka setelah kematian dan kebangkitan Yesus.

Mengapa Yesus mendesak mereka untuk percaya kepada terang itu sekarang?

Mengapa Yesus meminta orang-orang untuk datang kepada terang sekarang?

Jawabannya adalah semakin banyak waktu yang kita luangkan, semakin kita mengeraskan hati kita kepada salib. Salib berdiri sebagai penghakiman atas dunia. Salib adalah pengingat akan datangnya penghukuman bagi setiap orang yang telah menolak tarikan Allah kepada diri-Nya.

Yesus telah mati untuk kita dan penolakan kita layak untuk dihakimi.

Bagaimana mungkin Yesus memberikan nyawanya di kayu salib dan sama sekali tidak ada yang berubah dalam hidup kita?

Salib berdiri sebagai sesuatu yang mulia bagi mereka yang mau percaya kepada terang.

Salib adalah sarana bagi kita untuk kembali kepada Bapa yang mengasihi kita.

Salib adalah jawaban yang mulia untuk masalah dosa. Yesus mengusir penguasa dunia. Yesus memberikan kemenangan atasnya sehingga kita dapat sepenuhnya bersih dari dosa.

Allah melakukan sesuatu yang luar biasa di kayu salib. Dia memberikan hak kepada kita untuk menjadi anak-anak Allah. Allah menarik orang-orang kepada diri-Nya sehingga  dapat menjadi milik-Nya, pewaris janji-janji Allah. Yesus memuliakan Allah lagi melalui salib. Oh, betapa kita harus menghargai salib! Kita harus mengasihi salib Kristus!

5. Ilustrasi khotbah

Tanggal 28 Oktober 2009, berita paling hangat di dunia hiburan adalah penayangan perdana film konser mendiang Michael Jackson di seluruh dunia.

Di usianya yang ke 50, Michael Jackson bermaksud melakukan 50 pertunjukan besar/konser yang direncanakan di London. Selama 4 bulan, Michael Jackson telah berlatih untuk 50 pertunjukan besar itu. Jika konser itu berlangsung sesuai rencana, konser ini akan dihadiri oleh jutaan penggemar, menghasilkan lebih dari S$230 juta untuk Jackson, sekitar 1 miliar poundsterling untuk perekonomian Inggris, dan memecahkan rekor dunia untuk penjualan tiket tercepat dalam sejarah, jumlah pertunjukan terbanyak oleh seorang artis di satu tempat, serta penonton terbanyak yang menyaksikan seorang artis di satu kota. Konser ini diberi nama 'This Is It' (Ini Dia), karena Jackson berencana menjadikannya sebagai momen terakhirnya di atas panggung sebelum pensiun. Pada bulan Maret tahun itu, ia mengatakan di konferensi pers, 'Ini akan menjadi pertunjukan terakhir saya - ketika saya berkata 'this is it', itu benar-benar maksud saya.' Kita semua tahu apa yang terjadi - ia tidak pernah mencapai konsernya. Ia meninggal pada 25 Juni 2009, 18 hari sebelum pertunjukan pertamanya dimulai.

Michael Jackson akan dikenang sebagai seseorang yang kematiannya mencegahnya mencapai saat kemuliaan terakhirnya. Tetapi ada Seseorang yang dikenang dalam sejarah karena kematian-Nya justru menjadi saat kemuliaan terbesar-Nya. Dan kemuliaan itu tetap bertahan selama 20 abad; kemuliaan yang terus memengaruhi jutaan hidup di dunia hingga hari ini, termasuk kita. Pribadi yang kematiannya menjadi saat kemuliaan terbesar-Nya itu adalah Tuhan kita, Yesus Kristus. Inilah yang akan kita lihat saat kita mempelajari teks di Yohanes 12:27-36.

6. Penutup/ Refleksi khotbah

Minggu ini disebut Minggu Letare. Minggu ini menjadi pengingat bagi orang percaya untuk tetap memiliki pengharapan, menemukan sukacita dalam Tuhan, taat pada kehendak Tuhan, serta percaya pada janji kemuliaan yang akan datang setelah melewati masa-masa sulit.Tema di Minggu Letare Ini ialah: “Menderita Untuk Memuliakan Allah” Memberi Makna Kepada Kita:

  • Ø Penderitaan bukanlah akhir dari segalanya. Bagi orang percaya, penderitaan

dapat menjadi jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengalami kekuatan-Nya.

  • Ø Ketaatan kepada Allah (bahkan dalam situasi yang sulit) adalah cara untuk memuliakan nama-Nya.
  • Ø Pengorbanan yang dilakukan dengan tulus dapat membawa berkat bagi diri sendiri dan orang lain, serta memuliakan Allah.
  • Ø Tema: "Menderita untuk memuliakan Allah", mengajarkan kita bahwa penderitaan dan pengorbanan dapat menjadi bagian dari rencana Allah untuk memuliakan diri-Nya dan membawa berkat bagi dunia. Ini adalah panggilan bagi orang percaya untuk tetap setia dan taat kepada Allah, bahkan dalam.
  • Ø Ketika menghadapi ujian hidup, jangan melarikan diri dari Tuhan, percayalah kepadaNya bahwa Allah memiliki tujuan yang lebih besar melalui ujian/penderitaan yang kita alami.
  • Ø Buka pintu hati kita untuk mendengar suara Tuhan yang selalu berbicara, namun hanya mereka yang benar-benar mendengarkan dengan iman yang dapat memahami maksud-Nya.
  • Ø Jalan Tuhan tidak selalu mudah, dan kadang-kadang kita harus melewati lembah kekelaman.
  • Ø Penderitaan Bukan Tanda Kekalahan, tetapi Jalan menuju Kemuliaan. Hal ini mengajarkan kita bahwa dalam hidup, penderitaan bukanlah sesuatu yang harus kita hindari jika itu adalah bagian dari kehendak Tuhan. Kadang-kadang, melalui penderitaanlah kita semakin dikuatkan dan semakin dekat dengan Tuhan.
  • Ø Jangan takut menderita karena Tuhan, sebab di balik penderitaan ada kemuliaan yang lebih besar.
  • Ø Ketika kita tetap setia dalam penderitaan, kita menunjukkan bahwa iman kita lebih besar dari godaan dunia.
  • Ø Kita dipanggil untuk terus berjalan dalam terang, meskipun kita menghadapi tantangan dan penderitaan. Jangan biarkan penderitaan membuat kita kehilangan iman, tetapi gunakanlah sebagai kesempatan untuk semakin dekat dengan Tuhan dan menjadi saksi bagi orang lain.
  • Ø Iman adalah dasar dari berjalan dalam terang. Kita harus percaya kepada pengorbanan-Nya dan menyerahkan hidup kita kepada-Nya.
  • Ø Berjalan dalam terang berarti mengikuti ajaran Kristus dan mencerminkan kasih-Nya dalam kehidupan sehari-hari.
  • Ø Sama seperti Maria, dalam teks Invocatio. Marilah kita selalu mengakui kebesaran dan kekudusan Tuhan, serta menyadari perbuatan-perbuatan besar yang telah dilakukan-Nya dalam hidup kita. Pengakuan ini akan membawa kita pada kerendahan hati dan syukur kepada Tuhan.
  • Ø Sama seperti Yeremia dalam teks Ogen: Meskipun diliputi keputusasaan, Yeremia tidak sepenuhnya kehilangan imannya. Ratapannya adalah bukti bahwa ia masih mencari Tuhan dalam kesusahannya. Ia membawa keluhannya kepada Tuhan, mencari kekuatan dan penghiburan.

TUHAN YESUS MEMBERKATI…

(Pdt Philipus Tarigan- Runggun Cililitan)

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD