MINGGU 23 FEBRUARI 2025, KHOTBAH LUKAS 9:21-27

Invocatio :

“Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diriNya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah” (Ibrani 12 : 3)

Bacaan :

Yeremia 46 : 17 - 24 (Responsoria)

Khotbah :

Lukas 9 : 21 - 27 (Tunggal)

Tema :

“YESUS MENGALAMI BANYAK PENDERITAAN”

 

Pengantar

Minggu ini kita masuk ke Minggu Sexagesima (keenampuluh) yaitu 60 hari sebelum kebangkitan Yesus Kristus dari kematian (Paskah), dimana minggu ini mengajak kita kedalam persiapan dan perenungan sebelum Minggu Sengsara (Passion) dan Paskah. Kita diingatkan kepada perenungkan dan penghayati kembali masa-masa penderitaan sampai penyaliban Tuhan Yesus Kristus dalam rangka menebus dan menyelamatkan manusia berdosa. Melalui perenungan dan penghayatan itu kita dapat merefleksikannya di dalam kehidupan iman kita serta membuahkan tekad untuk semakin mampu meneladani Kristus dan menyaksikanNya dalam kehidupan kita.

Penjelasan Teks

Ibrani 12 : 3

Penulis Surat Ibrani juga menggambarkan kehidupan orang beriman sebagai suatu lintasan lomba. Kita perlu berlari di lintasan itu karena sejak dahulu sudah banyak orang percaya yang melewatinya.
Supaya kita dapat berlomba dengan baik seperti mereka, kita perlu menanggalkan beban dosa dan mengarahkan fokus hidup kita kepada Yesus (1-2a). Mengapa Yesus? Karena IA-lah yang memimpin dan menyempurnakan iman kita, memikul salib sekalipun dihina, tekun menanggung perbantahan orang-orang berdosa, serta yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah (2b-3).

Yeremia 46 : 17 – 24

Pasal 46 bisa disambungkan dengan pasal sebelumnya, yaitu mengenai larinya sisa penduduk Yerusalem ke Mesir. Mesir menjadi sasaranberita penghukuman Allah. Berita pertama (2-12) datang pada masa raja Yosia. Mesir sedang menantang perang Babel. Nubuat ini justru menantang Mesir untuk mengerahkan pasukannya melawan Allah (3-9). Allah akan mengalahkan

mereka (10-12). Saat itu, Nebukadnezar belum menjadi raja Babel. Berita berikutnya, Allah akan menggunakan sang raja Babel untuk menghancurkan Firaun dan pasukan Mesir (14-24). Kehancuran Mesir berarti kehancuran kepercayaan terhadap para dewanya (25-26). Mengapa Mesir menjadi sasaran murka Allah? Karena kesombongan mereka yang merasa adikuasa pantas untuk meraja lela di muka bumi ini (7-8). Tuhan membangkitkan musuh yang setimpal, Babel. Dari masa ke masa, adikuasa-adikuasa yang silih berganti menguasai dunia purba ialah Mesir di selatan serta Asyur dan Babel di utara. Tuhan menyatakan kedaulatan-Nya dengan memakai mereka secara bergantian saling mengalahkan. Tidak ada adikuasa yang tetap berjaya. Pada
waktunya satu persatu akan hancur. Termasuk juga kelak Babel yang saat itu sedang naik daun.

Lukas 9 : 21 – 27

Dalam Ayat-ayat sebelumnya mejelaskan bahwa setelah mendapat pengakuan dari Petrus bahwa Dia adalah Mesias, Tuhan Yesus menjelaskan bahwa ‘Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga’ (Luk 9:22). Ketika kita mengakui Yesus adalah Mesias (Yang diurapi Tuhan) maka kita juga harus memenuhi syarat-syaratNya (Luk 9:23). Jika Tuhan Yesus mengalami penderitaan seperti itu, maka sebagai orang-orang yang mengaku menjadi pengikutNya juga, jangan kaget kalau mengalami penderitaan karena imanya. Inilah yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus pada waktu Dia berkata, ‘Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, tetapi barangsiapa telah tamat pelajaranya akan sama dengan gurunya’ (Luk. 6:40). Dari perikop ini ada beberepa hal yang ditekankan Yesu kepada para muridNya antara lain:

  1. Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan

Yesus bernubuat dan memberi penjelasan kepada para muridnya tentang diriNya sebagai Mesias sebagai Anak Manusia yang akan dan harus menjalani penderitaan dan menerima siksaan bahkan mati dim kayu salin untuk menanggung hukuman yang seharusnya diterima oleh manusia sebagai akibat dari dosa. IA akan di tolak serta diolok-olok oleh mereka yang menyebut diri umat Allah atau umat perjanjian yakni para tua-tua, imam-imam kepala dan ahli Taurat. Penderitaan dan kematian menjadi jalan untuk misi penyelamatan umat manusia, namun kematian tidak akan berkuasa atas Anak Manusia karena pada hari yang ketiga IA akan di bangkitkan dari kematian itu agar sama dengan kematian dan kebangkitanNya demikian juga dengan orang-orang percaya (beriman) akan mengalami kebangkitan.

  1. Panggilan untuk mengikut Yesus

a. Menyangkal Diri.

Dasar dari penyangkalan diri adalah pemahaman bahwa keselamatan hanya berasal dari Tuhan, tidak bisa dilakukan dengan cara sendiri. Setelah diselamatkan, orang-orang Kristen memahami bahwa Tuhanlah yang menjadi penguasa di dalam kehidupan mereka. Oleh sebab itu, mereka tidak boleh melakukan apa yang menjadi keinginan dirinya sendiri, tetapi melakukan keinginan Tuhan atau dengan kata lain orang yang menyangkal diri adalah orang yang mau ‘melupakan kepentinganya sendiri’ dan mengesampingkan apa yang menjadi kepentinganya sendiri demi mengarahkan kehidupanya pada apa yang menjadi kepentingan dan kehendak Allah.

b. Memikul Salib.

Pada zaman Romawi, seseorang yang dijauhi hukuman salib, akan dipaksa untuk memikul sendiri salibnya dari tempat dijatuhi hukuman sampai ke tempat penyaliban. Dengan cara demikian dipertontonkan bahwa dia telah bersalah pada Negara dan tunduk pada Negara, yang telah menjatuhkan hukuman mati kepada mereka. Gambaran ini digunakan oleh Lukas untuk menyatakan bahwa orang Kristen harus menjalani hidup seolah-olah telah dijatuhi ‘hukuman mati’, yaitu mati terhadap nilai-nilai dunia yang tidak sesuai degan kehendak Allah dan tunduk pada nilai-nilai dalam kerajaan Allah. Apa yang orang Kristen lakukan harus selaras dengan apa yang dikehendaki Allah. Sebagaimana orang-orang dijatuhi hukuman mati pada masa itu,orang-orang Kristen juga harus rela kehilangan harta benda dan nama baiknya. Dan jika kita membaca ayat-ayat selanjutnya, kata mati disini pun berarti siap mati secara fisik demi menjadi pengikut Tuhan.

c. Mengikut Aku

Jika ditinjau dari segi bahasa Yunani “Koine”, mengikut disini berbeda dengan menyangkal diri dan memikul salib yang menggunakan kata “aorist”. Dengan ini Lukas ingin menekankan bahwa mengikut Kristus merupakan proses yang terus menerus. Mengikut Tuhan bukan sekedar komitmen yang dilakukan sekali saja, namun dilakukan seumur hidup. Mengikut Yesus artinya senantiasa hidup meneladani kehidupan Yesus serta berpegang teguh kepada perintahNya, hidup dalam kebenaran dan kesetiaan sekalipun hal itu berat dan akan mendatangkan penolakan dunia bagi orang percaya. Walaupun secara duniawi akan mengalami kerugian bahkan penolakan, tetapi para pengikut Kristus harus percaya bahwa dengan itu justru mereka akan menikmati hal yang lebih besar lagi di Surga. Bahkan jika dengan menjadi pengikut Kristus kita harus sampai kehilangan nyawa sekalipun, itu bukan merupakan kerugian, karena “Barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan meyelamatkannya”(ay. 24). Apa yang ditawarkan dunia tidak bisa menyelamatkan kita dari maut. Itulah sebabnya Yesus mengatakan tawaran dunia adalah kebinasaan dan kerugian semata (ay. 25). Dunia memang akan menghina kita. Namun, ketika Ia datang kembali dalam kemuliaan, kita akan diselamatkan-Nya (ay. 26 - 27) .

Aplikasi

Yesus memberitahukan hal penolakan dan penderitaan serta kematian kepada para murid dengan maksud: Bahwa Mesias yang datang itu adalah Anak Manusia yaitu Yesus Kristus sendiri yang harus menanggung beban berat yaitu penolakan. Mesias yang datang itu tidak sesuai atau berbeda dengan pengharapan orang Yahudi yang berharap Mesias itu datang dalam kemuliaan, kekuatan, wibawa yang menempatkan Israel menjadi pemimpin dunia, pemimpin politis. Supaya para murid mempersiapkan diri dengan situasi yang berbeda dengan keinginan hati dan pikiran mereka serta ujian bagi mereka apakah masih setia kepadaNya. Yesus juga mau menyatakan bahwa dengan mengikut dia tidaklah semua menjadi mudah, gampang dan hanya bersenang-senang. Justru mengikut Yesus menghadapi banyak rintangan, penolakan. Mengikut Yesus ada konsekwensi yang harus diterima dan diemban. Demikian juga dalam kehidupan kita sebagai orang percaya saat ini. Ketika kita mengaku percaya kepada Tuhan dan berkomitmen untuk mengikut Dia, kehidupan kita tidak akan lepas dari berbagai tantangan, penderitaan bahkan ancaman. Disinilah kita diuji sekaligus dibentuk menjadi anak-anak Allah yang Tangguh dan militant dalam mempertahankan iman percaya kita dan mengaplikasikannya dalm kehidupan kita. Kriteria atau syarat mengikuti Yesus Kristus, sebagai Tuhan dan Juru Selamat agar berpedoman kepada ucapan Yesus, yaitu:

  • Menyangkal diri

Menyangkal diri, itu berarti mampu meninggalkan keegoisan, ambisi, kenikmatan hidup dan segala yang berhubungan dengan kebiasaan yang tidak berkenan di hadapan Allah. Sehingga fokus utama kehidupan sebagai orang Kristen ialah mengutamakan Allah dalam segala aspek kehidupan.

  • Memikul salibNya setiap hari. Memikul salib ialah kesiapan untuk hidup mengikut Yesus, berkorban dalam memberitakan Injil, serta siap menghadapi penderitaan yang hadir dalam pemberitaan Injil tersebut. Injil ialah Yesus Kristus itu sendiri, yaitu memberitakan-Nya sebagai teladan yang hidup bagi seluruh manusia. Maka berani memberitakan Injil, maka siap menghadapi penderitaan (memikul salib) dan megikut Yesus dengan meneladani pola kehidupan-Nya.
  • Rela berkorban untuk Yesus dan Injil, memberi diri dan hidup bagi kemuliaan Tuhan.

Semuanya ini harus dilakukan agar Yesus tidak menolak kita, ketika Dia datang untuk kedua kali

(parousia). Untuk kita para pengikut Kristus pada masa kini, nubuat Yesus tentang penolakan, penderitaan, kematian, dan kebangkitanNya dalam perikop ini telah terwujud. Ia merupakan fakta kebenaran sejarah yang direkam dalam Injil. Dan kini kita menantikan pemenuhan tentang nubuat kedatanganNya yang kedua. Karena itu marilah kita mempersiapkan diri dan menanti kedatanganNya dengan tekun dan setia meneladani semua yang telah dilakukan Yesus Kristus bagi kita.

KHOTBAH MINGGU 16 FEBRUARI 2025, LUKAS 4:1-13

Invocatio :

Wahyu 3:10

Ogen :

Mazmur 27:1-6

Kotbah : Lukas 4:1-13

Tema :

Yesus Mengalami Pencobaan (Jesus Ngenanami Percuban)

 

Pendahuluan

Pernahkah kita merasa tergoda untuk mengambil jalan pintas dalam hidup? Bisa jadi pada saat itu, kita merasa lelah bekerja keras tetapi hasilnya belum terlihat, atau ketika kita menghadapi tekanan untuk berkompromi dengan nilai-nilai iman demi keuntungan sementara. Pencobaan adalah bagian dari hidup yang tidak dapat kita hindari, bahkan bagi Yesus, Anak Allah.

Bayangkan seorang pelari maraton yang mendekati garis finish, tetapi di tengah jalan ia ditawari kendaraan untuk sampai lebih cepat. Pilihan itu tampak menggoda, tetapi jika ia menerimanya, ia kehilangan integritas sebagai pelari. Demikian pula, kehidupan iman kita sering sekali menghadapkan kita pada pilihan-pilihan sulit, yang terlihat mudah tetapi berpotensi menjauhkan kita dari rencana Allah. Seperti sebuah kisah tentang seorang pemuda Kristen bernama Samuel bekerja di perusahaan besar. Suatu hari, atasannya menawarkan "peluang" untuk naik jabatan dengan syarat ia harus menyetujui beberapa transaksi yang tidak jujur. Samuel menghadapi dilema besar: mempertahankan imannya atau menerima keuntungan duniawi yang menggiurkan. Dalam pergumulan itu, ia mengingat Firman Tuhan dan memilih untuk menolak tawaran itu, meskipun konsekuensinya sulit.

Di Minggu Septuagesima (Hari ke-70 sebelum Paskah) dan melalui bahan Khotbah Lukas 4:1-13, kita membaca tentang kisah Yesus yang mengalami pencobaan di padang gurun dan Yesus menang. Melalui bahan khotbah ini, kita akan belajar bagaimana teladan Yesus dalam menghadapi pencobaan. Apakah kita sedang menghadapi godaan untuk meninggalkan prinsip iman demi kenyamanan, kekuasaan, atau pengakuan? Mari kita bersama-sama menggali kebenaran dari kisah ini dan menemukan kekuatan untuk bertahan dalam pencobaan, sama seperti Yesus melakukannya.

Penjelasan Nas

Bahan Khotbah: Lukas 4:1-13

Teks ini ditulis di ketiga kitab Injil (Matius 4:1-11, Markus 1:12-13, Lukas 4:1-13). Injil Lukas melengkapi keterangan yang diberikan Markus dan Matius. Dijelaskan di nas sebelumnya bahwa Yesus baru saja dibaptis oleh Yohanes Pembaptis (Luk. 3:21-22), dan Roh Kudus turun atas-Nya, yang mana ini menandakan pengesahan ilahi atas misi-Nya. Yesus dipimpin oleh Roh Kudus ke padang gurun setelah dibaptis di sungai Yordan. Baptisan ini menandai dimulainya pelayanan Yesus secara publik. Pencobaan ini terjadi sebelum Yesus memulai pelayanan-Nya.

Yesus berada di padang gurun selama 40 hari lamanya dan Dia berpuasa (tidak makan apa-apa). Padang gurun sering sekali melambangkan tempat pengujian dan perjumpaan dengan Tuhan (misalnya, pengalaman Israel di padang gurun selama 40 tahun). Di padang gurun Yesus dicobai Iblis” (ay. 2). Ada tiga pencobaan yang merupakan usaha Iblis untuk menggoda kesetiaan Yesus kepada Bapa. Kalau kita perhatikan pencobaan yang dialami Yesus mengikuti tiga pola yang umum dialami semua manusia, yaitu:

o          Ayat 3-4 (Mengubah batu menjadi roti)

Pencobaan pertama, berfokus pada kebutuhan fisik Yesus. Iblis menggoda Yesus untuk menggunakan kuasa-Nya untuk memenuhi kebutuhan pribadi-Nya yang pada saat itu sedang lapar. Namun, Yesus menanggapi dengan mengutip ayat dari Ulangan 8:3 "Manusia hidup bukan dari roti saja," yang menunjukkan bahwa hidup manusia tidak hanya bergantung pada kebutuhan fisik, tetapi juga pada Firman Tuhan. Ini menegaskan bahwa ketaatan kepada Allah lebih penting daripada kebutuhan fisik. Kehidupan rohani prioritas di atas kebutuhan jasmani.

o          Ayat 5-8 (Penyembahan kepada Iblis untuk memperoleh kekuasaan dunia)

Pencobaan kedua, iblis menunjukkan semua kerajaan dunia dan menawarkan kekuasaan atasnya jika Yesus menyembahnya. Iblis menawarkan jalan pintas kepada Yesus untuk memperoleh kekuasaan. Jawaban Yesus mengutip Ulangan 6:13, menegaskan bahwa hanya Allah yang patut disembah. Yesus menolak godaan untuk mencari kemuliaan duniawi yang tidak sesuai dengan kehendak Bapa.

o          Ayat 9-12 (Melompat dari bubungan Bait Allah)

Pencobaan ketiga, Iblis mencobai Yesus untuk membuktikan identitas-Nya dengan cara spektakuler yang akan memaksa Tuhan untuk melindungi-Nya, yaitu iblis membawa Yesus ke Yerusalem dan meminta-Nya melompat dari bubungan Bait Allah. Iblis mengutip Mazmur 91:11-12 dengan cara yang salah, karena ayat tersebut berbicara tentang perlindungan Allah dalam hidup yang taat kepada-Nya, bukan untuk menguji Tuhan. Yesus menanggapi dengan mengutip Ulangan 6:16, yang mengingatkan bahwa manusia tidak boleh mencobai Tuhan.

Hasil Pencobaan: Yesus menang atas Iblis karena Dia tetap setia kepada Firman Tuhan dan tidak tergoda oleh jalan pintas atau kuasa duniawi. Pencobaan ini menunjukkan kesempurnaan Yesus sebagai Anak Allah yang taat sepenuhnya kepada kehendak Bapa.

Ogen: Mazmur 27:1-6

Mazmur ini menyatakan keyakinan Daud kepada Tuhan sebagai terang dan keselamatannya. Dalam konteks pencobaan, ayat ini mengajarkan kita untuk mencari perlindungan di dalam Tuhan dan mempercayai kuasa-Nya untuk menyelamatkan kita dari segala ancaman.

  • Ayat 1: Tuhan adalah terang, keselamatan, dan benteng kehidupan kita. Keyakinan ini memberi keberanian dalam menghadapi pencobaan.
  • Ayat 4-6: Daud menyatakan keinginannya untuk tinggal di rumah Tuhan, yang menunjukkan pentingnya hidup dekat dengan Tuhan dalam doa dan ibadah.

Wahyu 3:10

Dalam Wahyu 3:10, Tuhan Yesus berjanji untuk memelihara orang percaya yang setia dari saat pencobaan yang akan datang. Ayat ini mengingatkan kita bahwa kesetiaan kepada Tuhan akan membawa perlindungan dan kemenangan atas pencobaan.

Benang merah dari ketiga nas Alkitab (Lukas 4:1-13, Mazmur 27:1-6, dan Wahyu 3:10) adalah kesetiaan dan kebergantungan kepada Tuhan dalam menghadapi pencobaan, dengan mengandalkan Firman-Nya, Kehadiran-Nya, dan Janji-Nya untuk menjaga umat-Nya.

  1. Lukas 4:1-13 menunjukkan bahwa Yesus, sebagai Anak Allah, menang atas pencobaan dengan berpegang pada Firman Tuhan. Hal ini menekankan pentingnya Firman Tuhan sebagai senjata melawan godaan.
  2. Mazmur 27:1-6 menegaskan bahwa Tuhan adalah terang, keselamatan, dan benteng perlindungan bagi orang percaya. Daud menggambarkan keintiman dengan Tuhan sebagai kunci keberanian dan ketenangan dalam menghadapi ancaman dan pencobaan.
  3. Wahyu 3:10 memberikan janji bahwa Tuhan akan memelihara mereka yang setia dari saat pencobaan. Ini mengajarkan bahwa kesetiaan kepada Tuhan akan membawa perlindungan ilahi.

Ketiga bagian ini bersama-sama mengajarkan bahwa dalam setiap pencobaan, orang percaya harus bersandar pada Firman Tuhan, hidup dalam hadirat-Nya, dan mempercayai janji pemeliharaan-Nya. Melalui teladan Yesus, keyakinan Daud, dan janji Tuhan di kitab Wahyu, kita dipanggil untuk tetap setia, berani, dan bergantung penuh pada Tuhan.

Aplikasi

o          Kisah Yesus dicobai di padang gurun menunjukkan bahwa sebagai anak-anak Tuhan bukan berarti hidup kita luput dari pencobaan, penderitaan atau masalah. Ini bertentangan dengan ajaran populer saat ini, yang mengatakan bahwa kalau kita beriman dan taat, maka segala problem akan beres, semua penyakit akan sembuh, yang miskin akan menjadi kaya, dan sebagainya. Sama seperti seorang pelatih tinju yang memberikan sparring partner kepada petinjunya. Yesus dipimpin oleh Roh Kudus ke padang gurun, dan Dia mengandalkan kekuatan Roh untuk menang. Kita juga harus hidup dalam ketaatan kepada Roh Kudus agar dapat mengatasi pencobaan.

o          Pencobaan sering kali datang dalam bentuk godaan untuk memprioritaskan kebutuhan duniawi, mencari jalan pintas, atau menguji Tuhan. Kita dapat meneladani Yesus dengan berpegang pada Firman Tuhan dan menolak godaan yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya. Seperti Yesus yang dalam setiap pencobaan mengutip Firman Tuhan. Yesus menangkis serangan iblis dengan menggunakan Firman Tuhan. Ini menunjukkan pentingnya membaca, merenungkan, dan menghafal Firman Tuhan agar kita siap menghadapi godaan. Firman Tuhan adalah senjata/ pedang Roh (Ef. 6:17) yang harus kita gunakan pada saat iblis menyerang. Karena itu, jangan mengabaikan pemahaman Alkitab, Saat Teduh, dan banyaklah membaca buku-buku rohani yang baik. Seperti yang disampaikan Calvin: "Those who voluntarily throw away that armour, and do not laboriously exercise themselves in the school of God, deserve to be strangled, at every instant, by Satan, into whose hands they give themselves up unarmed" (Mereka yang secara sukarela membuang senjata itu, dan tidak melatih diri mereka sendiri dengan susah payah dalam sekolah Allah, layak dijerat, pada setiap saat, oleh Iblis, kedalam tangan siapa mereka menyerahkan diri mereka sendiri tanpa senjata).

o Seperti dalam Mazmur 27, kita harus selalu mencari wajah Tuhan dan tinggal dalam hadirat-Nya melalui doa, pujian, dan penyembahan.

o Wahyu 3:10 memberikan pengharapan bahwa Tuhan akan memelihara kita dalam pencobaan. Keyakinan ini memberi kita kekuatan untuk tetap setia.

Penutup

Yesus telah memberikan teladan yang sempurna dalam menghadapi pencobaan. Dengan mengandalkan Firman Tuhan, dipimpin oleh Roh Kudus, dan menjaga hubungan yang erat dengan Tuhan, kita dapat mengatasi setiap pencobaan yang datang dalam hidup kita. Kiranya kita terus setia dan percaya bahwa Tuhan adalah benteng kita, terang kita, dan keselamatan kita dalam segala situasi.

Pdt. Melda Tarigan

Runggun Bogor Barat

MINGGU 09 FEBRUARI 2025, KHOTBAH YOSUA 24:14-24 (EPIPHANIAS V)

Invocatio  :

“Lalu berkatalah Yakub kepada seisi rumahnya dan kepada semua orang yang     bersama-sama dengan dia: "Jauhkanlah dewa-dewa asing yang ada di tengah-           tengah kamu, tahirkanlah dirimu dan tukarlah pakaianmu.” (Kejadian 35:2)

Ogen  :

Kolose 3:18-25 (Tunggal)

Khotbah :

Yosua 24:14-24 (Responsoria)

Tema  :

Membawa Keluarga Menyembah Tuhan / Mabai Jabu Nembah man Tuhan

 

Dalam menjalani kehidupan, manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai pilihan. Apakah ingin menjalani hari dengan bersemangat atau berputus asa, melanjutkan sekolah atau bekerja, menikah atau melajang, bahkan pilihan tentang iman. Apakah mau percaya kepada Tuhan atau tidak. Pilihan yang tepat tentu akan membawa kebahagiaan, tetapi pilihan yang keliru akan membawa pada kesusahan dan penyesalan berkepanjangan. Khususnya dalam menjalani kehidupan beriman. Harus ada sikap yang sejalan dengan pilihan yang diambil. Jika memilih untuk beriman kepada Tuhan, maka kehidupan harus diisi dengan ketaatan menyembah Tuhan.

Menyembah Tuhan artinya tunduk pada perintahNya, penuh hormat dan pengabdian yang dijalankan dengan setia dalam kehidupan sehari-hari. Karena di setiap pengalaman hidup adalah perjumpaan dengan Tuhan. Tidak hanya secara pribadi, tetapi juga dalam keluarga. Keluarga Kristen merupakan persekutuan orang percaya yang telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Sehingga bersama-sama, setiap anggota keluarga mengerjakan bagian kehidupan dengan setia meneladani Firman Tuhan setiap hari. Di dalam keluarga, seseorang bertumbuh secara fisik, akal budi dan rohani, sesuai karunianya masing-masing. Sehingga kehidupan keluarga Kristen harus dibawa untuk mengalami relasi yang menyembah kepada Tuhan. Melalui komitmen Yosua, akan ditampilkan bagaimana kesungguhan, membawa keluarganya menyembah Tuhan dengan setia.

ISI

Yosua 24:14-24 adalah bagian dari pidato perpisahan Yosua ketika ia sudah lanjut umur. Setelah sekian lama memimpin Israel, akhirnya mereka memasuki tanah Kanaan yang dijanjikan Tuhan (23:1). Yosua tahu bahwa bangsa Israel akan dihadapkan pada pilihan hidup termasuk kepada siapa mereka akan beribadah. Sehingga dalam kesempatan ini, Yosua mengingatkan kembali bangsa Israel akan komitmen untuk taat dan setia hanya kepada Tuhan. Komitmen ini penting diingatkan lagi oleh Yosua, karena secara pribadi dia mengakui bahwa semua keberhasilan, keselamatan yang diperoleh merupakan berkat yang mereka terima sebagai anugerah Allah (Yosua 23:1–16). Sehingga bangsa Israel tidak boleh menyimpang hati dari Tuhan. Yosua juga menyadari dalam kehidupan bangsa Israel akan ada sifat manusia yang mudah melupakan. Apalagi ketika hidup di tanah Kanaan dengan kenyamanan dan kemakmuran. Bukan lagi bangsa yang dijajah dan sudah menetap di satu wilayah yang baik untuk membangun kehidupan, keluarga dan masa depan yang penuh berkat. Tentunya Yosua menjalankan tugasnya mengingatkan Israel agar jangan sampai segala pencapaian itu, menyebabkan komitmen kesetiaan kepada Tuhan menjadi luntur.

Yosua dengan tegas mengajak bangsa Israel untuk membaharui perjanjian di Sikhem. Dihadapan semua suku Israel, para tua-tua, para kepala, para hakin dan pengatur pasukan, mereka menghadap Allah (ay 1). Yosua menyatakan supaya orang Israel tetap teguh iman dan kesetiaannya hanya menyembah kepada Allah yang benar. Dia memberikan teladan kesetiaan harus dimulai dari diri sendiri dan setiap anggota di dalam keluarganya.

Ayat 14-15 Pilihan Yosua untuk bersama keluarganya menyembah Allah.

Yosua memberi ajakan kepada orang Israel untuk tetap takut akan Tuhan dan beribadah kepadaNya dengan tulus ikhlas dan setia. Menjauhkan allah yang dahulu disembah nenek moyang sewaktu di Mesir, yaitu lembu emas yang melambangkan Apis, dewa kesuburan. Dewa-dewa Mesopotamia di seberang Sungai Efrat seperti Marduk, dewa utama bangsa Babilon dan Bel yang serupa dengan Baal, dewa kesuburan bangsa Kanaan. Yosua tidak hanya bertanya tentang pilihan bangsa Israel, namun lebih dahulu dia menyatakan pilihannya agar menjadi teladan bagi bangsanya. Yosua memilih bersama dengan seisi rumahnya, akan beribadah kepada Tuhan. Ini menjadi komitmen Yosua dan keluarganya. Pilihan untuk bertekun di dalam iman dan menaati Tuhan akan selalu dibaharui agar tidak mudah dilupakan.

Ayat 16-18 Jawaban bangsa Israel

Atas pertanyaan kepada siapa Israel akan beribadah, dijawab seperti apa yang telah dikatakan Yosua sebelumnya. Bahwa kiranya jauhlah kehendak untuk meninggalkan Tuhan. Bangsa Israel berjanji hanya melayani Tuhan yang telah lebih dulu menunjukkan kuasa dan kasihNya menyertai kehidupan mereka. Bangsa Israel mengakui karya Tuhan yang telah menuntun keluar dari tanah Mesir, melakukan tanda-tanda mujizat, serta melindungi mereka di sepanjang perjalanan dan mengantarkan dengan selamat ke Kanaan. Hal ini tentu menjadi alasan yang mendasar dan kuat untuk setia memilih beribadah kepada Tuhan. Sehingga dengan semangat bangsa Israel mengaku, Tuhan adalah Allah yang patut disembah.

Ayat 19-24 Memantapkan komitmen beribadah Kepada Tuhan

Jawaban Israel menjadi tanda keyakinan akan keputusan dan komitmen yang diambil. Namun Yosua menyikapi dengan cara berbeda. Dia tidak langsung bersorak dan memuji apa yang dikatakan umat Israel, sekalipun jawaban mereka tepat. Tetapi Yosua menekankan kembali dengan mempertanyakan kesanggupan Israel mengerjakan janjinya. Yosua seakan meragukan Israel dan mematahkan semangat mereka berkomitmen. Tetapi Yosua sama sekali tidak bermaksud mengecilkan bangsanya. Yosua tahu bagaimana karakter bangsanya, sehingga tantangan pertanyaan itu adalah untuk meneguhkan Israel menjadi saksi atas keputusan mereka sendiri. Dengan kata lain, Yosua mengingatkan bahwa setiap keputusan akan ada konsekuensi. Termasuk jika kemudian mereka meninggalkan Tuhan, mengingkari janji, maka kehancuran sebagai bangsa akan menjadi upah mereka. Sehingga pilihan untuk menyembah Tuhan merupakan pilihan yang tepat namun harus juga dijalankan dengan kesetiaan. Keputusan itu haruslah datang dari kehendak diri sendiri bukan sekedar ikut-ikutan. Karena pertanggungjawabannya ada pada diri yang bersangkutan.

Oleh karena itu, untuk menjalankan komitmen tersebut, Yosua menggunakan dua kata kerja yang berlawanan satu dengan yang lainnya, yaitu “jauhkanlah” dan “condongkanlah”. Jauhkan diri dari allah-allah lain dan condongkan hati/mendekatkan diri kepada Tuhan. Bangsa Israel telah kembali menjawab pilihannya, untuk beribadah kepada Tuhan saja. Jawaban penuh semangat itu tidak cukup, karena berkomitmen harus dibarengi usaha dan perjuangan yang sungguh. Apa yang diucapkan Israel harus membawa perubahan hidup. Sehingga sekalipun mereka mengalami berbagai situasi yang dapat saja berubah-ubah, kesetiaan kepada Tuhan tidak boleh hilang. Inilah pembaharuan janji Israel setelah tiba di Kanaan. Yosua memberi teladan membawa keluarganya menyembah Tuhan, agar seluruh bangsanya pun menyatakan hal serupa.

Kolose 3:18-25 menyatakan panggilan untuk menyembah Tuhan menjadi keharusan secara pribadi juga dalam keluarga. Paulus menyatakan hubungan antara anggota-anggota rumah tangga berdasar pada Kasih Kristus. Otoritas tertinggi keluarga bukanlah manusia tetapi Kristus. Sehingga relasi antar anggota keluarga, baik antar suami – istri maupun antar orang-tua – anak, berlandaskan Kristus.

Peran istri adalah sebagai pendamping suami berada di bawah pimpinan suaminya, tetapi tidak melampaui yang seharusnya menurut Tuhan (ayat 18). Sekalipun suami juga seorang pemimpin keluarga, dia pun tidak dapat berlaku sewenang-wenang, karena dasar kepemimpinannya sebagai kepala keluarga adalah kasih Kristus (ayat 19). Kasih memampukan suami tidak bersikap demi dirinya sendiri, tetapi demi kebaikan orang yang dikasihinya. Anak-anak pun mempercayakan hidupnya kepada orang tuanya yang lebih dahulu belajar tentang arti hidup menyembah Tuhan (ayat 20). Dalam proses pertumbuhannya anak-anak menemukan diri dan mampu menghadapi hal-hal baru dalam bimbingan orang tuanya. Sehingga seorang ayah tidak boleh menyakiti anaknya tetapi wajib membimbing di dalam kelemahlembutan, sehingga anaknya menyaksikan kebenaran Tuhan melalui orang tuanya (ayat 21). Teguran dan nasihat dimengerti anak-anak bukan sebagai suatu hal yang membatasi keinginan dan perkembangannya, tetapi mempersiapkan dan menempa anak-anak menjadi pribadi yang mengenal Tuhan melalui keluarga.

Di dalam keluarga merupakan tempat yang aman untuk bersaat teduh saat ada badai kehidupan. Didalamnya juga terjadi proses mentransfer nilai-nilai yang penting dalam menjalani kehidupan dan di dalam keluarga juga merupakan tempat munculnya permasalahan juga sumber penyelesaiannya. Karena tidak ada keluarga yang terbebas dari permasalahan hidup, maka landasan kita adalah relasi dengan Tuhan. Meminjam istilah Andar Ismail tentang situasi keluarga haruslah “Ribut Rukun”. Demikianlah kita bisa melihat bagaimana pentingnya lembaga keluarga yang didasari dengan menyembah Tuhan, akan menjadi benteng pertahanan iman akan segala bentuk pengalaman hidup.

Penutup

Keluarga yang dibawa menyembah kepada Tuhan adalah suatu hal yang sangat indah dan itu perintah Tuhan bagi umatNya. Menyembah Tuhan, menjadi tanggung jawab setiap umat Tuhan khususnya dalam keluarga. Dimulai dari membiasakan untuk berdoa, membaca Alkitab, bernyanyi memuji Tuhan, mengikuti ibadah, ambil bagian dalam pelayanan, saling mendukung dan bersaksi bersama tentang kasih Tuhan. Oleh sebab itu untuk kita membawa keluarga untuk setia menyembah Tuhan sebagai keharusan. Tentu ada beberapa hal yang kita perhatikan mengenai arti menyembah Dia.

  1. Menyembah Tuhan harus berdasarkan kesadaran takut akan Tuhan. Seperti apa yang ditekankan oleh Yosua, ada pengakuan akan kuasa dan karya Tuhan yang membuat kita menghormati Dia. Hormat akan Tuhan tampil dalam kehidupan sehari-hari ditengah keluarga yang taat beribadah, berdoa juga menjalankan Firman Tuhan. Karena menyadari bahwa Tuhan yang sangat Agung dan Mulia. Menyembah Tuhan dengan penuh penghormatan bukan seremonial melainkan pengenalan.
  1. Menyembah Tuhan dengan hati tulus dan setia. Sikap yang tulus dan setia merupakan cerminan kemurnian. Menyembah Tuhan membuat setiap apa yang kita lakukan berdasarkan kepada Tuhan dan bukan kepada manusia. Menyembah Tuhan bukan sekedar karena takut hukuman, takut mendapat gunjingan, takut tampak berbeda. Melainkan hidup mengalami panggilan dan kerelaan hati merasakan dan menyaksikan kasih Tuhan. Bukan karena paksaan atau agar dilihat dan dipuji orang. Nilai ketulusan dan ini menjadi dasar pengajaran iman di dalam keluarga. Sehingga apa pun yang dihadapi di dalam pergumulan keluarga dan perubahan situasi hidup, tetap tulus menyembah Tuhan dan hidup setia dalam iman.
  1. Menyembah Tuhan artinya melaksanakan peranan masing-masing dalam keluarga. Seperti Yosua adalah contoh bagi bangsanya, dia mengerjakan peran sebagai kepala keluarga yang memimpin keluarganya berkomitmen menyembah Allah. Juga menjalankan peran sebagai pemimpin bangsa untuk membawa keluarga besar bangsa Israel turut menyembah Tuhan dengan setia. Maka di dalam keluarga ada peranan masing-masing anggota. Seperti Paulus nyatakan bagi jemaat Kolose, suami, isteri, anak, orang tua bahkan setiap orang yang hidup bersama sebagai keluarga harus mengikat persekutuannya dalam kasih dan hormat kepada Kristus.

Khususnya dalam Minggu Epifanias ini Tuhan telah menyatakan diriNya hadir dalam setiap keluarga orang percaya. Kemuliaan Tuhan harus tercermin dalam hidup umatNya. Maka jika kita harmonis dengan Tuhan akan menjalin pula keharmonisan dalam keluarga. Membawa keluarga untuk menyembah Tuhan harus dimulai dari komitmen diri dalam peran masing-masing. Setiap anggota keluarga bertanggung jawab menjalin relasi yang dekat dengan Tuhan. Agar sebagai seorang bapak, kita dapat menjalankan peran membawa keluarga untuk menyembah Tuhan, begitu pula menjadi seorang ibu, anak-anak dan anggota keluarga lainnya.

Terlebih dalam hal komitmen iman, keteladanlah menjadi hal yang paling diperlukan oleh anak-anak sebagai khotbah yang hidup. Tanpa teladan dari orang tua, semua nasehat, didikan iman, hanya menjadi teori yang tidak berguna, malah dapat menjadi batu sandungan. Sebab pada dasarnya teladan hidup itu berbicara lebih kuat dan berdampak lebih besar dari pada sekedar sebuah nasehat yang bagus. Maka mintalah hikmat kepada Tuhan dalam perenungan Firman dan doa, agar setiap kita dapat berucap seperti komitmen Yosua : “….Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!”. Terpuji Tuhan, amin.

Pdt Deci Kinita br Sembiring

Runggun Studio Alam

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD