SUPLEMEN PEKAN PENATALAYANAN GBKP TAHUN 2023 WARI VI
Invocatio : berilah keadilan kepada orang yang lemah dan kepada anak yatim, belalah hak orang sengsara dan orang yang kekurangan!
Bacaan : Ulangan 15 : 12-18
Khotbah : Kisah Para Rasul 4 : 32-37
AMBIL BAGIAN DALAM PELAYANAN
Pendahuluan :
Syair lagu yang sering dinyanyikan “ melayani melayani, lebih sungguh 2 x, Tuhan lebih dulu melayani kepadaku, melayani melayani lebih sungguh. Jadi pelayanan itu melayani dengan sungguh. "Pelayanan" berasal dari istilah Yunani diakoneo, yang berarti "melayani" atau douleuo, yang berarti "melayani sebagai budak." Di dalam Perjanjian Baru, pelayanan adalah bagian dari ibadah seseorang kepada Allah dan kepada sesamanya dalam nama Allah. Yesus memberi teladan bagi pelayanan Kristen - Ia datang, bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani (baca Matius 20:28;Markus10:45;Yoh13:1-17).
Seorang Kristen perlu melayani sesamanya dengan memenuhi kebutuhan mereka dalam kasih dan kerendahan hati demi Kristus (Matius 20:26; Markus 10:43; Yohanes 2:5,9; Kisah 6:3; Roma 1:1; Galatia 1:10; Kolose 4:12). Umat Kristen melayani sesamanya berdasarkan pengabdian mereka pada Kristus dan kasih bagi sesama, tanpa membedakan apakah penerimanya sesama orang Kristen atau tidak. Pelayanan haruslah tidak membeda-bedakan dan tanpa pamrih, selalu membantu orang lain sesuai teladan Yesus. Pelayanan itu melakukan teladan Yesus Kristus.
Ulangan 15 : 12-18
# pelayanan yang memerdekakan
Perbudakan pada zaman PL terjadi bukan karena penculikan dan atau penjualan ilegal seperti pada zaman modern, melainkan karena hutang atau kemiskinan (Ul. 15:12). Pada zaman PL, banyak orang memilih menjadi budak daripada mati kelaparan, dan banyak juga orang yang “terpaksa” menjual diri sebagai budak untuk melunasi hutang. Dalam konteks Israel waktu itu, praktik perbudakan yang dimaksud pada teks khotbah ini biasanya berlangsung dalam lingkungan suku mereka sendiri. Namun demikian, perbudakan ini tidak berlangsung seumur hidup, ada saatnya mereka wajib dibebaskan, dan itu terjadi pada tahun ke-7, tahun Sabat. Itulah yang ditegaskan di ayat 12 tadi, “apabila seorang saudaramu menjual dirinya kepadamu, baik seorang laki-laki Ibrani ataupun seorang perempuan Ibrani, maka ia akan bekerja padamu enam tahun lamanya, tetapi pada tahun yang ketujuh engkau harus melepaskan dia sebagai orang merdeka” (Ul. 15:12).
Ayat ini dengan sangat jelas mewajibkan orang Israel ( tuan atau majikan) untuk membebaskan budaknya pada tahun ke-7, yaitu tahun Sabat, dan tidak ada alasan dari sang tuan untuk tidak melakukannya, atau untuk menunda pembebasannya. Para tuan wajib membebaskan para budaknya dengan penuh kerelaan pada tahun ke-7 tersebut, mereka tidak boleh merasa rugi dengan kepergian atau pembebasan mereka, sebab waktu yang enam tahun merupakan waktu yang cukup lama bagi para budak untuk mengabdi kepada para tuannya (lih. ay. 18). Satu-satunya alasan budak tersebut dapat tidak dibebaskan oleh tuannya, walaupun sudah sampai tahun ke-7, adalah keinginan budak itu sendiri, yaitu dia memilih untuk tetap “menjadi budak” di rumah tuannya tersebut, tetapi bukan karena hutangnya yang belum terlunaskan dan atau karena “mati kelaparan”, melainkan karena dia mengasihi tuannya dan keluarganya yang selama ini telah berbaik hati kepadanya (lih. ay. 16).
Kisah Para Rasul 4 : 32-37
# berbagi di dalam kasih itu pelayanan.
Bagian ini menggambarkan kekuatan dari gereja pada zaman para rasul. Mereka dengan teguh bertahan di tengah-tengah penganiayaan dunia ini karena mereka saling menanggung beban masing-masing. Orang Kristen yang tidak pernah peduli orang lain adalah orang Kristen palsu. Orang Kristen, entah dia kaya atau miskin, semua harus memerhatikan satu sama lain. Kadang-kadang orang yang kaya menikmati hidup dengan berlimpah dan mengejar kesenangan yang tidak habis-habisnya sehingga hati nurani mereka menjadi tebal, keras, dan dingin. Kadang-kadang orang yang miskin merasa harus selalu dibantu dan melihat orang-orang lain dengan perasaan berhak meminta dan berhak ditolong sehingga mereka pun menjadi dingin dan keras, tidak tergerak untuk peduli orang lain. Ini bukan cara hidup orang-orang Kristen di dalam Kisah Rasul 4. Mereka tidak merasa bahwa segala sesuatu yang mereka miliki adalah untuk kesenangan sendiri. Mereka menyadari bahwa segala sesuatu yang mereka miliki adalah milik Tuhan dan karena itu harus bisa dinikmati oleh banyak orang juga. Kerinduan untuk menjadi berkat bagi banyak orang lain ini juga yang mendorong mereka untuk dengan rela menjual segala sesuatu untuk keperluan orang lain.
Ada orang-orang yang menafsirkan bahwa alasan orang-orang Kristen ini menjual harta mereka adalah karena mereka menganggap Tuhan Yesus akan segera datang sehingga mereka tidak memerlukan harta lagi. Ini tafsiran yang absurd. Jika mereka merasa Kristus akan datang kembali sehingga mereka tidak perlu barang-barang untuk hidup di dunia ini lagi, untuk apa mereka menolong orang-orang miskin? Bilang saja kepada orang miskin untuk menunggu karena sebentar lagi Yesus Kristus akan datang dan mereka tidak perlu harta duniawi lagi. Bagian ini dengan jelas mengatakan bahwa alasan mereka menjual barang-barang pribadi mereka adalah karena banyaknya orang lain yang memerlukannya (Kis. 4:35). Mereka berbagi karena begitu banyak orang miskin di sana. Mengapa banyak? Mungkin karena banyak dari mereka yang diusir setelah menjadi Kristen. Mungkin banyak dari mereka yang dianiaya oleh orang Yahudi dan diusir dari rumah mereka sehingga mereka perlu tempat tinggal, makanan, dan pakaian. Yang mana pun penyebabnya, tekanan dari bacaan kita hari ini adalah bahwa orang-orang Kristen sangat peka terhadap kebutuhan sesamanya.
Bagaimanakah orang-orang Kristen bisa bertahan menghadapi dunia? Mereka bisa bertahan karena Tuhan menyertai mereka dan menguatkan mereka dengan memakai saudara-saudara seiman mereka untuk saling menolong satu sama lain. Kekuatan dan penghiburan gereja Tuhan ada pada Roh Kudus yang bekerja memakai orang-orang Kristen untuk menguatkan satu sama lain. Jemaat mula-mula bukan hanya kumpulan orang-orang yang mengerti doktrin yang benar. Jemaat mula-mula juga bukan hanya kumpulan orang-orang yang giat bekerja bagi Tuhan mereka, menaati Tuhan dengan berjuang gigih memberitakan Injil. Jemaat mula-mula juga bukan hanya orang-orang yang senang berdoa dengan tidak jemu-jemu.
Ayat 33 mengatakan bahwa para rasul memberi kesaksian Injil kepada mereka semua dengan kuasa yang besar. Inilah yang mendorong mereka untuk memedulikan satu dengan lain. Jika bukan Kristus yang lebih dahulu mengasihi, tidak ada seorang manusia yang sanggup mengasihi dengan benar. Jika bukan Kristus yang lebih dahulu memberi, tidak ada seorang manusia yang sanggup memberi. Kristus yang dinyatakan oleh para rasul adalah kekuatan mereka dan juga sumber segala kelimpahan mereka. Apakah tandanya bahwa Kristus adalah sumber segala kelimpahan kita? Jika kita sudah mengerti untuk memberi kepada orang lain yang perlu, barulah kita dapat mengakui bahwa Kristus benar-benar adalah sumber kelimpahan kita. Sebab bagaimana mungkin kita dapat mengakui bahwa kita menyadari kelimpahan anugerah demi anugerah yang dibagikan oleh Bapa kepada kita melalui Kristus jika kita tidak pernah di dalam hidup menolong orang lain dengan apa yang ada pada kita?
Di dalam ayat 36 dan 37 dikatakan bahwa bantuan yang diberikan oleh Barnabas sangat besar. Dia menjual tanahnya dan memberikan semuanya untuk persembahan. Semua? Ya. Semua! Dia tidak memberi sekadarnya, asal terlihat sudah memberi sudah cukup. Tidak. Mengapa dia rela memberi semuanya? Karena kebutuhan yang begitu besar dan mendesak diperlukan oleh saudara-saudara seimannya pada waktu itu. Ayat ini tidak hanya menyatakan jumlah saja. Ayat ini mengajarkan bahwa bagi Barnabas orang lain lebih penting daripada uang sendiri. Yesus Kristus menganggap orang lain lebih penting daripada kemuliaan-Nya sendiri sehingga Dia rela menjadi manusia yang begitu lemah dan miskin. Yesus Kristus menganggap orang lain lebih penting daripada nyawa-Nya sendiri sehingga Dia rela mati bagi orang lain. Apakah bagi kita orang lain lebih penting daripada harta?
Kesimpulan :
Terkesan dengan ungkapan itu “ berbagi itu indah” namun kalau tidak dari ketulusan berbagi itu bisa jadi beban. Yesus sendiri mengajarkan kasih itu memberi tanpa syarat. Apalagi Yesus tidak menunggu orang melakukannya, tapi Ia lakukan langsung, “ Tergeraklah hatinya”. Apakah kita juga melakukan seperti yang Yesus perbuat, ketika melihat kelaparan, ketidak adilan, penindasan, berbebat berat? Atau kita cukup berkata sabar dan kita berdoa. Sadarilah ada bagian anda dalam hidupnya, dan itulah pelayanan. Memberikan sesuatu yang berarti dan memberi arti mendalam yang tidak dihapus dalam hati mengingat perbuatan yang berkenan bagi Allah. Semakin meningkat angka kemiskinan, kelaparan sudah mulai bertebaran berita mengungkapkan fakta kelaparan juga berakibat kematian.
Apakah kita membiarkan itu terjadi, padahal kita memiliki apa yang kita bisa bantu dan menolongnya bertahan hidup. Ada baiknya untuk Tahun ini lebih kepada jiwa pelayanan, memberi tanpa syarat. Semua orang mengalami kasih Tuhan melalui kita.
Ambil bagian kita di pelayanan, maka kita akan menyadari Gereja itu adalah kita.
Pdt Sastrami Tarigan
Rgn Jampind