SUPLEMEN PEKAN DOA GBKP TAHUN 2024 HARI I, LUKAS 10:25-37

Invocatio :

Mazmur 143:8

Renungan :

Lukas 10:25-37

Tema :

Ertoto Guna Kerina Teman Manusia/Berdoa bagi semua Manusia

 

I. Pendahuluan

Dalam kehidupan sosial manusia khususnya orang Kristen, tentunya tidak ada manusia yang bisa bertahan dalam hidupnya tanpa adanya campur tangan dari orang di sekitarnya. Seorang bayi yang baru lahir tidak akan bisa langsung mandiri menjalani hidupnya. Tentunya membutuhkan bantuan dari orang-orang di sekitarnya. Mengingat banyaknya pengaruh dari orang di sekitar kita dalam membantu kita menjalani hidup maka sepantasnya sebagai orang beriman kiita berdoa bagi sesama manusia. Pekan Doa GBKP hari pertama ini kita diajak merenungkan dan mendoakan sesama manusia secara umum, bahkan berdoa bagi semua manusia. Mari kita perdalam dalam bahan ini..

II. Tafsiran Teks

Dalam nas invocatio melihat bahwa Pemazmur memohon agar ia dilepaskan dari segala tekanan dan kesesakan bukan karena ia baik tetapi semata karena kebaikan Allah. Pemazmur memercayakan seluruh kehidupannya kepada Allah. Percaya berarti pasrah pada kehendak Tuhan. Pemazmur menegaskan bahwa percaya berarti kerelaan menerima dan menempuh kehendak Tuhan. Kerelaan melakukan kehendak Tuhan (ay. 8, 9) adalah buah dari percaya. Pemazmur memahami bahwa kehendak Allah lebih dari segala sesuatu. Ia memang ingin keluar dari krisis, tetapi ia tetap ingin agar Allah sendiri yang menuntunnya melewati hari-hari yang sukar. Mazmur ini ditutup dengan seruan agar dirinya dihidupkan kembali (ay. 11). Penghidupan kembali ini bukanlah sekadar penghidupan fisik, tetapi secara mental, psikologis, dan spiritual. Ia perlu mendapatkan kesegaran dan kekuatan baru untuk hidup. Pemazmur juga mengatakan bahwa ia akan mengangkat jiwanya kepada TUHAN. Apa maksud kuangkat jiwaku? Tumbuhan hanya mempunyai tubuh, tidak bisa berpindah tempat; hewan memiliki tubuh dan jiwa yang dapat menggerakkannya berdasarkan naluri. Namun, hewan tidak bisa mengangkat jiwanya, karena tidak memiliki roh.

Lukas 10: 25-37 adalah percakapan Yesus dengan seorang ahli Taurat tentang “orang Samaria yang baik hati.” Inti percakapan itu, “Siapakah sesamaku manusia?” Pertanyaan ini bertitik tolak dari hukum kasih, “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Luk. 10: 27). Sekalipun bertujuan untuk mencobai Yesus, seorang hukum Taurat bertanya kepada Yesus “siapakah sesamaku manusia?” Bagi orang Yahudi, sesama adalah satu agama dan satu bangsa. Penulis Injil Lukas menulis jawaban Yesus, bahwa sesama tidak dibatasi oleh bentuk identitas apapun. Lukas menonjolkan, bahwa Yesus sangat peduli terhadap orang-orang yang miskin/tidak berdaya (Luk. 4: 18-19). Itu sebabnya, dalam percakapan tersebut, Lukas menekankan, “sesama manusia” adalah semua orang, sekalipun berbeda, bahkan orang yang dianggap musuh atau memusuhi harus dikasihi dan ditolong. “sesamaku manusia” adalah penyataan kasih Allah kepada manusia. Penulis injil Lukas menuliskan tujuan kedatangan Yesus ke dunia untuk menyelamatkan seluruh bangsa (Luk. 2: 10-11). Dia datang ke dunia, karena Allah mengasihi dunia supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3: 16). Rasul Paulus berkata kepada jemaat di Roma, “Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani” (Rm. 1: 16). Allah mengasihi semua manusia ciptaan-Nya. Itu sebabnya, demi keselamatan manusia, Dia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, yaitu Yesus.

Ahli Taurat itu mengajukan pertanyaan yang luar biasa penting kepada Yesus tentang bagaimana orang dapat mewarisi hidup kekal. Sayang ia bertanya dengan motivasi salah dan praanggapan keliru. Ia bertanya bukan karena ia sungguh sedang menggumuli pertanyaan itu tetapi karena ia ingin mencobai Yesus (ayat 25). Ia tidak sedang mencari jawaban sebab ia sudah punya pranggapan bahwa orang dapat mewarisi hidup kekal melalui perbuatan membenarkan diri (ayat 25,29). Terasakah oleh Anda betapa mengejutkan jawaban Yesus? Dengan mengacu kepada sari Taurat (Ul. 6:5), Yesus ingin menyadarkan dia bahwa hidup kekal bukan masalah warisan tetapi masalah hubungan. Faktor intinya bukan perbuatan tetapi kondisi hati. Kasih Allah yang telah mengaruniakan hidup dengan menciptakan manusia dan memberikan hukum-hukum-Nya, patut disambut dengan hati penuh syukur dan kasih di pihak manusia. Mungkinkah orang mengalami kasih Allah dan hidup dalam kasih yang riil kepada-Nya namun hatinya tertutup terhadap rintih tangis sesamanya? Tidak, sebab kasih kepada Allah pasti akan mengalir dalam kasih kepada sesama. Namun, siapakah sesama yang harus kita kasihi itu? Itu menjadi pertanyaan berikut si ahli Taurat kepada Yesus. Lalu, lahirlah jawab menakjubkan dari Yesus tentang perumpamaan orang Samaria yang baik. Pertama, orang-orang yang dalam praanggapan si ahli Taurat pasti akan berbuat benar, ternyata tidak. Kedua, orang yang dalam praanggapan si ahli Taurat pasti salah, ternyata berbuat benar sebab memiliki kasih. Ketiga, ahli Taurat itu seharusnya tidak bertanya siapakah sesamanya tetapi bertanya apakah ia sedang menjadi sesama bagi orang lain.

Kita harus mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri, dan hal ini dapat kita lakukan dengan mudah, jika kita lebih mengasihi Allah daripada diri kita sendiri. Kita harus mengharapkan hal-hal yang baik bagi semua orang dan tidak mengharapkan yang jahat bagi siapa pun. Di dunia ini kita harus berbuat baik sedapat mungkin dan tidak menyakiti siapa pun, dan, dengan memegangnya sebagai suatu aturan, memperlakukan orang lain sama seperti kita ingin mereka memperlakukan kita. Inilah arti mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. Pembenaran Kristus atas apa yang dikatakan orang itu (ay 28). Walaupun dia datang untuk mencobai-Nya, Kristus tetap memuji perkataannya yang bagus itu: Jawabmu itu benar. Kristus sendiri memegang kedua perintah tersebut sebagai yang terutama di dalam hukum (Mat. 22:37). Jadi kedua belah pihak sama-sama setuju dalam hal ini. Orang-orang yang berbuat baik akan mendapatkan pujian yang sama, demikian pula orang-orang yang mengatakan hal yang baik. Sejauh ini semuanya berjalan dengan benar, namun masih ada bagian tersulit yang harus dikerjakan: "Perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup. Engkau akan mewarisi hidup yang kekal." Upaya orang itu untuk menghindari keyakinan yang sekarang akan diterapkan dalamnya. Ketika Kristus berkata, Perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup, orang ini mulai menyadari bahwa Kristus bermaksud memancing pengakuannya bahwa dia belum melakukan hal ini, dan itulah sebabnya mengapa ada pertanyaan tentang apa yang harus dilakukannya, jalan mana yang harus dicarinya, supaya dosa-dosanya diampuni. Dia juga perlu mengakui bahwa dia tidak mampu melakukan hal ini dengan sempurna dengan kekuatannya sendiri, dan oleh karena itu ada pertanyaan tentang cara bagaimana ia bisa memperoleh kekuatan untuk mampu melakukannya.

III. Aplikasi

  1. Berdoa bagi sesama manusia berarti mendoakan setiap orang. Kita bisa merenungkan dari perbuatan orang Samaria yang pada dasarnya tidak mengenal korban sama sekali. Bahkan jika dilihat lebih jauh, maka menurut orang Yahudi mereka tidaklah berharga atau bukan termasuk orang yang patut disenangi. Namun karena hatinya penuh belas kasihan maka dia mau membantu orang yang sedang dalam kesusahan.
  2. Banyaknya mendengar atau membaca firman tidaklah menjamin kita bisa mengerti dan menjalankannya dalam kehidupan. Kalau pemahaman kita hanya sebatas sesame adalah orang yang dekat dengan kita, lebih dalam lagi, sesame manusia itu adalah setiap manusia tanpa memandang latar belakang apapun. Maka iman tanpa perbuatan pada hakikatnya adalah mati. Seperti orang Lewi yang tinggal di Bait Allah juga seorang imam, petinggi agama yang seharunya jauh lebih mengerti tentang menolong orang lain. Tetapi itu tidak dilakukannya.
  3. Perjalanan dari Yerusalem menuji Yerikho adalah perumpamaan gambaran perjalanan Yesus dari surga menuju dunia yang telah rusak. Menemui kita yang telah terampas dosa dan keinginan duniawi yang membuat kita hamper mati. Tetapi Yesus datang dan memperbaiki semuanya, membantu kita dan menyelamatkan kita.
  4. Berdoa bagi sesama manusia haruslah menggunakan istilas “ora et la bora” yang artinya tidaklah cukup jika hanya doa saja tanpa Tindakan. Maka lakukanlah apa yang kita doakan sehingga iman dari doa kita terlihat dari perbuatan dan Tindakan kita.
  5. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri merupakan ungkapan yang menyatakan bahwa sebagai seorang Kristen haruslah mau bekerja dan berkarya bagi orang lain. Kasih ditunjukan dari dampak perbuatan kita kepada orang lain. Orang yang mengaku mengasihi Allah tentunya lebih dahulu menunjukkan bahwa dia mengasihi sesamanya manusia. berdoalah bagi semua manusia dan mengasihi semua manusia.

 

Vicaris Roy

SUPLEMEN PEKAN PENATALAYANAN GBKP TAHUN 2024 WARI VII, KHOTBAH GALATIA 2:4-7

Invocatio :

Jeremia 20:9

Ogen :

Miha 3:1-12 (antiponal)

Tema  :

Tetap Meritaken Kebenaren Berita Simeriah /Selalu Mengabarkan kabar baik

 

 

I. Pendahuluan

Misi pengabaran Injil adalah tugas gereja. Itu sebabnya, setiap badan misi harus bekerja sama dengan gereja. Sebaliknya, gereja harus mendukung Upaya pribadai-pribadai Kristen dalam menyaksikan Kristus kepada orang lain. Pelayanan pengabaran Injil sebagai mandat dari Tuhan Yesus kepada semua pengikutnya (orang percaya), sesuai nants di dalam Matius 28:19-20 merupan sebuah perintah dari Yesus langsung untuk memberitakan Injil keselamatan. Pada Kebaktian pekan penatalayanan kali ini kita diajari bagaimana untuk tetap setia mengabarkan kabar sukacita dan tetap berada didalam kebenaran Firman Tuhan.

II. Isi

Kitab Galatia adalah sebuah surat yang ditulis oleh rasul Paulus sekitar tahun 53-56 M. yang ditujukan kepada jemaat Galatia (yang sekarang di wilayah negara Turki). Nama kitab ini berasal dari nama tempat yang ditujunya yaitu kota Galatia. Tujuan penulisan surat Galatia ini yaitu untuk menolong orang-orang yang telah disesatkan oleh ajaran-ajaran palsu. Dengan kata lain, supaya mereka Kembali taat kepada ajaran yang benar. Paulus memulai suratnya dengan berkata bahawa ia adalah rasul Yesus Kristus. Paulus dengan tegas mengatakan bahwa dia dipanggil oleh Tuhan untuk menjadi rasul dan bukan dari manusia. Dia juga mengatakan bahwa tugasnya ditujukan terutama untuk orang yang bukan Yahudi (1-2). Setelah itu, Paulus mengajarkan kepada jemaat Galatia bahwa hubungan manusia dengan Tuhan diperbaharui atau menjadi baik Kembali hanya percaya kepada Kristus (3-4). Di dalam pasal-pasal terakhir kitab ini (5-6), Paulus menjelaskan bahwa cinta kasih yang timbul pada diri orang Kristen itu disebabkan karena iman percayanya kepada Kristus. Iman percaya tersebut akan dengan sendirinya menyebabkan orang itu melakukan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan karakter Kristus, yaitu kasih.

Bahan kotbah Galatia 2:4-7 berisi tentang pembelaan Paulus tentang status kerasulannya, persoalan tentang kerasulan Paulus menjadi topik yang penting pada waktu itu, baik pengikut Petrus maupun orang-orang Kristen Yahudi yang ada di Galatia menjadi musuh Paulus, mereka melihat bahwa status kerasulan Paulus perlu diragukan. Karena Paulus berbeda dengan para murid Tuhan Yesus yang lain, seperti Petrus dan Yakobus. Hal ini dipertanyakan karena adanya perbedaan pandangan antara orang-orang Yahudi Kristen dengan Paulus, terkait pelayanan pemberitaan Injil kepada orang-orang di luar Yahudi, yang berkaitan erat dengan aturan hukum Taurat. Bagi Paulus, mereka yang sudah percaya kepada Kristus tidak perlu melakukan berbagai aturan hukum Taurat untuk melengkapi keselamatan yang sudah mereka terima.

Di ayat 4 Paulus mengaitkan seluruh kontroversi (persoalan) itu kepada saudara-saudara palsu, sebutan ini mengacu kepada guru-guru agama Yahudi (2 Kor.11:26). Orang-orang ini, yang memiliki akar pada sekte orang-orang farisi, yang berpendapat bahwa orang-orang bukan Yahudi juga harus disunat dan mematuhi Hukum Taurat untuk dapat diselamatkan (kis.15:1,5). Mereka mengatakan orang-orang bukan Yahudi harus menjadi mualaf Yahudi untuk menjadi orang Kristen. Mereka memandang hukum taurat sebagai kekuatan pengendali yang positif sehingga mereka memikirkan cara bagaimana untuk memurnikan orang-orang bukan Yahudi. Bagi Paulus, guru-guru agama Yahudi ini adalah saudara-saudara palsu karena mereka tidak mau menerima orang-orang Kristen bukan Yahudi yang tidak disunat ke dalam Persekutuan, dengan cara ini Paulus mengatakan bahwa mereka telah menyangkal keuniversalan Injil.

Kata menyusup dalam Bahasa Yunani pareisaktos yang memiliki kaitan dengan kata dalam 2 Petrus 2:1 untuk “guru-guru palsu” yang secara diam-diam memasukkan pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan ke dalam jemaat-jemaat setempat. Menurut Ben Witherington III[1], pareisaktos adalah “Bahasa militer” yang belakangan digunakan dalam retorika politik. Menghadang, menyiratkan niat bermusuhan dari mereka yang melakukan mata-mata, yang bisa juga disebut orang-orang ini seperti agen-agen dan konspirator yang menyamar dan mencoba mempengaruhi jemaat yang ada supaya berani mentang ajaran-ajaran Paulus.

Ayat 5-6 kelompok guru-guru agama Yahudi telah meninggikan dirinya dan merendahkan Paulus (ayat 6) Paulus ingin menegaskan bahwa semua pemimpin gereja memiliki kedudukan yang sama, sehingga Paulus mengatakan di ayat 5 bahwa ia dan rekan-rekannya tidak mau mundur dan tunduk kepada guru-guru Yahudi itu bahkan sesaatpun, ini adalah bentuk semangat Paulus di dalam memberitakan kebenaran Injil di dalam situasi begitu banyak tekanan sekalipun Paulus tetap berusaha melakukan yang terbaik dan tetap berpegang teguh pada ajaran yang telah diajarkannya. Dapat juga dikatakan bahwa Paulus tidak ingin mengatakan atau melakukan sesuatu yang akan membayakan iman para pembacanya, Ia ingin kebenaran Injil tetap dapat tinggal dengan mereka. Paulus juga ingin menyampaikan supaya para guru-guru agama Yahudi tidak memaksakan sesuatu kepada orang lain karena Injil harus kontekstual dengan Masyarakat di mana Injil itu diberitakan, karena jika unsur-unsur budaya Yahudi di masukken ke dalam budaya orang lain hal itu bisa saja membelenggu bebesaan kebenaran Injil tersebut, terlebih Paulus mengimani keselamatan bukan dari ritual-ritual peribadahan atau kebudayaan akan tetapi keselamatan itu hanya kerena iman yang teguh kepada Yesus Kristus, kerena manusia telah dibebaskan dan di merdekakan oleh Yesus Kristus melalui bengorbanan-Nya di kayu salib.

Ayat 7 Paulus menekankan bahwa baik Paulus dan Petrus memiliki pelayanan yang dipercayakan kepada mereka oleh Tuhan (lih 1 Tes. 2:4), mereka memberitakan injil yang sama (1 Kor. 15:3, 4:11) dalam dua ladang yang berbeda. Paulus telah ditugaskan untuk memberitakan Injil kepada orang-orang tak bersunat, yaitu bangsa-bangsa yang bukan Yahudi. Ha ini dimulai ketika Kristus menampakkan dirinya kepada dia di jalan menuju Damsyik, Ia memanggil dia untuk menjadi seorang rasul bagi bangsa-bangsa lain. Di sisi lain, Petrus telah dipercayakan untuk memberitakan injil kepada orang-orang yang bersunat, yaitu kepada orang-orang Yahudi.

Ayat 8 Paulus menyatampaikan bahwa dirinya dan Petrus sedang diberdayakan Tuhan di dalam pelayanan pemberitaan injil. Allah telah memberikan satu pesan kepada kedua orang itu, serta kuasa untuk meneguhkan pemberitaan mereka dengan tanda-tanda mujizat. Ketika Tuhan Allah yang telah memberikan kekuatan kepada Petrus dan Paulus siapakah yang dapat mengecam Paulus?

Dari kisah Paulus kita belajar bahwa dalam situasi apa dan bagaimana tantangan maupun rintangan yang dihadapi di dalam pemberitaan injil keselamatan, hal itu harus tetap dijalankan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya karena itu adalah mandat yang sudah Tuhan percayakan kepada kita. Walaupun banyak orang yang ingin menjatuhkan atau meragukan kita di dalam pelayanan kita harus tetap teguh karena Ia yang memberikan kekuatan untuk menjadi seorang pembawa berita, biarlah kualitas dari pelayanan kita yang terlihat nyata dan dapat dirasakan jemaat menjadi jawaban dari segala keraguan pelayanan kita.

Bacaan kita Mikha 3:1-12 ditujukan kepada para pemimpin Yehuda. Sebagai pemimpin umat seharusnya mereka melakukan keadilan bagi umat dan mengarahkan umat kepada jalan yang benar. Namun tidak demikian dengan para pemimpin Yehuda, mereka memutar balikkan kebenaran (ayat 9). Mereka mengabaikan keadilan dan melakukan kejahatan (ay 1-3). Mereka tidak lagi melindungi rakyat, melainkan menyiksa rakyat (ay. 2-3,10). Semua terjadi karen ketamakan dan ketidakpedulian mereka. Tidak ada sedikitpun mereka yang bertindak demi kepentingan dan kesejahteraan umat. Baik pemimpin politik maupun pemimpin Rohani, mereka bekerja atas dasar mencari keuntungan diri sendiri, dengan mencari kekayaan bagi diri mereka sendiri (ay. 5,11). Seolah-olah mereka telah melakukan suatu kebenaran, mereka terlalu sombong, sehingga merasa bahwa Tuhan tidak akan menghukum mereka (ay 11). Ini adalah kemunafikan.

Realitas kehidupan masa kini, sudah terjadi sejak zaman nabi Mikha dan Tuhan Yesus. Pada zaman nabi Mikha, para pemimpin umat yang seharusnya melakukan keadilan dan mengarahkan umat kepada kebenaran. Nyatanya mereka malah mengabaikan keadilan dan melakukan kejahatan. Baik para pemimpin politik maupun pemimpin rohani, mereka bekerja atas dasar mencari keuntungan diri sendiri, dengan mencari kekayaan bagi diri mereka sendiri. Mereka merasa telah melakukan suatu kebenaran, sehingga mereka berpikir bahwa Tuhan tidak akan menghukum mereka. Ini adalah kemunafikan mereka. Di satu sisi, mereka menolak Allah, tetapi di sisi lain, mereka mengharapkan perlindungan-Nya. Di sinilah Tuhan menyatakan kuasa-Nya, semua pemimpin bangsa Yehuda yang korup akan dihukum. Demikian halnya para nabi yang diharapkan membela, menghibur umat dan menentang tindakan para pemimpin yang korup dan jahat dengan mewartakan firman, mereka malah berlaku sebaliknya. Firman yang harusnya memberitakan kebenaran dan keadilan, justru digunakan untuk membenarkan tindakan para pemimpin yang korup. Mikha menggambarkan umat Tuhan seperti daging yang dipotong-potong. Umat tidak lagi memiliki pengharapan, karena keadaan mereka yang sudah hancur. Oleh karena itulah, Tuhan Allah akan menghukum para nabi palsu ini. Mereka akan ditimpa malapetaka dan kehilangan semua materi yang mereka miliki.

Saat kesempatan sebagai pemimpin itu ada, baik di dalam pekerjaan ataupun pelayanan, kita bisa saja berperilaku seperti pemimpin-pemimpin pada zaman nabi Mikha. Kita kehilangana arah, tujuan, dan focus yang kita layani. Kita melayani diri sendiri, tamak, dan mengorbankan orang lemah dengan melakukan ketidakadilan atas mereka, bahkan, kita memanipulasi firman Tuhan sesuai keinginan pribadi kita. Kita memperlakukan Allah Tuhan kita seperti lampu yang dapat kita nyalakan atau padamkan sesuka hati. Peringatan nabi Mikha juga ditujukan kepada kita agar tidak melakukan hal-hal yang tidak dikehendaki Tuhan. Tetap berfokus pada tujuan pelayanan kita, yaitu melayani Tuhan dan sesama. Jadilah pemimpin yang berkomitmen untuk menjalankan arah dan tujuan yang benar dengan terus mengarah kepada Tuhan, jangan tergoda seperti pemimpin-pemimpin Yahudi yang membenarkan perbuatannya di hadapan Tuhan. Tetaplah berfukus kepada tujuan pelayanan, yaitu melayani Tuhan dan sesama.

III. Refleksi

Kita sebagai umat Allah menjalani hidup seperti yang diteladankan oleh Paulus dan Tuhan Yesus. Paulus menjalani hidupnya dengan benar dan sungguh-sungguh dihadapan Allah dan sesama, karena dia merasakan kasih dan penyertaan Allah sepanjang hidupnya. Dia tidak merasa takut, kuatir, dan merasa tertolak ketika ia memberitakan firman kepada Jemaat-jemaat yang dia layani. Hal ini karena Paulus memiliki motivasi yang benar, yaitu melayani untuk memuliakan Allah, bukan diri sendiri. Memang tidaklah selalu mudah melakukan kebenaran di tengah umat yang jauh dari kebenaran, namun bukankah itu yang menjadi panggilan kita, menjadi terang di tengah gelapnya dunia. Maka melalui tema kita pada hari ini tetap memberitakan berita simeriah, kesetiaan kita kepada Tuhan melalui tugas panggilan sebagai umat-Nya, yaitu mengabarkan kabar sukacita kepada semua bangsa melalui keteladan kita di dalam melakukan apa yang benar dihadapan Tuhan, seperti yang disampaikan Yeremia di dalam Invocatio firman Tuhan itu seperti api menyala-nyala jika kita tidak menyampaikan kebenaran firman Tuhan itu. Semangat erberita Tuhan Yesus memberkati.

Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk bisa tetap mengabarkan kebenaran di Tengah-tengah kehidupan kita yaitu:

1. Memberi Diri

Kita orang percaya dapat menjadikan Mikha dan Paulus sebagai teladan yang mau memberikan dirinya kepada Tuhan. Menjadi seorang perpanjangan tangan Tuhan untuk memberitakan kebenaran Injil.

2. Menaati Allah

Mikha menaati Allah Ketika dipilih untuk menjadi nabi-Nya dan Paulus menaati Allah ketika dipilih untuk menjadi rasul. Marilah kita belajar menaati Allah di dalam setiap aspek kehidupan kita.

3. Menyembah Allah

Mikha tetap memilih hidup di dalam kebenaran sekalipun begitu banyaknya cobaan yang dihadapinya termasuk orang-orang disekitarnya. Tidak terpengaruh dengan godaan-godaan dunia. Paulus juga memilih tetap setia menyembah Tuhan bukan setia kepada tradisi-tradisi Yahudi.

4. Mewartakan kabar baik

Nabi Mikha dan rasul Paulus tetap mewartakan beneran kabar sukacita yaitu kebenaran Firman Tuhan, dalam situasi apapun dan bagaimanapun mereka setia mewartakan kebenaran sukacita itu.

5. Hidup Yang Menegakkan Kebenaran

Hidup yang menegakkan kebenaran adalah hidup yang dilandasi pada kebenaran firman Allah dan berbuah kebenaran. Tidak ada rasa takut kepada manusia kecuali kepada Tuhan sang pencipta, dalam menegakkan kebenaran. Paulus telah memberikan contoh kepada kita bagaimana dia tetap pada prinsipnya bahwa menerima Yesus Kristus sebagai juruselamat tidak harus disunat dan menjadi orang Yahudi, karena keselamatan dari Yesus Kristus untuk semua suka bangsa.

Nabi Mikha, Rasul Paulus, Nabi Jeremia adalah tokoh Alkitab yang dapat menjadi inspirasi bagi kita di dalam mengabarkan kebenaran firman Tuhan. Lewat tokoh-tokoh tersebut kita belajar bahwa kebeneran firman Tuhan itu, jangan takut dikucilkan orang lain, jangan takut hidup kekurangan, jangan takut akan segala kekwatiran kita di dalam memberitakan kebenaran, yakin dan percaya kita bahwa Allah Tuhan kita tetap memampukan dan memberkati kita.

Vic. Randa

 

Ben Witherington III adalah seorang sarjana Alkitab Perjanjian Baru yang berasal dari Amerika Serikat. Melayani sebagai Pdt di Gereja United Methodist Church dan juga sebagai Pengajar Perjanjian Baru di Thelogi Seminari di Wilmore Kentuky

SUPLEMEN PEKAN PENATALAYANAN GBKP TAHUN 2024 WARI VI. KHOTBAH 2 SAMUEL 9:1-10

Invoction  :

Roma 12: 10

Bacaan  :

1 Johanes 2 :7-10

Tema   :

Aku Mengasihimu

 

Pembukaan

Sasaran pelayanan kita tahun ini adalah berkarya dan berguna untuk orang lain dengan kata lain bagaimana lewat pemberitaan Injil gereja mampu menjadi terang bagi dunia. Sebagai gereja kita ingin menjadi komunitas yang penuh kasih karunia, gereja diampukan menjadi rumah bagi orang yang tidak sempurna di mana dia merasa nyaman berada di dalamnya, gereja dapat berkarya dan berguna bagi orang lain lewat pemberitaan Injil dalam budaya, secara khusus budaya Karo.

Kali ini kita dapat belajar dari raja Daud bagaimana cara untuk dapat mengasihi orang lain dengan tulus ikhlas dan tidak bersyarat. Daud terlebih dahulu mengalahkan egonya sebagai musuh dari dalam dirinya sendiri dan musuh dari luar untuk membangun kerajaannya. Sehingga mimpi boset pengikutnya dan keturunannya tidak menjadi ancaman bagi Daud. Justru sebaliknya Daud sangat bersyukur masih bisa menunjukkan kasihnya kepada mefiboset sebagai tanda persahabatannya dengan Jonathan titik bukan hanya kasih yang ada dalam dirinya namun kasih yang datangnya dari Tuhan. Kasih yang datangnya dari Tuhanlah yang memberi kehidupan bagi Mefiboset beserta keturunannya.

 Pendalaman teks

Pada zaman perang lazim bagi seorang raja yang berhasil mengalahkan lawan perangnya untuk menghabisi seluruh keturunan dan merampas harta dari raja sebelumnya. Peristiwa ini dikarenakan adanya pemikiran keturunan yang masih hidup akan menjadi ancaman terhadap pemerintahan sekarang. Adanya pemikiran keturunannya akan membangun koalisi dan melakukan pemberontakan terhadap raja yang mengalahkan nenek moyangnya. Saat ini Daud dalam pemerintahannya berbeda dengan kebiasaan pemerintahan pada umumnya. Daud malah mencari keturunan Saul dengan maksud merangkul dan memberi kasih kepada keturunan Saul. Keinginan Daud ini dinyatakannya di awal kalimat ayat,1B ,3B dan ayat 7. Daud menghindari kesalahpahaman dengan keturunan Saul sehingga dia menyatakan niatnya untuk mengasihi dan memberikan seluruh harta yang Saul punya kepada keturunannya. Dengan demikian keturunan Saul tidak akan takut untuk menunjukkan dirinya dari persembunyiannya. Karena dia dipanggil bukan untuk dibinasakan melainkan untuk mendapatkan kasih dari seorang raja.

Dari ziba pelayan Saul Daud mendapatkan informasi maka masih ada Mefiboset anak Jonathan. Kita dapat melihat reaksi Mefiboset saat bertemu dengan Daud dia sujud menyembah layaknya seperti seekor anjing yang mati dia mengatakan bahwa dia tidak memiliki arti apa-apa lagi. Mefiboset sangat tahu sejarah bagaimana kakeknya memperlakukan Daud semasa dia hidup. Kondisi tubuhnya yang tidak sempurna, meyakinkan dirinya tidak layak mendapatkan kasih seorang raja namun dia mendapatkan kasih seorang raja apalagi ia bisa duduk semeja dengan raja layaknya anak raja. Raja Daud menunjukkan kasihnya kepada mefiboset beserta keturunannya kasih dari Allah yang ada di hati Daud memberikan kehidupan dan keselamatan bagi Mefiboset. Duduk semeja layaknya anak seorang raja menyatakan hubungan Daud dan mefiboset tidak memiliki batasan lagi.

 Bacaan 1 Johanes 7-10 menjelaskan kepada kita maka orang yang dikuasai kasih Kristus terangnya sungguh baik dan sejati sehingga kasih nya hidup sama seperti Kristus telah hidup di dalam dirinya titik ini bukan perintah baru melainkan perintah lama kasihilah temanmu manusia seperti engkau mengasihi dirimu sendiri. Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan dirinya bagi kita orang yang berdosa. Dengan demikian gereja yang hidup dalam terang ia harus mengasihi saudaranya walau terkadang saudaranya melukai hatinya. Gereja harus mampu menerangi jemaatnya dengan kasih yang datangnya dari Kristus. Gereja tidak boleh menjadi batu sandungan bagi jemaatnya gereja harus membawa kabar sukacita terhadap jemaatnya dan menerangi pemikiran-pemikiran jemaatnya dengan kasih Kristus.

 Aplikasi

Visi gereja GBKP menjadi kawan sekerja Allah di dunia ini menuntut gereja lebih peduli terhadap kinerja menyuarakan suara kenabian di mana ia ditempatkan. Sebagai gereja, GBKP yang tidak terlepas dari ikatan budaya, marga silima rakut sitelu tutur siwaluh, per kade Kaden 12+1

Bagaimana GBKP menjadi kawan sekerja Allah dapat memberitakan Injil lewat marga silima menjadikan orang lain adalah saudara kita sendiri. Di tanah rantau kita jauh dari keluarga saat kita bertemu dengan orang Karo kita memperkenalkan diri kita marga dan beru bebere dan kempu apa kita. Istilah kita orang Karo bertutur. Dari ertutur kita tahu hubungan kekeluargaan kita dirakut si telu itu. Di tanah perantauan di saat kita menjalankan kasih persaudaraan kepada orang lain, sehingga orang lain menjadi keluarga terdekat kita. Tuhan Yesus memberkati kita semua

Pdt. Elia br Keliat

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD