SUPLEMEN PEKAN KEBAKTIAN KELUARGA TAHUN 2024, WARI I
Invocatio :
Lidah lembut adalah pohon kehidupan, tetapi lidah curang melukai hati. “( Amsal 15:4)
Bacaan :
Ayub 1:4-5
Khotbah :
Matius 18:10-14
Tema :
Meherga Kap Anak-anak ( Anak-anak adalah Berharga)
Pendahuluan
Beberapa minggu lalu anak bungsu saya yang masih kuliah bertanya & minta ijin mewawancarai saya melalui Video Call untuk keperluan tugas kuliahnya.
Anak : “Menurut mama, aku ini beban berat yang harus ditanggung, karena harus diberi makan, diurus, dibesarkan dan di kuliahkan atau sebaliknya merupakan investasi masa depan?”
Saya : “Menurut mama, kamu adalah anugerah yang terindah dari Tuhan, semua anak-anak mama adalah harta yang tak ternilai harganya. Kalau diberi makan, disekolahkan dan dibesarkan itu bagian dari tanggung jawab orang tua nakku, bukan jadi beban. Mama-papa merawat dan menyekolahkanmu supaya kelak bisa jadi orang yang lebih dari orang tuamu dalam segala hal, sukses dan membahagiakan keluarga & jadi berkat.
Anak : “Jadi menurut mama, aku ini investasi masa depan?”
Inilah sekelumit dialog kami dengan anak kami ketika dia bertanya tentang siapa dia di mata orang tuanya.
Ketika Anda melihat anak Anda, apakah yang Anda lihat? “Mulut yang harus diberi makan & beban yang harus dipikul serta ditanggung ?”
Atau justru “melihatnya sebagai hadiah & berkat yang tak ternilai dari Tuhan ?” Mungkin ada begitu banyak arti “seorang anak” bagi orangtuanya. Namun, Alkitab membantu kita memandang anak-anak sebagaimana mereka sesungguhnya: “Anak-anak adalah pemberian Allah, sesungguhnya, mereka itu anugerah” (Maz. 127:3 BIS). “Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya”. (Maz. 139:13-14)
Anak-anak kita adalah pemberian Allah. Dia menciptakan setiap mereka dengan penuh kasih dan memberikan mereka kepada kita sebagai anugerah indah yang berharga. Melalui ketiga teks Firman Tuhan, baik Invocatio, Ogen maupun Khotbah, dalam Pekan Kebaktian Keluarga Hari I ini kita diingatkan bagaimana harus memperlakukan anak-anak kita & apa tanggung jawab kita sebagai orang tua. Sudahkah kita menjadikan mereka sebagai anugerah yang berharga dari Tuhan ?
Isi & Pendalaman Teks
Teks Kotbah, Matius 18:10-14 adalah lanjutan pengajaran Tuhan Yesus kepada murid-muridNya yang menggambarkan betapa besarnya penghargaan yang diberikan Allah Bapa kepada setiap orang yang percaya kepada Yesus, termasuk orang-orang yang terpinggirkan dan dianggap kecil dan hina sekalipun. Yesus memperingatkan para pengikut-Nya agar tidak meremehkan orang-orang percaya, dengan menyebut mereka "anak-anak kecil." Mereka dihubungkan dengan kemuliaan Allah melalui para malaikat mereka di surga.
Ay. 10 : Ada malaikat mereka di surga yang memandang wajah Bapa.
Ayat ini menunjukkan bahwa anak-anak kecil begitu berharga di mata Tuhan, sehingga Ia menugaskan malaikat-malaikatNYA, yang dekat dengan Dia untuk mengawasinya, artinya tidak ada satupun dari anak-anakNya yang sekalipun lemah dan tak berdaya, yang terluput dari pandangan Allah. Kalau Allah Bapa sendiri begitu tinggi menilai & menghrgai anak kecil, jelas bahwa kita tidak boleh menganggap rendah mereka.
Ay. 12-14 : setelah memberikan gambaran umat-Nya yang dikasihi-Nya seperti anak-anak kecil, Yesus melanjutkan dengan memberikan gambaran umat-Nya yang diperhatikan-Nya seperti domba yang dikasihi oleh gembalanya. Umat-Nya yang paling tidak berharga dalam pandangan dunia ini pun akan dicari oleh Allah seperti kesungguhan seorang gembala yang mencari satu domba yang hilang. Jika seorang gembala pun akan meninggalkan 99 domba-dombanya untuk mencari satu domba yang terhilang, demikian juga Bapa di surga tidak ingin satu pun dari anak-anak-Nya terhilang.
Teks ini menunjukkan bagaimana Kasih Allah Bapa yang begitu besar bagi umatNya. Allah kita adalah gambaran Bapa yang selalu peduli dan berusaha supaya semua anak-anakNya berada dalam perlindungan-Nya dan tidak ada yang terhilang. Karena kasih-Nya yang begitu besar Allah rela mengutus Putera tunggal-Nya yakni Yesus Kristus untuk menghimpun, menuntun, dan membimbing kita semua anak-anak-Nya agar selalu berada pada jalan kebenaran dan keselamatan-Nya.
Invocatio Amsal 15:4 adalah bagian dari nasehat Salomo yang memberi didikan dan pengajaran yang penting, tidak hanya bagi bangsa Israel di zamannya, tapi juga masih relevan dengan kehidupan kita pada zaman kini. Bahwasanya, lidah lembut menjadi pohon kehidupan bagi orang yang memiliki dan memeliharanya, seseorang yang berpegang padanya akan berbahagia.
“Pohon kehidupan” adalah sebuah metafora yang melukiskan kehidupan kekal sebagai anugerah Tuhan. Oleh karena itu, berbahagialah orang yang memiliki lidah lembut karena bisa menyejukkan hati banyak orang yang menyenangkan hati Tuhan. Lidah lembut pada umumnya dimiliki oleh orang yang takut akan Tuhan, dan dengan demikian harusnya akan memperkatakan segala perkataan yang baik, benar, jujur, bijak dengan penuh rasa takut akan Tuhan. Demikian teks Invocatio ini mengingatkan kita untuk mendidik dan mengajarkan anak-anak kita sebagai orang tua yang takut akan Tuhan, yang harusnya mendidik dan mengajar dengan lidah yang lemah lembut, sehingga hidup anak-anak kita terarah kepada kehidupan yang baik dan merasakan “kasih sayang” orang tuanya dalam setiap ajar & didikan yang diterimanya. Menurut teori perkembangan anak, anak yang dididik & diajar dengan lemah lembut akan tumbuh menjadi anak yang menghargai & mengasihi orang tua. Sebaliknya anak yang didik & diajar dengan amarah, bentakan & dengan “lidah yang tajam” setajam silet akan tumbuh menjadi anak pembangkang, kurang percaya diri & mengalami luka bathin.
Dalam Teks Ogen : Ayub 1:4-5 bagaimana kita belajar dari tokoh Ayub sebagai seorang Bapa dan orang tua yang baik, yang bertanggung jawab bagi keselamatan anak-anaknya. Ketika anak-anak Ayub yang laki-laki biasa mengadakan pesta di rumah mereka masing-masing secara bergiliran. Ketiga saudara perempuan mereka juga diundang untuk makan dan minum bersama-sama mereka. Setiap kali, apabila pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka. Keesokan harinya, pagi-pagi, Ayub mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka. Ayub berpikir: “Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati.” (ayat 5). Sebagai orang-tua beriman, Ayub sangat memperhatikan keselamatan rohani anak-anaknya. Ia memperhatikan kelakuan dan gaya hidup mereka, berdoa agar mereka terpelihara dari yang jahat dan mengalami berkat dan keselamatan Allah. Ayub menjadi contoh seorang bapa (orang tua) yang hatinya terarah kepada anak-anaknya dengan menyediakan waktu dan perhatian yang penuh agar mereka terhindar dari kehidupan yang terjerumus dalam dosa. Kita perlu belajar dari Ayub, yang peka & peduli terhadap segala kemungkinan yang dapat membawa anak-anaknya menjauh dari Tuhan.
Aplikasi
Dari ketiga bahan alkitab dalam Pekan Kebaktian Keluarga hari I ini, kita dapat menemukan beberapa pesan dan point penting untuk kita renungkan dan aplikasikan:
- Jadikan Anak sebagai harta yang berharga & anugerah yang tak ternilai dari Tuhan
Falsafah hidup orang Batak mengatakan, “Anakhonki do hamoraon di au” (Anakku adalah harta kekayaan bagiku). Jika anak adalah harta yang berharga, maka setiap orang tua, harus berusaha & bekerja keras menjaga, mendidik dan melindungi agar anak-anak kita tidak seorang pun yang tersesat & terhilang. Firman Tuhan yang menjadi teks khotbah, mengingingatkan kita untuk menjaga & mendidik anak-anak kita agar tidak sempat tersesat & menjauh dari kebenaran Firman Tuhan akibat tantangan zaman ini. Perkembangan zaman ini dalam segala aspek dapat membuat anak-anak kehilangan arah & terhilang dari jalan yang benar. Mereka dipengaruhi oleh berbagai gaya hidup yang semakin hedonis, mental instant, mencari kesenangan & kenikmatan yang menyesatkan, baik melalui TV, media sosial & lingkungan sekitar mereka. Terlebih, banyak orang tua zaman sekarang kurang perhatian kepada anak. Kesibukan dan persaingan hidup membuat keluarga lebih fokus pada kesuksesan finansial daripada keutuhan keluarga dan persekutuan dengan anak-anak. Sehingga anak-anak banyak yang menjadi korban konsumerisme, broken-home, dan terjerumus ke dalam pergaulan bebas, narkoba, yang membuat mereka terhilang dan jauh dari Tuhan akibat kehausan akan kasih sayang orang tua.
Sesuai dengan Tema: Meherga Kap Anak-anak. Kita melihat bagaimana Yesus juga begitu menghargai anak-anak dan memberikan kepada mereka identitas yang sangat tinggi yaitu “sebagai orang yang empunya kerajaan Sorga” dan sebagai model bagaimana kita harus menyambut Kerajaan Allah. Yesus mengatakan ”Aku berkata kepadaMu, sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.” Lalu Yesus memeluk mereka (Mrk. 10:15-16), memberkati mereka dan berdoa bagi mereka.
Karena itu, mari kita juga memandang anak-anak kita sebagai harta yang berharga, dengan terus memberitakan Injil kepada mereka, membawa mereka kepada Yesus dan mendoakan mereka senantiasa agar tidak satupun mereka tersesat dan terhilang. Dan terutama yang lebih indah dari itu bila mereka sejak kecil sudah percaya, mereka akan memiliki waktu yang sangat panjang untuk bersaksi dan melayani Tuhan.
- Mempraktekkan kasih dan kelemah lembutan dalam mendisiplinkan anak
Menasehati & memarahi anak setelah melakukan kesalahan adalah hal yang wajar dilakukan orangtua. Tapi akan berdampak buruk jika orangtua mendisiplin anak dengan cara yang berlebihan, bahkan sampai membuatnya menderita. Disiplin yang salah sebagai bentuk luapan emosi, kemarahan yang tidak terkontrol atau ketidaksabaran berlebihan dapat menjadikan anak menjadi korban kekerasan, baik itu secara fisik & psykhis.
Berdasarkan data terbaru dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA) yang dikelola oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), terhitung sejak Januari hingga pertengahan Agustus 2024, jumlah korban kekerasan anak di Indonesia mencapai 15.267 anak. Catatan SIMFONI-PPA ini sendiri mencakup berbagai jenis kekerasan yang dialami anak, termasuk kekerasan fisik, psikis, seksual, eksploitasi, trafficking, hingga penelantaran.
Jadi, adalah lebih baik mengoreksi kesalahan anak dengan penuh kasih, kesabaran dan kelemah lembutan seperti yang diingatkan oleh Teks Invocatio kita, daripada menyaksikannya menangis menahan rasa sakit fisik hingga menderita trauma, luka bathin dan kepahitan. Jika anak adalah hadiah atau anugerah dari Tuhan, orangtua sudah sepantasnya memperlakukan anak dengan mengucapkan perkataan yang positif, penuh kasih & kelemah lembutan, perkatakan kata-kata yang mengandung berkat, dan memotivasi hidup bagi anak-anak kita.
- Sudahkah kita menjadi orang tua yang bertanggung jawab dan peduli akan keselamatan rohani anak-anak kita ?
Pada bagian terakhir renungan ini mari kita mengevaluasi diri, sudahkan kita menjadi orang tua yang baik dan berkenan bagi Tuhan ? Sudahkan selama ini kita fokus pada pertumbuhan iman & keselamatan rohani anak-anak kita ? Atau lebih sering fokus & disibukkan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi dan jasmani anak-anak kita ?
Firman Tuhan mengingatkan kita sebagai orang tua tidak hanya mendidik & membesarkan anak-anak kita untuk meraih sukses kehidupan tetapi juga mendorong mereka untuk hidup takut akan Tuhan, berpegang pada kebenaran Tuhan sehingga tidak tersesat dan terjerumus dalam dosa. Untuk itu kita harus belajar menjadi Ayub zaman kini, yang selalu peduli dan tekun tidak hanya mendoakan & menguduskan anak-anaknya, tapi sekaligus menjadi contoh dan teladan bagi anak-anaknya dalam hal ketaatan, kesalehan, takut akan Tuhan, jujur, tulus & menjauhi kejahatan, sebagaimana dikisahkan di dalam teks Ogen kita. Karena pengajaran dan didikan yang paling efektif adalah melalui contoh dan teladan.
Anak-anak kita adalah generasi yang dipersiapkan Tuhan untuk menyatakan kemuliaan-Nya atas dunia yang semakin rusak ini. Karena itulah, Tuhan menitipkan anak-anak-Nya kepada kita, orang tua, supaya bisa mempersiapkan mereka menjadi anak panah-Nya, menjadi pemimpin iman yang siap bertempur dan menyatakan kebenaran Tuhan atas generasinya. Jadi, panggilan Tuhan atas kita orang tua adalah menjadi mitra-Nya untuk membesarkan, mendidik dan melatih anak-anak kita yang dipercayakan Tuhan bagi kita, dengan penuh kasih dan kesabaran & kelemah lembutan.
Anak-anak sangatlah berharga di mata Tuhan. Apa yang berharga di mata Tuhan sudah sepatutnya berharga bagi kita.
Pdt Jenny Eva Karosekali STh. M.Min.
GBKP RG HARAPAN INDAH