SUPLEMEN PEKAN PENATALAYANEN GBKP TAHUN 2025 WARI I, KHOTBAH 2 KORINTI 5:16-19

HARI KE 1

Invocatio : Joh. 3:16

Ogen : Jes. 54:9-10

Khotbah : 2 Kor. 5:16-19

Tema : Dibata Njadiken Manusia jadi TemanNa

 

Pendahuluan

Ada banyak orang yang menganggap sebuah perbedaan, sebagai jurang pemisah. Perbedaan itu meliputi banyak hal di dalam kehidupan kita. Akan tetapi salah satu yang paling sering diperdebatkan adalah tentang persepsi (sudut pandang) dan cara berpikir yang bervariasi. Sehingga tak jarang orang menganggap sebuah perbedaan itu sebagai sebuah ancaman. Sebagai penulis saya mencoba menggumuli hal tersebut. Hipotesanya adalah banyak orang yang menganggap sebuah “kesatuan” identik dengan sebuah “keseragaman”, entah itu keseragaman bentuk, kepercayaan, pendapat, dan hal-hal lain meliputi aspek-aspek kehidupan kita. Di ibaratkan sekelompok orang yang menggunakan pakaian yang seragam, bukan berarti menunjukkan bahwa mereka bersatu, secara tampak luar mungkin iya, tapi jika di gali lebih dalam belum tentu. Sejatinya perbedaan adalah sebuah kekayaan dari sumber daya yang diciptakan Allah. Persatuan yang sejati adalah tentang merangkul dan memanfaatkan perbedaan itu secara efektif. Seperti tema pelayanan GBKP tahun 2025 ini, adalah “Dewasa Menerima Perbedaan”. Persatuan sejati bukanlah tentang semua orang berpikir dengan cara yang sama tetapi tentang menghargai keunikan setiap insan dan menjadikannya sebuah kekayaan.

Isi

Alkitab sering sekali menggambarkan hubungan Allah dengan manusia sebagai sebuah persahabatan. Dalam sejarah pemikiran manusia, seorang filsuf “Aristoteles” pun menerima hal itu dengan pasrah, karena baginya terlalu besar perbedaan Tuhan dan manusia. Akan tetapi, jika kita melihat dalam Kej. 1:26 bahwa Allah menciptakan manusia segambar dan serupa dengan-Nya (Imago Dei) yang biasanya di dalam kalangan Teologi, hal ini disebut sebagai “antropologinya orang Kristen”. Hal ini bukan tidak mungkin Tuhan menjadikan manusia sebagai sahabat-Nya, karena secara esensi bahwa Manusia adalah bagian dari Allah itu sendiri. Oleh karena itu di dalam Alkitab banyak sekali ayat-ayat yang menggambarkan kedekatan antara Tuhan dan Manusia. Misalnya di dalam Perjanjian Lama (PL) Kel. 33:11 “Dan Tuhan berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka seperti seorang yang berbicara kepada temannya”. Termasuk di dalam Sejarah keselamatan hal itu terus bertumbuh (Yoh. 3:16) “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”, Lebih dari itu, Ia menjadikan kita sebagai seorang sahabat; “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.” (Yoh. 15:15). Semua peristiwa itu muncul sebagai inisiatif Allah. Walaupun manusia telah berdosa dan telah kehilangan kemuliaanNya, tetapi di dalam kasih karunia kita telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan Yesus Kristus (Rom. 3:23-24). Dia menjadi Pendamai bagi kita. Sebenarnya ini yang mendasari panggilan kita sebagai orang yang membawa damai. Karena sejatinya Allah adalah kasih dan damai, kemudian kita mendapatkan bagian itu dan Ia menjadikan kita teman, bahkan sahabatNya. Sehingga di dalam Mat. 5:9 Dia mengatakan “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah”. Sejatinya ini adalah yang mendasari kita sebagai orang percaya untuk membawa perdamaian di tengah-tengah dunia ini. Kita sudah mendapatkan bagian itu, dan Allah melalui Yesus Kristus sebagai Raja Damai sudah menjadikan kita sebagai teman/sahabat-Nya. Demikian pula hal itu tidak berhenti di kita saja, maka kita akan meneruskannya kepada dunia dan sesama kita.

Dalam Yes. 54, Tuhan berbicara kepada Israel seperti istri-Nya. Israel akan dipulihkan seperti Wanita mandul yang banyak anak (ayat 1-3.). Sebab sebelumnya Israel seperti tertawan (masa babel), sama dengan perempuan mandul pada masa itu yang menanggung beban aib hina yang sangat besar. Oleh karena itu Allah menyerukan untuk bernyanyilah. Sebab Allah menjanjikan pembebasan yang mulia, bukan hanya dari pengasingan dan penawanan, tetapi juga dari rasa malu, aib, dan penghinaan. Israel akan di pulihkan seperti seorang janda yang diselamatkan dari celaannya (ayat 4-6). Sekalipun Israel di tinggal di dalam pembuangan seperti seorang Janda, Tuhan berjanji menggantikan kedudukan suaminya, yaitu suami yang Agung (Tuhan semesata alam nama-Nya). Allah menjelaskan pemulihan Israel (ayat 7-8), walaupun bangsa Israel merasa bahwa Allah benar-benar meninggalkan mereka, tapi sebenarnya tidak, hanya sesaat. Karena kasih sayang yang besar, Allah mengambil mereka kembali. Sebenarnya ini pun menjadi refleksi bagi kita, karena di saat kita menghadapi pergumulan dan persoalan kehidupan, terkadang kita merasa Tuhan meninggalkan kita. Sifat kekal dari kasih Allah akan datang bagi orang yang menantikan-Nya. Tuhan berjanji untuk tidak pernah lagi meninggalkan Israel (ayat 9-10). Seperti Allah pernah berjanji pada zaman Nuh tidak akan menutupi bumi untuk selama-lamanya, demikianlah murka Allah surut pada Israel. Sebab kasih Allah diibaratkan Ketika masa air bah pada zaman Nuh, gunung-gunung dan bukit-bukit tidak bergoyang. Bahkan Ketika harus beranjak dan bergoyang, Allah tidak akan pernah berhenti mengasihi. Bagi saya secara pribadi, ini adalah sebuah esensi yang sangat dalam dan luar biasa. Sebab kasih itu adalah Allah itu sendiri. Dan ini pun adalah dasar panggilan kita sebagai pembawa damai yang datang dari Allah.

Dalam 2 Kor. 5 :16 adalah sebuah hasil bagi orang yang sudah diselamatkan. Sebab pada ayat 15, dikatakan jika Yesus mati bagi kita, sudah sepantasnya kita hidup bagi Dia. Yesus memberi kita hidup baru. Sehingga Calvin membuat pertanyaan yang dalam tentang ini; “Pertanyaannya adalah apakah kita hidup bagi diri kita sendiri atau kita hidup bagi Yesus ?”. Dalam hal ini, penilaian yang kita pakai bukan lagi ukuran manusia. Hal ini dikarenkan Paulus pun pernah menilai Yesus dengan ukuran manusia. Lantas jika kita bertanya, ukuran manusia yng dimaksudkan Paulus yang seperti apa ? beberapa refrensi menulis demikian :

  • Karena kita tidak melihat pada yang kelihatan, melainkan pada yang tidak kelihatan (2 Kor. 4:18) • Karena kemah kita di bumi akan di hancurkan, tetapi tubuh kita akan memiliki tubuh yang baru, yang kekal di surga (2 Kor. 5:1)
  • Karena kita hidup karena percaya, bukan karena melihat (2 Kor. 5:7)
  • Karena kami tidak bermegah karena penampilan, tetapi kami bermegah karena hati (2 Kor. 5:12)

Semua alasan ini, kita tidak lagi melihat pada rupa dan penampilan jasmani, melainkan pada hakikat hati. Yang luar biasanya adalah adalah pada ayat 17, dimana di dalam ayat ini dikatakan bahwa kita bukan hanya sekedar diampuni, tapi kita dirubah menjadi ciptaan yang baru di dalam Kristus. Salah satu tokoh mengatakan “saya percaya tidak ada bahasa yang dapat mengungkapkan pembaruan yang lebih besar atau lebih menyeluruh atau lebih radikal dari pada ungkapan istilah lahir baru”. Oleh karena itu bagi kita yang percaya, kita bukan sekedar diubah menjadi ciptaan baru, tapi juga ditantang menjalani hidup baru di dalam aspek kehidupan kita. Karena semuanya itu berasal dari Allah melalui perantaraan Kristus yang telah mendamaikan kita dengan diri-Nya. Allah yang memulai pendamaian ini, meskipun Dia adalah pihak yang tidak bersalah, tapi Dia mendamaikan kita dengan diriNya. Kita tidak mendamaikan diri kita dengan-Nya. Tapi Dialah yang memulai. Ini pun menjadi dasar panggilan bagi kita yang sangat mendalam tentang bagaimana kita harus hidup membawa kedamaian. Bukan tentang kita lagi, tapi tentang kebaikan dan pendamaian.

Aplikasi

  1. Kenyataannya kedamaian bagi kita masih situasional. Masih sering terpengaruh oleh situasi dan keadaan. Masih dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Masih tergantung sikap dan perbuatan orang lain. Belum mengakar sebagai sebuah komitmen yang menjadi sebuah keputusan, masih perasaan. Satu sisi itu yang menjadi kelemahan kita, tapi kita diingatkan kembali pada akar kasih dan kedamaian yang ada pada Yesus Kristus sang Raja Damai yang begitu kokoh dan konsisten yang sudah mendamaikan kita terlebih dahulu dari dosa melalui penebusanNya. Semua Firman Allah yang disampaikan bagi kita pada bahan ini menyampaikan tentang damai yang mendalam: baik melalui kasih, pengorbanan, dan perjanjian Tuhan yang setia. Di dalam Yesus, Allah tidak hanya memberikan teladan cinta sejati tetapi juga menawarkan perdamaian kepada manusia, memanggil kita untuk menjalani hidup sebagai pembawa damai dan agen pendamaian di dunia yang membutuhkan kasih dan pengampunan.
  2. Perbedaan adalah hal yang alamiah dan itu menjadi bagian dari esensi hidup kita. Setiap insan mempunyai pengalaman yang unik dan khas yang membuat dunia ini beragam. Hal ini bukan saja tentang toleransi, lebih dari pada itu kita membuka diri untuk belajar, berkembang, dan membangun hubungan yang dalam terhadap orang lain.
  3. Banyak perpecahan karena tidak adanya kemampuan menerima perbedaan. Semua hal kita ukur dengan pola dan sudut pandang kita sendiri. Sedikit waktu kita memahami pola dan sudut pandang yang lain. Kita lebih senang dipahami dari pada memahami. Terkadang yang menjadi sebuah persoalan bukan lagi tentang kebenaran, tetapi tentang ego yang tidak mau kalah.

Penutup

Sejatinya kita yang percaya adalah orang-orang yang sudah ditebus di dalam Kristus yesus. Ia menjadikan kita teman dan sahabatNya. Dalam sejarah Alkitab, kasih, cinta, dan damai Allah itu terus bertumbuh sampai sekarang di dalam kehidupan kita. Kita terus berproses untuk menjadi pembawa damai (peacemaker), karena esensinya adalah Allah itu damai.

Vic. Aditrama Sinulingga, S.Th

(Sintang-Kalimantan Barat)

SUPLEMEN PEKAN KEBAKTIAN KELUARGA TAHUN 2024, WARI VII

Invocatio :

Jesaya 11:8

Ogen  :

Pilipi 4 :8-9

Kotbah  :

Masmur 119:97-104

Tema  :

Entebu Kal Engkelengi Tuhan

 

I. Pengantar

Dalam Alkitab Terjemahan Bahasa Indonesia sering kita temui istilah hukum Taurat, istilah ini diterjemahkan dari kata Ibrani תּוֹרָה - TORAH dan Yunani νομος-NOMOS yang artinya, hukum. Kata תּוֹרָה -TORAH berasal dari kata יָרָה -YARAH, "menunjukkan", sehingga kata "TORAH" itu sendiri bermakna petunjuk, pengajaran. Taurat atau Firman Tuhan memimpin manusia untuk hidup berbuah, memiliki kelimpahan hidup bersama Tuhan serta akan dapat terwujud. Taurat atau Firman Tuhan harus menjadi pusat hidup umat Tuhan.

Bahan Pekan Kebaktian Keluarga di hari ke-tujuh ini bermuatan Signifikansi firman Tuhan menurut Mazmur 119: 97-106 ialah memberikan kebijaksanaan, akal budi, pengertian, mampu menguasai diri, setia melakukan kebenaran Allah, membenci dosa, cinta kepada kebenaran. Dengan jemaat memahami signifikansi firman Tuhan hal tersebutakan menolong jemaat memiliki komitmen dan kerinduan untuk merenungkan firman Tuhan dan melakukan kebenaran firman Tuhan.

Nama Kitab Mazmur, dalam bahasa Inggris adalah Psalm, yang diterjemahkan dari nama yang dipakai dalam Septuaginta Psalmos. Kata Psalmos, diterjemahkan dari bahasa Ibrani Mizmor, yaitu suatu lagu yang dinyanyikan dengan iringan instrument musik, khususnya memakai alat musik dari senar. Kitab Mazmur dalam bahasa Yunani Vatikan (abad ke-IV Masehi) memakai judul Psalmoi. Nama itu dipakai oleh Tuhan Yesus (Luk. 20:42), dan Petrus (Kis. 1:20). Dalam naskah Aleksandrianus memberi nama Psalterion, artinya alat musik yang memakai senar atau tali. Dan Alkitab bahasa Indonesia memakai nama Mazmur. Namun Alkitab Ibrani memberi nama kitab Mazmur adalah Tehillim, artinya Puji-pujian. Kata ini muncul berulang kali dalam beberapa pasal Kitab Mazmur, kecuali pasal 145[1]

II. Penjelasan Teks

Alkitab adalah Firman Allah, pernyataan ini adalah prinsip dasar kaum Injili. Alkitab berperan sebagai penyingkapan diri Allah (God’s self-disclosure). Firman Tuhan sungguh berkuasa. Oleh firman, Allah menciptakan alam semesta. Oleh firman-Nya, Allah menopang segala yang ada. Pemberian hukum Taurat bertujuan untuk menolong manusia tetap dalam perkenanan Allah, menerangi akal budi, maupun untuk mengarahkan hidup manusia. Segala sesuatu yang Allah lakukan sesuai dengan pola dan berdasarkan suatu prinsip-Nya. Firman yang tertulis memiliki kuasa dan kekuatan Ilahi yang memberikan pola hidup. Manusia yang berjalan berdasarkan pola-Nya senantiasa berada dalam perkenanan Allah. Umat Allah haruslah berlaku sesuai dengan ajaran Allah.

Dalam isi teks Masmur 119:97-104 adalah Sebuah ungkapan cinta ditulis lengkap oleh Daud. Bukan kepada seseorang, tetapi tentang rasa cintanya yang begitu menggelora kepada Taurat Tuhan. Sebenarnya tidak hanya dalam Mazmur 119 saja, tetapi jika kita melihat isi dari kitab Mazmur, maka kita akan menemukan ada begitu banyak ayat yang menyatakan kecintaan sang Penulis kepada Taurat Tuhan. Daud menggambarkan dengan indah mengenai rasa cintanya dan apa yang dia perbuat kepada  Taurat Tuhan yang sangat ia cintai itu. Dengan antusias Daud berseru, “Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari.” (ayat 97).

Dalam Mazmur 119:97-104, Daud menyatakan diri sebagai seorang yang sedang jatuh cinta.  Rasa cinta yang mendalam ia tujukan   kepada Taurat Tuhan.  Ada cukup banyak orang percaya menganggap bahwa membaca dan merenungkan firman Tuhan adalah kuno, ketinggalan zaman, pekerjaan yang sangat membosankan dan menjadi beban tersendiri.  Karena itu mereka melakukannya tidak dengan sepenuh hati, tapi setengah hati atau terpaksa. Berbeda dengan Daud yang menjadikan Taurat Tuhan sebagai kesukaan, “Betapa kucintai Taurat-Mu!”  (ayat 97).  Karena mencintai Taurat Tuhan maka Daud merenungkannya sepanjang hari.  Mengapa Daud begitu mencintai Taurat Tuhan? Daud mengungkapkan betapa ia mencintai Taurat Tuhan yang dapat membuatnya lebih bijaksana (ayat 98), lebih berakal budi (ayat 99), dan lebih memiliki pengertian (ayat 100, 104). Taurat Tuhan berkuasa menahan agar seseorang tidak berjalan dalam kejahatan (ayat 101-102). Taurat Tuhan berisi janji-janji Tuhan yang membuat hidupnya bergairah (ayat 103). Taurat Tuhan menjadi petunjuk bagi hidupnya (ayat 104).

Dalam memasuki masa advent dan Natal ini jemaat haruslah memahami bahwa aturan dasar Allah sangat berpengaruh dalam mengubah semua orang. Dalam Mazmur 119: 97-106 menjelaskan bahwa alasan mendasar firman Tuhan mengandung segala aturan hidup bagi manusia ialah ke-Agungan firman Allah yang menyatakan sebuah intruksi hidup, kebenaran hidup, nasihat hidup. Kehidupan rohani (Spirituality of Christian Life) seseorang sangat bergantung pada firman-Nya. Perintah Allah memberikan sebuah intruksi serta pemenuhan Allah bagi manusia. Perintah Allah mengacu kepada peraturan dan ketetapan Allah yang berkuasa bagi manusia. Perintah Tuhan memaparkan semua peraturan Allah. Sehingga sangat penting jemaat memahami bahwa di dalam firman-Nya Allah memberikan semua aturan hidup sebagai umat Allah.

Allah menyatakan nasihat-Nya kepada manusia melalui kebenaran firman-Nya. Tujuan Allah memberikan nasihat agar umat berjalan berdasarkan kehendak-Nya. Nasihat Allah menunjukkan sebuah prinsip-prinsip yang dengannya manusia dapat berhubungan dengan Allah. Nasihat Allah senantiasa mendidik manusia, Allah mendidik umat-Nya berdasarkan peringatan-Nya. Allah adalah kebenaran yang sesungguhnya. Kebenaran Allah menuntun manusia berjalan pada jalan-Nya dan kekudusan-Nya.Allah dan firman-Nya adalah kebenaran yang tidak dapat dipisahkan. Firman-Nya merupakan penyataan diri Allahsebagai dasar kehidupan bagi setiap orang percaya. Tanpa kebenaran Allah manusia hanya akan berjalan di dalam kekeliruan, kekacauan dan cenderung hidup di dalam dosa.

Intisari dari seluruh hukum atau taurat Tuhan adalah mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia dan itu dimulai dari dalam keluarga. Jadi apabila pemazmur merenungkan hukum Tuhan itu siang dan malam maka ia menjadi lebih bijaksana, berakal budi, penuh pengertian dan mampu menahan diri untuk tidak melakukan kejahatan. Artinya, ia tidak membalas memusuhi orang-orang yang memusuhi dirinya, dia berusaha memahami betul sesuatu persoalan sebelum bertindak, dia tidak mudah terpengaruh atau tergoda untuk melakukan kejahatan. Itulah karakter orang yang memegang teguh hukum atau taurat Tuhan. Dengan maksud yang demikianlah Pekan Kebaktian keluarga di hari yang ke-7 ini, setiap keluarga harus benar-benar merasakan penyertaan Tuhan dan hidup dalam kebenaran Firman Tuhan.

III. Kesimpulan

Ada sebuah syair lagu yang menceritakan bagaimana setiap orang percaya hidup dalam kebenaran Firman Tuhan. “Aku mengasihi Engkau Yesus dengan segenap hatiku, aku mengasihi Engkau Yesus dengan segenap jiwaku. Kurenungkan firman-Mu siang dan malam kupegang p’rintahMu dan kulakukan. Engkau tahu ya Tuhan tujuan hidupku hanyalah untuk menyenangkan hati-Mu.” Syair ini begitu dalam mengungkapkan perasaan kasih kepada Tuhan yang diwujudkan pada kehidupan yang selalu merenungkan Firman Tuhan dan melakukan-Nya di setiap hari dengan tujuan untuk menyenangkan hati Tuhan.

Keluarga adalah basis kegiatan pewarisan iman Kristen. Keluarga adalah Lembaga bentukan Tuhan atau gereja kecil dalam kehidupan dunia ini. Tetapi kenyataannya, pada masa sekarang banyak orang yang kurang tanggap terhadap hal yang penting. Kemajuan jaman membawa dampak positif, seperti kemakmuran, berekonomi dalam digital, pola kehidupan yang serba mudah dan lain sebagainya yang memudahkan kita dalam kecanggihan dunia digital saat ini. Tetapi tidak bisa dipungkiri ada dampak negatif bahkan membahayakan, seperti pergaulan anak yang sukar dikendalikan dan pada pihak lain orang tua kurang memberi perhatian dan waktu untuk keluarga.

Sebagai orang tua apa yang kita wariskan kepada anak-anak kita? Sering jawabannya adalah orang tua akan mewariskan harta benda. Banyak orang tidak usah berlelah-lelah bekerja telah menerima warisan dari orang tuanya secara otomatis. Tetapi pengetahuan dan kelakuan baik serta iman tidak otomatis dapat diwariskan. Itu sebabnya pewarisan iman sangat penting dalam keluarga. Sebagai ayat refrensi dalam Ulangan 6:4–9 menuliskan berbagai tanggung jawab bagi orang tua untuk mewariskan iman kepada anak-anak mereka. Inilah yang menjadi momentum Firman Tuhan menjadi gaya hidup (Life Style) keluarga jemaat GBKP saat ini.

Pdt. Anton Keliat, S. Th, MAP

GBKP Bandung Timur

SUPLEMEN PEKAN KEBAKTIAN KELUARGA TAHUN 2024, WARI VI

Invocatio :

Yosua 24:15b

Ogen :

Epesus 5:18-20

Kotbah :

Masmur 128: 1-6

Tema :

Keluarga Yang Berbahagia (Jabu si dem alu kesangapen)

Pendahuluan

Kebahagiaan dalam keluarga seringkali dianggap sebagai sebuah pencapaian hidup yang tinggi. Setiap anggota keluarga menginginkan kedamaian, cinta, dan hubungan yang harmonis. Namun, dalam konteks iman Kristen, kebahagiaan dalam keluarga tidak hanya diukur dari aspek materi atau hubungan yang tanpa konflik. Lebih dari itu, kebahagiaan sejati didasarkan pada ketaatan kepada Tuhan dan komitmen untuk menjalani kehidupan yang berpusat pada-Nya.Yosua, salah satu tokoh besar dalam sejarah Israel, memberikan contoh yang kuat mengenai kepemimpinan dalam keluarga yang berkomitmen kepada Tuhan. Ia dengan tegas menyatakan pilihan keluarganya untuk tetap setia kepada Tuhan meskipun di tengah tantangan penyembahan berhala. Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, menekankan pentingnya hidup yang dipenuhi oleh Roh Kudus, sebuah fondasi penting untuk menjaga keharmonisan dalam keluarga. Sementara itu, Mazmur 128 memberikan gambaran tentang berkat Tuhan atas keluarga yang takut akan Tuhan. Melalui perenungan ini, kita akan melihat bagaimana ketiga nats ini saling melengkapi untuk menggambarkan keluarga yang berbahagia di dalam Tuhan.

Isi

  • Invocatio: Yosua 24:15b

Pada saat Yosua memimpin bangsa Israel, mereka berada di persimpangan sejarah. Setelah bertahun-tahun berjuang memasuki Tanah Perjanjian dan berhasil menaklukkan sebagian besar wilayah Kanaan, bangsa Israel mulai menetap di tanah yang Tuhan janjikan kepada mereka. Namun, masalah terbesar yang muncul bukanlah musuh dari luar, melainkan tantangan internal dalam hal kesetiaan mereka kepada Tuhan. Setelah mengalami masa keemasan dalam kepemimpinan Musa dan Yosua, bangsa Israel menghadapi godaan untuk mengikuti praktik-praktik penyembahan berhala dari bangsa-bangsa di sekitar mereka.Pada masa itu, Kanaan dipenuhi dengan berbagai dewa yang disembah oleh penduduk asli, seperti Baal dan Asytoret. Dewa-dewa ini dihubungkan dengan kesuburan, kekayaan, dan keberhasilan hidup. Banyak orang Israel tergoda untuk mengikuti jejak bangsa-bangsa tersebut, berpikir bahwa dewa-dewa itu dapat memberi mereka kehidupan yang lebih baik. Inilah sebabnya Yosua, dalam pidato terakhirnya kepada bangsa Israel, memberikan tantangan kepada mereka untuk memilih siapa yang akan mereka layani: apakah mereka akan setia kepada Tuhan, atau beralih ke dewa-dewa lain. Yosua 24 adalah sebuah momen penting di mana Yosua, sebagai pemimpin spiritual dan kepala keluarga, dengan tegas menyatakan bahwa meskipun orang lain mungkin tergoda untuk mengikuti dewa-dewa asing, dirinya dan keluarganya akan tetap setia kepada Tuhan. Di hadapan seluruh bangsa Israel, ia membuat komitmen yang jelas bahwa keluarganya akan terus beribadah kepada Tuhan.

  • Ogen : Efesus 5:18-20

Surat Efesus ditulis oleh Rasul Paulus saat ia berada dalam penjara di Roma. Salah satu tujuan utama dari surat ini adalah untuk memperkuat iman jemaat di Efesus, yang hidup di tengah lingkungan yang dipenuhi dengan pengaruh penyembahan berhala dan praktek-praktek kehidupan yang tidak sesuai dengan ajaran Kristus. Efesus sendiri adalah sebuah kota metropolitan yang menjadi pusat perdagangan dan kebudayaan di wilayah Asia Kecil. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh jemaat di Efesus adalah godaan untuk mengikuti cara hidup duniawi, termasuk pesta pora, mabuk-mabukan, dan perilaku moral yang buruk. Paulus, dalam surat ini, menekankan pentingnya hidup yang dipenuhi oleh Roh Kudus. Ia mengontraskan kehidupan yang dipenuhi oleh hawa nafsu duniawi, seperti mabuk-mabukan, dengan kehidupan yang dipenuhi oleh Roh Kudus. Hidup dalam Roh Kudus berarti menjalani kehidupan yang berdisiplin, menghindari perilaku yang merusak diri sendiri maupun orang lain, dan memfokuskan diri pada hubungan yang sehat dengan Tuhan dan sesama. Bagi Paulus, keluarga Kristen haruslah menjadi contoh dari kehidupan yang penuh dengan sukacita, kasih, dan pengendalian diri yang bersumber dari Roh Kudus. Dalam konteks keluarga, kehidupan yang dipenuhi Roh Kudus sangat penting untuk menjaga keharmonisan dan kebahagiaan. Ketika anggota keluarga dipenuhi oleh Roh Kudus, mereka akan saling membangun melalui perkataan yang penuh kasih, saling menguatkan dalam iman, dan bersama-sama memuji Tuhan.

  • Khotbah : Masmur 128:1-6

Masmur 128 termasuk dalam kategori “Nyanyian Ziarah,” yaitu kumpulan mazmur yang dinyanyikan oleh umat Israel saat mereka melakukan perjalanan ke Yerusalem untuk merayakan hari-hari raya besar. Mazmur ini merupakan gambaran tentang kehidupan yang diberkati bagi mereka yang takut akan Tuhan dan hidup menurut jalan-Nya. Pada masa Israel kuno, keluarga sangat dihargai sebagai unit dasar masyarakat. Kehidupan keluarga yang harmonis dan diberkati dianggap sebagai tanda nyata dari penyertaan Tuhan. Dalam konteks ini, berkat Tuhan tidak hanya terbatas pada hal-hal spiritual, tetapi juga mencakup kesejahteraan fisik, kesuburan, dan keturunan. Istri yang diibaratkan sebagai pohon anggur yang subur, dan anak-anak yang seperti tunas pohon zaitun, menggambarkan keluarga yang sejahtera, tumbuh, dan berkembang dalam berkat Tuhan. "Istri seperti pohon anggur yang subur" (ayat 3): Pohon anggur dalam Alkitab sering digunakan sebagai simbol kesuburan, sukacita, dan kelimpahan. Istri yang digambarkan sebagai pohon anggur yang subur adalah simbol dari seorang istri yang berbuah banyak, baik secara harfiah melalui keturunan maupun secara simbolis melalui kontribusi terhadap kehidupan keluarga yang harmonis dan sejahtera. "Anak-anak seperti tunas zaitun" (ayat 3): Pohon zaitun adalah pohon yang berumur panjang dan sangat berharga bagi bangsa Israel karena minyaknya digunakan dalam banyak aspek kehidupan, baik untuk masakan, ritual keagamaan, maupun penyembuhan. Anak-anak yang digambarkan sebagai tunas zaitun mencerminkan harapan dan masa depan keluarga, karena tunas zaitun melambangkan pertumbuhan yang stabil dan kehidupan yang sejahtera di masa mendatang. Masmur ini mengajarkan bahwa kehidupan yang takut akan Tuhan akan menghasilkan kebahagiaan yang nyata, baik dalam hal relasi antar anggota keluarga maupun dalam kehidupan sehari-hari. Berkat yang dinyatakan dalam Mazmur 128 juga meluas kepada masyarakat yang lebih luas, di mana keluarga yang diberkati akan menjadi sumber berkat bagi komunitas sekitarnya. berkat yang diberikan kepada orang yang takut akan Tuhan tidak hanya berdampak pada kehidupan keluarga, tetapi juga pada komunitas dan bangsa. “Berkat dari Sion” menunjukkan hubungan antara berkat pribadi dan berkat bagi seluruh umat Allah. Yerusalem, sebagai pusat kehidupan spiritual bangsa Israel, menjadi simbol kesejahteraan seluruh bangsa. Jadi, keluarga yang diberkati oleh Tuhan akan memberikan kontribusi positif kepada kesejahteraan komunitas yang lebih luas. Ini mencerminkan keyakinan dalam tradisi Israel bahwa kehidupan yang saleh tidak hanya menghasilkan kebahagiaan pribadi, tetapi juga berdampak pada kesejahteraan sosial secara keseluruhan. Keluarga yang takut akan Tuhan berkontribusi pada kemakmuran dan perdamaian bangsa, sehingga mereka menjadi teladan bagi masyarakat lainnya.

Refleksi

  1. Dalam kehidupan kita saat ini, keluarga Kristen juga dihadapkan pada tantangan yang serupa. Dunia modern menawarkan berbagai godaan yang bisa mengalihkan perhatian kita dari Tuhan. Baik itu dalam bentuk pencapaian materi, kesuksesan karier, atau pengaruh budaya yang tidak sesuai dengan ajaran Kristus, semuanya bisa mengikis komitmen kita kepada Tuhan. Oleh karena itu, penting bagi setiap keluarga Kristen untuk membuat keputusan yang tegas seperti Yosua: untuk menjadikan Tuhan sebagai pusat dari segala aktivitas, perencanaan, dan tujuan hidup keluarga.
  2. Dalam keluarga modern, banyak tantangan yang bisa mengganggu keharmonisan, seperti kesibukan pekerjaan, masalah keuangan, atau konflik antar anggota keluarga. Kehidupan yang dipenuhi oleh Roh Kudus memberikan dasar yang kuat untuk mengatasi semua tantangan ini. Keluarga yang dipenuhi Roh Kudus akan selalu mencari jalan untuk membangun hubungan yang lebih kuat, baik di antara sesama anggota keluarga maupun dengan Tuhan. Mereka akan saling memperhatikan, memuji Tuhan bersama, dan terus-menerus mengucap syukur dalam segala keadaan.
  3. Keluarga yang hidup takut akan Tuhan tidak hanya akan merasakan kebahagiaan di dalam rumah tangga mereka, tetapi juga akan membawa dampak positif bagi masyarakat. Mereka bisa menjadi teladan bagi keluarga-keluarga lain, menunjukkan bahwa hidup dalam takut akan Tuhan membawa damai sejahtera dan kebahagiaan yang sesungguhnya. Lebih dari itu, keluarga yang diberkati akan berperan aktif dalam masyarakat, memperjuangkan hak-hak dasar seperti hak atas identitas bagi orang-orang di sekitar mereka. Keluarga yang diberkati oleh Tuhan dapat bergerak untuk menjadi contoh bagi masyarakat, ikut serta dalam pelayanan sosial, dan membantu mereka yang memerlukan, termasuk mendukung hak-hak dasar seperti hak mendapatkan identitas.Misalnya, mereka bisa terlibat dalam upaya membantu keluarga yang kurang mampu untuk mendapatkan akses ke hak-hak seperti akta kelahiran, yang akan memberi dampak besar dalam kehidupan anak-anak mereka.

Vik. Elpita Lorena Br Barus, S.Th
Perpulungen Purwakarta

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD