Invocatio :
Jeremia 20:9
Ogen :
Miha 3:1-12 (antiponal)
Tema :
Tetap Meritaken Kebenaren Berita Simeriah /Selalu Mengabarkan kabar baik
I. Pendahuluan
Misi pengabaran Injil adalah tugas gereja. Itu sebabnya, setiap badan misi harus bekerja sama dengan gereja. Sebaliknya, gereja harus mendukung Upaya pribadai-pribadai Kristen dalam menyaksikan Kristus kepada orang lain. Pelayanan pengabaran Injil sebagai mandat dari Tuhan Yesus kepada semua pengikutnya (orang percaya), sesuai nants di dalam Matius 28:19-20 merupan sebuah perintah dari Yesus langsung untuk memberitakan Injil keselamatan. Pada Kebaktian pekan penatalayanan kali ini kita diajari bagaimana untuk tetap setia mengabarkan kabar sukacita dan tetap berada didalam kebenaran Firman Tuhan.
II. Isi
Kitab Galatia adalah sebuah surat yang ditulis oleh rasul Paulus sekitar tahun 53-56 M. yang ditujukan kepada jemaat Galatia (yang sekarang di wilayah negara Turki). Nama kitab ini berasal dari nama tempat yang ditujunya yaitu kota Galatia. Tujuan penulisan surat Galatia ini yaitu untuk menolong orang-orang yang telah disesatkan oleh ajaran-ajaran palsu. Dengan kata lain, supaya mereka Kembali taat kepada ajaran yang benar. Paulus memulai suratnya dengan berkata bahawa ia adalah rasul Yesus Kristus. Paulus dengan tegas mengatakan bahwa dia dipanggil oleh Tuhan untuk menjadi rasul dan bukan dari manusia. Dia juga mengatakan bahwa tugasnya ditujukan terutama untuk orang yang bukan Yahudi (1-2). Setelah itu, Paulus mengajarkan kepada jemaat Galatia bahwa hubungan manusia dengan Tuhan diperbaharui atau menjadi baik Kembali hanya percaya kepada Kristus (3-4). Di dalam pasal-pasal terakhir kitab ini (5-6), Paulus menjelaskan bahwa cinta kasih yang timbul pada diri orang Kristen itu disebabkan karena iman percayanya kepada Kristus. Iman percaya tersebut akan dengan sendirinya menyebabkan orang itu melakukan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan karakter Kristus, yaitu kasih.
Bahan kotbah Galatia 2:4-7 berisi tentang pembelaan Paulus tentang status kerasulannya, persoalan tentang kerasulan Paulus menjadi topik yang penting pada waktu itu, baik pengikut Petrus maupun orang-orang Kristen Yahudi yang ada di Galatia menjadi musuh Paulus, mereka melihat bahwa status kerasulan Paulus perlu diragukan. Karena Paulus berbeda dengan para murid Tuhan Yesus yang lain, seperti Petrus dan Yakobus. Hal ini dipertanyakan karena adanya perbedaan pandangan antara orang-orang Yahudi Kristen dengan Paulus, terkait pelayanan pemberitaan Injil kepada orang-orang di luar Yahudi, yang berkaitan erat dengan aturan hukum Taurat. Bagi Paulus, mereka yang sudah percaya kepada Kristus tidak perlu melakukan berbagai aturan hukum Taurat untuk melengkapi keselamatan yang sudah mereka terima.
Di ayat 4 Paulus mengaitkan seluruh kontroversi (persoalan) itu kepada saudara-saudara palsu, sebutan ini mengacu kepada guru-guru agama Yahudi (2 Kor.11:26). Orang-orang ini, yang memiliki akar pada sekte orang-orang farisi, yang berpendapat bahwa orang-orang bukan Yahudi juga harus disunat dan mematuhi Hukum Taurat untuk dapat diselamatkan (kis.15:1,5). Mereka mengatakan orang-orang bukan Yahudi harus menjadi mualaf Yahudi untuk menjadi orang Kristen. Mereka memandang hukum taurat sebagai kekuatan pengendali yang positif sehingga mereka memikirkan cara bagaimana untuk memurnikan orang-orang bukan Yahudi. Bagi Paulus, guru-guru agama Yahudi ini adalah saudara-saudara palsu karena mereka tidak mau menerima orang-orang Kristen bukan Yahudi yang tidak disunat ke dalam Persekutuan, dengan cara ini Paulus mengatakan bahwa mereka telah menyangkal keuniversalan Injil.
Kata menyusup dalam Bahasa Yunani pareisaktos yang memiliki kaitan dengan kata dalam 2 Petrus 2:1 untuk “guru-guru palsu” yang secara diam-diam memasukkan pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan ke dalam jemaat-jemaat setempat. Menurut Ben Witherington III[1], pareisaktos adalah “Bahasa militer” yang belakangan digunakan dalam retorika politik. Menghadang, menyiratkan niat bermusuhan dari mereka yang melakukan mata-mata, yang bisa juga disebut orang-orang ini seperti agen-agen dan konspirator yang menyamar dan mencoba mempengaruhi jemaat yang ada supaya berani mentang ajaran-ajaran Paulus.
Ayat 5-6 kelompok guru-guru agama Yahudi telah meninggikan dirinya dan merendahkan Paulus (ayat 6) Paulus ingin menegaskan bahwa semua pemimpin gereja memiliki kedudukan yang sama, sehingga Paulus mengatakan di ayat 5 bahwa ia dan rekan-rekannya tidak mau mundur dan tunduk kepada guru-guru Yahudi itu bahkan sesaatpun, ini adalah bentuk semangat Paulus di dalam memberitakan kebenaran Injil di dalam situasi begitu banyak tekanan sekalipun Paulus tetap berusaha melakukan yang terbaik dan tetap berpegang teguh pada ajaran yang telah diajarkannya. Dapat juga dikatakan bahwa Paulus tidak ingin mengatakan atau melakukan sesuatu yang akan membayakan iman para pembacanya, Ia ingin kebenaran Injil tetap dapat tinggal dengan mereka. Paulus juga ingin menyampaikan supaya para guru-guru agama Yahudi tidak memaksakan sesuatu kepada orang lain karena Injil harus kontekstual dengan Masyarakat di mana Injil itu diberitakan, karena jika unsur-unsur budaya Yahudi di masukken ke dalam budaya orang lain hal itu bisa saja membelenggu bebesaan kebenaran Injil tersebut, terlebih Paulus mengimani keselamatan bukan dari ritual-ritual peribadahan atau kebudayaan akan tetapi keselamatan itu hanya kerena iman yang teguh kepada Yesus Kristus, kerena manusia telah dibebaskan dan di merdekakan oleh Yesus Kristus melalui bengorbanan-Nya di kayu salib.
Ayat 7 Paulus menekankan bahwa baik Paulus dan Petrus memiliki pelayanan yang dipercayakan kepada mereka oleh Tuhan (lih 1 Tes. 2:4), mereka memberitakan injil yang sama (1 Kor. 15:3, 4:11) dalam dua ladang yang berbeda. Paulus telah ditugaskan untuk memberitakan Injil kepada orang-orang tak bersunat, yaitu bangsa-bangsa yang bukan Yahudi. Ha ini dimulai ketika Kristus menampakkan dirinya kepada dia di jalan menuju Damsyik, Ia memanggil dia untuk menjadi seorang rasul bagi bangsa-bangsa lain. Di sisi lain, Petrus telah dipercayakan untuk memberitakan injil kepada orang-orang yang bersunat, yaitu kepada orang-orang Yahudi.
Ayat 8 Paulus menyatampaikan bahwa dirinya dan Petrus sedang diberdayakan Tuhan di dalam pelayanan pemberitaan injil. Allah telah memberikan satu pesan kepada kedua orang itu, serta kuasa untuk meneguhkan pemberitaan mereka dengan tanda-tanda mujizat. Ketika Tuhan Allah yang telah memberikan kekuatan kepada Petrus dan Paulus siapakah yang dapat mengecam Paulus?
Dari kisah Paulus kita belajar bahwa dalam situasi apa dan bagaimana tantangan maupun rintangan yang dihadapi di dalam pemberitaan injil keselamatan, hal itu harus tetap dijalankan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya karena itu adalah mandat yang sudah Tuhan percayakan kepada kita. Walaupun banyak orang yang ingin menjatuhkan atau meragukan kita di dalam pelayanan kita harus tetap teguh karena Ia yang memberikan kekuatan untuk menjadi seorang pembawa berita, biarlah kualitas dari pelayanan kita yang terlihat nyata dan dapat dirasakan jemaat menjadi jawaban dari segala keraguan pelayanan kita.
Bacaan kita Mikha 3:1-12 ditujukan kepada para pemimpin Yehuda. Sebagai pemimpin umat seharusnya mereka melakukan keadilan bagi umat dan mengarahkan umat kepada jalan yang benar. Namun tidak demikian dengan para pemimpin Yehuda, mereka memutar balikkan kebenaran (ayat 9). Mereka mengabaikan keadilan dan melakukan kejahatan (ay 1-3). Mereka tidak lagi melindungi rakyat, melainkan menyiksa rakyat (ay. 2-3,10). Semua terjadi karen ketamakan dan ketidakpedulian mereka. Tidak ada sedikitpun mereka yang bertindak demi kepentingan dan kesejahteraan umat. Baik pemimpin politik maupun pemimpin Rohani, mereka bekerja atas dasar mencari keuntungan diri sendiri, dengan mencari kekayaan bagi diri mereka sendiri (ay. 5,11). Seolah-olah mereka telah melakukan suatu kebenaran, mereka terlalu sombong, sehingga merasa bahwa Tuhan tidak akan menghukum mereka (ay 11). Ini adalah kemunafikan.
Realitas kehidupan masa kini, sudah terjadi sejak zaman nabi Mikha dan Tuhan Yesus. Pada zaman nabi Mikha, para pemimpin umat yang seharusnya melakukan keadilan dan mengarahkan umat kepada kebenaran. Nyatanya mereka malah mengabaikan keadilan dan melakukan kejahatan. Baik para pemimpin politik maupun pemimpin rohani, mereka bekerja atas dasar mencari keuntungan diri sendiri, dengan mencari kekayaan bagi diri mereka sendiri. Mereka merasa telah melakukan suatu kebenaran, sehingga mereka berpikir bahwa Tuhan tidak akan menghukum mereka. Ini adalah kemunafikan mereka. Di satu sisi, mereka menolak Allah, tetapi di sisi lain, mereka mengharapkan perlindungan-Nya. Di sinilah Tuhan menyatakan kuasa-Nya, semua pemimpin bangsa Yehuda yang korup akan dihukum. Demikian halnya para nabi yang diharapkan membela, menghibur umat dan menentang tindakan para pemimpin yang korup dan jahat dengan mewartakan firman, mereka malah berlaku sebaliknya. Firman yang harusnya memberitakan kebenaran dan keadilan, justru digunakan untuk membenarkan tindakan para pemimpin yang korup. Mikha menggambarkan umat Tuhan seperti daging yang dipotong-potong. Umat tidak lagi memiliki pengharapan, karena keadaan mereka yang sudah hancur. Oleh karena itulah, Tuhan Allah akan menghukum para nabi palsu ini. Mereka akan ditimpa malapetaka dan kehilangan semua materi yang mereka miliki.
Saat kesempatan sebagai pemimpin itu ada, baik di dalam pekerjaan ataupun pelayanan, kita bisa saja berperilaku seperti pemimpin-pemimpin pada zaman nabi Mikha. Kita kehilangana arah, tujuan, dan focus yang kita layani. Kita melayani diri sendiri, tamak, dan mengorbankan orang lemah dengan melakukan ketidakadilan atas mereka, bahkan, kita memanipulasi firman Tuhan sesuai keinginan pribadi kita. Kita memperlakukan Allah Tuhan kita seperti lampu yang dapat kita nyalakan atau padamkan sesuka hati. Peringatan nabi Mikha juga ditujukan kepada kita agar tidak melakukan hal-hal yang tidak dikehendaki Tuhan. Tetap berfokus pada tujuan pelayanan kita, yaitu melayani Tuhan dan sesama. Jadilah pemimpin yang berkomitmen untuk menjalankan arah dan tujuan yang benar dengan terus mengarah kepada Tuhan, jangan tergoda seperti pemimpin-pemimpin Yahudi yang membenarkan perbuatannya di hadapan Tuhan. Tetaplah berfukus kepada tujuan pelayanan, yaitu melayani Tuhan dan sesama.
III. Refleksi
Kita sebagai umat Allah menjalani hidup seperti yang diteladankan oleh Paulus dan Tuhan Yesus. Paulus menjalani hidupnya dengan benar dan sungguh-sungguh dihadapan Allah dan sesama, karena dia merasakan kasih dan penyertaan Allah sepanjang hidupnya. Dia tidak merasa takut, kuatir, dan merasa tertolak ketika ia memberitakan firman kepada Jemaat-jemaat yang dia layani. Hal ini karena Paulus memiliki motivasi yang benar, yaitu melayani untuk memuliakan Allah, bukan diri sendiri. Memang tidaklah selalu mudah melakukan kebenaran di tengah umat yang jauh dari kebenaran, namun bukankah itu yang menjadi panggilan kita, menjadi terang di tengah gelapnya dunia. Maka melalui tema kita pada hari ini tetap memberitakan berita simeriah, kesetiaan kita kepada Tuhan melalui tugas panggilan sebagai umat-Nya, yaitu mengabarkan kabar sukacita kepada semua bangsa melalui keteladan kita di dalam melakukan apa yang benar dihadapan Tuhan, seperti yang disampaikan Yeremia di dalam Invocatio firman Tuhan itu seperti api menyala-nyala jika kita tidak menyampaikan kebenaran firman Tuhan itu. Semangat erberita Tuhan Yesus memberkati.
Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk bisa tetap mengabarkan kebenaran di Tengah-tengah kehidupan kita yaitu:
1. Memberi Diri
Kita orang percaya dapat menjadikan Mikha dan Paulus sebagai teladan yang mau memberikan dirinya kepada Tuhan. Menjadi seorang perpanjangan tangan Tuhan untuk memberitakan kebenaran Injil.
2. Menaati Allah
Mikha menaati Allah Ketika dipilih untuk menjadi nabi-Nya dan Paulus menaati Allah ketika dipilih untuk menjadi rasul. Marilah kita belajar menaati Allah di dalam setiap aspek kehidupan kita.
3. Menyembah Allah
Mikha tetap memilih hidup di dalam kebenaran sekalipun begitu banyaknya cobaan yang dihadapinya termasuk orang-orang disekitarnya. Tidak terpengaruh dengan godaan-godaan dunia. Paulus juga memilih tetap setia menyembah Tuhan bukan setia kepada tradisi-tradisi Yahudi.
4. Mewartakan kabar baik
Nabi Mikha dan rasul Paulus tetap mewartakan beneran kabar sukacita yaitu kebenaran Firman Tuhan, dalam situasi apapun dan bagaimanapun mereka setia mewartakan kebenaran sukacita itu.
5. Hidup Yang Menegakkan Kebenaran
Hidup yang menegakkan kebenaran adalah hidup yang dilandasi pada kebenaran firman Allah dan berbuah kebenaran. Tidak ada rasa takut kepada manusia kecuali kepada Tuhan sang pencipta, dalam menegakkan kebenaran. Paulus telah memberikan contoh kepada kita bagaimana dia tetap pada prinsipnya bahwa menerima Yesus Kristus sebagai juruselamat tidak harus disunat dan menjadi orang Yahudi, karena keselamatan dari Yesus Kristus untuk semua suka bangsa.
Nabi Mikha, Rasul Paulus, Nabi Jeremia adalah tokoh Alkitab yang dapat menjadi inspirasi bagi kita di dalam mengabarkan kebenaran firman Tuhan. Lewat tokoh-tokoh tersebut kita belajar bahwa kebeneran firman Tuhan itu, jangan takut dikucilkan orang lain, jangan takut hidup kekurangan, jangan takut akan segala kekwatiran kita di dalam memberitakan kebenaran, yakin dan percaya kita bahwa Allah Tuhan kita tetap memampukan dan memberkati kita.
Vic. Randa
Ben Witherington III adalah seorang sarjana Alkitab Perjanjian Baru yang berasal dari Amerika Serikat. Melayani sebagai Pdt di Gereja United Methodist Church dan juga sebagai Pengajar Perjanjian Baru di Thelogi Seminari di Wilmore Kentuky