SUPLEMEN PEKAN DOA GBKP TAHUN 2024 WARI II, FILEMON 1:4-7

KHOTBAH :

Filemon 1: 4-7

TEMA  :

“KUINGET KAM I BAS PERTOTONKU”

 

Pengantar

Berdoa adalah kebutuhan kita. Sedemikian banyak topik doa pribadi, kita juga diajak untuk mendoakan orang lain. Sekalipun kita mempunyai pergumulan sendiri, kita perlu tetap berdoa bagi pergumulan orang lain. Berdoa bagi orang lain adalah cara kita mengasihi mereka. Dalam Alkitab banyak tercatat Yesus berdoa bagi orang lain. Yesus berdoa untuk iman Simon (Lukas 22: 32), Yesus berdoa agar semua orang percaya menjadi satu (Yohanes 17: 11), Yesus berdoa untuk pengudusan mereka (Yoh 17: 17), dan masih banyak lagi termasuk semua mujizat yang dilakukanNya. Kita bisa bertahan karena kita saling menguatkan, dan kita saling menguatkan dalam saling mendoakan.

Penjelasan Teks

Filemon 1: 4-7

Surat ini adalah surat yang pendek, hanya 1 pasal berisi 25 ayat. Ayat 4-7 adalah bagian pengucapan syukur. Paulus menuliskan ini dari dalam penjara. Dalam penjara ia tetap memikirkan pelayanan. Sekalipun dirinya tidak dalam posisi nyaman, ia tetap memikirkan orang lain. Baik dalam doa juga lewat tulisan-tulisannya. Paulus membuktikan doa tidak bisa dibatasi oleh gelap dan lembabnya jeruji penjara. Lewat tulisannya, Paulus mengapresiasi karya nyata yang sudah dikerjakan oleh Filemon bagi jemaat di Kolose. Karena itu selain Filemon, surat ini juga ditujukan pada Apfia, Arkhipus, dan kepada jemaat di rumah Filemon.

Penerima surat ini adalah Filemon, ia salah satu orang yang menjadi pengikut Kristus dari hasil pekabaran Injil Paulus. Ia adalah seorang tokoh kaya dan terpandang jemaat di Kolose, ia menyokong pertumbuhan jemaat Kristen. Salah satunya dengan menyediakan rumahnya sebagai tempat berkumpul. Secara keseluruhan, inti surat ini adalah Paulus meminta kepada Filemon agar menerima kembali Onesimus yang dulu adalah hamba milik Filemon. Onesimus pernah melakukan kesalahan sehingga ia melarikan diri dari Filemon. Paulus meminta agar Filemon menerima kembali kehadiran Onesimus bukan lagi sebagai hamba tapi sebagai saudara seiman. Bagian di ayat 4-7 ini adalah cara Paulus menunjukkan kebaikan-kebaikan yang sudah dilakukan oleh Filemon. Tanda bahwa Paulus sangat mengenal Filemon dengan baik. Paulus berdoa bagi Filemon. Paulus bersyukur pada Tuhan setiap kali mengingat Filemon. Paulus menuliskan kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan Filemon: kasih kepada semua orang kudus, iman kepada Tuhan Yesus, menghiburkan hati orang-orang kudus. Dari sini kita bisa melihat bagaimana hidup Filemon menjadi berkat bagi banyak orang. Identitas Kekristenannya terlihat nyata dalam perbuatan. Hal ini dituliskan Paulus sebelum meminta Filemon menerima kembali Onesimus. Agaknya Paulus berusaha membuat Filemon mengingat betapa dirinya penuh kasih dan sudah melakukan banyak hal bagi orang lain karena iman kepada Tuhan Yesus. Karena itu menerima kembali orang yang sudah melakukan kesalahan dan melarikan diri bukan sebuah kemustahilan. Paulus tidak memposisikan dirinya sebagai pemimpin rohani yang bisa saja memberi perintah, melainkan membuat sebuah permintaan dengan dasar kasih (ayat 8). Paulus tahu bahwa ketaatan karena kasih adalah lebih baik daripada ketaatan karena takut terhadap otoritas.

Melalui Filemon, jemaat Kristen dan semua pelayan Tuhan di Kolose merasa terbantu dan sangat terberkati. Melalui Paulus, terjadi rekonsiliasi antara Filemon dan Onesimus. Ini semua didasari dari kasih yang tulus, yang bukan sekedar kata-kata. Kasih itu nyata dalam perbuatan, kasih itu mendasari kita berdoa. Pengenalan yang benar akan Allah mengubahkan seseorang, sehingga hidupnya dan semua yang ia miliki bukan lagi untuk kenikmatan sendiri, tetapi menjadi kebaikan bagi orang lain juga. Perbuatan sehari-hari yang penuh kasih, keramahtamahan (hospitality) adalah bukti iman yang bertumbuh.

Pointer Aplikasi

  1. Surat Paulus kepada Filemon menekankan pentingnya mengasihi dengan tindakan. Sejalan dengan Sasaran Pelayanan GBKP “Berkarya dan Berguna Untuk Orang Lain”, mestinya kasih yang kita miliki dinyatakan dalam aksi kasih yang tepat guna, bukan sekedar kata-kata.
  2. Paulus mengucap syukur kepada Tuhan saat mengingat iman dan kasih Filemon bagi jemaat Tuhan. Kiranya menjadi perenungan bagi kita, saat orang lain berdoa bagi kita, apakah ia bersyukur pada Tuhan atau mengeluh kepada Tuhan? Apakah kita sesuatu yang orang syukuri, atau sesuatu yang orang pergumulkan saat ia berkomunikasi dengan Tuhan? Renungkanlah dan jadikan evaluasi diri.
  3. Mendoakan orang lain mengalihkan fokus kita dari diri sendiri kepada orang lain di sekeliling kita. Sehingga arah iman kita bukan untuk diri sendiri, tetapi menjadi berkat bagi orang lain juga. Doa bagi orang lain mengubah diri kita dari seorang yang egois menjadi seorang yang mengasihi, yaitu mengasihi Tuhan dan sesama. Selain secara pribadi, gereja juga harus menjadi pendoa bagi hal-hal di luar gereja. Doa syafaat janganlah hanya berkutat tentang program rutin gereja, pergumulan internal gereja, tetapi juga berdoa bagi bangsa, untuk korban bencana alam, korban peperangan, orang-orang miskin, dan masih banyak lagi. Gereja yang mengasihi adalah gereja yang berdoa. Dengan berdoa bagi orang lain, kita ikut memikul beban berat itu, sehingga menjadi lebih ringan.
  4. Mendoakan orang lain tidak selamanya menunjukkan bahwa kita lebih baik, lebih rohani, lebih benar dari mereka. Saat kita mendoakan orang lain, menyebutkan nama-nama mereka, saat itu kita melatih diri untuk semakin mengasihi. Dan karena itu kita semakin menyerupai Kristus.

Pdt Yohana br Ginting-GBKP Rg Cibubur

SUPLEMEN PEKAN DOA GBKP TAHUN 2024 HARI I, LUKAS 10:25-37

Invocatio :

Mazmur 143:8

Renungan :

Lukas 10:25-37

Tema :

Ertoto Guna Kerina Teman Manusia/Berdoa bagi semua Manusia

 

I. Pendahuluan

Dalam kehidupan sosial manusia khususnya orang Kristen, tentunya tidak ada manusia yang bisa bertahan dalam hidupnya tanpa adanya campur tangan dari orang di sekitarnya. Seorang bayi yang baru lahir tidak akan bisa langsung mandiri menjalani hidupnya. Tentunya membutuhkan bantuan dari orang-orang di sekitarnya. Mengingat banyaknya pengaruh dari orang di sekitar kita dalam membantu kita menjalani hidup maka sepantasnya sebagai orang beriman kiita berdoa bagi sesama manusia. Pekan Doa GBKP hari pertama ini kita diajak merenungkan dan mendoakan sesama manusia secara umum, bahkan berdoa bagi semua manusia. Mari kita perdalam dalam bahan ini..

II. Tafsiran Teks

Dalam nas invocatio melihat bahwa Pemazmur memohon agar ia dilepaskan dari segala tekanan dan kesesakan bukan karena ia baik tetapi semata karena kebaikan Allah. Pemazmur memercayakan seluruh kehidupannya kepada Allah. Percaya berarti pasrah pada kehendak Tuhan. Pemazmur menegaskan bahwa percaya berarti kerelaan menerima dan menempuh kehendak Tuhan. Kerelaan melakukan kehendak Tuhan (ay. 8, 9) adalah buah dari percaya. Pemazmur memahami bahwa kehendak Allah lebih dari segala sesuatu. Ia memang ingin keluar dari krisis, tetapi ia tetap ingin agar Allah sendiri yang menuntunnya melewati hari-hari yang sukar. Mazmur ini ditutup dengan seruan agar dirinya dihidupkan kembali (ay. 11). Penghidupan kembali ini bukanlah sekadar penghidupan fisik, tetapi secara mental, psikologis, dan spiritual. Ia perlu mendapatkan kesegaran dan kekuatan baru untuk hidup. Pemazmur juga mengatakan bahwa ia akan mengangkat jiwanya kepada TUHAN. Apa maksud kuangkat jiwaku? Tumbuhan hanya mempunyai tubuh, tidak bisa berpindah tempat; hewan memiliki tubuh dan jiwa yang dapat menggerakkannya berdasarkan naluri. Namun, hewan tidak bisa mengangkat jiwanya, karena tidak memiliki roh.

Lukas 10: 25-37 adalah percakapan Yesus dengan seorang ahli Taurat tentang “orang Samaria yang baik hati.” Inti percakapan itu, “Siapakah sesamaku manusia?” Pertanyaan ini bertitik tolak dari hukum kasih, “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Luk. 10: 27). Sekalipun bertujuan untuk mencobai Yesus, seorang hukum Taurat bertanya kepada Yesus “siapakah sesamaku manusia?” Bagi orang Yahudi, sesama adalah satu agama dan satu bangsa. Penulis Injil Lukas menulis jawaban Yesus, bahwa sesama tidak dibatasi oleh bentuk identitas apapun. Lukas menonjolkan, bahwa Yesus sangat peduli terhadap orang-orang yang miskin/tidak berdaya (Luk. 4: 18-19). Itu sebabnya, dalam percakapan tersebut, Lukas menekankan, “sesama manusia” adalah semua orang, sekalipun berbeda, bahkan orang yang dianggap musuh atau memusuhi harus dikasihi dan ditolong. “sesamaku manusia” adalah penyataan kasih Allah kepada manusia. Penulis injil Lukas menuliskan tujuan kedatangan Yesus ke dunia untuk menyelamatkan seluruh bangsa (Luk. 2: 10-11). Dia datang ke dunia, karena Allah mengasihi dunia supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3: 16). Rasul Paulus berkata kepada jemaat di Roma, “Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani” (Rm. 1: 16). Allah mengasihi semua manusia ciptaan-Nya. Itu sebabnya, demi keselamatan manusia, Dia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, yaitu Yesus.

Ahli Taurat itu mengajukan pertanyaan yang luar biasa penting kepada Yesus tentang bagaimana orang dapat mewarisi hidup kekal. Sayang ia bertanya dengan motivasi salah dan praanggapan keliru. Ia bertanya bukan karena ia sungguh sedang menggumuli pertanyaan itu tetapi karena ia ingin mencobai Yesus (ayat 25). Ia tidak sedang mencari jawaban sebab ia sudah punya pranggapan bahwa orang dapat mewarisi hidup kekal melalui perbuatan membenarkan diri (ayat 25,29). Terasakah oleh Anda betapa mengejutkan jawaban Yesus? Dengan mengacu kepada sari Taurat (Ul. 6:5), Yesus ingin menyadarkan dia bahwa hidup kekal bukan masalah warisan tetapi masalah hubungan. Faktor intinya bukan perbuatan tetapi kondisi hati. Kasih Allah yang telah mengaruniakan hidup dengan menciptakan manusia dan memberikan hukum-hukum-Nya, patut disambut dengan hati penuh syukur dan kasih di pihak manusia. Mungkinkah orang mengalami kasih Allah dan hidup dalam kasih yang riil kepada-Nya namun hatinya tertutup terhadap rintih tangis sesamanya? Tidak, sebab kasih kepada Allah pasti akan mengalir dalam kasih kepada sesama. Namun, siapakah sesama yang harus kita kasihi itu? Itu menjadi pertanyaan berikut si ahli Taurat kepada Yesus. Lalu, lahirlah jawab menakjubkan dari Yesus tentang perumpamaan orang Samaria yang baik. Pertama, orang-orang yang dalam praanggapan si ahli Taurat pasti akan berbuat benar, ternyata tidak. Kedua, orang yang dalam praanggapan si ahli Taurat pasti salah, ternyata berbuat benar sebab memiliki kasih. Ketiga, ahli Taurat itu seharusnya tidak bertanya siapakah sesamanya tetapi bertanya apakah ia sedang menjadi sesama bagi orang lain.

Kita harus mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri, dan hal ini dapat kita lakukan dengan mudah, jika kita lebih mengasihi Allah daripada diri kita sendiri. Kita harus mengharapkan hal-hal yang baik bagi semua orang dan tidak mengharapkan yang jahat bagi siapa pun. Di dunia ini kita harus berbuat baik sedapat mungkin dan tidak menyakiti siapa pun, dan, dengan memegangnya sebagai suatu aturan, memperlakukan orang lain sama seperti kita ingin mereka memperlakukan kita. Inilah arti mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. Pembenaran Kristus atas apa yang dikatakan orang itu (ay 28). Walaupun dia datang untuk mencobai-Nya, Kristus tetap memuji perkataannya yang bagus itu: Jawabmu itu benar. Kristus sendiri memegang kedua perintah tersebut sebagai yang terutama di dalam hukum (Mat. 22:37). Jadi kedua belah pihak sama-sama setuju dalam hal ini. Orang-orang yang berbuat baik akan mendapatkan pujian yang sama, demikian pula orang-orang yang mengatakan hal yang baik. Sejauh ini semuanya berjalan dengan benar, namun masih ada bagian tersulit yang harus dikerjakan: "Perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup. Engkau akan mewarisi hidup yang kekal." Upaya orang itu untuk menghindari keyakinan yang sekarang akan diterapkan dalamnya. Ketika Kristus berkata, Perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup, orang ini mulai menyadari bahwa Kristus bermaksud memancing pengakuannya bahwa dia belum melakukan hal ini, dan itulah sebabnya mengapa ada pertanyaan tentang apa yang harus dilakukannya, jalan mana yang harus dicarinya, supaya dosa-dosanya diampuni. Dia juga perlu mengakui bahwa dia tidak mampu melakukan hal ini dengan sempurna dengan kekuatannya sendiri, dan oleh karena itu ada pertanyaan tentang cara bagaimana ia bisa memperoleh kekuatan untuk mampu melakukannya.

III. Aplikasi

  1. Berdoa bagi sesama manusia berarti mendoakan setiap orang. Kita bisa merenungkan dari perbuatan orang Samaria yang pada dasarnya tidak mengenal korban sama sekali. Bahkan jika dilihat lebih jauh, maka menurut orang Yahudi mereka tidaklah berharga atau bukan termasuk orang yang patut disenangi. Namun karena hatinya penuh belas kasihan maka dia mau membantu orang yang sedang dalam kesusahan.
  2. Banyaknya mendengar atau membaca firman tidaklah menjamin kita bisa mengerti dan menjalankannya dalam kehidupan. Kalau pemahaman kita hanya sebatas sesame adalah orang yang dekat dengan kita, lebih dalam lagi, sesame manusia itu adalah setiap manusia tanpa memandang latar belakang apapun. Maka iman tanpa perbuatan pada hakikatnya adalah mati. Seperti orang Lewi yang tinggal di Bait Allah juga seorang imam, petinggi agama yang seharunya jauh lebih mengerti tentang menolong orang lain. Tetapi itu tidak dilakukannya.
  3. Perjalanan dari Yerusalem menuji Yerikho adalah perumpamaan gambaran perjalanan Yesus dari surga menuju dunia yang telah rusak. Menemui kita yang telah terampas dosa dan keinginan duniawi yang membuat kita hamper mati. Tetapi Yesus datang dan memperbaiki semuanya, membantu kita dan menyelamatkan kita.
  4. Berdoa bagi sesama manusia haruslah menggunakan istilas “ora et la bora” yang artinya tidaklah cukup jika hanya doa saja tanpa Tindakan. Maka lakukanlah apa yang kita doakan sehingga iman dari doa kita terlihat dari perbuatan dan Tindakan kita.
  5. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri merupakan ungkapan yang menyatakan bahwa sebagai seorang Kristen haruslah mau bekerja dan berkarya bagi orang lain. Kasih ditunjukan dari dampak perbuatan kita kepada orang lain. Orang yang mengaku mengasihi Allah tentunya lebih dahulu menunjukkan bahwa dia mengasihi sesamanya manusia. berdoalah bagi semua manusia dan mengasihi semua manusia.

 

Vicaris Roy

SUPLEMEN PEKAN PENATALAYANAN GBKP TAHUN 2024 WARI VII, KHOTBAH GALATIA 2:4-7

Invocatio :

Jeremia 20:9

Ogen :

Miha 3:1-12 (antiponal)

Tema  :

Tetap Meritaken Kebenaren Berita Simeriah /Selalu Mengabarkan kabar baik

 

 

I. Pendahuluan

Misi pengabaran Injil adalah tugas gereja. Itu sebabnya, setiap badan misi harus bekerja sama dengan gereja. Sebaliknya, gereja harus mendukung Upaya pribadai-pribadai Kristen dalam menyaksikan Kristus kepada orang lain. Pelayanan pengabaran Injil sebagai mandat dari Tuhan Yesus kepada semua pengikutnya (orang percaya), sesuai nants di dalam Matius 28:19-20 merupan sebuah perintah dari Yesus langsung untuk memberitakan Injil keselamatan. Pada Kebaktian pekan penatalayanan kali ini kita diajari bagaimana untuk tetap setia mengabarkan kabar sukacita dan tetap berada didalam kebenaran Firman Tuhan.

II. Isi

Kitab Galatia adalah sebuah surat yang ditulis oleh rasul Paulus sekitar tahun 53-56 M. yang ditujukan kepada jemaat Galatia (yang sekarang di wilayah negara Turki). Nama kitab ini berasal dari nama tempat yang ditujunya yaitu kota Galatia. Tujuan penulisan surat Galatia ini yaitu untuk menolong orang-orang yang telah disesatkan oleh ajaran-ajaran palsu. Dengan kata lain, supaya mereka Kembali taat kepada ajaran yang benar. Paulus memulai suratnya dengan berkata bahawa ia adalah rasul Yesus Kristus. Paulus dengan tegas mengatakan bahwa dia dipanggil oleh Tuhan untuk menjadi rasul dan bukan dari manusia. Dia juga mengatakan bahwa tugasnya ditujukan terutama untuk orang yang bukan Yahudi (1-2). Setelah itu, Paulus mengajarkan kepada jemaat Galatia bahwa hubungan manusia dengan Tuhan diperbaharui atau menjadi baik Kembali hanya percaya kepada Kristus (3-4). Di dalam pasal-pasal terakhir kitab ini (5-6), Paulus menjelaskan bahwa cinta kasih yang timbul pada diri orang Kristen itu disebabkan karena iman percayanya kepada Kristus. Iman percaya tersebut akan dengan sendirinya menyebabkan orang itu melakukan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan karakter Kristus, yaitu kasih.

Bahan kotbah Galatia 2:4-7 berisi tentang pembelaan Paulus tentang status kerasulannya, persoalan tentang kerasulan Paulus menjadi topik yang penting pada waktu itu, baik pengikut Petrus maupun orang-orang Kristen Yahudi yang ada di Galatia menjadi musuh Paulus, mereka melihat bahwa status kerasulan Paulus perlu diragukan. Karena Paulus berbeda dengan para murid Tuhan Yesus yang lain, seperti Petrus dan Yakobus. Hal ini dipertanyakan karena adanya perbedaan pandangan antara orang-orang Yahudi Kristen dengan Paulus, terkait pelayanan pemberitaan Injil kepada orang-orang di luar Yahudi, yang berkaitan erat dengan aturan hukum Taurat. Bagi Paulus, mereka yang sudah percaya kepada Kristus tidak perlu melakukan berbagai aturan hukum Taurat untuk melengkapi keselamatan yang sudah mereka terima.

Di ayat 4 Paulus mengaitkan seluruh kontroversi (persoalan) itu kepada saudara-saudara palsu, sebutan ini mengacu kepada guru-guru agama Yahudi (2 Kor.11:26). Orang-orang ini, yang memiliki akar pada sekte orang-orang farisi, yang berpendapat bahwa orang-orang bukan Yahudi juga harus disunat dan mematuhi Hukum Taurat untuk dapat diselamatkan (kis.15:1,5). Mereka mengatakan orang-orang bukan Yahudi harus menjadi mualaf Yahudi untuk menjadi orang Kristen. Mereka memandang hukum taurat sebagai kekuatan pengendali yang positif sehingga mereka memikirkan cara bagaimana untuk memurnikan orang-orang bukan Yahudi. Bagi Paulus, guru-guru agama Yahudi ini adalah saudara-saudara palsu karena mereka tidak mau menerima orang-orang Kristen bukan Yahudi yang tidak disunat ke dalam Persekutuan, dengan cara ini Paulus mengatakan bahwa mereka telah menyangkal keuniversalan Injil.

Kata menyusup dalam Bahasa Yunani pareisaktos yang memiliki kaitan dengan kata dalam 2 Petrus 2:1 untuk “guru-guru palsu” yang secara diam-diam memasukkan pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan ke dalam jemaat-jemaat setempat. Menurut Ben Witherington III[1], pareisaktos adalah “Bahasa militer” yang belakangan digunakan dalam retorika politik. Menghadang, menyiratkan niat bermusuhan dari mereka yang melakukan mata-mata, yang bisa juga disebut orang-orang ini seperti agen-agen dan konspirator yang menyamar dan mencoba mempengaruhi jemaat yang ada supaya berani mentang ajaran-ajaran Paulus.

Ayat 5-6 kelompok guru-guru agama Yahudi telah meninggikan dirinya dan merendahkan Paulus (ayat 6) Paulus ingin menegaskan bahwa semua pemimpin gereja memiliki kedudukan yang sama, sehingga Paulus mengatakan di ayat 5 bahwa ia dan rekan-rekannya tidak mau mundur dan tunduk kepada guru-guru Yahudi itu bahkan sesaatpun, ini adalah bentuk semangat Paulus di dalam memberitakan kebenaran Injil di dalam situasi begitu banyak tekanan sekalipun Paulus tetap berusaha melakukan yang terbaik dan tetap berpegang teguh pada ajaran yang telah diajarkannya. Dapat juga dikatakan bahwa Paulus tidak ingin mengatakan atau melakukan sesuatu yang akan membayakan iman para pembacanya, Ia ingin kebenaran Injil tetap dapat tinggal dengan mereka. Paulus juga ingin menyampaikan supaya para guru-guru agama Yahudi tidak memaksakan sesuatu kepada orang lain karena Injil harus kontekstual dengan Masyarakat di mana Injil itu diberitakan, karena jika unsur-unsur budaya Yahudi di masukken ke dalam budaya orang lain hal itu bisa saja membelenggu bebesaan kebenaran Injil tersebut, terlebih Paulus mengimani keselamatan bukan dari ritual-ritual peribadahan atau kebudayaan akan tetapi keselamatan itu hanya kerena iman yang teguh kepada Yesus Kristus, kerena manusia telah dibebaskan dan di merdekakan oleh Yesus Kristus melalui bengorbanan-Nya di kayu salib.

Ayat 7 Paulus menekankan bahwa baik Paulus dan Petrus memiliki pelayanan yang dipercayakan kepada mereka oleh Tuhan (lih 1 Tes. 2:4), mereka memberitakan injil yang sama (1 Kor. 15:3, 4:11) dalam dua ladang yang berbeda. Paulus telah ditugaskan untuk memberitakan Injil kepada orang-orang tak bersunat, yaitu bangsa-bangsa yang bukan Yahudi. Ha ini dimulai ketika Kristus menampakkan dirinya kepada dia di jalan menuju Damsyik, Ia memanggil dia untuk menjadi seorang rasul bagi bangsa-bangsa lain. Di sisi lain, Petrus telah dipercayakan untuk memberitakan injil kepada orang-orang yang bersunat, yaitu kepada orang-orang Yahudi.

Ayat 8 Paulus menyatampaikan bahwa dirinya dan Petrus sedang diberdayakan Tuhan di dalam pelayanan pemberitaan injil. Allah telah memberikan satu pesan kepada kedua orang itu, serta kuasa untuk meneguhkan pemberitaan mereka dengan tanda-tanda mujizat. Ketika Tuhan Allah yang telah memberikan kekuatan kepada Petrus dan Paulus siapakah yang dapat mengecam Paulus?

Dari kisah Paulus kita belajar bahwa dalam situasi apa dan bagaimana tantangan maupun rintangan yang dihadapi di dalam pemberitaan injil keselamatan, hal itu harus tetap dijalankan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya karena itu adalah mandat yang sudah Tuhan percayakan kepada kita. Walaupun banyak orang yang ingin menjatuhkan atau meragukan kita di dalam pelayanan kita harus tetap teguh karena Ia yang memberikan kekuatan untuk menjadi seorang pembawa berita, biarlah kualitas dari pelayanan kita yang terlihat nyata dan dapat dirasakan jemaat menjadi jawaban dari segala keraguan pelayanan kita.

Bacaan kita Mikha 3:1-12 ditujukan kepada para pemimpin Yehuda. Sebagai pemimpin umat seharusnya mereka melakukan keadilan bagi umat dan mengarahkan umat kepada jalan yang benar. Namun tidak demikian dengan para pemimpin Yehuda, mereka memutar balikkan kebenaran (ayat 9). Mereka mengabaikan keadilan dan melakukan kejahatan (ay 1-3). Mereka tidak lagi melindungi rakyat, melainkan menyiksa rakyat (ay. 2-3,10). Semua terjadi karen ketamakan dan ketidakpedulian mereka. Tidak ada sedikitpun mereka yang bertindak demi kepentingan dan kesejahteraan umat. Baik pemimpin politik maupun pemimpin Rohani, mereka bekerja atas dasar mencari keuntungan diri sendiri, dengan mencari kekayaan bagi diri mereka sendiri (ay. 5,11). Seolah-olah mereka telah melakukan suatu kebenaran, mereka terlalu sombong, sehingga merasa bahwa Tuhan tidak akan menghukum mereka (ay 11). Ini adalah kemunafikan.

Realitas kehidupan masa kini, sudah terjadi sejak zaman nabi Mikha dan Tuhan Yesus. Pada zaman nabi Mikha, para pemimpin umat yang seharusnya melakukan keadilan dan mengarahkan umat kepada kebenaran. Nyatanya mereka malah mengabaikan keadilan dan melakukan kejahatan. Baik para pemimpin politik maupun pemimpin rohani, mereka bekerja atas dasar mencari keuntungan diri sendiri, dengan mencari kekayaan bagi diri mereka sendiri. Mereka merasa telah melakukan suatu kebenaran, sehingga mereka berpikir bahwa Tuhan tidak akan menghukum mereka. Ini adalah kemunafikan mereka. Di satu sisi, mereka menolak Allah, tetapi di sisi lain, mereka mengharapkan perlindungan-Nya. Di sinilah Tuhan menyatakan kuasa-Nya, semua pemimpin bangsa Yehuda yang korup akan dihukum. Demikian halnya para nabi yang diharapkan membela, menghibur umat dan menentang tindakan para pemimpin yang korup dan jahat dengan mewartakan firman, mereka malah berlaku sebaliknya. Firman yang harusnya memberitakan kebenaran dan keadilan, justru digunakan untuk membenarkan tindakan para pemimpin yang korup. Mikha menggambarkan umat Tuhan seperti daging yang dipotong-potong. Umat tidak lagi memiliki pengharapan, karena keadaan mereka yang sudah hancur. Oleh karena itulah, Tuhan Allah akan menghukum para nabi palsu ini. Mereka akan ditimpa malapetaka dan kehilangan semua materi yang mereka miliki.

Saat kesempatan sebagai pemimpin itu ada, baik di dalam pekerjaan ataupun pelayanan, kita bisa saja berperilaku seperti pemimpin-pemimpin pada zaman nabi Mikha. Kita kehilangana arah, tujuan, dan focus yang kita layani. Kita melayani diri sendiri, tamak, dan mengorbankan orang lemah dengan melakukan ketidakadilan atas mereka, bahkan, kita memanipulasi firman Tuhan sesuai keinginan pribadi kita. Kita memperlakukan Allah Tuhan kita seperti lampu yang dapat kita nyalakan atau padamkan sesuka hati. Peringatan nabi Mikha juga ditujukan kepada kita agar tidak melakukan hal-hal yang tidak dikehendaki Tuhan. Tetap berfokus pada tujuan pelayanan kita, yaitu melayani Tuhan dan sesama. Jadilah pemimpin yang berkomitmen untuk menjalankan arah dan tujuan yang benar dengan terus mengarah kepada Tuhan, jangan tergoda seperti pemimpin-pemimpin Yahudi yang membenarkan perbuatannya di hadapan Tuhan. Tetaplah berfukus kepada tujuan pelayanan, yaitu melayani Tuhan dan sesama.

III. Refleksi

Kita sebagai umat Allah menjalani hidup seperti yang diteladankan oleh Paulus dan Tuhan Yesus. Paulus menjalani hidupnya dengan benar dan sungguh-sungguh dihadapan Allah dan sesama, karena dia merasakan kasih dan penyertaan Allah sepanjang hidupnya. Dia tidak merasa takut, kuatir, dan merasa tertolak ketika ia memberitakan firman kepada Jemaat-jemaat yang dia layani. Hal ini karena Paulus memiliki motivasi yang benar, yaitu melayani untuk memuliakan Allah, bukan diri sendiri. Memang tidaklah selalu mudah melakukan kebenaran di tengah umat yang jauh dari kebenaran, namun bukankah itu yang menjadi panggilan kita, menjadi terang di tengah gelapnya dunia. Maka melalui tema kita pada hari ini tetap memberitakan berita simeriah, kesetiaan kita kepada Tuhan melalui tugas panggilan sebagai umat-Nya, yaitu mengabarkan kabar sukacita kepada semua bangsa melalui keteladan kita di dalam melakukan apa yang benar dihadapan Tuhan, seperti yang disampaikan Yeremia di dalam Invocatio firman Tuhan itu seperti api menyala-nyala jika kita tidak menyampaikan kebenaran firman Tuhan itu. Semangat erberita Tuhan Yesus memberkati.

Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk bisa tetap mengabarkan kebenaran di Tengah-tengah kehidupan kita yaitu:

1. Memberi Diri

Kita orang percaya dapat menjadikan Mikha dan Paulus sebagai teladan yang mau memberikan dirinya kepada Tuhan. Menjadi seorang perpanjangan tangan Tuhan untuk memberitakan kebenaran Injil.

2. Menaati Allah

Mikha menaati Allah Ketika dipilih untuk menjadi nabi-Nya dan Paulus menaati Allah ketika dipilih untuk menjadi rasul. Marilah kita belajar menaati Allah di dalam setiap aspek kehidupan kita.

3. Menyembah Allah

Mikha tetap memilih hidup di dalam kebenaran sekalipun begitu banyaknya cobaan yang dihadapinya termasuk orang-orang disekitarnya. Tidak terpengaruh dengan godaan-godaan dunia. Paulus juga memilih tetap setia menyembah Tuhan bukan setia kepada tradisi-tradisi Yahudi.

4. Mewartakan kabar baik

Nabi Mikha dan rasul Paulus tetap mewartakan beneran kabar sukacita yaitu kebenaran Firman Tuhan, dalam situasi apapun dan bagaimanapun mereka setia mewartakan kebenaran sukacita itu.

5. Hidup Yang Menegakkan Kebenaran

Hidup yang menegakkan kebenaran adalah hidup yang dilandasi pada kebenaran firman Allah dan berbuah kebenaran. Tidak ada rasa takut kepada manusia kecuali kepada Tuhan sang pencipta, dalam menegakkan kebenaran. Paulus telah memberikan contoh kepada kita bagaimana dia tetap pada prinsipnya bahwa menerima Yesus Kristus sebagai juruselamat tidak harus disunat dan menjadi orang Yahudi, karena keselamatan dari Yesus Kristus untuk semua suka bangsa.

Nabi Mikha, Rasul Paulus, Nabi Jeremia adalah tokoh Alkitab yang dapat menjadi inspirasi bagi kita di dalam mengabarkan kebenaran firman Tuhan. Lewat tokoh-tokoh tersebut kita belajar bahwa kebeneran firman Tuhan itu, jangan takut dikucilkan orang lain, jangan takut hidup kekurangan, jangan takut akan segala kekwatiran kita di dalam memberitakan kebenaran, yakin dan percaya kita bahwa Allah Tuhan kita tetap memampukan dan memberkati kita.

Vic. Randa

 

Ben Witherington III adalah seorang sarjana Alkitab Perjanjian Baru yang berasal dari Amerika Serikat. Melayani sebagai Pdt di Gereja United Methodist Church dan juga sebagai Pengajar Perjanjian Baru di Thelogi Seminari di Wilmore Kentuky

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD