SUPLEMEN PEKAN KEBAKTIAN KELUARGA TAHUN 2024, WARI II

Invocatio :

1 Timotius 4:12

Ogen :

Kuan-kuanen 1:1-6

Khotbah :

Markus 10:13-16

Tema :

Pelepas danak-danak sebage danak-danak

 

I. Pendahuluan

Anak-anak menjadi bagian yang penting dalam pelayanan Yesus selama di dunia, maka dalam gereja, anak-anak seharusnya juga menjadi bagian yang penting. Kemurnian dan kepolosan seorang anak jangan sampai menjadi alasan untuk beranggapan bahwa mereka belum saatnya mendapatkan perhatian yang besar dari gereja. Justru dengan kemurnian, kepolosan, dan ketulusan mereka, gereja berkesempatan membangun fondasi yang kuat bagi pembangunan gereja pada masa-masa mendatang. Anak-anak adalah masa depan gereja olehh karena itu gereja harus turut bertanggung jawab atas tumbuh kembang kehidupan seorang anak, terutama hidup rohani mereka.

II. Penjelasan Teks

A. Khotbah Markus 10:13-16

Markus menceritakan bahwa orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus. Alasan orang membawa anak-anak kepada Yesus pasti disebabkan karena mereka mengenal Yesus sebagai pribadi yang ramah, terbuka, mau menerima semua orang, termasuk anak mereka. Mereka tahu pasti bahwa Yesus tidak akan keberatan menerima anak-anak mereka. Seperti mereka telah terberkati oleh Yesus, inilah yang mendorong orang-orang ini membawa anak-anak agar Yesus menjamah mereka. Arti kata menjamah yang dimaksud adalah “menyentuh” atau “memegang”, ini tidak menunjukkan bahwa anak-anak itu sedang memerlukan kesembuhan jasmani dari penyakit, namun sebagai tanda bahwa Ia berkenan memerintah atas dan memberkati mereka. Arti lain dari kata “menjamah” adalah memberikan berkat khusus bagi masa depan mereka . Hal ini senada dengan Matius 19:13 bahwa “Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka dan mendoakan mereka.” Jadi yang dimaksud dengan ‘menjamah’ dari teks ini adalah Yesus Kristus memberikan berkat dan doa kepada para anak..

Para murid menjadi penghalang ketika mereka berusaha melindungi Yesus dari gangguan anak-anak yang dianggap “kurang penting”. Sikap murid-murid sepertinya dilandasi pemahaman pribadi mereka bahwa waktu Yesus terlalu berharga untuk terbuang bagi melayani anak-anak. Bagi para murid, yang dilakukan orang-orang ini tidak dapat ditoleransi, bahwa Guru direpotkan untuk memperhatikan anak-anak kecil yang tidak membutuhkan perhatian khusus. Kehadiran anak-anak pastinya dianggap mengganggu dan tidak menghargai keberadaan Yesus.

Yesus marah dan menegur dengan tegas para murid-Nya yang telah menghalangi anak-anak itu datang kepada-Nya. Yesus mengatakan kepada para murid “ biarkan anak-anak itu datang kepadaKu, jangan menghalang-halangi mereka.” Walaupun anak-anak itu masih kecil dan belum memahami dengan baik maksud orang tua mereka membawanya kepada Yesus, tetapi Yesus tetap menghargai setiap anak-anak yang datang. Ia tidak menginginkan orang dewasa menghalangi anak-anak bertemu dan mendapatkan pelayanan dari-Nya

 Kata “orang-orang yang seperti itulah” tidak mengarah kepada diri anak sebagai pribadi, Yesus memberi perumpamaan dengan merunjuk pada karakter anak yang mampu menerima orang lain, bergantung, dan memiliki kepercayaan penuh kepada orang lain. Di sini Yesus memberikan peringatan khusus dan serius kepada murid-muridnya tentang pentingya menyambut anak-anak.

Lalu Yesus memeluk anak-anak itu dan sambal meletakkan tangganNya atas mereka, Ia memberkati mereka. Tindakan memeluk ini berarti tindakan menerima mereka yang melampaui keinginan untuk menyentuh. Dalam hal ini Yesus menerima anak-anak lebih dari yang diharapkan oleh para orang tua, Yesus bukan hanya menyentuh tetapi juga menerima seperti seorang anak dalam pelukan ibunya. Pada kesempatan ini pelukan harus diulangi beberapa kali, dan setiap pengulangan akan menekankan teguran yang baru saja diucapkan kepada murid-murid. Usaha murid-murid menyelamatkan Yesus dari kemungkinan kelelahan, justru dianggap merampas kesempatan Yesus menyatakan kasih sayang pada anak-anak kecil ini.” Dalam teks sejajar Matius menghilangkan tindakan memeluk yang indah ini. Dia mungkin mengira bahwa itu tidak selaras dengan keagungan Mesias.

Apa yang Yesus lakukan, tidak hanya menjamah seperti yang telah diminta orang tua mereka. Namun Dia memberikan yang lebih dari yang diminta dengan memeluk setiap anak. Dalam sebuah pelukan pastinya melibatkan perasaan secara pribadi. Saat Yesus memeluk anak-anak itu, ada keterlibatan secara emosi dan pribadi antara Yesus dengan anak - anak itu. Bagi seorang anak, pelukan itu amat berarti karena mendatangkan rasa aman, rasa diterima, rasa dihargai, dan rasa dicintai. Yesus dengan tulus memberikan itu kepada mereka. Tidak itu saja, Yesus juga meletakkan tangan atas anak-anak itu lalu memberkati mereka.

B. Bacaan Amsal 1:1-6

Dalam bagian pertama Kitab Amsal, tercantum tujuan dari penulisan kitab itu, yaitu untuk menolong setiap orang yang membacanya agar mereka mengetahui hikmat, kebenaran, keadilan, dan kejujuran. Kitab Amsal sejatinya dibutuhkan oleh setiap orang, sebab tidak ada seorang pun yang sempurna. Kitab Amsal bukan hanya dibutuhkan oleh mereka yang kurang pengetahuan, melainkan juga oleh mereka yang pandai. Sebab, orang-orang yang penuh pengetahuan pun belum tentu berhikmat. Hikmat tidak sama dengan pengetahuan. Hikmat lebih dalam dan luas daripada sekadar informasi. Hikmat adalah sikap dasar yang memengaruhi seluruh aspek kehidupan seseorang. Hikmat menolong seseorang untuk dapat membedakan yang benar dan salah, yang baik dan buruk, kemudian memilih keputusan yang tepat dalam keseharian hidupnya. Hikmat bahkan memampukan seseorang memilih yang terbaik di antara yang baik. Hikmat inilah yang seharusnya diajarkan oleh gereja kepada anak-anak sehingga ketika mereka menghadapi kesulitan, mereka akan dimampukan untuk memilih yang benar dan diperkenan oleh-Nya. Ketika mereka mendapatkan tekanan atau masalah, mereka dimampukan untuk berjuang mengatasi masalah mereka. Tidak semua orang dapat memiliki hikmat karena hikmat bersumber dari Tuhan. Hanya mereka yang hidup di dalam Tuhan yang dapat memperolehnya. Sebab, dasar dari hikmat adalah takut akan Tuhan.

C. Invocatio 1 Timotius 4:12

Nas hari ini menjelaskan bagaimana Paulus menasihatkan Timotius agar melalui perkataan, tingkah laku dan kesetiaannya, ia dapat menjadi teladan bagi banyak orang. Timotius bisa menjadi seorang pribadi yang berintegritas baik, setia dan sanggup mengaplikasikan firman Allah dalam hidupnya sehari-hari, sehingga tidak ada alasan bagi orang lain untuk memandangnya rendah karena dirinya masih muda. Meskipun ia muda, belum banyak pengalaman, belum terlalu dewasa, dan kalau kata orang jaman sekarang menyebutnya “anak masih bau kencur” tetapi ia dapat menjadi teladan di dalam perkataan, tingkah laku, kesetiaan, dan kesuciannya sehingga orang lain atau orang yang lebih tua darinya tidak memandang rendah akan dirinya.

            Marilah belajar menjadi seorang muda yang dapat menjadi teladan di dalam perkataan, tingkah laku dan kesucian hidup. Milikilah perkataan-perkataan yang penuh kejujuran, dapat membangun dan dapat dipercaya. Perkataan seperti ini membangun kepercayaan dan tidak bisa dijadikan alasan bagi orang lain untuk merendahkan kita. Yang lebih penting lagi, kiranya kita memuliakan Allah di dalam percakapan kita, dengan mengetahui bahwa Dia mengetahui setiap kata dan pikiran yang ada sebelum semua itu kita utarakan.

III. Aplikasi

  1. Sikap Yesus Mengajarkan Pelayanan Anak Sama Pentingnya Dengan Pelayanan Orang Dewasa.

Sekalipun anak-anak memiliki keterbatasan untuk memahami akan karya keselamatan dan penebusan yang Yesus lakukan, namun anak-anak penting dalam pandangan Yesus. Bagi Tuhan Yesus, kehadiran anak-anak tidaklah mengganggu dan dijadikan alasam untuk diabaikan. Anak-anak juga bagian dari generasi yang perlu dilayani. Yesus tidak suka sikap murid-murid-Nya yang telah menghalang-halangi anak–anak, untuk datang kepada-Nya. Tindakan Yesus terhadap murid-murid yang marah dan menghalangai kedatangan anak-anak menjadi sebuah bukti bahwa pelayanan anak memiliki bobot sama pentingnya dengan pelayanan orang dewasa. Yesus mengingingkan anak-anakpun mendapat kesempatan untuk mengalami kasih dan berkat-Nya. Karena bagi Yesus Kasih dan Berkat-Nya tidak hanya disediakan untuk orang dewasa, namun juga disediakan-nya bagi setiap lapisan usia termasuk anak-anak.

  1. Sikap Yesus Mengajarkan Pentingnya Membangun Pelayanan Yang Ramah Anak

Yesus marah kepada murid-murid saat mereka menunjukan sikap tidak ramah kepada anak-anak. Yesus memberikan teladan kepda murid-muridnya bagaimana dia meperlakukan anak-anak dengan sikap ramah yang ditunjukan dengan memberikan pelukan, menumpangkan tangan dan memberkati anak-anak. Contoh ini tidak hanya untuk murid-murid pada saat itu, namun juga harus diteruskan kepada umat Tuhan saat ini. Sangat penting membangun pelayanan yang ramah dengan anak. Tempat pelayanan dimana anak-anak diterima, dikasihi dan mendapatkan kenyamanan. Dengan demikian pelayanan seperti ini akan menumbuhkan dalam diri anak-anak pengenalan akan Tuhan.

  1. Sikap Yesus Mengajarkan Kerajaan Allah Terbuka Bagi Setiap Kalangan Usia

Yesus menggunakan figure anak-anak untuk menyampaikan cara memasuki kerajaan Allah. Seseorang perlu belajar seperti anak-anak untuk dapat memasuki kerajaan Allah yang disediakan. Seperti halnya anak-anak yang penuh kegembiraan, semangat dan suka cita dalam menyambut Yesus, demikianlah setiap orang harus memiliki kegembiraan, semangat dan suka cita dalam menyambut Kerajaan Allah.

  1. Sikap Yesus Mengajarkan Bahwa Anak-Anak Bukanlah Pengganggu Namun Generasi Yang Harus Dilayani

Anak-anak tidak boleh dianggap pengganggu dalam pelayanan. Anak-anak adalah bagian generasi yang harus dilayani secara serius. Jika pelayanan kepada anak diabaikan maka tidak menutup kemungkinan, gereja akan kehilangan generasi penerus yang mengenal dan takut akan Tuhan. Ini merupakan tantangan yang harus dijawab agar tidak ada generasi yang terhilang. Sekalipun membangun pelayanan anak bukanlah hal mudah, namun itu merupakan panggilan semua murid Kristus. Anak-anak perlu untuk dilayani dan jangan diabaikan. Pengabaikan terhadap anak-anak juga merupakan bentuk pengabaian akan kehendak Yesus menyatakan kasih kepada anak-anak. Yesus mengasihi dan melayani anak-anak dengan tulus, dengan demikan umat Tuhanpun wajib mengasihi dan melayani anak-anak dengan baik. Karena menjalani kehidupan bagi anak–anak tidaklah mudah, terutama bagi kalangan generasi strawberry.[1] Karenanya anak-anak butuh untuk ditolong, dan mendapatkan dididikan untuk menghadapi masalah yang mereka hadapi. Anak-anak memerlukan bimbingan dan tuntunan dari orang dewasa. Bimbingan yang dibutuhkan anak dapat di dapat dari kegiatan yang dilakukan di sekolah minggu. Sehingga sekolah minggu dapat dipakai sebagai sarana dalam membentuk iman dan karakter anak. Faktor dari luar pun menjadi tantangan tersendiri bagi pelayan anak yaitu ketika perkembangan multimedia begitu pesat, berhasil merebut perhatian anak dimana pengaruh internet memberikan dampak negatif maupun positif.

 [1] Istilah "generasi strawberry" pertama kali muncul di Taiwan. Di mana hal ini mengacu pada sebagian generasi baru yang memiliki ketahanan rendah seperti buah strawberry. Penyebutan buah strawberry ini dipilih karena keindahannya yang eksotis, tetapi mudah hancur saat terpapar tekanan atau tantangan. Menurut Prof. Rhenald Kasali, dalam bukunya yang berjudul Strawberry Generation mengatakan bahwa mereka adalah kelompok anak muda yang kreatif, namun rentan menyerah dan mudah tersinggung. Mereka adalah kelompok individu yang lahir antara pertengahan 1997 hingga awal 2010-an.

Pdt. Rahel Br Tarigan

GBKP Runggun Denpasar

SUPLEMEN PEKAN KEBAKTIAN KELUARGA TAHUN 2024, WARI I

Invocatio :

Lidah lembut adalah pohon kehidupan, tetapi lidah curang melukai hati. “( Amsal 15:4)

Bacaan :

Ayub 1:4-5

Khotbah :

Matius 18:10-14

Tema :

Meherga Kap Anak-anak ( Anak-anak adalah Berharga)

 

Pendahuluan

Beberapa minggu lalu anak bungsu saya yang masih kuliah bertanya & minta ijin mewawancarai saya melalui Video Call untuk keperluan tugas kuliahnya.

Anak : “Menurut mama, aku ini beban berat yang harus ditanggung, karena harus diberi makan, diurus, dibesarkan dan di kuliahkan atau sebaliknya merupakan investasi masa depan?”

Saya : “Menurut mama, kamu adalah anugerah yang terindah dari Tuhan, semua anak-anak mama adalah harta yang tak ternilai harganya. Kalau diberi makan, disekolahkan dan dibesarkan itu bagian dari tanggung jawab orang tua nakku, bukan jadi beban. Mama-papa merawat dan menyekolahkanmu supaya kelak bisa jadi orang yang lebih dari orang tuamu dalam segala hal, sukses dan membahagiakan keluarga & jadi berkat.

Anak : “Jadi menurut mama, aku ini investasi masa depan?”

Inilah sekelumit dialog kami dengan anak kami ketika dia bertanya tentang siapa dia di mata orang tuanya.

Ketika Anda melihat anak Anda, apakah yang Anda lihat? “Mulut yang harus diberi makan & beban yang harus dipikul serta ditanggung ?”

Atau justru “melihatnya sebagai hadiah & berkat yang tak ternilai dari Tuhan ?” Mungkin ada begitu banyak arti “seorang anak” bagi orangtuanya. Namun, Alkitab membantu kita memandang anak-anak sebagaimana mereka sesungguhnya: Anak-anak adalah pemberian Allah, sesungguhnya, mereka itu anugerah” (Maz. 127:3 BIS). “Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya”. (Maz. 139:13-14)

Anak-anak kita adalah pemberian Allah. Dia menciptakan setiap mereka dengan penuh kasih dan memberikan mereka kepada kita sebagai anugerah indah yang berharga. Melalui ketiga teks Firman Tuhan, baik Invocatio, Ogen maupun Khotbah, dalam Pekan Kebaktian Keluarga Hari I ini kita diingatkan bagaimana harus memperlakukan anak-anak kita & apa tanggung jawab kita sebagai orang tua. Sudahkah kita menjadikan mereka sebagai anugerah yang berharga dari Tuhan ?

Isi & Pendalaman Teks

Teks Kotbah, Matius 18:10-14 adalah lanjutan pengajaran Tuhan Yesus kepada murid-muridNya yang menggambarkan betapa besarnya penghargaan yang diberikan Allah Bapa kepada setiap orang yang percaya kepada Yesus, termasuk orang-orang yang terpinggirkan dan dianggap kecil dan hina sekalipun. Yesus memperingatkan para pengikut-Nya agar tidak meremehkan orang-orang percaya, dengan menyebut mereka "anak-anak kecil." Mereka dihubungkan dengan kemuliaan Allah melalui para malaikat mereka di surga.

Ay. 10 : Ada malaikat mereka di surga yang memandang wajah Bapa.

Ayat ini menunjukkan bahwa anak-anak kecil begitu berharga di mata Tuhan, sehingga Ia menugaskan malaikat-malaikatNYA, yang dekat dengan Dia untuk mengawasinya, artinya tidak ada satupun dari anak-anakNya yang sekalipun lemah dan tak berdaya, yang terluput dari pandangan Allah. Kalau Allah Bapa sendiri begitu tinggi menilai & menghrgai anak kecil, jelas bahwa kita tidak boleh menganggap rendah mereka.

Ay. 11 : Ayat ini ada dalam tanda kurung, karena dalam manuscript-manuscript aslinya ayat ini tidak ada. Jadi, ayat ini dianggap sebagai penambahan redaksi dan sebetulnya tidak ada dalam tulisan aslinya.

Ay. 12-14 : setelah memberikan gambaran umat-Nya yang dikasihi-Nya seperti anak-anak kecil, Yesus melanjutkan dengan memberikan gambaran umat-Nya yang diperhatikan-Nya seperti domba yang dikasihi oleh gembalanya. Umat-Nya yang paling tidak berharga dalam pandangan dunia ini pun akan dicari oleh Allah seperti kesungguhan seorang gembala yang mencari satu domba yang hilang. Jika seorang gembala pun akan meninggalkan 99 domba-dombanya untuk mencari satu domba yang terhilang, demikian juga Bapa di surga tidak ingin satu pun dari anak-anak-Nya terhilang.

Teks ini menunjukkan bagaimana Kasih Allah Bapa yang begitu besar bagi umatNya. Allah kita adalah gambaran Bapa yang selalu peduli dan berusaha supaya semua anak-anakNya berada dalam perlindungan-Nya dan tidak ada yang terhilang. Karena kasih-Nya yang begitu besar Allah rela mengutus Putera tunggal-Nya yakni Yesus Kristus untuk menghimpun, menuntun, dan membimbing kita semua anak-anak-Nya agar selalu berada pada jalan kebenaran dan keselamatan-Nya.

Invocatio Amsal 15:4 adalah bagian dari nasehat Salomo yang memberi didikan dan pengajaran yang penting, tidak hanya bagi bangsa Israel di zamannya, tapi juga masih relevan dengan kehidupan kita pada zaman kini. Bahwasanya, lidah lembut menjadi pohon kehidupan bagi orang yang memiliki dan memeliharanya, seseorang yang berpegang padanya akan berbahagia.

“Pohon kehidupan” adalah sebuah metafora yang melukiskan kehidupan kekal sebagai anugerah Tuhan. Oleh karena itu, berbahagialah orang yang memiliki lidah lembut karena bisa menyejukkan hati banyak orang yang menyenangkan hati Tuhan. Lidah lembut pada umumnya dimiliki oleh orang yang takut akan Tuhan, dan dengan demikian harusnya akan memperkatakan segala perkataan yang baik, benar, jujur, bijak dengan penuh rasa takut akan Tuhan. Demikian teks Invocatio ini mengingatkan kita untuk mendidik dan mengajarkan anak-anak kita sebagai orang tua yang takut akan Tuhan, yang harusnya mendidik dan mengajar dengan lidah yang lemah lembut, sehingga hidup anak-anak kita terarah kepada kehidupan yang baik dan merasakan “kasih sayang” orang tuanya dalam setiap ajar & didikan yang diterimanya. Menurut teori perkembangan anak, anak yang dididik & diajar dengan lemah lembut akan tumbuh menjadi anak yang menghargai & mengasihi orang tua. Sebaliknya anak yang didik & diajar dengan amarah, bentakan & dengan “lidah yang tajam” setajam silet akan tumbuh menjadi anak pembangkang, kurang percaya diri & mengalami luka bathin.

Dalam Teks Ogen : Ayub 1:4-5 bagaimana kita belajar dari tokoh Ayub sebagai seorang Bapa dan orang tua yang baik, yang bertanggung jawab bagi keselamatan anak-anaknya. Ketika anak-anak Ayub yang laki-laki biasa mengadakan pesta di rumah mereka masing-masing secara bergiliran. Ketiga saudara perempuan mereka juga diundang untuk makan dan minum bersama-sama mereka. Setiap kali, apabila pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka. Keesokan harinya, pagi-pagi, Ayub mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka. Ayub berpikir: “Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati.” (ayat 5). Sebagai orang-tua beriman, Ayub sangat memperhatikan keselamatan rohani anak-anaknya. Ia memperhatikan kelakuan dan gaya hidup mereka, berdoa agar mereka terpelihara dari yang jahat dan mengalami berkat dan keselamatan Allah. Ayub menjadi contoh seorang bapa (orang tua) yang hatinya terarah kepada anak-anaknya dengan menyediakan waktu dan perhatian yang penuh agar mereka terhindar dari kehidupan yang terjerumus dalam dosa. Kita perlu belajar dari Ayub, yang peka & peduli terhadap segala kemungkinan yang dapat membawa anak-anaknya menjauh dari Tuhan.

Aplikasi

Dari ketiga bahan alkitab dalam Pekan Kebaktian Keluarga hari I ini, kita dapat menemukan beberapa pesan dan point penting untuk kita renungkan dan aplikasikan:

  1. Jadikan Anak sebagai harta yang berharga & anugerah yang tak ternilai dari Tuhan

Falsafah hidup orang Batak mengatakan, “Anakhonki do hamoraon di au” (Anakku adalah harta kekayaan bagiku). Jika anak adalah harta yang berharga, maka setiap orang tua, harus berusaha & bekerja keras menjaga, mendidik dan melindungi agar anak-anak kita tidak seorang pun yang tersesat & terhilang. Firman Tuhan yang menjadi teks khotbah, mengingingatkan kita untuk menjaga & mendidik anak-anak kita agar tidak sempat tersesat & menjauh dari kebenaran Firman Tuhan akibat tantangan zaman ini. Perkembangan zaman ini dalam segala aspek dapat membuat anak-anak kehilangan arah & terhilang dari jalan yang benar. Mereka dipengaruhi oleh berbagai gaya hidup yang semakin hedonis, mental instant, mencari kesenangan & kenikmatan yang menyesatkan, baik melalui TV, media sosial & lingkungan sekitar mereka. Terlebih, banyak orang tua zaman sekarang kurang perhatian kepada anak. Kesibukan dan persaingan hidup membuat keluarga lebih fokus pada kesuksesan finansial daripada keutuhan keluarga dan persekutuan dengan anak-anak. Sehingga anak-anak banyak yang menjadi korban konsumerisme, broken-home, dan terjerumus ke dalam pergaulan bebas, narkoba, yang membuat mereka terhilang dan jauh dari Tuhan akibat kehausan akan kasih sayang orang tua.

Sesuai dengan Tema: Meherga Kap Anak-anak. Kita melihat bagaimana Yesus juga begitu menghargai anak-anak dan memberikan kepada mereka identitas yang sangat tinggi yaitu “sebagai orang yang empunya kerajaan Sorga” dan sebagai model bagaimana kita harus menyambut Kerajaan Allah. Yesus mengatakan ”Aku berkata kepadaMu, sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.” Lalu Yesus memeluk mereka (Mrk. 10:15-16), memberkati mereka dan berdoa bagi mereka.

Karena itu, mari kita juga memandang anak-anak kita sebagai harta yang berharga, dengan terus memberitakan Injil kepada mereka, membawa mereka kepada Yesus dan mendoakan mereka senantiasa agar tidak satupun mereka tersesat dan terhilang. Dan terutama yang lebih indah dari itu bila mereka sejak kecil sudah percaya, mereka akan memiliki waktu yang sangat panjang untuk bersaksi dan melayani Tuhan.

  1. Mempraktekkan kasih dan kelemah lembutan dalam mendisiplinkan anak

Menasehati & memarahi anak setelah melakukan kesalahan adalah hal yang wajar dilakukan orangtua. Tapi akan berdampak buruk jika orangtua mendisiplin anak dengan cara yang berlebihan, bahkan sampai membuatnya menderita. Disiplin yang salah sebagai bentuk luapan emosi, kemarahan yang tidak terkontrol atau ketidaksabaran berlebihan dapat menjadikan anak menjadi korban kekerasan, baik itu secara fisik & psykhis.

Berdasarkan data terbaru dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA) yang dikelola oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), terhitung sejak Januari hingga pertengahan Agustus 2024, jumlah korban kekerasan anak di Indonesia mencapai 15.267 anak. Catatan SIMFONI-PPA ini sendiri mencakup berbagai jenis kekerasan yang dialami anak, termasuk kekerasan fisik, psikis, seksual, eksploitasi, trafficking, hingga penelantaran.

Jadi, adalah lebih baik mengoreksi kesalahan anak dengan penuh kasih, kesabaran dan kelemah lembutan seperti yang diingatkan oleh Teks Invocatio kita, daripada menyaksikannya menangis menahan rasa sakit fisik hingga menderita trauma, luka bathin dan kepahitan. Jika anak adalah hadiah atau anugerah dari Tuhan, orangtua sudah sepantasnya memperlakukan anak dengan mengucapkan perkataan yang positif, penuh kasih & kelemah lembutan, perkatakan kata-kata yang mengandung berkat, dan memotivasi hidup bagi anak-anak kita.

  1. Sudahkah kita menjadi orang tua yang bertanggung jawab dan peduli akan keselamatan rohani anak-anak kita ?

Pada bagian terakhir renungan ini mari kita mengevaluasi diri, sudahkan kita menjadi orang tua yang baik dan berkenan bagi Tuhan ? Sudahkan selama ini kita fokus pada pertumbuhan iman & keselamatan rohani anak-anak kita ? Atau lebih sering fokus & disibukkan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi dan jasmani anak-anak kita ?

Firman Tuhan mengingatkan kita sebagai orang tua tidak hanya mendidik & membesarkan anak-anak kita untuk meraih sukses kehidupan tetapi juga mendorong mereka untuk hidup takut akan Tuhan, berpegang pada kebenaran Tuhan sehingga tidak tersesat dan terjerumus dalam dosa. Untuk itu kita harus belajar menjadi Ayub zaman kini, yang selalu peduli dan tekun tidak hanya mendoakan & menguduskan anak-anaknya, tapi sekaligus menjadi contoh dan teladan bagi anak-anaknya dalam hal ketaatan, kesalehan, takut akan Tuhan, jujur, tulus & menjauhi kejahatan, sebagaimana dikisahkan di dalam teks Ogen kita. Karena pengajaran dan didikan yang paling efektif adalah melalui contoh dan teladan.

Anak-anak kita adalah generasi yang dipersiapkan Tuhan untuk menyatakan kemuliaan-Nya atas dunia yang semakin rusak ini. Karena itulah, Tuhan menitipkan anak-anak-Nya kepada kita, orang tua, supaya bisa mempersiapkan mereka menjadi anak panah-Nya, menjadi pemimpin iman yang siap bertempur dan menyatakan kebenaran Tuhan atas generasinya. Jadi, panggilan Tuhan atas kita orang tua adalah menjadi mitra-Nya untuk membesarkan, mendidik dan melatih anak-anak kita yang dipercayakan Tuhan bagi kita, dengan penuh kasih dan kesabaran & kelemah lembutan.

Anak-anak sangatlah berharga di mata Tuhan. Apa yang berharga di mata Tuhan sudah sepatutnya berharga bagi kita.

                                       Pdt Jenny Eva Karosekali STh. M.Min.

GBKP RG HARAPAN INDAH

SUPLEMEN PEKAN DOA GBKP TAHUN 2024 WARI VII,1 PETRUS 17-21

Invocatio :

Bilangan 11:2

Renungan :

1 Pet 1:17-21

Tema :

Doni Ingan Mpermuliaken Dibata/Dunia Tempat memuliakan Tuhan

 

Pengantar

Manusia dan Dunia adalah tanda Allah memberikan kehidupan. Pada Yoh 1:1-10 menggambarkan yang pada mulanya adalah Firman dan firman itu adalah Allah yang menjadikan dunia ini dan ia sebagai pemberi kehidupan kepada seluruh ciptaan termasuk manusia. Dunia dibentuk dari ketiadaan menjadi ada dan sangat lengkap, segala kebutuhan manusia untuk hidup di dunia telah disediakan olehNya.

Allah ialah Masterpiece yang tidak tertandingi, ia menciptakan dunia dan segala isinya, segala makhluk yang ia ciptakan juga dilengkapi kebutuhan makanan dan minumannya sebagai tanda Allah sang pemberi kehidupan. Di tengah alam ini Ia menyediakan obat untuk makhluk yang mengalami sakit. Allah memberikan pengetahuan kepada seluruh makhluk yang Ia ciptakan agar mampu mengolah alam dinikmati.

Dalam penyertaan Allah sebagai manusia yang selalu merasa tidak puas, perasaan itu digambarkan dalam perjalanan bangsa israel menuju kadesy ia bersungut-sungut, merasa tidak puas, perasaan itu bentuk pemberontakan bangsa israel kepada Allah dan menuduh Allah sebagi penyebab dari semua nasib buruk yang menimpanya serta menuntut tanggung jawab Allah. Maka Allah pun menjadi marah dan menyalalah api Tuhan diantara mereka di tepi tempat perkemahan. Pada saat itu “Orang-orang itu berteriak-teriak minta tolong kepada Musa. Lalu Musa berdoa kepada TUHAN, maka padamlah api itu.” (TB-BIS). Sikap orang israel ini seperti kacang lupa kulitnya tidak tahu berterima kasih. Bukankah Dunia ini tempat kita menikmati cinta kasih Tuhan dengan segala yang Ia ciptakan kita dapat mensyukurinya.

 ISI

(ay. 17)

“Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa”. ‘Bapa’ di sini menunjuk kepada Allah sebagai Bapa dari alam semesta yang hidup dalam kekudusan. Petrus menyatakan hal itu untuk mendorong dan menguatkan orang-orang Kristen untuk terlibat dan ikut serta dalam jenis kelakuan yang kudus (berbeda) yang sesuai bagi anak-anak Allah. Melalui perlakuan seorang anak, maka nama keluarga dipertaruhkan. Karena itu, katanya, “perhatikanlah secara mendalam bagaimana engkau berkelakuan”. Bapa yang dimaksud oleh Petrus adalah “Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya”. Kata ‘menghakimi’ menunjuk pada penghakiman dari Bapa. Itu berbicara tentang penghakiman akhir dari Allah di antara umat-Nya dan juga menunjuk pada penghakiman yang terus berlangsung dari Allah dengan melatih dan memerintah anggota-anggota keluarga-Nya. Ia mengasihani semua anak-anak-Nya, dan menyediakan keselamatan untuk semua, sehingga keselamatan itu tetap akan menjadi bagian mereka yang merespon kasih Allah dengan hidup dalam kehendak dan perintah-Nya. Kasih Allah (AGAPE) selalu digambarkan sebagai kasih yang tidak tergantung dari kehidupan dari orang yang dikasihi. Karena itu, sering diartikan sebagai ‘kasih walaupun’, artinya ‘Allah tetap mengasihi kita walaupun kita tidak layak dikasihi’.

“Maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini”. Petrus mengingatkan bahwa di dunia ini kita hanya tinggal sementara, dan karena itu disebut ‘menumpang’. Akan tetapi, hidup yang hanya sementara ini menentukan hidup kita yang akan datang dalam kekekalan. Apakah kita akan menerima hidup yang kekal atau sebaliknya. Agar beroleh hidup kekal itu, Petrus mengatakan agar kita hidup dalam ‘ketakutan’. Takut yang dimaksud adalah buah dari kasih kepada Allah dan pengenalan yang benar terhadap sang Pencipta yang Mahakuasa. Takut itu ditunjukkan melalui sikap hormat kepada Allah, hidup beribadah kepada-Nya dan berpengharapan penuh kepada sang Bapa dalam segala aspek hidup.

(ay. 18-19)

Mengapa Petrus mengajar untuk takut kepada Allah.? Apakah supaya mereka diberkati atau diselamatkan.? Ternyata tidak. Setiap orang harus taat dan takut akan Tuhan karena setiap orang telah diberkati dan ditebus dengan darah yang mahal. ‘Penebusan’ tentu adalah pembelian dari perbudakan. Yohanes 8:34, “Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa”. Melalui nats ini, jelas sekali bahwa manusia telah dikuasai dan diperhamba dosa. Bahwa dosa itu memperbudak orang yang melakukannya bisa terlihat dan terasa pada ketidakmampuannya untuk membuang dosa itu. Karena itulah Allah mengambil inisiatif untuk melepaskan dan membebaskan menusia dari belenggu dosa itu. Dengan demikian Allah mengutus Anak-Nya yang tunggal sebagai korban dalam penebusan itu, karena hanya dengan cara demikianlah manusia layak menjadi hamba Allah dan lepas dari genggaman iblis.

Penebusan yang dimaksud Petrus adalah penebusan ‘dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu’. Ini jelas menunjuk pada kehidupan yang berdosa, dan kata ‘sia-sia’ menunjukkan bahwa kehidupan, tingkah laku yang kosong, bodoh, dan tidak berguna, penuh dengan harapan yang sia-sia rasa takut yang sia-sia, keinginan yang sia-sia dan tidak ada gunanya di hadapan Tuhan. Manusia ditebus ‘bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat’. Ini menunjukkan bahwa tidak ada yang bisa menebus kita dengan sempurna dari dosa kecuali darah dan pengorbanan Yesus. Ini menunjukkan bahwa Kristus merupakan penggenapan dari domba korban dalam Perjanjian Lama, khususnya domba Paskah. Namun pengorbanan Yesus sempurna dan hanya berlaku untuk selamanya serta memberikan jaminan kehidupan dan keselamatan yang kekal.

(ay. 20)

“Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan”. Yesus Kristus adalah rencana kekal Allah. Sebelum penciptaan dunia, Ia ditentukan untuk pekerjaan yang diberikan kepadaNya untuk dilakukan. Kadang-kadang kita cenderung berpikir tentang Allah yang mula-mula sebagai Pencipta dan lalu sebagai Penebus. Mungkin kita berfikir bahwa Ia menciptakan dunia ini dan lalu pada waktu ciptaan menjadi kacau, Ia mencari jalan untuk menyelamatkannya dan jalan itu adalah Yesus Kristus. Tetapi di sini kita mendapatkan gambaran bahwa rencana Penebusan-Nya bukanlah merupakan suatu tindakan darurat yang terpaksa Ia lakukan pada waktu kehidupan ciptaan menjadi kacau. Rencana penebusan-Nya sudah ada sebelum penciptaan. Inkarnasi, kematian, dan kebangkitan Kristus bukanlah merupakan akibat atau hasil dari perubahan rencana untuk menghadapi keadaan yang tadinya tidak terlihat; hal-hal itu dilihat lebih dulu dan ditentukan lebih dulu dalam rencana kekal Allah.

(ay. 21)

“Oleh Dialah kamu percaya kepada Allah”. Kita tidak bisa percaya kepada Allah dan tidak bisa menerima anugerah keselamatan yang kekal itu tanpa melalui Kristus. Karena itu baiklah kita mengingat bahwa Kristus tidaklah secara sia-sia disebut sebagai ‘gambar Allah yang tidak kelihatan’ (Kol 1:15), nama/ sebutan ini diberikan kepada-Nya untuk alasan ini, karena tidak ada yang dapat sampai kepada Allah kecuali melalui Yesus. Dan hanya Kristus sendirilah yang bisa menenangkan hati nurani kita, sehingga kita berani datang dengan yakin kepada Allah dan menjadi anak-anak-Nya.

Petrus berbicara tentang kebangkitan Kristus, supaya iman dan pengharapan mereka mempunyai dasar yang teguh. Petrus membicarakan kebangkitan Kristus dan pemuliaan-Nya, untuk menunjukkan bahwa penebusan Kristus telah diterima oleh Allah, dan itu sebabnya Kristus bisa bangkit dan dimuliakan. Juga semua ini menunjukkan bahwa kalau Kristus yang adalah kepala kita sudah dimuliakan/ di surga, maka kita yang percaya, pasti juga akan dimuliakan dan masuk surga bersama dengan Dia.

Kesimpulan

Sebagai orang Kristen sangatlah penting sadar akan penyertaan Tuhan dalam kehidupan ini, bahwa di Dunia ini ialah tempat untuk memulikan Tuhan karena ialah masterpiece dalam hidup ini dan sang pemberi kehidupan. penulis menyimpulkan dengan lirik lagu Rohani

“Alam semesta

Melukiskan kebesaran Tuhan

Bumi dan surga

Menyanyikan kemuliaan nama-Mu

Hosana, hosana

Layak dipuji disembah

Kaulah yang bertahta

Dulu sekarang dan slamanya

Raja atas sgala raja

Nama-Mu besar termulia”

Tuhan memberkati Solideo Gloria

Vic. Ekitwynn Handinata Kemit, S.Si.Teol, CCM,.

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD