SUPLEMEN PEKAN KEBAKTIAN KELUARGA TAHUN 2024, WARI V
Invocatio :
Janah pasar-pasarna dem alu danak-danak dilaki ras diberu erguro-guro (Sakaria 8:5)
Ogen :
Hakim-hakim 11:1-8
Khotbah :
Lukas 19:1-10
Tema :
Ingan ndatken kegeluhen si payo/Tempat Mendapatkan Kehidupan Yang Layak dan Benar
I. Pengantar
Banyak sekali di dunia ini tempat yang memberikan rasa senang dan nyaman, tetapi banyak juga di dunia ini tempat yang memberikan pengaruh yang tidak baik bahkan sampai kepada kehancuran. Secara keimanan berbicara mengenai tempat bukan hanya pengaruhnya selama hidup di dunia ini tetapi juga pengaruhnya untuk kehidupan yang akan datang. Dengan demikian yang menjadi perenungan bagi kita, Apakah tempat yang kita tinggali atau tempat yang kita datangi saat ini memberikan pengaruh yang baik bagi kita? Dan apakah kita sudah memeberikan tempat yang layak dan benar bagi orang-orang yang tersisih, dijauhi bahkan yang dibuang? Kehadiran kita hendaknyalah memberikan tempat dan ruang bagi semua orang agar ia merasa dihargai dan mendapatkan suka cita.
II. ISI
Ayat 1-2 “Yesus masuk ke kota Yerikho dan berjalan terus melintasi kota itu” Nama Yerikho dalam bahasa Ibrani Yeriẖo, diyakini diturunkan kata bahasa Kanaan Reaẖ "wangi-wangian", begitu juga ada turunan kata yang Yareaẖ artinya "bulan", karena kota itu merupakan pusat penyembahan mula-mula dewa-dewa bulan. Kota Yerikho adalah kota gerbang menuju Kanaan yang didatangi orang Israel ketika mereka memasuki Tanah Perjanjian. Kota Yerikho dikelilingi oleh tembok sehingga tidak seorang pun dapat masuk dan tembok tersebut berfungsi sebagai perlindungan yang kokoh terhadap serangan. Temboknya setinggi13 kaki (4 meter) dan didukung oleh menara pengawas atau benteng pertahanan setinggi sekitar 28 kaki, dimaksudkan untuk melindungi pemukiman dan pasokan airnya dari penyusup manusia. Gerbang-gerbang telah dikunci untuk mencegah orang Israel masuk (lihat Yosua 6:1). Momen ini sangat penting karena orang Israel akhirnya memasuki tanah yang dijanjikan kepada mereka oleh Tuhan dan mereka terus berhasil menaklukkan kota pertama sepanjang perjalanan mereka. Tembok Yerikho yang runtuh menjadi penegasan utama bahwa Tuhan sedang memenuhi janji-Nya kepada mereka, dan bahwa Tuhan akan menyertai mereka saat mereka menguasai Tanah Perjanjian Tembok ini,
Pada zaman Yesus, Yerikho dikenal sebagai kota oasis ( Dalam ilmu geografi, oasis atau oase merupakan daerah yang subur dan terpencil yang berada di tengah- tengah gurun atau juga bisa menyebutnya mata air di tengah padang pasir. Hal ini karena pada umumnya oase memang mengelilingi sebuah mata air). Bahkan, Herodes Agung membangun istana musim dinginnya di dekat sini karena iklimnya yang hangat dan mata airnya yang segar. Alkitab menggambarkan Yerikho sebagai "Kota Pohon Palem. Dari sejarah dan penamaannya maka dapat dikatakan bahwa Yerikho adalah suatu tempat yang baik, nyaman dan menyenangkan, karena di Tengah padang gurun terdapatlah sumber air yang sangat dibutuhkan setiap orang. Tempat itu begitu indah dan beriklim sedang sehingga pada tahun 4 SM, Herodes Agung membangun sebuah istana di sana sebagai tempat peristirahatan musim dingin.
Ayat 2 “Di situ ada seorang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya” Zakheus Dalam Bahasa Ibrani zaki artinya "yang murni dan saleh”. Hal pertama yang perlu diperhatikan tentang Zakheus adalah seorang kepala pemungut pajak. Sebenarnya kata yang diterjemahkan menjadi “kepala” sebenarnya berarti “penguasa” sehingga ia adalah bagian dari kelas penguasa. Ini berarti bahwa ia adalah seorang kontraktor regional untuk pemerintah Romawi. Ini akan menjadi bisnis yang menguntungkan, karena Yerikho adalah kota yang kaya. Menurut William Barclay Kota ini memiliki hutan palem yang luas dan kebun balsam yang terkenal di dunia yang mengharumkan udara hingga bermil-mil jauhnya. Kebun mawarnya dikenal luas. Orang-orang menyebutnya 'Kota Palem.' Josephus menyebutnya 'wilayah yang suci,' 'yang terlezat di Palestina.' Bangsa Romawi membawa kurma dan balsamnya ke perdagangan dan ketenaran di seluruh dunia.”. Pada zaman Zakheus, kota Yerikho menjadi pusat produksi dan ekspor untuk "Balsam Mekkah", sehingga kedudukan Zakheus sebagai kepala pemungut cukai di kota itu tentunya sangat penting dan menghasilkan kekayaan besar. Dilihat dari pekerjaannya Zakheus memang orang yang terpandang dan kaya, tetapi dari sisi sosialnya, dia dibenci oleh sesama orang Yahudi, karena ia sebagai kepala pemungut cukai yang menarik uang lebih daripada yang seharusnya, serta orang Yahudi melihatnya sebagai pengkhianat yang bekerja untuk bangsa penjajah yaitu orang Romawi.
Ayat 3-4 “Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek. Kabar yang ia dengar tentang Yesus membuat dia semakin penasaran siapakah Yesus itu, sehingga ia berusaha untuk dapat melihatnya, inilah misinya. Tidak ada mengatakan berapa centi meter tinggi badan Zakheus, hanya saja banyak yang berpendapat ia bertubuh kecil dan pendek, sehingga dia tidak bisa melihat Yesus karena banyaknya orang. Ayat 4 mengatakan “Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ. Tantangan yang dihadapi Zakheus tidak membuat dia putus harapan untuk menjalankan misinya. Orang banyak dan tubuhnya yang pendek tidak menjadi masalah baginya. Dia mendapatkan jalan keluar yaitu dengan berlari mendahului orang banyak dan memanjat pohon ara. Zakheus menjadi teladan antusiasme dan upaya mengatasi keterbatasan diri. Demi melihat Yesus, ia pun harus mengatasi rasa-malu dan membuang harga-dirinya.
Ayat 5-7 “Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Ia melihat ke atas dan berkata: "Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu." Ketika Yesus sampai di tempat itu, Dia melihat ke atas pohon ara dan meminta Zakheus untuk turun. Yesus “melihat” Zakheus dan “memanggil Namanya”. Dari kata “melihat” berarti Yesus melihat manusia tidak dengan sebelah mata. Zakheus dihargai sebagai pribadi, Yesus memandangnya pertama-tama sebagai person, seorang yang berpotensi “benar dan bersih”, sesuai dengan namanya! Kemudian kalimat “memanggil namanya” artinya Yesus mengenal dan mengetahui setiap manusia siapapun dia dan apapun pekerjaannya, bahkan orang yang memiliki tempat yang terhormat atau tempat yang kurang terhormat sekalipun, tidak ada yang tersembunyi di mataNya. Setelah itu dalam Ayat 6 “Lalu Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita”. Melihat tindakan yang dilakukan Zakheus ini, Yesus mau menumpang di rumahnya. Berawal hanya ingin melihat Yesus lewat, akhirnya justru menerima Yesus yang berhenti dan menumpang di rumahnya. Misinya tercapai melebihi ekspektasi. Perjumpaan itu jelas bukan kebetulan, namun telah tercatat dalam agenda Tuhan: “hari ini Aku harus menumpang di rumahmu”. Yesus membuka hati untuk mampir di rumah Zakheus. Berkat Yesus hadir dalam rumahnya, Zakheus dengan sadar mengakui segala kesalahan dan bertobat. Dalam peristiwa ini banyak sekali orang merasa keberatan, dalam ayat 7 “Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: "Ia menumpang di rumah orang berdosa." Mengapa orang banyak bersungut-sungut? Hal ini disebabkan karena tidak mau merubah Mindset, cara berpikir dan melihat tidak berubah, bagi orang banyak, Zakheus tetaplah “seorang pendosa”. Cara-pandang yang dipenuhi asumsi, cap dan stigma. Sekali berdosa, tetap berdosa! Seorang Yahudi yang saleh, apalagi Rabi seperti Yesus, tidak layak bergaul apalagi menumpang di rumahnya! Betapa mudahnya manusia mencap dan mengadili sesama. Betapa sukarnya manusia memberi peluang, melihat potensi dan menerima pertobatan seseorang.
Ayat 8-10 “Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan: "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat." Zakheus menjumpai pertobatan yang sesungguhnya. Di depan banyak orang ia mengatakan akan mengembalikan apa yang telah dia ambil. Mengutip buku Soteriologi: Doktrin Keselamatan karya Johar T.H. Situmorang (2015), makna pertobatan yang sesungguhnya ialah ketika seseorang merasa takut pada perbuatan yang mengakibatkan dosa. Ia berani mengakui kesalahan kepada Tuhan dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. Hal ini telah dicontohkan oleh Zakheus. Secara garis besar, ayat tersebut mengisahkan tentang pertobatan dan keselamatan Zakheus sebagai pemungut cukai. Zakheus memahami bahwa Yesus adalah Tuhan pencipta langit dan bumi beserta segala isinya. Yesus berkuasa dan berdaulat membebaskan, mengampuni, serta memberikan keselamatan kepada umat. Oleh karena itu, atas dasar keimanan Zakheus berkata, “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin.
Sikap Zakheus ini menunjukkan keseriusan dan kesungguhannya atas kebaikan. Ini menjadi bukti bahwa dirinya mau berubah dan bertobat dari dosa dan berpaling ke jalan yang benar, meskipun telah mendapatkan celaan dan hinaan dari orang sekitarnya. Berbeda dengan Yesus yang mengasihi dan menerima Zakheus dalam pertobatannya, Yesus tidak sama dengan orang banyak yang terus me-Label-kan Zakheus tetap sebagai orang berdosa yang tidak layak menerima keselamatan, tetapi dalam ayat 9 “Kata Yesus kepadanya: "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham. Dalam ayat ini dapat diketahui bahwa Yesus memberikan kata tentang jati diri Zakheus yaitu dia juga termasuk “Anak Abraham” artinya pewaris janji-keselamatan yang dahulu diberikan Allah kepada Abraham, yang sekarang dibawa dan dihadirkan oleh Yesus, sengan demikian Zakheus juga berhak menerima keselamatan itu. Zakheus adalah manusia “hilang” yang sudah dicari dan ditemukan kembali serta diselamatkan oleh Yesus, Sang Anak Manusia. Misi Zakheus tercapai, ia bertemu dengan Yesus, akan tetapi bukan sekedar bertemu dengan Yesus yang kebetulan lewat, tetapi berjumpa dengan Yesus yang membuat perubahan hidup yang benar dan mendapatkan tempat yang benar yaitu keselamatan. Ayat 10 “Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.
III. Ogen: Hakim-hakim 11:1-8
Dalam kitab ini diceritakan Yefta adalah seorang prajurit atau pahlawan yang gagah dan pemberani. Tetapi dari kegagahandan keberaniannya ia memiliki asal-usul atau berlatar belakang yang kelam. Ia adalah seorang anak yang memiliki keluarga yang kurang dihormati oleh orang lain bahkan saudara-saudaranya seayah, karena ibu yang melahirkan dia adalah seorang perempuan sundal. Dari sisi sosial Masyarakat membuat Yefta menjadi seorang anak yang kurang dihargai dan membuat dirinya merasa minder dengan anak-anak yang lain, serta dari sisi keluarga membuat Yefta diusir oleh saudara-saudaranya sendiri dari keluarganya karena mereka tidak mau Yefta mendapatkan pembagian harta warisan keluarga, ayat 2 “Engkau tidak mendapat milik pusaka dalam keluarga kami, sebab engkau anak dari perempuan lain” inilah perkataan yang didapatkan Yefta, bukan saja dia tidak mendapatkan pembagian tetapi hatinya dilukai dan dibuat tidak memiliki harga diri lagi, Yefta dibuat menjadi anak yang terbuang dari keluarga. Kemudian ia lari ke Tob dan akhirnya bergabung dengan para komplotan perampok, inilah akibatnya jika seorang anak merasa kurang dihargai dan merasa terbuang dari keluarga karena tidak mendapatkan tempat yang baik dan layak, dengan kata lain karena dijauhi akhirnya terjerumus ke hal-hal yang tidak baik. Tetapi akhirnya kehidupan Yefta berubah derastis Ketika pemuka Israel di Gileat meminta dia untuk meminpin untuk melawan Amon (ayat 4). Yefta mendapatkan kesempatan yang baik untuk merubah hidupnya, jelas hal ini terjadi karena kehendak Tuhan atas dirinya. Yefta benar-benar mendapatkan perubahan hidup yang sangat baik, yaitu dari orang yang dibuang menjadi seorang pemimpin, karena itulah isi perjanjian Yefta dengan Tua-tua Gilead Ketika ia mau berperang melawan Amon (ayat 8).
IV. Invocatio: Zakaria 8:5
Dalam ayat ini dikatakan bahwa pemulihan Kota Yerusalem akan terjadi oleh kuasa Tuhan, karena Tuhan sendiri telah berfirman akan menyelamatkan umat-Nya. Tuhan akan menjadikan Yerusalem menjadi kota setia dan gunung Tuhan, sehingga suka cita dan kebahagiaan akan terjadi di sana, hal ini terlihat Ketika jalan-jalan kota itu akan penuh dengan anak laki-laki dan anak perempuan yang bermain-main di situ. Hal ini menunjukkan bahwa adanya tanda-tanda kehidupan dalam artian intraksi sosial terjadi di sana, serta tidak adanya perbedaan anak laki-laki dan perempuan, semuanya berhak mendapatkan tempat yang layak untuk pertumbuhan jasmani dan rohaninya.
V. Refleksi
- Cerita tentang Zakheus menceritakan reputasi seseorang. Zakheus pemungut cukai dipandang Pendosa publik dan pengkhianat negeri. Apalagi dia bukan pemungut cukai kelas biasa, dia adalah “kepala pemungut cukai” dan “seorang yang kaya”. Dari pekerjaan dan tindakannya yang tidak benar dengan meminta uang melebihi aturan membuat dia dibenci orang banyak dan menjauhinya. Dari sisi sosial ia tidak mendapatkan tempat di masyarakat karena orang tidak mau berintraksi dengannya. Hal ini serupa dengan kisah Yefta yang dijauhi oleh saudara-saudaranya bahkan mengusirnya dari keluarga karena dari statusnya yang dilahirkan dari seorang perempuan sundal, dari latar belakangnya inilah membuat keluarga merasa malu dan bahkan merasa sial dengan kehadirannya. Kisah ini juga memiliki kemiripan dalam cerita Suku Karo dulu mengenai “Tunda Kais”, ini menceritakan tentang kematian seorang ibu yang mati Ketika melahirkan, tetapi anak yang dilahirkan itu hidup, anak ini akan disebut dengan Tunda Kais. Dalam pemahaman orang karo dulu anak ini pembawa sial, sehingga keluarga akan membunuhnya. Dari peristiwa ini semua menunjukkan bahwa dengan pemahaman yang salah akan membuat orang-rang tersisih dan terbuang.
- Labelling (Pemberian label atau cap) Zakheus dari orang banyak sebagai pendosa orang banyak kerap menyebabkan seseorang memandang diri sendiri separuh harga, tidak pantas, lalu enggan bergabung dengan kerumunan. Kehadiran gereja harus mampu meruntuhkan pemahaman seperti itu. Asumsi negatif, cap dan stigma tidak dapat menolong seseorang berbalik dari kedosaan. Tuhan punya cara berbeda, Ia menghampiri, menyapa secara pribadi, membuka peluang perjumpaan hati yang akhirnya menggetarkan nurani dan menghidupkan cinta si pendosa. Zakheus pun dapat melihat “kebaikan dan kebenaran” yang ada dalam dirinya. CintaYesus menyembuhkannya, membuatnya pun mampu mencintai sesama. Demikian juga Yefta yang akhirnya bisa Bersatu dengan saudara dan keluarganya, karena mereka merangkul Yefta. Begitu juga dalam pemulihan Yerusalem menunjukkan adanya kasih Tuhan, anak laki-laki dan perempuan akan bermain bersama dan cinta Tuhan tidak membeda-bedakan satu dengan yang lainnya.
- Pernyataan Zakheus untuk mengembalikan hartanya untuk orang miskin, hal ini menandakan bahwa harta dunia hanya sementara, sedangkan beriman kepada Tuhan adalah hal yang paling utama. Kemudian Zakheus menganggap harta yang melimpah bukan tolak ukur untuk mendapatkan kebahagiaan yang sejati. Ia menganggap bahwa kebahagiaan tersebut dapat hadir ketika kita mau mengenal dan memahami serta percaya kepada Tuhan dengan sebenar-benarnya. Dalam hal ini juga mengajak kita agar mau berbagi dengan orang yang terlantar, terkhusus buat anak-anak jalanan yang biasanya kurang mendapatkan tempat yang layak untuk pertumbuhan fisik dan imannya.
- Tuhan memberikan keselamatan kepada setiap orang yang datang kepada-Nya, percaya dan mau menerima dalam hatinya. Hati kita adalah tempat yang benar untuk menerima Yesus dalam hidup kita, jika kita menempatkannya di tempat yang layak dan benar maka kita juga akan ditempatkan-Nya dalam tempat yang layak dan benar yaitu keselamatan. Dalam kisah Zakheus tersebut dikatakan bahwa kepercayaannya telah membawanya pada keselamatan karena ia memberikan tempat yang layak bagi Yesus yaitu menerima ia di rumahnya dengan suka cita, lebih dari itu ia telah menempatkan Yesus sebagai yang utama dan yang pertama dalam hidupnya sehingga ia mau bertobat dan melakukan hal yang benar. Demikian juga dengan kita hendaklah menerima dan menempatkan di tempat yang layak orang-orang yang kurang dihargai, disisihkan bahkan dibuang, dengan demikian ia tidak akan terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak baik. Dan yang terpenting bagaimana kita menempatkan anak-anak kita dalam keluarga dimana posisinya, apakah diutamakan atau dikesampingkan karena kesibukan kita.
Pdt Julianus Barus
GBKP Bandung Pusat