Khotbah Minggu 23 Juli 2017

KHOTBAH MINGGU 23 JULI 2017
MINGGU VI SETELAH TRINITAS /MINGGU PENINGKATAN EKONOMI JEMAAT

Invocatio : “.... hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Matius 22:39)
Bacaan  : Matius 14:13-21 (Tunggal)
Khotbah : Kejadian 41:47-49, 53-57 (Tunggal)
Tema     : Menata/Mengelola “Harta/Yang Kita Miliki ” Dengan Baik

I. Pendahuluan
Tidak dapat dipungkiri bahwa “harta yang kita miliki” menjadi salah satu faktor yang sangat mendukung untuk mendapatkan hidup bahagia. Kebahagiaan hidup tidak cukup “sehat jasamani dan sehat rohani”. Kebahagiaan atau kesejahteraan hidup di dukung oleh faktor, “hati penuhpuas atas berkat Tuhan (bersyukur = mendapat berkat dan menjadi berkat), otak penuh (cerdas, bijaksana, terampil dan kreatif dan inovatif “. Dompet penuh (hidup ”pas-pasan” perlu makan pas ada uang, perlu membantu orang pas ada, perlu beli rumah pas ada, perlu beli mobil pas ada, apa yang kita butuhkan yah pas ada...”).

Pandangan Paulus tentang manusia adalah “Trikhotomi” yaitu terdiri dari 3 bagian yaitu: Roh Jiwa dan Tubuh (bdk. 1 Tes. 5:23).
 Roh adalah prinsip kehidupan manusia. Roh adalah nafas yang dihembuskan oleh Allah ke dalam manusia dan kembali kepada Allah, kesatuan spiritual dalam manusia. Roh adalah sifat alami manusia yang 'immaterial' yang memungkinkan manusia berkomunikasi dengan Allah, yang juga adalah Roh.
 Jiwa adalah unsur batiniah manusia yang tidak dapat dilihat. Jiwa manusia meliputi beberapa unsur, pikiran, emosi (perasaaan) dan kehendak. Dengan pikirannya, manusia dapat berpikir, Dengan perasaannya manusia dapat mengasihi dan dengan kehendaknya, manusia dapat memilih.
 Tubuh adalah unsur lahiriah manusia, unsur daging yang dapat dilihat, didengar, disentuh, dan sebagainya.

Untuk mendapatkan kebahagiaan hidup harus memenuhi kebutuhan, ketiga bagian unsur kehidupan manusia ini. Roh kebutuhan tentang religius, bersekutu, barsaksi dan melayani, dan hal ini juga hampir tidak bisa dilakukan tanpa “uang”. Kebutuhan jiwa yang memberikan “kenyamanan, keamanan, dan sukacita” hal ini mungkin yang paling banyak membutuhkan material. Kebutuhan jasmani (tubuh) makanan, minuman, pakaian dan semuanya juga hampir tidak dapat dipisahkan dari tuntutan pemenuhan dari hal-hal materi.
Memang manusia makhluk rohani, tapi bukan roh, jadi tidak cukup makan angin (roh). Manusia punya tubuh sehingga dia perlu makan, minum, pakaian, rumah dan lain sebagainya. Manusia itu punya jiwa (perasaan) perlu rasa aman dan nyaman, kepuasan dan suka cita. Kebutuhan hakiki manusia sebagai makhluk sosial adalah “ingin dicintai dan mencintai (dikasihi dan mengasihi), untuk dicintai dan mengasihi membutuhkan “alat atau media” yaitu materi.

Memang materi bukan menjadi tujuan hidup, tetapi tanpa materi juga mungkin kita sulit untuk sampai pada tujuan hidup yaitu kebahagiaan dunia dan persiapan hidup kekal.

Minggu ini di sebut dengan Minggu peningkatan Ekonomi Jemaat, mari kita belajar dari Firman Tuhan yang menjadi renungan kita Minggu ini.

II. Pendalaman nats
Dengan proses perjalanan yang panjang Yusuf dapat tiba di Mesir dan menjadi orang nomor 2 di negeri orang. Yusuf adalah orang yang di penuhi oleh Roh Allah (ay. 38). Hal ini berawal dari ketika dia mampu menafsirkan mimpi raja tentang tujuh (7) ekor lembu yang gemuk dan tujuh (7) lembu yang kurus (ay. 18-19). Arti mimpi itu adalah tujuh tahun masa berkelimpahan dan 7 tahun masa kelaparan.

Bekerja Keras Dalam Waktu YangTepat (Ay. 47)
“Tanah itu mengeluarkan hasil bertumpuk-tumpuk dalam ke-7 tahun..” Kalau kita perhatikan di Kej. 3 :17b-19a “; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu: semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu,”.
Berkat Tuhan tidak akan mengalir (tercurah) ke dunia kalau kita tidak mengerjakan apa yang menjadi tanggung jawab kita. Supaya tanah dapat menghasilkan dengan maksimal, maka harus di olah dengan baik dengan sekuat tenaga.
Sebagai makhluk yang punya pikiran kita juga harus tahu “waktu yang tepat” untuk bekerja. Bekerjalah pada waktu bekerja dan beristirahatlah pada waktu istirahat, makanlah pada waktu makan, minumlah pada waktunya. Paulus dalam suratnya kepada jemaat Efesus, pasal 5:16 “..... pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat”.

Seperti yang kita ketahui dari sejarah Mesir, daerah mereka itu menjadi subur oleh karena lumpur sungai Nil, yang meluap sekali setahun. Jadi waktu yang tepat untuk bekerja adalah setelah selesai banjir, semua tanah harus dikelola dan di olah dengan maksimal, dipenuhi oleh tanaman. Saat banjir datang itu adalah waktu yang harus dipakai untuk istirahat dan mengistirahatkan tanah dari tanaman. Bekerja keras di waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat akan memberikan hasil yang memuaskan. Bekerja keras dalam waktu yang tidak tepat hanya melelahkan dan menelan banyak pengorbanan dan tidak menghasilkan apa-apa.

Ada jangan di makan kalau sudah habis baru dimakan (Ay. 48-49)
Ada jangan di makan kalau sudah habis baru dimakan, pribahasa ini mengingatkan kita bahwa, :
1. Uang tabungan janganlah dihambur-hamburkan, agar kelak tidak menderita kesusahan sendiri.
2. Simpanan, bila tak ada mata pencaharian lagi barulah dipergunakan harta simpanan itu (nasihat supaya berhemat).
Mungkin pribahasa ini lahir dari praktek yang di terapkan Yusuf di Mesir. Yusuf mengeluarkan suatu peraturan supaya setiap penghasilan di setiap daerah di kumpulkan di satu kota. Jadi Yusuf mampu memotivasi semua masyarakat supaya jangan hidup berpoya-poya, tetapi harus membuat tabungan. Dengan cara ini Yusuf dapat menimbun (menabung) bahan makanan sama seperti “pasir di laut”, yang menggambarkan tentang jumlah yang sangat banyak, bahkan tidak ada orang yang sanggup menghitungnya karena tidak terhitung.

Firman Tuhan ini juga mengingatkan kita agar bijak dan cerdas dalam “pengelolaan/penataan” harta milik kita supaya tidak membawa kita kedalam penderitaan. Jangan lebih besar pasak dari tiang, jangan lebih banyak uang keluar dari pada pemasukan. Seperti pribahasa “jika ada jangan di makan kalau sudah habis baru dimakan” simpanan jangan dipakai kecuali pencaharian tidak ada lagi.
Masa Kelaparan Menjadi Berkat (Ay. 53-57)
Seperti yang sudah di katakan Yusuf sesuai dengan mimpi Firaun, tujuh (7) tahun masa kelimpahan akan diikuti oleh tujuh (7) tahun masa kelaparan. Di seluruh negeri terjadi kelaparan, tetapi Mesir tetap aman karena banyak tersedia “roti”.

Semua orang sudah mulai berteriak kepada Firaun meminta roti, lalu dia menyuruh untuk menemui Yusuf, lalu Yusuf membuka semua lumbung dan menjual gandum kepada orang Mesir dan juga dari seluruh bumi datang ke Mesir untuk mendapatkan makanan. Dalam masa kelaparan terjadi justru bangsa Mesir bisa menjadi “berkat” bagi seluruh umat yang ada di dunia pada waktu itu.

III. Pointer Aplikasi
1. Bekerjalah sekuat tenaga pada saat yang tepat, karena ada saatnya kita tidak bisa bekerja dengan baik
2. Musim akan terus mengalami perubahan, tetapi bagi orang yang mampu mengelola “hartanya” dengan baik, bukan saja mendapat keterjaminan hidup bagi dirinya tetapi juga dapat menjadi berkat.
3. Pengelolaan “harta dengan iman dan doa” akan memberikan hasil yang sangat luar biasa (bdk. Matius 14:13-21).
4. Cinta kasih memang bukan saja berhubungan dengan materi, tetapi kita akan dipermudah untuk menunjukkan “kasih” terhadap sesama jika kita memiliki “harta”. Untuk itu muliakanlah Tuhan dengan harta kita, kelolalah dengan baik setiap harta yang di anugerahkan oleh Tuhan bagi kita.

Pdt. Saul Ginting, S.Th.M.Div
GBKP Rg. Bekasi

Khotbah Minggu 16 Juli 2017

Khotbah Minggu 16 Juli 2017
(Minggu V Setelah Trinitatis/ Minggu Menabur)

Introitus : Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi (Yakobus 5:7b)
Bacaan : Kejadian 3: 17-19
Khotbah : Yesaya 30 : 19-24
Tema : “Tuhan menumbuhkan, taburkanlah”

Sebelum bangsa Israel masuk ke tanah perjanjian, Allah telah mengantisipasi kehidupan umatNya di tanah perjanjian dengan memberikan sepuluh Firman Allah. Salah satu dari sepuluh Firman Allah itu: jangan ada Allah lain dihadapanKu ...

Sepuluh Firman Tuhan yang diberikan kepada Israel, supaya Israel hidup sesuai dengan kehendak Allah. Sepuluh Firman Allah itu menjadi pagar atau benteng kekudusan sebagai bangsa terpilih. Tetapi apakah umat Tuhan dalam hidup kesehariannya di tanah perjanjian itu konsisten menjalani kekudusannya?

Di zaman nabi Yesaya, yang terjadi ialah kota Yerusalem sudah menjadi sundal, pemimpin-pemimpin pemberontak dan bersekongkol dengan pencuri, semuanya suka menerima suap dan menerima sogok, tidak membela hak anak-anak yatim, perkara-perkara janda tidak sampai kepada mereka (Yesaya 1: 21- ).

Kenyataan inilah menjadikan Allah murka dengan memakai bangsa-bangsa lain. Asyur dipakai Allah alat hukumanNya (lih. Yes. 9:7-10:34). Allah menghukum Israel yang tidak taat dan setia. Bagi yang taat dan setia melakukan Firman Allah mereka diselamatkan (Yes. 10:20 - ....)

Dengan masih adanya sisa-sisa Israel yang taat dan setia kepadaNya, maka Allah melalui nabi Yesaya mengatakan hendak memberitakan janji keselamatan bagi Sion.

Menampakkan kesetiaan kepada Tuhan
Murka Allah hanya dinyatakanNya kepada mereka yang tidak setia. Tetapi yang setia kepada Firman Allah, yang masih tetap mendiami Sion atau Yerusalem, diberitakan janji keselamatan oleh nabi Yesaya. Tuhan sangat menantikan waktu yang tepat menunjukkan kasihNya kepada sisa-sisa Israel. Disinilah keadilan Allah nyata: yang setia diselamatkan, yang tidak setia dihukum.

Sisa-sisa Israel yang masih mendiami Sion itu sangat menantikan kasih setia Allah, dan kepada mereka juga diberikan hiburan bahwa mereka tidak terus menangis jika sisa Israel itu tetap berseru-seru kepadaNya. Dan seruan mereka itu diyakinkan Yesaya pasti dijawabNya. Inilah penampakan orang yang senantiasa berseru-seru kepada Tuhan adalah ungkapan imannya. Bagi orang percaya, berseru-seru kepada Tuhan adalah panggilan hidupnya sebagai bentuk penyerahan dirinya kepada Tuhan...

Sebagai umat Tuhan, Israel dituntut untuk bertobat dengan menganggap najis patung-patung yang ada itu. Buanglah patung-patung itu. Dan dengan tegas mengatakan keluar dari kota Sion itu sendiri. Artinya tidak ada tempat lagi di Sion bagi patung-patung itu.

Dengan menunjukkan kesetiaan sisa-sisa Israel kepada Tuhan, Allah akan memberkati mereka. Memberikan hujan bagi benih yang ditabur tumbuh subur dan menghasilkan supaya dari hasil itulah kamu akan makan roti yang lezat dan berlimpah-limpah. Ternak-ternak juga akan makan rumput di padang rumput yang luas ...

Sebagai bangsa Tuhan yang masih menunjukkan kesetiaannya kepada Tuhannya, Allah itu tidak segan-segan memberkatinya. Bukan saja berkat-melimpah itu dirasakan orang percaya tetapi ternak-ternak juga merasakan berkat melimpah dikarenakan kesetiaan orang percaya kepada Tuhan.

Tuhan menumbuhkan, taburkanlah
Dalam minggu “merdang” atau menabur, warga GBKP diingatkan melalui pengalaman iman umat Tuhan. Dimana mereka diingatkan senantiasa untuk tetap berseru-seru kepada Tuhan. Dan seruan mereka menggambarkan penyerahan diri dan pengharapan hanya kepada Tuhan itu saja. Tidak kepada ilah-ilah yang lain. Dalam seruan itu kita diyakinkan bahwa Allah akan menjawabnya dengan memberikan berkat melimpah kepada kehidupan kita.
Berseru-seru kepadaNya adalah cara kita menaburkan penyerahan diri dan pengharapan kita kepadaNya dan Dia menumbuhkan apa yang kita taburkan dalam wujud berkat melimpah. Tanah diberikan kesuburan tempat menanam, karir-pekerjaan kita semakin diberkati , usaha-bisnis kita semakin meyakinkan ... dan semua orang merasakan dengan sungguh kehadiran kita ...

Sebagai orang percaya, dalam menjalani hidup yang dianugerahkan Tuhan dipanggil untuk senantiasa menaburkan kebaikan, keleng ate, keadilan dia akan ditumbuhkan Allah sehingga terasa bermakna bagi kehidupan orang banyak ... Siapa yang menabur, siapa yang menuai, siapa yang menanam, akan memetik ... kata syair nyanyian Rinto Harahap “siapa yang menabur... siapa yang menuai...” dan kesemuanya itu karena Tuhan memberkatinya ...

                                                                                                                                                                                Pdt. Ephenetus Tarigan, M. Th
                                                                                                                                                                                    GBKP Rg. Bandung Timur

Khotbah Minggu 09 Juli 2017

KHOTBAH MINGGU 09 JULI 2017 (MINGGU IV SETELAH TRINITATIS/MINGGU PENDIDIKAN) Invocatio : Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya (Amsal 13:24). Bacaan : Amsal 15:10-14 (Responsoria) Kotbah : Ibrani 12:5-8 (Tunggal) Tema : Ajarlah Anak-Anak Dengan Disiplin I. Pengantar Orang tua yang sungguh-sungguh mengasihi anak-anaknya akan memberikan pendidikan melalui keteladanan hidup kepada anaknya. Teladan yang yang jelas tentang bagaimana seorang harus hidup. Anthony de Mello dalam bukunya Doa Sang Katak 2 Meditasi dengan Cerita menuliskan suatu cerita tentang betapa pentingnya pendidikan melalui teladan orang tua dan juga orang yang ada disekeliling kepada anak. Sedemikian ceritanya. Ada tiga orang anak yang dituduh telah mencuri buah semangka dan dibawa ke pengadilan. Mereka menghadap hakim dengan perasaan takut. Mereka berpikir akan menerima hukuman berat karena hakim itu dikenal sebagai orang yang sangat keras. Hakim itu juga seorang pendidik yang bijaksana. Dengan satu ketokan palu ia berkata, “Kalau di sini ada orang yang ketika masih anak-anak belum pernah mencuri buah semangka, silahkan tunjuk jari.” Ia menunggu. Para pegawai pengadilan, polisi, pengunjung dan hakim sendiri tetap meletakkan tangan mereka di meja mereka. Ketika sudah puas melihat bahwa tidak ada satu jaripun yang diangkat dalam sidang itu, hakim itu berkata, “Perkara ditolak”. Cerita ini memperlihatkan kepada kita bahwa betapa pentingnya keteladanan hidup dalam memberikan pendidikan kepada anak. Melalui bahan kotbah hari ini, kita akan melihat bagaimana kita diberikan pengajaran untuk mengajar anak-anak untuk berdisiplin. II. Pembahasan Nats Bahan kotbah dari Ibrani 12:5-8, dapat kita lihat bahwa di sini penulis surat Ibrani memberikan suatu penjelasan tentang mengapa orang harus menanggung kesusahan yang melanda hidupnya dengan sukacita. Mengapa demikian? Karena sesuatu yang harus mereka tanggung itu hanya kecil saja jika dibandingkan dengan apa yang telah ditanggung oleh Yesus Kristus. Mereka harus menanggung kesusahan, karena kesusahan itu adalah pelajaran disiplin dari Allah dan hidup tanpa disiplin tidak punya nilai sedikitpun. Seorang ayah akan menghajar anaknya. Sama seperti yang disampaikan dalam invocatio: “Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya (Amsal 13:24)”. Adalah bukan suatu tanda kasih untuk membiarkan anak berbuat sekehendaknya, dan menganggap enteng semuanya. Sikap seperti itu akan menunjukkan bahwa sang ayah memandang anaknya sebagai anak yang tidak perlu dikasihi atau dipertanggungjawabkan. Tetapi Allah, yang memberikan hajaran kepada kita manusia adalah Allah yang dari padanya kita menerima jiwa yang kekal, dan yang dalam kebijaksanaanNya selalu mengusahakan yang terbaik untuk kita. Tuhan mendisiplinkan kita karena IA mengasihi kita. Dengan mendisiplinkan kita, IA menegaskan lagi bahwa kita adalah bagian dari keluargaNya, kita adalah anak Allah. Ketika kita mendisiplinkan anak-anak, kita sedang mengisyaratkan bahwa kita mengasihi mereka. Berdasarkan surat Ibrani 12:5-8, marilah memperhatikan beberapa hal tentang didikan Tuhan atas orang-orang percaya dan kesukaran serta penderitaan yang diizinkanNya terjadi dalam kehidupan. Mari kita menilik beberapa hal berikut tentang didikan Tuhan : 1. Semuanya itu merupakan tanda bahwa kita adalah anak Allah (ayat 7-8) 2. Semuanya itu merupakan jaminan kasih dan perhatian Allah kepada kita (ayat 6) 3. Didikan Tuhan akan mendorong kita untuk tetap dapat bertahan dalam kesukaran dengan pimpinan Allah, tunduk kepada kehendak Allah dan tetap setia kepadaNya (ayat 5-6). Dengan melakukan hal ini, kita akan tetap hidup sebagai anak-anak rohani Allah (ayat 7-9). 4. Dalam kehendak Allah, kesulitan mungkin tiba bagi kita : Sebagai akibat perjuangan rohani untuk melawan iblis (Efesus 6:11-18) Sebagai ujian untuk memperkuat iman kita (1 Petrus 1:6-7). Sebagai persiapan untuk menghibur saudara seiman yang lain (2 Korintus 1:3- dan menyatakan kehidupan Kristus (2 Korintus 4:8-10,12,16). 5. Di dalam segala bentuk kesengsaraan kita harus mencari Allah, memeriksa kehidupan kita (2 Tawarikh 26:5; Masmur 3:5; 9:13; 34:18) dan meninggalkan segala sesuatu yang bertentangan dengan kekudusanNya (ayat 10, 14) Penjelasan di atas memperlihatkan betapa pentingnya didikan yang disampaikan oleh Tuhan kepada kita sebagai seorang yang percaya kepadaNya. Dia adalah Bapa kita yang penuh dengan hikmat dalam memberikan didikan untuk mendisiplinkan kita agar tetap setia serta mengandalkanNya dalam langkah kehidupan setiap hari. III. Aplikasi Jikalau Allah yang sedemikian mengasihi kita setiap orang yang percaya kepadaNya memberikan didikan yang sangat berguna dalam kehidupan kita, bagaimanakah kita selaku orang tua dalam mendidik anak-anak kita agar menjadi seorang yang disiplin? Salah satu pemberian terbesar yang dapat diberikan oleh orangtua kepada anaknya adalah disiplin. Tentu saja hal ini dimulai dari orang tua sendiri yang juga harus disiplin dalam memberikan pengajaran kepada anak. Keluarga menjadi kelas katekisasi. Anak-anak belajar katekisasi di rumah mereka. Gurunya adalah ayah dan ibu mereka sendiri. Kehidupan keluarga sehari-hari dijadikan kelas katekisai. Dengan demikian, ayah dan ibu memiliki peranan penting dalam pendidikan iman. Ayah dan ibu menjadi “guru dan pendeta” bagi anak-anaknya. Dalam kelas ini anak-anak dapat diajarkan tentang iman kepada Tuhan (Ulangan 6:4-9) sehingga anak-anak tumbuh dalam disiplin baik moral dan juga spiritual. Selain keluarga sebagai kelas katekisasi, keluarga dapat juga disebut sebagai Universitas, yaitu universitas keluarga sebagai tempat mendidik anggota keluarga setiap hari. Sedangkan dalam metode pendidikan yang akan diterapkan, sesungguhnya tidak ada satu metode yang khusus, yang dapat diteraplkan kepada anak-anak. Mengapa? Karena setiap anak memiliki keunikan masing-masing. Itulah sebabnya, metode tertentu mungkin tepat bagi anak tertentu, tetapi tidak tepat dan mengakibatkan kegagalan bagi anak lainnya. Mari kita perhatikan beberapa hal berikut yang penting bagi kita untuk berdisiplin dalam memberikan pengajaran kepada anak-anak kita : 1. Tanggung jawab utama ada pada kedua orang tua. Yang lain hanya membantu, pelengkap. 2. Keteladanan: Like father, like son. 3. Didik dalam kasih dan ajaran Tuhan (Ef.6:4) 4. Nyatakan penerimaan kepada anak, begaimana pun kondisinya 5. Namun demikian, harus tetap tegas dalam pengajaran dan mendisiplin (band: 1Sam.2:11-26, kisah anak-anak Eli) 6. Miliki ketekunan dan disiplin; bukan instant (bd. Ul.6:6-9). 7. Harus konsisten, baik dalam ajaran, maupun perilaku. 8. Gunakan setiap kesempatan (Ul.6:6-9) 9. Bila perlu, gunakan hukuman: Ams:13:4; 15:10; 22:15; 23:13-14; 29:15. 10. Jadilah guru 11. Miliki kedekatan dengan anak: jadilah teman bermain mereka. Cari dan ciptakan sebanyak mungkin jenis permainan yang membuat kita menjadi salah seorang ‘teman’ bermain mereka. 12. Sediakan waktu secukupnya bersama anak-anak. Tidak cukup hanya kwalitas, tapi juga kwantitas. Ingat: kasih menuntut waktu dan pengorbanan. Dan lagi, sesuatu yang sangat penting dan berharga bagi kita dapat diukur dari segi penggunaan waktu kita. Apakah anak-anak, keluarga penting bagi kita? Apakah hal itu terlihat dari waktu dan prioritas yang kita gunakan ? SELAMAT MENDIDIK ANAK-ANAK DENGAN DISIPLIN Pdt. Crismori Veronika br Ginting GBKP Yogyakarta

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD