Minggu 06 Mei 2018, Khotbah Keluaran 32:9-14 (Rogate)
Invocatio :
“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu” (Matius 7:7)
Bacaan :
Yakobus 1:2-8
Tema :
“Pindolah Alu Meseksek Ibas Pertotonndu/Mintalah Dengan Sungguh-Sungguh Dalam Doa-mu”
1. PENDAHULUAN
Berapa banyak kita menuntut agar Allah selalu menjawab setiap doa kita? Tuhan memang tidak selalu menjawab “Ya” pada setiap doa kita, namun Dia bisa mengambil keinginan kita yang bertentangan dengan kehendakNya. Itu semuanya dimaksudkan agar kita tidak menyalahgunakan doa, yaitu meminta sesuatu kepada Tuhan dengan tujuan untuk memuaskan nafsu kita sendiri (bnd. Yak. 4:3). Doa seperti ini jika dikabulkan justru akan mencelakakan diri kita sendiri.
Glenn Clark menulis, “masalah terbesar dari doa adalah bagaimana mengijinkan dan membiarkannya mengalir, dan Allah akan menjawab dengan caraNya”. Sayangnya kita justru berdoa hanya untuk menyampaikan “paksaan-paksaan” kita melalui kata-kata kepada Tuhan, kita hanya ingin kehendak kita tercapai bukan kehendak Allah yang terjadi. Belajar dari doa Yesus di taman Getsemani kita tahu bahwa hakekat doa adalah bagaimana menaklukkan kehendak diri sendiri di bawah kehendak Allah. Membiarkan rencana Allah yang terjadi dalam hidup kita. Dalam doa yang didasarkan atas kehendak Allah, percayalah bahwa Dia selalu memberikan yang terbaik, pada saat yang terbaik di dalam hidup kita.
2. PENDALAMAN NATS
Allah telah mengikat perjanjian dengan Israel di atas gunung Sinai dengan memberikan berbagai peraturan dan petunjuk kepada Musa melalui sepuluh Hukum Allah pada dua loh batu (Kel. 31:18). Kita tahu bahwa dua hukum yang pertama mengharuskan umat Israel untuk mengutamakan Allah dan melarang mereka untuk menyembah ilah lain. Namun ironis, berada di kaki gunung saat menantikan Musa, ternyata membuat orang Israel tidak sabar. Mereka mengira Musa sudah binasa dalam api yang terlihat menghanguskan di puncak gunung Sinai. Maka bagai anak ayam kehilangan induk, bangsa Israel terlihat kacau. Lalu mereka mendesak Harun untuk membuat allah lain dengan membuat patung lembu emas. Padahal itu dosa besar “mendukakan hati Tuhan”.
Dalam Keluaran 32:9-14 menceritakan bagaimana proses “panjang” nya perjalanan umat Tuhan menuju tanah perjanjian itu, oleh karena keberdosaan melalui perlawanan akan kehendak Allah dengan menjadi bangsa yang tegar tengkuk. Oleh karena kemurtadan dan dosa umat itu, Allah menyatakan niatNya untuk membinasakan mereka dan membangun bangsa lain melalui Musa.
Dalam ayat 11-14, menjelaskan bagaimana Musa berdoa syafaat bagi keselamatan umat Israel (ay. 11-14) tersinggung. Hal ini menunjukkan bahwa Allah menjawab doa-doa para hambaNya yang setia dan membiarkan mereka berperan serta dalam tujuan-tujuan dan keputusan-keputusanNya mengenai penebusan. Jelas sekali bahwa Allah ingin membinasakan umat pemberontak itu, namun Musa yang bertindak sebagai perantara di antara Tuhan dengan umat itu, dengan sungguh-sungguh memohon syafaat supaya melunakkan hati Allah sehingga mengubah maksudNya. Karena doa Musa yang sungguh-sungguh, Tuhan menaruh belas kasihan. Allah tidak mengabaikan doa syafaat seorang hamba yang setia selama harapan akan penebusan masih tetap ada. Syafaat akan ditolak Allah hanya apabila dosa sudah mencapai puncaknya (bnd. Yer. 15:1; Yeh. 14:14,16).
Dalam bagian ini tidak disebutkan berapa lama Musa berdoa memohon pengampunan Tuhan, tapi dalam Ulangan 9:25 kita baru tahu 40 hari 40 malam lamanya, tanpa makan sekerat roti ataupun minum setetes air, dia berlutut dan berseru memohon pengampunan Tuhan. Sebagai seorang mediator berdoa syafaat bagi bangsanya di masa yang kritis itu.
Invocatio dari Matius 7:7, sering kali dijadikan banyak orang Kristen bagai semacam kunci untuk membuka pintu gudang kekayaan Allah, dimana orang dapat mengambil apa saja yang diinginkannya. Sering kali tanpa disadari konsep Alibaba dan gudang harta karun menjadi dasar pengabulan doa. Karena kesalahan pengertian inilah maka banyak orang Kristen yang tidak mengerti mengapa doanya tidak dikabulkan Tuhan, lalu bersungut-sungut dan mempersalahkan Tuhan. Sebenarnya ayat ini menekankan bagaimana Allah yang selalu meresponi setiap doa dan permohonan kita. Harus dimengerti meresponi di sini bukan berarti harus mengabulkan. Tidak semua doa itu dikabulkan Allah tetapi tidak ada doa yang tidak dijawab Allah.
Mintalah, maka akan diberikan. Tidak dikatakan dikabulkan, terjemahan aslinya dothesetai (Yunani) - it shall be given (Inggris); bukan genesetai (dikabulkan). Apa yang diberikan belum tentu apa yang kita minta, tetapi pasti ada yang diberikan (yang sesuai dengan apa yang kita butuhkan bukan apa yang diinginkan).
APLIKASI
Hakikat doa adalah suatu percakapan (dialog) antara kita dengan Allah, oleh sebab itu:
- Berdoa adalah sarana manusia berhubungan dengan Allah
- Berdoa tidak sekedar mengucapkan kata-kata, bukan mengucapkan kata-kata yang kita anggap berkhasiat, sakti atau bertuah seperti mantera.
- Berdoa adalah mendengarkan Tuhan berbicara kepada kita
- Berdoa tidak sekedar menyampaikan permohonan kepada Tuhan (permintaan hanya salah satu dari isi doa). Doa adalah perjumpaan dua pribadi yaitu pribadi Allah dan diri kita. Dalam perjumpaan tersebut terjadi dialog konkrit, percakapan dua arah bukan satu arah.
Minggu ini adalah minggu Rogate (berdoa), dimana kita dituntut meneladani Musa yang memohon (berdoa) kepada Tuhan supaya umat Israel diberi pengampunan atas dosa dan kesalahan bangsa itu. Kita bisa melihat dan menyadari betapa permohonan (doa) yang disampaikan dengan kesungguhan pasti dijawab dan dikabulkan Tuhan. Bagaimana doa itu menjangkau banyak hal, doa berkekuatan mengubah keputusan Allah ketika Allah hendak membinasakan bangsa itu. Doa Musa yang disampaikan dengan Allah “tidak konsisten” dengan keputusanNya dengan mengubah ketetapanNya sendiri.
Doa dapat mengubah hati. Doa permohonan yang dinaikkan Musa mengubah hati Allah dari yang marah dan menghukum menjadi mengampuni. Maka berdoa tidak sekedar kata-kata tapi bagaimana kita berbicara dan memohon kepada Tuhan dengan ketulusan dan kesungguh-sungguhan.
Dalam doa kita juga tidak boleh egois (hanya keinginan dan kebutuhan kita pribadi). Tapi doa juga dipanjatkan untuk orang lain dan kebaikan di luar diri kita, sama seperti doa Musa yang berdoa untuk keselamatan umat Israel yang sudah berdosa kepada Tuhan.
Pdt. Irwanta Brahmana
GBKP Rg. Surabaya