Khotbah Minggu 09 April 2017
KHOTBAH MINGGU 09 APRIL 2017
MINGGU PASSION VII (PALMARUM)
Invocatio : “Tetapi Tuhan Allah menolong aku; sebab itu aku tidak mendapat noda. Sebab itu aku meneguhkan hatiku seperti keteguhan gunung batu karena aku tahu, bahwa aku tidak akan mendapat malu” (Yesaya 50:7).
Ogen : Matius 21:1-11
Kotbah : Yesaya 50:4-9a
Tema : Tuhan Penolongku (Tuhan Si Nampati Aku)
I. Pengantar
Sebagai mahluk sosial, pastinya kita pernah mengalami situasi hidup seperti yang dituliskan nabi Yesaya dalam Yesaya 50:4-9a ini, bahwa terkadang akan ada tekanan-tekanan dalam hidup yang akan kita rasakan dari sekitar kita yang akan menguji ketaatan pada Tuhan. Jika tidak dapat dikontrol lagi maka hal inilah yang dapat mengakibatkan kemarahan, sakit hati, dengki, caci-maki, dendam. Dengan demikian, sangat penting bagi kita untuk mendapatkan pemahaman yang baru dalam menghadapi berbagai tekananan sehingga tetap dapat menjalani kehidupan dalam kedamaian. Karena itu, mari kita bersama menelisik Yesaya 50:4-9a.
II. Pembahasan Teks : Yesaya 50:4-9a
Nats ini merupakan bagian dari “Nyanyian-nyanyian Hamba Tuhan”. Dalam nyanyian ini Allah disebut dengan gelarnya Tuhan (Ibrani, adonai Yahwe), sedangkan murid Allah adalah sama dengan hamba Tuhan. Syair dari “Nyanyian-nyanyian Hamba Tuhan” ini menggambarkan beberapa hal, yaitu :
1) Persekutuan antara Tuhan dan hambaNya yang disebut sebagai muridNya (ayat 4-5a)
2) Penderitaan murid itu dalam ketaatan pada tugas panggilannya (ayat 5b-6).
3) Kepercayaan murid itu kepada Tuhan yang akan menyatakan dia benar (ayat 7-9)
Bentuk syair ini merupakan doa keluhan perorangan, yang memiliki unsur-unsur yaitu (1) keadaan pendoa di depan Allah, (2) penderitaannya, (3) kepercayaannya kepada Allah yang akan membebaskan dia (bnd. Mazmur 5; 6; 13; 17; dst). Hal yang dapat kita lihat dari murid Tuhan mengalami penderitaan oleh karena ia membawa firman Allah. Ia tidak dapat memohon dengan doa agar tugas panggilannya ditiadakan, atau agar akibat yang pahit dihilangkan. Ia mengiakan pelayanan yang Allah serahkan kepadanya, dan menanti-nantikan saatnya Allah sendiri menyatakan bahwa hambaNya benar.
Dengan demikian, melalui perikap kotbah ini kita akan melihat bahwa murid Tuhan akan dengan rela menanggung beban yang Tuhan serahkan kepadanya. Mengapa demikian ? Mari kita menelisik lebih mendalam melalui teks Yesaya 50:4-9a.
1. Persekutuan antara Tuhan dengan hambaNya yang disebut sebagai muridNya (ay. 4-5a)
Tuhan Allah telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid. Tuhan Allah telah membuka telingaku.
Pada bagian ini kita dapat melihat bahwa Tuhan Allah yang berkarya dalam memberikan lidah seorang murid serta membuka telinganya. Mengapa lidah dan telinga menjadi dua bagian yang penting ? Karena dengan memberikan lidah seorang murid dan membuka telinganya, Tuhan menentukan sikap muridNya. Setiap hari Tuhan menggiatkan telinga muridnya sehingga mempertajam pendengarannya serta memampukannya untuk belajar. Pagi-pagi orang suka berdoa (bd. Masmur 5:4), Allah menuntun muridNya untuk mendengarkan suaraNya setiap pagi, ia diajar selalu, pelajarannya tidak pernah selesai dan terus menerus sehingga ia semakin mengerti firmanNya setiap hari.
Murid Tuhan yang setiap hari diingatkan untuk mendengarkan firmanNya, sedemikian sehingga ia dapat memberikan semangat yang baru kepada orangyang letih lesu. Hal ini berarti, murid Tuhan meneruskan kepada orang lain, dalam hal ini orang yang sedang letih lesu, yaitu semangat yang diterimanya. Dengan lidah seorang murid dimana mulutnya dijadikan seperti pedang yang tajam (Yesaya 49:2), murid Tuhan tersebut menyampaikan firman Tuhan sedemikian rupa sehingga perkataannya didengar seperti firman Allah sendiri yang membangkitkan orang-orang yang tadinya lemah. Orang-orang yang sudah lama tertekan dan acuh tak acuh, bangun dalam kesadaran baru dan mulai bergerak menurut pola yang tertentu dengan penuh harapan sehingga terjadilah suatu perubahan dalam kehidupan.
Dengan demikian, dalam hal ini tampak bahwa sebagai seorang murid Tuhan, setiap hari memiliki persekutuan dengan Tuhan, mendengarkan firmanNya serta berdoa sehingga ketika menyaksikan tentang Tuhan kepada orang, terkhusus kepada orang yang sedang letih lesu karena berbagai beban persolan kehidupan dapat memberikan semangat yang baru bagi mereka.
2. Penderitaan murid itu dalam ketaatan pada tugas panggilannya (ayat 5b-6).
Dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang. Aku memberi punggungku kepada orang-orang yangmemukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi.
Murid Tuhan akan menghadapi perlawanan dari para musuhnya. Dalam teks kotbah ini tidak dijelaskan siapa yang menjadi musuh serta melawannya. Berbagai penderitaan yang akan dia alami sebagai bentuk perlawanan musuhnya yaitu “memukul punggung” dan juga “mencabut janggut”. Hal ini merupakan suatu tanda bagi seorang laki-laki di Timur Tengah (bd. Nehemia 13:25). “meludahi muka” (bd. Ul. 25:9; Bil. 12:14) berarti menghukum, menghinakan, mempermalukan. Orang yang diperlakukan demikian akan kehilangan muka, tidak dipandang lagi, diejek (bnd. Maz. 13:5; 35:15-25; 41:8-10), ia dianggap telah dibiarkan oleh Allah (bnd. Maz. 22:2-3,12,20; 55:2-6; Ayub 19:6-12; Yeremia 15:10-11, 15:8; 20:7,9,14-18).
Dalam keadaan yang sedemikian, murid Tuhan itu akhirnya sadar bahwa “oleh karena Engkaulah aku menanggung cela, noda meliputi mukaku” (Mazmur 69:8), ia rela menanggung penderitaan itu. Hal ini tampak dari pernyataan bahwa : “….aku tidak memberontak, aku tidak berpaling kebelakang, aku memberi punggungku, pipiku, aku tidak menyembunyikan mukaku….”. Dapat kita lihat bahwa ada 9 kali pengulangan kata “aku/ku” sehingga jelaslah bahwa murid Tuhan sendirilah yang mengambil sifat kerelaan hati dalam menanggung berbagai penderitaan yang dia alami.
3. Kepercayaan murid itu kepada Tuhan yang akan menyatakan dia benar (ayat 7-9)
Tetapi Tuhan Allah menolong aku; sebab itu aku tidak mendapat noda. Sebab itu aku meneguhkan hatiku seperti keteguhan gunungbatu karena aku tahu, bahwa aku tidak akan mendapat malu. Dia yang menyatakan aku benar telah dekat. Siapakah yang berani berbantah dengan aku ? Marilah kita tampil bersama-sama! Siapakah lawanku beperkara? Biarlah ia mendekat kepadaku! Sesungguhnya, Tuhan Allah menolong aku; siapakah yang berani menyatakan aku bersalah? Sesungguhnya, mereka semua akan memburuk seperti pakaian yang sudah usang; ngengat akan memakan mereka.
Sikap murid Tuhan berakar pada tindakan yang telah (ayat 4-5) dan akan (ayat 8-9) Tuhan Allah lakukan; dalam persekutuan yang berkelanjutan itu murid Allah ngetahui bahwa penghinaan yang dialaminya tidak datang dari tangan Tuhan (ayat 7), melainkan justru membuktikan kebenarannya (ayat 8a). Kata kerja menolong (ayat 7 dan 9) menunjukkan kesatuan tindakan-tindakan Allah. Di tengah-tengah penderitaan, dimana biasanya terdengar doa “Tolonglah aku ya Tuhan, Allahku” (bnd. Mazmur 109:26) tetapi dalam hal ini murid Tuhan itu mengatakan “Tuhan Allah menolong aku” dan rela menunggu saatnya pertolongan ini genap (bd. Yesaya 49:8).
Bagi murid Tuhan, noda dan diludahi serta tindak kekerasan yang disampaikan lawannya bukanlah hal yang mempermalukan, karena itu semua tidak dapat memisahkannya dari Tuhan. Ia menyatakan bahwa “aku meneguhkan hatiku seperti keteguhan gunung batu”. Dalam menghadapi lawannya, ia ada dalam keyakinan bahwa ia benar di mata Allah. Murid Allah itu teguh karena ia diteguhkan oleh Allah. Keteguhan hati murid Tuhan itu memberi kesaksian bahwa ia berdiri dipihak Allah, Pembelanya.
III. Aplikasi
Murid Tuhan yang disampaikan pada teks Yesaya 50:4-9a ini merujuk kepada hamba Tuhan. Hamba Tuhan yang mengalami berbagai tantangan dalam kehidupan setiap hari bahkan juga kekerasan. Memberi punggungku, memukul aku, pipiku, mencabut janggutku, diludahi, hal ini merupakan tindakan kekerasan yang dialami oleh hamba Tuhan tersebut. Hal yang menarik dapat kita lihat adalah dalam kesemua penderitaan yang dia alami, ada sikap kerelaan hati dalam menjalaninya. Mengapa hamba Tuhan tersebut sanggup dengan rela hati menjalaninya ? Ternyata kuncinya adalah persekutuannya yang sangat dekat dengan Tuhan. Hamba Tuhan tersebut dengan setia menjalin persekutuan dengan Tuhan setiap hari melalui doanya dan mendengarkan firman Tuhan sehingga ia dikuatkan dan diteguhkan serta merasakan bahwa Tuhanlah penolongnya.
“Tuhanlah Penolongku” menjadi suatu tema yang menarik dalam bahan kotbah ini. Di tengah berbagai tantangan dan penderitaan yang dialami oleh yang percaya kepada Tuhan, ingatlah bahwa Tuhan penolong kita. Mari melihat berbagai realitas kehidupan di dunia ini. Diberbagai daerah yang mengalami ketertindasan oleh karena iman percaya kepada Tuhan Yesus. Ternyata di daerah yang sedemikianpun Kabar Baik pun tetap tersebar. “Dihambat semakin merambat”. Hal ini dapat kita lihat dari berbagai perjuangan yang dilakukan yaitu “perjuangan nir-kekerasan” seperti yang dilakukan oleh Pdt. Martin Luter King dan juga Mahatma Gandhi.
Selamat menjalani kehidupan dalam pertolongan Tuhan.
Pdt. Rosliana Br Sinulingga, M.Si
GBKP Semarang