Khotbah Minggu 09 April 2017

KHOTBAH MINGGU 09 APRIL 2017

MINGGU PASSION VII (PALMARUM)

Invocatio        :   “Tetapi Tuhan Allah menolong aku; sebab itu aku tidak mendapat noda. Sebab itu aku meneguhkan hatiku seperti keteguhan gunung batu karena aku tahu, bahwa aku tidak akan mendapat malu” (Yesaya 50:7).

Ogen               :   Matius 21:1-11

Kotbah           :   Yesaya 50:4-9a

Tema              :   Tuhan Penolongku (Tuhan Si Nampati Aku)

 

I.          Pengantar

Sebagai mahluk sosial, pastinya kita pernah mengalami situasi hidup seperti yang dituliskan nabi Yesaya dalam Yesaya 50:4-9a ini, bahwa terkadang akan ada tekanan-tekanan dalam hidup yang akan kita rasakan dari sekitar kita yang akan menguji ketaatan pada Tuhan. Jika tidak dapat dikontrol lagi maka hal inilah yang dapat mengakibatkan kemarahan, sakit hati, dengki, caci-maki, dendam. Dengan demikian, sangat penting bagi kita untuk mendapatkan pemahaman yang baru dalam menghadapi berbagai tekananan sehingga tetap dapat menjalani kehidupan dalam kedamaian. Karena itu, mari kita bersama menelisik Yesaya 50:4-9a.

 

 

II.       Pembahasan Teks : Yesaya 50:4-9a

Nats ini merupakan bagian dari “Nyanyian-nyanyian Hamba Tuhan”. Dalam nyanyian ini Allah disebut dengan gelarnya Tuhan (Ibrani, adonai Yahwe), sedangkan murid Allah adalah sama dengan hamba Tuhan. Syair dari “Nyanyian-nyanyian Hamba Tuhan” ini menggambarkan beberapa hal, yaitu :

1)      Persekutuan antara Tuhan dan hambaNya yang disebut sebagai muridNya (ayat 4-5a)

2)      Penderitaan murid itu dalam  ketaatan pada tugas panggilannya (ayat 5b-6).

3)      Kepercayaan murid itu kepada Tuhan yang akan menyatakan dia benar (ayat 7-9)

 

Bentuk syair ini merupakan doa keluhan perorangan, yang memiliki unsur-unsur yaitu (1) keadaan pendoa di depan Allah, (2) penderitaannya, (3) kepercayaannya kepada Allah yang akan membebaskan dia (bnd. Mazmur 5; 6; 13; 17; dst). Hal yang dapat kita lihat dari murid Tuhan mengalami penderitaan oleh karena ia membawa firman Allah. Ia tidak dapat memohon dengan doa agar tugas panggilannya ditiadakan, atau agar akibat yang pahit dihilangkan. Ia mengiakan pelayanan yang Allah serahkan kepadanya, dan menanti-nantikan saatnya Allah sendiri menyatakan bahwa hambaNya benar.

 

Dengan demikian, melalui perikap kotbah ini kita akan melihat bahwa murid Tuhan akan dengan rela menanggung beban yang Tuhan serahkan kepadanya. Mengapa demikian ? Mari kita menelisik lebih mendalam melalui teks Yesaya 50:4-9a.

 

1.  Persekutuan antara Tuhan dengan hambaNya yang disebut sebagai muridNya (ay. 4-5a)

Tuhan Allah telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid. Tuhan Allah telah membuka telingaku.        

 

Pada bagian ini kita dapat melihat bahwa Tuhan Allah yang berkarya dalam memberikan lidah seorang murid serta membuka telinganya. Mengapa lidah dan telinga menjadi dua bagian yang penting ?  Karena dengan memberikan lidah seorang murid dan membuka telinganya, Tuhan menentukan sikap muridNya. Setiap hari Tuhan menggiatkan telinga muridnya sehingga mempertajam pendengarannya serta memampukannya untuk belajar. Pagi-pagi orang suka berdoa (bd. Masmur 5:4), Allah menuntun muridNya untuk mendengarkan suaraNya setiap pagi, ia diajar selalu, pelajarannya tidak pernah selesai dan terus menerus sehingga ia semakin mengerti firmanNya setiap hari.

Murid Tuhan yang setiap hari diingatkan untuk mendengarkan firmanNya, sedemikian sehingga ia dapat memberikan semangat yang baru kepada orangyang letih lesu. Hal ini berarti, murid Tuhan meneruskan kepada orang lain, dalam hal ini orang yang sedang letih lesu, yaitu semangat yang diterimanya. Dengan lidah seorang murid dimana mulutnya dijadikan seperti pedang yang tajam (Yesaya 49:2), murid Tuhan tersebut menyampaikan firman Tuhan sedemikian rupa sehingga perkataannya didengar seperti firman Allah sendiri yang membangkitkan orang-orang yang tadinya lemah. Orang-orang yang sudah lama tertekan dan acuh tak acuh, bangun dalam kesadaran baru dan mulai bergerak menurut pola yang tertentu dengan penuh harapan sehingga terjadilah suatu perubahan dalam kehidupan.

Dengan demikian, dalam hal ini tampak bahwa sebagai seorang murid Tuhan, setiap hari memiliki persekutuan dengan Tuhan, mendengarkan firmanNya serta berdoa sehingga ketika menyaksikan tentang Tuhan kepada orang, terkhusus kepada orang yang sedang letih lesu karena berbagai beban persolan kehidupan dapat memberikan semangat yang baru bagi mereka.

 

2. Penderitaan murid itu dalam  ketaatan pada tugas panggilannya (ayat 5b-6).

 Dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang. Aku memberi punggungku kepada orang-orang yangmemukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi.

           

Murid Tuhan akan menghadapi perlawanan dari para musuhnya. Dalam teks kotbah ini tidak dijelaskan siapa yang menjadi musuh serta melawannya. Berbagai penderitaan yang akan dia alami sebagai bentuk perlawanan musuhnya yaitu “memukul punggung” dan juga “mencabut janggut”. Hal ini merupakan suatu tanda bagi seorang laki-laki di Timur Tengah (bd. Nehemia 13:25). “meludahi muka” (bd. Ul. 25:9; Bil. 12:14) berarti menghukum, menghinakan, mempermalukan. Orang yang diperlakukan demikian akan kehilangan muka, tidak dipandang lagi, diejek (bnd. Maz. 13:5; 35:15-25; 41:8-10), ia dianggap telah dibiarkan oleh Allah (bnd. Maz. 22:2-3,12,20; 55:2-6; Ayub 19:6-12; Yeremia 15:10-11, 15:8; 20:7,9,14-18).

Dalam keadaan yang sedemikian, murid Tuhan itu akhirnya sadar bahwa “oleh karena Engkaulah aku menanggung cela, noda meliputi mukaku” (Mazmur 69:8), ia rela menanggung penderitaan itu. Hal ini tampak dari pernyataan bahwa : “….aku tidak memberontak, aku tidak berpaling kebelakang, aku memberi punggungku, pipiku, aku tidak menyembunyikan mukaku….”.  Dapat kita lihat bahwa ada 9 kali pengulangan kata “aku/ku” sehingga jelaslah bahwa  murid Tuhan sendirilah yang mengambil sifat kerelaan hati dalam menanggung berbagai penderitaan yang dia alami.

 

3. Kepercayaan murid itu kepada Tuhan yang akan menyatakan dia benar (ayat 7-9)

Tetapi Tuhan Allah menolong aku; sebab itu aku tidak mendapat noda. Sebab itu aku meneguhkan hatiku seperti keteguhan gunungbatu karena aku tahu, bahwa aku tidak akan mendapat malu. Dia yang menyatakan aku benar telah dekat. Siapakah yang berani berbantah dengan aku ? Marilah kita tampil bersama-sama! Siapakah lawanku beperkara? Biarlah ia mendekat kepadaku! Sesungguhnya, Tuhan Allah menolong aku; siapakah yang berani menyatakan aku bersalah? Sesungguhnya, mereka semua akan memburuk seperti pakaian yang sudah usang; ngengat akan memakan mereka.

 

Sikap murid Tuhan berakar pada tindakan yang telah (ayat 4-5) dan akan (ayat 8-9) Tuhan Allah lakukan; dalam persekutuan yang berkelanjutan itu murid Allah ngetahui bahwa penghinaan yang dialaminya tidak datang dari tangan Tuhan (ayat 7), melainkan justru membuktikan kebenarannya (ayat 8a). Kata kerja menolong  (ayat 7 dan 9) menunjukkan kesatuan tindakan-tindakan Allah. Di tengah-tengah penderitaan, dimana biasanya terdengar doa “Tolonglah aku ya Tuhan, Allahku” (bnd. Mazmur 109:26) tetapi dalam hal ini murid Tuhan itu mengatakan “Tuhan Allah menolong aku” dan rela menunggu saatnya pertolongan ini genap (bd. Yesaya 49:8).

Bagi murid Tuhan, noda dan diludahi serta tindak kekerasan  yang disampaikan lawannya bukanlah hal yang mempermalukan, karena itu semua tidak dapat  memisahkannya dari Tuhan. Ia menyatakan bahwa “aku meneguhkan hatiku seperti keteguhan gunung batu”. Dalam menghadapi lawannya, ia ada dalam keyakinan bahwa ia benar di mata Allah. Murid Allah itu teguh karena ia diteguhkan oleh Allah. Keteguhan hati murid Tuhan itu memberi kesaksian bahwa ia berdiri dipihak Allah, Pembelanya.

 

III.       Aplikasi

Murid Tuhan yang disampaikan pada teks Yesaya 50:4-9a ini merujuk kepada hamba Tuhan. Hamba Tuhan yang mengalami berbagai tantangan dalam kehidupan setiap hari bahkan juga kekerasan. Memberi punggungku, memukul aku, pipiku, mencabut janggutku, diludahi, hal ini merupakan tindakan kekerasan yang dialami oleh hamba Tuhan tersebut. Hal yang menarik dapat kita lihat adalah dalam kesemua penderitaan yang dia alami, ada sikap kerelaan hati dalam menjalaninya. Mengapa hamba Tuhan tersebut sanggup dengan rela hati menjalaninya ? Ternyata kuncinya adalah persekutuannya yang sangat dekat dengan Tuhan. Hamba Tuhan tersebut dengan setia menjalin persekutuan dengan Tuhan setiap hari melalui doanya dan mendengarkan firman  Tuhan sehingga ia dikuatkan dan diteguhkan serta merasakan bahwa Tuhanlah penolongnya.

“Tuhanlah Penolongku” menjadi suatu tema yang menarik dalam bahan kotbah ini.  Di tengah berbagai tantangan dan penderitaan yang dialami oleh yang percaya kepada Tuhan, ingatlah bahwa Tuhan penolong kita. Mari melihat berbagai realitas kehidupan di dunia ini. Diberbagai daerah yang mengalami ketertindasan oleh karena iman percaya kepada Tuhan Yesus. Ternyata di daerah yang sedemikianpun Kabar Baik pun tetap tersebar. “Dihambat semakin merambat”. Hal ini dapat kita lihat dari berbagai perjuangan yang dilakukan yaitu “perjuangan nir-kekerasan” seperti yang dilakukan oleh Pdt. Martin Luter King dan juga Mahatma Gandhi.

Selamat menjalani kehidupan dalam pertolongan Tuhan.

           

Pdt. Rosliana Br Sinulingga, M.Si

GBKP Semarang

Khotbah Minggu 19 Maret 2017

Khotbah Minggu 19 Maret 2017

(Passion IV)

Invocatio: "Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?" (Mazmur 42:2)

Bacaan   : Keluaran 17:1-7 

Khotbah : Yohanes 4:5-26

Thema    : "Yesus Adalah Sumber Air Kehidupan"

 

I.                   Pendahuluan
Ketika Yesus disalibkan pada akhir hidupNya di saat puncak penderitaanNya di atas kayu salib Ia meneriakkan "haus!". Rasa haus adalah bukti beratnya penderitaan yang dialami Yesus; mengalami dehidrasi oleh karena panas terik dan menahan rasa sakit membuat banyak berkeringat atau karena banyak darah yang tercurah. Haus berbahaya merusak semua pungsi organ tubuh dan dapat menyebabkan kematian. Rasa haus tidak dapat di tahan, akan mengganggu kesehatan tubuh dan jiwa. Sebagaimana pentingnya air bagi kehidupan manusia maka untuk kelepasan dahaga manusia dan untuk menyelamatkan hidup manusia maka Yesus memperkenalkan diriNya sebagai "air kehidupan". 

II.                Pembahasan Teks

Orang-orang Farisi merasa terganggu dan tersaingi oleh karena para pengikutnya beralih kepada Yohanes pembaptis. Kemudian hari Yesus tampil dan lebih populer dan lebih di kagumi dari pada Yohanes pembaptis, sehingga orang-orang Farisi lebih menentangNya dan Yesus terancam, karena itu Yesus menyingkir ke Galilea. Apabila orang orang Yahudi berjalan dari Yudea ke Galilea pada umumnya perjalanan itu ditempuh selama enam hari, sebab mereka berjalan jauh karena menghindari daerah Samaria yang mereka musuhi. Tapi ketika Yesus menuju Galilea ia memilih perjalanan melalui Samaria, disamping mempersingkat waktu perjalanan hanya tiga hari saja, Yesus memanfaatkannya untuk memberitakan Kerajaan Allah. Menempuh perjalanan yang jauh Yesus letih dan singgah di Sikhar di sumur Yakub. Waktu itu kira-kira jam 12.00 siang, Yesus seorang diri sebab murid-muridNya pergi ke kota membeli makanan dan pada saat itu seorang wanita Samaria datang ke sumur itu untuk mengambil air.

Adalah hal yang janggal apabila wanita seorang diri ke sumur dan pada siang hari. Wanita Samaria ini kemungkinan adalah wanita yang di tolak dan di jauhi penduduk Samaria sebab perbuatannya yang kotor dan hina ( ia sudah lima kali kawin cerai dan kawin tidak resmi) maka ia tidak di ijinkan mengambil air dari sumur-sumur umum yang ada di dalam kota Samaria. Wanita samaria ini menyadari kesalahannya adalah hal yang memalukan maka ia menghindar dari orang-orang samaria dan rela menempuh perjalanan sejauh 1 km ke luar kota Samaria ke sumur Jakup demi untuk mendapatkan air dan di sana ia bertemu dengan Yesus.

Orang-orang Yahudi saling bermusuhan dengan orang-orang Samaria dan mereka sama-sama menghindari pertemuan dan dialog. Lebih khusus lagi seorang Rabi Yahudi tidak boleh berbicara dengan wanita, dan jika dilanggarnya kerabiannya akan di tolak. Tapi dalam rangka pemberitaan Kerajaan Allah, Yesus membuat terobosan baru terhadap semua aturan dan tradisi yang mempersempit kehadiran Kerajaan Allah. 
Kepada wanita Samaria itu Yesus meminta air sebab ia tidak memiliki timba. Oleh karena permusuhan diantara orang Yahudi dengan orang Samaria maka wanita Samaria itu tidak memenuhi permintaan Yesus. Tapi kemudian Yesus memperkenalkan diriNya bahwa Ia adalah air hidup (yang dibutuhkan jiwa orang-orang yang haus kedamaian dan suka cita). Wanita Samaria itu tidak dapat memahami perkataan Yesus, maka ia mengejek Yesus dengan mempertanyakan apakah Yesus memiliki timba, apakah Yesus lebih besar dari pada Yakub yang telah bersusah payah menggali sumur itu. Tapi di balik ketidak mengertian dan keraguannya tentang pernyataan Yesus bahwa padaNya (Dia) ada air hidup, wanita Samaria tersebut merasakan dampak pertemuan dengan Yesus memberi kesejukan. Pada umumnya apabila seorang Rabi Yahudi bertemu dengan pendosa akan mengadilinya dan menyumpahinya, tapi Yesus menerima wanita Samaria itu, menghargai dan bersahabat dengannya. Yesus memperkenalkan diriNya sebagai air kehidupan yang tidak pernah kering, dan menjelaskan bahwa orang-orang yang menerimaNya dari dalam diri si penerima tersebut senantiasa akan memancar air kehidupan sampai akhir jaman sehingga jiwanya tidak akan haus lagi dan iapun dapat memberi dahaga bagi jiwa-jiwa yang haus. Kemungkinan berdasarkan pengenalan praktek agama-agama di jaman itu membuat wanita Samaria tersebut memahami pernyataan Yesus dengan pemahaman duniawi bahwa Yesus dapat memberi mantra-mantra supaya ia tidak akan haus lagi maka ia meminta air kehidupan yang ditawarkan Yesus. 

Yesus melakukan terobosan baru bahwa dengan hadirnya Yesus sebahgai Juruselamat maka kehausan akan penyembahan kepada Allah seperti yang dilakukan orang-orang Yahudi di bukit Yerusalem dan seperti yang dilakukan orang-orang Samaria di bukit Gerizim akan berakhir. Penyembahan sakral dengan liturgi-liturgi dan kiblat yang dilakukan orang-orang Yahudi dan orang-orang Samaria akan bergeser menjadi penyembahan rohani, bahwa Allah akan di muliakan bukan lokal hanya di atas bukit Yerusalem atau bukit Gerizim tapi dalam persekutuan dengan Yesus Juruselamat oleh karena Roh Allah penyembahan dapat dilakukan di semua tempat dan setiap saat. Di dalam PL, penyembahan adalah hal yang sangat penting dan dirindukan sebab ketika penyembahan berlangsung para penyembah menemukan kepuasan jiwanya, mendapat kelegaan dan kedamaian. Tapi jika orang-orang Yahudi hanya dapat menyembah Allah di bukit Yerusalem atau orang-orang Samaria di bukit Gerizim maka kepuasan jiwa, kelegaan dan kedamaian hanya di dapatkan sesaat saja sepanjang ibadah itu berlangsung dan sesudah mereka meninggalkan bukit itu akan hilanglah kepuasan dan kelegaannya dan menjadi haus lagi, dan penuh kecemasan. Penyembahan di dalam Yesus oleh Roh tidak dibatasi tempat dan waktu dan dapat dilakukan dapat dilakukan terus menerus.

Air kehidupan yang di tawarkan Yesus adalah pengampunan dosa, hidup suci yang kekal. Air kehidupan hanya layak diberikan kepada orang-orang yang menyadari kehausan jiwanya dan meninggalkan dosa serta melawan segala kejahatan. Wanita samaria itu adalah wanita yang selalu haus akan kepuasan nafsunya yang tidak pernah terpuaskan. Lima kali ia kawin tidak resmi dan cerai tetapi ia tidak menemukan dahaga dalam jiwanya, dan keadaan itu telah memperburuk keadaannya. Demi air hidup yang di tawarkan Yesus ia telah membuka diri dan Yesus telah melepas belenggu dosa yang mengikatnya dan membuatnya menderita. Air hidup (anugerah) Allah bukan barang murahan, diberikan Yesus kepada orang yang berobat, mengakui dosa dan meninggalkannya. 

Dengan menerima Yesus sebagai Juruselamat membuat wanita Samaria itu menemukan kepuasan jiwanya, lalu meninggalkan Yesus di sumur itu dan meninggalkan tempayannya lalu pergi ke kota untuk memberitakan Yesus adalah Mesias. Kehausan jiwanya dan kehausan jasmaninya telah terpuaskan. Ketika di dalam dosa ia dikucilkan dan dalam rasa malu menjauhkan diri dari saudara-saudaranya sebangsa. Setelah mengenal dan menerima Yesus sebagai juruselamat yang adalah air kehidupan membuatnya merasakan hubungannya dipulihkan dekat dengan Allah dan tanpa rasa malu lagi ia mendekatkan diri dengan sesamanya, mendatangi kota Samaria dan saudara-saudaranya sebangsa. 

Sama seperti orang-orang Yahudi, orang-orang Samaria juga menantikan kedatangan Juruselamat. Benar seperti yang di katakan Yesus, setelah wanita Samaria tersebut menerima Yesus sebagai air hidup dirasakannya kesegaran dan suka cita. Ia berbagi sukacitanya dengan memberitakan Yesus Sang Juruselamat sehingga dari pemberitaan tersebut banyak orang Samaria memjadi percaya dan mengalami hidup baru.

III.             Aplikasi
Banyak orang hanya dapat merasakan rasa haus pada tubuhnya oleh karena memerlukan air tapi tidak dapat merasakan dan menyadari rasa haus di dalam jiwanya. Di dalam kisah penciptaan dunia dan segala isinya; pada setiap tahapan penciptaan dan dalam penciptaan manusia Allah menilai semua baik adanya juga manusia baik adanya. Tapi setelah manusia jatuh ke dalam dosa maka keadaan manusia menjadi buruk, dan dengan berkembangnya dosa keadaan manusia terus semakin lebih buruk. Dosa membuat manusia lumpuh tidak merasa tentram, tidak dapat merasakan kedamaian dan tidak dapat bersuka cita. Jiwa manusia haus dan merindukan Allah penciptaNya, sebab hanya Allah yang dapat membebaskan manusia dari kuasa dosa. 

Allah yang kita sembah adalah Allah yang peduli dan mengerti akan keluhan anak-anakNya. Karena itu Ia memberikan Yesus Kristus untuk membersihkan manusia dari segala dosa dan memberi kelegaan kepada jiwa yang haus. Yesus adalah sumber kehidupan manusia, sehinga orang-orang yang menerima Yesus akan tetap hidup dan bertumbuh, semakin lebih besar dan menghasilkan buah yang manis. Hanya di dalam Yesus ada kehidupan dan jiwa yang tentram. Karena itu marilah kita datang dan setia menyembahNya. Orang-orang yang meninggalkan persekutuan dengan Yesus dan sesama orang percaya di hari ke hari yang dijalaninya keadaannya akan menjadi lebih buruk. Tapi orang-orang yang memelihara persekutuannya dengan Yesus akan menemukan ketentraman jiwanya dan dari dalam hatinya akan memancar "air hidup" sehingga ia memiliki keberanian dan kuasa membawa orang datang kepada Yesus.

Pdt. Ekwin Wesly Ginting, S.Th, M.Div

GBKP Sitelusada-Bekasi

 
 

Top of Form

Bottom of Form

Top of Form

Bottom of Form

 

 

Khotbah Minggu 02 April 2017

BIMBINGAN KHOTBAH TANGGAL 02 APRIL 2017

MINGGU PASSION VI (JUDIKA)

Invocatio         : “Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera” (Roma 8:6)

Bacaan            : Yehezkiel 37:1-14

Khotbah           : Roma 8:6-11

Tema               : “Hidup Menurut Keinginan Roh Kudus”

 

I.      PENDAHULUAN

Ada dua hal yang ‘menghinggapi’ manusia yang saling bertentangan dan kedua kubu itu sangat bertolak belakang yakni antara daging dan Roh.

Daging menggambarkan manusia yang terikat, apabila dibiarkan manusia itu tidak dapat lepas dan tetap terikat, kalau dengan kemampuan sendiri manusia tidak akan mungkin dapat menolong dirinya. Ciri manusia yang hidup di dalam keinginan daging adalah orang yang hanya mencukupkan diri dengan hidupnya sendiri. Hidup dalam daging hanya berpusat kepada penghayatan hidup yang mengantar kepada kematian. Karena makna kematian, adalah merupakan pengasingan definitif dari Allah. Kematian adalah kekekalan berpisah dari kasih Allah.

Ciri kehidupan orang yang berorientasi pada keinginan daging adalah:

-  Tidak memerlukan Allah

-  Tidak tunduk kepada seluruh perintah Allah

-  Tidak ada ketaatan kepada Allah

-  Tidak memikirkan untuk menyenangkan hati Allah, hidupnya untuk menyenangkan dirinya dan orang yang ada di sekitarnya

Roh menggambarkan pribadi yang terikat tetapi dipimpin oleh kekuatan yang memberi hidup yaitu Roh Allah. Manusia yang hidup di dalam Roh Allah berpengharapan bahwa tiba saatnya ada kebangkitan dan yang membangkitkan semua manusia untuk dihakimi tetapi bagi yang mengenal Yesus akan bersama-sama dengan Dia dalam kekekalan di sebelah kanan Allah Bapa di surga.

Paulus banyak mengangkat istilah “Hidup dalam Roh (Pneuma)” vs “Hidup dalam daging (Sarkhos, Flesh yaitu darah dan daging) yang senantiasa cenderung bertolak belakang. Manusia yang sudah jatuh dalam dosa berakibat kecendrungan manusia dalam pikiran, perkataan dan perbuatan menghasilkan dosa semata. Dan upah dosa adalah maut, tetapi karunia Allah ialah hidup kekal dalam Kristus Yesus Tuhan kita (Roma 6:23).

Allah menghendaki manusia membuka hati untuk dipimpin oleh Roh Kudus agar bisa melakukan kehendak Allah. Tetapi roh jahat pun dengan gigih berusaha merebut hati manusia dengan berbagai siasat dan tipu muslihat (1 Petrus 5:8; Lukas 4:13).

 

II.    PENDALAMAN NAS

Dalam Roma 8:6-11, Paulus menguraikan dua golongan orang: mereka yang hidup menurut daging (tabiat dosa) dan mereka yang hidup menurut Roh.

1.      Hidup menurut daging berarti mengingini, menyenangi, memperhatikan dan memuaskan keinginan tabiat manusia berdosa. Ini meliputi kedursilaan seksual, perzinahan, kebencian, kepentingan diri sendiri, kemarahan, dan sebagainya (bnd. Galatia 5:19-21), tetapi juga percabulan, pornografi, obat bius (narkoba), kesenangan mental dan emosional dari adegan seksual dalam sandiwara, buku, TV atau bioskop dan sejenisnya.

2.      Hidup ‘menurut Roh’ ialah mencari dan tunduk kepada pimpinan dan kemampuan Roh Kudus dan memusatkan pikiran pada hal-hal dari Allah.

3.      Mustahil untuk mengikuti hukum daging dan pimpinan Roh pada saat yang bersamaan (Roma 8:7-8; Galatia 5:17-18). Jikalau seorang gagal melawan keinginan dosa dengan pertolongan Roh dan sebaliknya hidup menutut daging (Roma 8:13), dia menjadi seteru Allah (Roma 8:7; Yakobus 4:4) dan dapat menantikan kematian rohani yang kekal. Mereka yang terutama mengasihi dan memperhatikan hal-hal dari Allah dalam hidup ini dapat mengharapkan hidup kekal dan hubungan dengan Allah (Roma 8:10-11).

Ayat 6-8, menerangkan bahwa keinginan daging yang disejajarkan dengan perbuatan dosa yang berdampak maut. Karena keinginan daging adalah maut, maut dalam hal ini sama dengan apa yang ditegaskan Paulus dalam Roma 6:23 “Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita”. Secara sederhana diartikan kematian atau kebinasaan sebagai akibat perbuatan dosa. Sementara kita tahu bahwa dosa telah melekat pada keinginan daging manusia (dosa turunan) dari keberdosaan Adam manusia pertama yang melakukan hal yang bertentangan dengan keinginan/kehendak Allah. Keinginan daging diidentifikasi sebagai bagian perseteruan dengan Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah. Dalam Galatia 5:19-21, Paulus menerangkan dan memberikan daftar dari perbuatan daging yang apabila dilakukan maka ia tidak akan mendapat bagian dalam kerajaan Allah:

-          Perbuatan-perbuatan seks: percabulan, kecemaran, hawa nafsu

-          Perbuatan-perbuatan agamais: penyembahan berhala, sihir

-          Perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan sesama manusia: perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian

-          Perbuatan-perbuatan sembrono: kemabukan, pesta pora

Ayat 9-11, menerangkan tentang keinginan Roh yang disejajarkan dengan pemenuhan kehendak Allah dan mendatangkan hidup yang kekal. Kita harus hidup menurut Roh karena Roh Allah diam di dalam kita. Roh Kudus mengerjakan hal-hal yang bersifat rohani di dalam diri setiap manusia untuk menginsafkan dari dosa, menerangkan tentang kebenaran dan penghakiman serta Ia juga membawa mereka kepada Kristus. Hidup dalam Roh adalah milik Kristus (ay.9), jika memang Roh Allah diam di dalam kamu, ini merupakan kalimat yang mengajak jemaat untuk mencari bukti dalam diri, dalam suasana hati, bahwa Roh memang tinggal di dalam diri kita. Bagian kedua ayat 9 berbunyi: Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus. Kehadiran Roh merupakan patokan untuk menentukan untuk menentukan apakah seseorang itu Kristen yang sejati. Ayat 10 menyatakan bahwa tubuh akan mati tetapi Roh hidup dalam kebenaran. Memang Roh adalah Roh yang menyelenggarakan karya Kristus di dalam orang percaya. Ayat ini menggambarkan hasil atau dampak diamnya Kristus dalam manusia. Bagian kedua ayat 10, roh diartikan sebagai roh manusia, sehingga tertulis huruf kecil. Roh itu adalah kehidupan oleh kebenaran. Kata ‘adalah’ diartikan sebagai membawa, menganugerahkan. Kehidupan dalam arti yang sebenarnya adalah kehidupan dekat Allah, bersama Allah. Ayat 11 mengatakan Roh Allah yang membangkitkan. Dalam ayat ini, Roh tidak lagi disebut ‘yang diam di dalam kamu’ (ayat 9), tetapi ‘yang membangkitkan Yesus’. Yang ditegaskan di sini ialah kaitan erat antara Kristus Yesus dengan kebangkitan manusia. Kebangkitan Kristus dikerjakan oleh Roh, maka kehadiran Roh dalam diri manusia merupakan jaminan bahwa manusia pun akan dibangkitkan olehNya. Kaitan antara kebangkitan Yesus dengan manusia ditegaskan dalam pemakaian juga.

 

Dalam bacaan Yehezkiel 37:1-14, mengatakan bahwa Roh Allah melingkupi Yehezkiel dan dia menerima penglihatan suatu lembah penuh tulang. Dimana tulang-tulang itu dilambangkan sebagai “seluruh kaum Israel” (ayat 11), yaitu Israel dan Yehuda dalam pembuangan, yang harapannya telah punah ketika tersebar di antara orang asing. Allah memerintahkan Yehezkiel untuk bernubuat kepada tulang-tulang itu (ayat 4-6). Tulang-tulang itu kemudian dibangkitkan dalam dua tahap: 1. Suatu pemulihan politis kembali ke negeri itu (ayat 7-8), dan 2. Pemulihan rohani kepada iman (ayat 9-10). Penglihatan ini diberikan untuk meyakinkan para buangan bahwa mereka akan dipulihkan oleh kuasa Allah dan menjadi masyarakat yang hidup di tanah perjanjian lagi, kendatipun keadaan mereka sekarang kelihatannya suram (ayat 11-14).

 

 

III.  APLIKASI

Saudara-saudara yang terkasih dalam Yesus Kristus, setiap orang percaya yang ingin menjadi warga kerajaan sorga harus memiliki standar hidup yang sesuai dengan apa yang Allah Bapa kehendaki. Satu hal yang harus dicapai oleh setiap orang percaya adalah kesempurnaan hidup. Sebab apabila kita tidak bisa mencapai standar kesempurnaan yaitu menjadi sempurna sama seperti Bapa di sorga yang adalah sempurna, maka kita tidak mungkin akan berkenan kepada Allah. Menjadi sempurna disini diartikan bahwa kita sebagai orang kristen dituntut untuk menjadi “imitasio Christi” atau tiruan Kristus. Untuk dapat mencapai keserupaan dengan Kristus itu, kita harus meninggalkan dan menyalibkan semua keinginan daging dan meminta Roh Kudus supaya memenuhi kita.

Yang harus kita fahami dan pegang teguh adalah:

1.      Selama kita di dunia ini kita akan selalu mengalami tarikan antara “keinginan daging” dan “keinginan Roh” yang saling berlawanan.

2.      Kemenangan masih tersedia bagi kita yang mau “menyalibkan keinginan daging” berupa segala hawa nafsu dan kita membuka diri untuk “didiami oleh Roh Kudus”

Tugas kita setiap hari mengambil waktu untuk merenungkan apa yang sudah dianugerahkan oleh Allah yang telah menjadi milik kita dan taatlah serta hiduplah menurutnya. Kalau memang benar kita sudah menyalibkan daging kita baiklah kita biarkan keinginan daging itu terpaku di kayu salib. Jangan lagi coba-coba untuk melepaskan paku-paku itu. Kalau kita merasa bahwa kita belum menyalibkan daging kita sekarang segeralah salibkan karena waktu Tuhan tidak sama dengan waktu kita.

Oleh sebab itu kalau kita dicobai iblis untuk melakukan kehendak daging, kita harus berkata dengan tegas: “Aku ini milik Kristus, aku telah menyalibkan keinginan dagingku. Tak ada lagi pikiranku untuk menurunkannya dari salib itu”.

Pengorbanan Yesus di kayu salib membawa keselamatan bagi manusia yang percaya sekaligus menawarkan pola hidup yang baru, pola hidup yang seturut kehendak Allah, yaitu hidup dalam pimpinan Roh Kudus. Jika hidup kita sudah dipimpin oleh Roh, maka kita tidak akan lagi menuruti keinginan daging (Galatia 5:16) dan kita akan memperoleh buah-buah Roh (Galatia 5:22-23). Untuk mengetahui perbedaan hidup yang dipimpin oleh Roh atau bukan, berikut ini perbedaannya:

-          Roh memberi hidup dan damai sejahtera (Roma 8:2, 10), sedangkan keinginan daging ialah maut

-          Hidup menurut Roh akan memikirkan hal-hal yang dari Roh (Roma 8:5, Galatia 5:17-23) namun yang dari daging tentu hanya memikirkan dagingnya (Roma 8:5, Galatia 5:19-21)

-          Keinginan daging itu adalah perseteruan dengan Allah (Roma 8:7), sedangkan hidup dalam Roh adalah hidup sesuai dengan kehendak Allah

-          Orang yang hidup dalam daging akan mati (Roma 8:13), tetapi orang yang hidup dalam Roh akan hidup

-          Hidup dalam Roh membuat kita menjadi milik Kristus (Roma 8:9)

-          Hidup dalam Roh membuat kita diakui sebagai anak-anak Allah dan sebagai ahli waris (Roma 8:16-17).

Setelah kita mengetahui perbedaan dari dua macam pola kehidupan ini, sudah semestinya kita menyadari, sebagai anak-anak Allah kita harus hidup dalam pimpinan Roh Kudus. Hidup dalam pola hidup yang baru ini membuat kita berkenan di hadapan Tuhan atau selaras dengan kehendak Tuhan dan akhirnya membuat kita layak disebut anak-anak Tuhan. Selama kita terus berjuang, buah-buah Roh pun akan kita raih.

Pdt. Irwanta Sembiring, S.Th

GBKP Surabaya

 

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD