Khotbah Minggu 29 Januari 2017

Khotbah Minggu 29 Januari 2017

(Epipanias IV)

Invicatio      : Lebih baik engkau tidak bernazar dari pada bernazar tetapi

tidak menepatinya" (pengkhotbah 5:4).

Bacaan       : Matius 5 : 1 - 12

Khotbah      : Mazmur 15 : 1 - 5

Tema         : Peganglah janji kita ("Kundulilah" Padanta)

 

I. Pendahuluan

Ada istilah dari singkatan OMDO, Omong Doang, yang berarti banyak berbicara tapi dalam kenyataan apa yang diucapkan tidak ada dilakukan. Hampir sama dengan hanya manis dibibir ucapannya, tapi tidak sesuai dengan kenyataan, membuat orang berpengharapan dengan ucapannya. Namun gaya hidup dari orang Kristen yang setia kepada Tuhan adalah sesuai ucapan dengan kenyataan, karena Tuhan adalah Allah yang setia terhadap janjiNya untuk mengasihi dan memelihara kehidupan kita. Oleh karena itu kita juga diajak agar memegang janji kita untuk hidup  sebagai anak anak Tuhan yang setia yang mau mengubah kehidupannya semakin baru setiap hari.

 

II. Pendalaman Nats

Mazmur 15, merupakan ungkapan kerinduan Daud untuk semakin dekat dengan Tuhan. Namun pemazmur mengerti bahwa harus ada beberapa faktor integritas yang harus dimiliki oleh orang yang mau dekat dengan Allah. Hal ini dirangkum dalam pesan tentang etika, moral, keadilan dan kejujuran.

 

Mari kita lihat pesan-pesan moral dan etika yang terkandung dalam Mazmur 15 secara lengkap

 

Ay. 2, berbicara tentang kualitas moral, keadilan dan kebenaran sebagai anak-anak Tuhan. Sudah seharusnya anak-anak Tuhan menjadi teladan dalam hal kehidupan yang tidak bercela, artinya kita harus menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan tercela yang didorong oleh keinginan-keinginan (nafsu) kedagingan, juga menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran dan keberanian untuk menyatakan  yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Sebagaimana Yesus berkata "Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat."(Mat 5:37).

 

Ay. 3, Orang yang datang menyembah kepada Tuhan tentu dia akan berusaha untuk menjaga hati perasaan temannya ketika berada dimana saja. Ada ungkapan mengatakan “fitnah lebih kejam dari pembunuhan”, karena fitnah memang adalah pembunuhan karakter dan secara perlahan bisa menyebabkan pembunuhan fisik. Oleh karena itu, tidak seharusnya ada anak-anak Tuhan yang menyebarkan fitnah terhadap sesamanya, seharusnya kita mempergunakan mulut kita untuk membangun dan memberkati orang lain. Hukum Taurat ke-sembilan (jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu). Kemudian, anak-anak Tuhan seharusnya menjauhkan diri dari perbuatan jahat terhadap sesama seperti keluarga, teman, tetangga, saudara seiman, juga terhadap semua orang, bahkan kepada musuh kita.

 

Ay. 4, maksudnya orang yang tersingkir dalam ayat ini adalah orang-orang berdosa yang telah ditolak Allah, artinya kita tidak boleh menghormati orang-orang yang demikian, namun hormatilah orang-orang yang takut akan Tuhan. Ayat ini berbicara tentang penghormatan dan penghargaan terhadap orang-orang kudus. Kita juga harus dapat dipercaya dengan janji sekalipun oleh karenanya kita rugi.

 

 Ayat 5, artinya, orang yang memakai duitnya untuk menolong orang lain namun dia tidak mencari untung untuk dirinya melalui harta yang ada padanya. Hartanya dipakainya untuk menghargai teman sesama, menambahi saudara, memperkuat kokoh persaudaraan dan persatuan. "Tidak akan goyah selama - lamanya".

 

Dengan demikian dapat kita lihat apa yang diharapkan oleh Tuhan terhadap kita anak - anakNya yang datang ke RumahNya yaitu yang tidak bercela baik dalam tindakan pribadi moral etika maupun sosial.

 

 

III. Pointer Aplikasi

Bahan khotbah kita minggu ini bukan berarti bahwa jika belum seperti apa yang dinyatakan mazmur Daud kita tidak boleh datang ke rumah Tuhan, namun permazmur mengajak kita agar kita merenungkan secara mendalam seperti apa yang dinyatakan dalam ayat 2-5 dan mau  mengubah diri ke lebih baru untuk menjalankannya. Tidak hanya teori saja. Jadi hadir dalam rumah Tuhan bukan hanya sebagai "rutinitas" tapi harus ada perubahan cara berpikir dan berkelakuan.

 

Orang yang datang kerumah Tuhan merasakan bahwa dia datang untuk berjumpa dengan Tuhan dan menyembah Tuhan dengan hati tulus. Orang yang selalu rindu jumpa dengan Tuhan, setiap hari tambah yang baru kebaikan dari dirinya. Ini dapat terlihat dalam kepatuhannya mengikut Firman Tuhan, cara berpikir yang positif, baik, membantu teman, tidak egois, bersahabat dengan siapa saja juga setia dengan janjinya.

 

Tema Peganglah Janji Kita, salah satu cara agar kita damai dan nyaman, peganglah janji kita yang telah kita katakan. Pengakuan iman yang kita katakan setiap minggu sebaiknya tidak lah sebagai ucapan rutinitas atau hapalan yang sudah diluar kepala. Namun janji yang telah kita katakan dalam pengakuan iman benar benar kita pegang walaupun ada tantangan.

 

Bacaan, dalam kitab Matius menyatakan agar kita mengandalkan Tuhan menjadi kekuatan kita dalam menjalankan kehidupan kita ketika suka dan duka menghampiri kita agar kita mendapatkan kebahagiaan dan sukacita. Amin

 

 

 

                                Pdt Nur Elly Tarigan, M.Div

                                    GBKP Karawang

Khotbah Minggu 26 Pebruari 2017

KHOTBAH MINGGU 26 PEBRUARI 2017

MINGGU PASSION I / Estomihi (=Jadilah bagiku gunung batu tempat perlindungan: Mzm. 31 : 3)

Invocatio      :  “Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya”(Amsal 10 : 22).

Pembacaan :  2 Petrus 1 : 16 – 21

Khotbah        :  Mazmur 2 : 1 – 12

Tema              :  Panggilan untuk Memperbaiki

 

I.           Pengantar

Menurut Kalender Tahun Gerejani kini gereja memasuki masa-masa Pra-Paskah atau Minggu-minggu sengsara, juga disebut Minggu Passion yang akan dilalui selama 7 (tujuh minggu lamanya). Peristiwa ini didasari oleh sengsara yang dialami Yesus dan menjadi peringatan bagi kehidupan ke kristenan mula-mula yang mendapat penganiayaan karena imannya kepada Kristus. Symbol Liturgi dinampakkan dengan gambar Ikan tertulis ICHTUS singkatan, Iesous Christos Theou Uios Soter yang artinya Yesus Kristus, Anak Allah, Juru Selamat. Rasid Rachman dalam bukunya Hari Raya Liturgi – Sejarah dan Pesan Pastoral Gereja, mengatakan Minggu-minggu sengsara atau Pra Paskah tidak diisi melulu dengan dukacita dan pergumulan berat – oleh sebab itu tidak disebut masa atau Minggu-minggu sengsara – tetapi juga dengan kesukaan dan pengharapan sebab di sinilah waktu dan kesempatan gereja untuk lebih menghayati peristiwa salib Kristus. Masa Pra Paskah adalah kesempatan spiritual umat dan lembaga gereja untuk lebih mengenal kasih Allah di dalam Kristus melalui pertobatan yang sungguh. Pertobatan dari dosa selalu diikuti dengan anugerah pengampunan Allah.

Dengan demikian tahapan demi tahapan Minggu-minggu sengsara atau masa Pra Paskah menjadi perenungan berangkat dari tema Minggu Passion I kita (GBKP), “Terpanggil untuk Memperbaiki”. Apakah yang harus diperbaiki: di gereja,  jemaat, keluarga juga di dalam masyarakat? Dan bagaimanakah sikap serta peran orang/ pihak yang terpanggil untuk melakukan perbaikan? Ada perbaikan karena telah terjadi kerusakan. Bagaimana standar kerusakan sehingga perlu perbaikan yang dimasud di dalam tema renungan saat ini?

 

II.       Makna Minggu Passion I

1.     Pengantar Teks Pembacaan II Petrus 1 : 16 – 21

Jelas bahwa di dalam surat Petrus yang menjadi pembacaan ada kelompok atau golongan yang merusak. Mereka membuat cerita dongeng yang turut memberi issu pada pemberitaan rasul Petrus tentang kedatangan Yesus Kristus sebagai raja. Cerita dongeng tersebut datangnya dari golongan Gnostik, yang hanya merupakan cerita khayalan belaka. Petrus mengatakan dongeng-dongeng isapan jempol manusia. Kesaksian rasul Petrus mengatasi cerita khayalan belaka tersebut. Diperkuat oleh informasi atau data otentik sebagai bukti terhadap peristiwa dimana rasul Petrus ikut menjadi saksi. Dia, Petrus adalah saksi sejarah yang melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Yesus menerima tanda kemuliaan dan kehormatan dari Allah Bapa di atas gunung itu. Ketika itu memang Petrus diundang oleh Yesus ikut naik ke atas gunung itu. Bersama dengan Yesus, rasul Petrus juga mendengar suara yang datangnya dari sorga yang berkata: ”Inilah Anak yang Kukasihi kepadaNya Aku berkenan” (Mat 17:1-5, Mark 9:2-7, Luk 9:28-35). Kesaksian rasul Petrus di dalam suratnya ini tidak dapat diragukan lagi karena peristiwa ini benar-benar disaksikan oleh mata,  juga tempat dimana peristiwa ini terjadi, yaitu diatas gunung yang kudus. Gunung adalah merupakan sarana tempat penyataan Allah (Kel 3:5; 19:23). Saksi mata dan tempat terhadap peristiwa datangnya kembali Kristus sebagai raja tidaklah mungkin dirusak oleh cerita dongeng atau khayalan yang mau merusak berita yang disampaikan oleh rasul Petrus tersebut. Pandangan ini bagi para rasul adalah penggenapan dari PL yang sangat menarik (Mat. 1:22; 2:5,6). Karenanya sebagai orang yang percaya harus memperhatikan akan kedatangan Kristus. Kedatangan Kristus itu digambarkan seperti pelita yang bercahaya di dalam gelap, Gelap melukiskan keadaan dunia bila tanpa Terang yang sesungguhnya (bd. Yoh. 8:12). Pelita dikenal sebagai Firman Allah/ Alkitab (Mzm. 119:105). Dan fajar yaitu hari kedatangan Kristus (3:10; Rom. 13:12) atau disebut Bintang Timur (Yun, Phosphoros), yaitu bintang yang membawa fajar. Dalam kebudayaan Yunani dan Romawi Kuno menunjuk Bintang Kejora menjadi lambang bagi Tuhan Yesus (Bil. 24:17; Luk. 1:78; Why. 22:16).

 

2.     Penegasan Renungan / Teks Khotbah Mazmur 2 : 1 – 12

Mengawali kesaksian pemazmur, memperlihatkan situasi kerusuhan diantara bangsa-bangsa. Kerusuhan tersebut didasari oleh permufakatan raja-raja dunia melawan Tuhan dan yang diurapiNya. Melawan Tuhan adalah perlawanan terhadap Israel dimana Tuhan sendiri adalah Raja bagi bangsaNya Israel. Permufakatan antar raja-raja dunia yang dimaksud disini adalah sistim pemerintahan politik yang tidak membawa kepada pemerintahan kehidupan yang adil damai tentram dan aman. Tetapi justru berdampak pada korban kemanusiaan. Pelanggaran HAM, realitas kemiskinan serta keterpurukan dari berbagai segi kehidupan. Akibatnya, berdampak pada kerusakan. Kerusakan mental, moral dan atau kepribadian bangsa dan warga negaranya khususnya pada generasi bangsa. Inilah pertanda politik bangsa yang melawan kepemimpinan Raja Israel yang diurapi oleh Tuhan. Cara mufakat raja-raja dunia seperti ini sangat merugikan, dan sangat ditentang oleh Raja Israel. Politik seperti ini hanya menjadi tertawaan atau ejekan. Allah menertawakan kepemimpinan raja-raja dunia yang menjalankan perpolitikan yang merusak dan atau yang merugikan. Allah memperlihatkan politik yang perlu ditertawakan atau diejek. Ditertawakan berarti dipermalukan. Dipermalukan karena kepemimpinan yang dijalankan tidak menciptakan keadilan dan kedamaian tetapi hanya memporak-porandakan kehidupan manusia dan dunia. Politik yang merusak resikonya adalah berhadapan dengan Tuhan yang adalah Raja diatas segala raja-raja di dunia. Dia tidak hanya menertawakan tetapi juga dapat melenyapkan mengalahkan dengan mudah sistim perintahan raja-raja dunia yang merugikan. Tuhan menghukum politik pemerintahan yang merugikan. PadaNya ada gada (tongkat) kekuasaan dan besi sebagai alat untuk menghancurkan kepemimpinan yang menjalankan politik pemerintahannya dengan tindakan kekerasan. Sistim perintahan atau politik bangsa yang merusak akan dilenyapkan oleh Tuhan. Karena pemerintahan yang demikian hanya mengacaukan tatanan kehidupan dunia dan hidup antar bangsa. Raja-raja tidak seharusnya menjalankan pemerintahan dengan melawan Tuhan sebagai Raja, tetapi justru meminta perlindungan kepada Tuhan dalam menjalankan masa kepemimpinanNya untuk menjalankan kepemimpinan bangsa dengan bijaksana. Yaitu kebijaksanaan yang diajarkan oleh Tuhan. Belajar daripada Tuhan berarti menyerahkan kepemimpinan dibawah kekuasaan Tuhan sendiri. Kepemimpinan Raja Israel telah nyata dengan keamanan dan ketenangan kota Sion yang tetap dilindungi dalam pemerintahan Raja Israel sendiri. Kita telah mengalami kepahitan bangsa dalam situasi kerusuhan-kerusuhan yang terjadi pada masa lalu (1999). Di Poso, Ambon dan kota-kota lainnya, bahkan sampai sekarang suasana bangsa yang tidak kondusif mengajak kita untuk belajar dari kepemimpinan Raja Israel. Juga termasuk kepemimpinan raja-raja dunia yang diperhadapkan oleh berbagai problema bangsa termasuk masalah teroris atau ISIS.  

 

III.             Perenungan Teologis : Minggu Passion I

Nyanyian pemazmur sebagai perenungan dalam masa Pra Paskah (Passion I) sengsara Yesus, adalah nyanyian penobatan Raja yang diurapi Tuhan. Pujian pemazmur ini adalah ditujukan kepada Kristus yang dalam sengsaraNya memasuki dunia perpolitikan raja-raja dunia, untuk memperbaiki sistim pemerintahan dari kerusakan peradaban dunia ke dalam hidup perdamaian. Presiden Amerika Serikat Donal Trump mengawali kepemimpinan perdananya mempererat pelukannya mendukung Jepang terkait dengan uji coba rudal Korea Utara. Peluncuran rudal ini sangat tidak bisa ditoleransi, dan semestinya Korut harus mengikuti resolusi PBB (Minggu 12 Peb 2017), demikian salah satu berita surat kabar yang kemudian dikatakan belum diketahui secara persis apa maksud peluncuran rudal tersebut bagi kehidupan dunia.

Dimana-mana pasti ada saja sikap dan tindakan pihak-pihak yang merencanakan kejahatan atau kerusuhan. Teroris, ISIS atau kejahatan lainnya sangat dekat dengan lingkungan dimana kita berada. Menghadapi situasi ini bukan kita harus menjadi takut. Tetapi kita dipanggil untuk peka dan peduli terhadap sikap dan tindakan untuk memperbaiki kerusakan yang  terjadi disekitar kita. Atau setidaknya menjaga agar tidak terjadi kerusuhan atau pengerusakan disekitar tempat kita tinggal menetap. Panggilan ini adalah seperti penunjukkan Tuhan kepada Sang Raja yaitu Yesus Tuhan yang dipilih oleh dan diurapi oleh BapaNya,  ‘AnakKu Engkau! Engkau telah Kuperanakkan…’ (bdk.  2 Pet 1:17). Bahwa tugas panggilan untuk menjaga atau memperbaiki dari kerusakan adalah juga panggilan kepada kita pribadi lepas pribadi melakukan karya kebaikan/ perbaikan sebagai persembahan bagi kemuliaan nama Tuhan. Seperti Tuhan mempermuliakan AnakNya sekalipun Ia harus mengalami sengsara. Demikian juga kita, atas tugas panggilan untuk memperbaiki yang rusak akan dijalani seiring dengan penderitaan atau sengsara. Keadaan ini tentu harus dimaknai dari apa yang telah dikerjakan Yesus di dunia ini. Baik di dalam rumah tangga/ keluarga, jemaat/ gereja dan di tengah masyarakat serta tempat dimana kita bekerja, kita terpanggil berkorban memperbaiki kerusakan disekitar kita sebagai makna penebusan Kristus dimana kita juga turut berperan mengerjakannya.

 

Pdt Merry Tatuwo br Sembiring, STh

Perpulungen/ Jemaat GBKP Makassar

Khotbah Minggu 05 Maret 2017

KHOTBAH MINGGU  05 Maret 2017

PASSION II/ Invocavit (Berserulah Kepada Tuhan)

Invocatio        : Sebab TUHAN, Allahmu, adalah Allah Penyayang, Ia tidak akan meninggalkan atau memusnahkan engkau dan Ia tidak akan melupakan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu (Ulangan 4:31).

Bacaan           : Mazmur 32:1-11(Tunggal)

Khotbah         : Roma 5:12-19 (Anthiponal)

Tema              : Hidup Dalam Kasih Karunia Tuhan

 

I.          Pengantar

Rumusan teologia Calvin  tentang manusia yang sudah jatuh kedalam dosa adalah “Rusak total”, barang yang rusak total  sudah selayaknya di buang.  Walaupun  manusia sudah rusak total oleh kejatuhannya kedalam dosa,  tapi Tuhan tidak memusnahkannya, itulah yang disebut dengan kasih karunia. Paulus mengatakan bahwa manusia yang telah jatuh kedalam dosa adalah orang  durhaka (ay 5:6), cerita anak durhaka yang terkenal adalah cerita Malinkundang yang dikutuk menjadi batu, iya memang itulah selayaknya dilakukan kepada  orang-orang durhaka  “dikutuk”.  Tetapi Tuhan tidak mengutuk manusia bahkan mau menanggung “kutukan”  dosa itu dengan mati di kayu salib, inilah kasih karunia yang terbesar. Mati untuk orang baik,  orang benar dan bagi orang yang  dicintai, mungkin ada,  tapi kalau mati untuk orang durhaka, penjahat, pembrontak, berkorban bagi barang yang rusak,  ini adalah sesuatu yang imposible. Tetapi itulah yang dilakukan oleh Yesus, melalui kematianNya di Kayu Salib, inilah  yang di sebut dengan “Kasih Karunia”.  Kita sudah mengenal kasih karunia, dan sekarang bagaimana supaya kita tetap hidup didalamnya? Mari kita telusuri Firman Tuhan yang menjadi renungan kita di minggu Passion yang ke-2 ini.

 

II.       Pendalaman Naskah Alkitab

1.        Dosa  (12)

Dosa adalah pelanggaran cinta kasih terhadap Tuhan atau sesama yang dapat mengakibatkan terputusnya hubungan antara manusia dengan Allah. Utamanya, dosa disebabkan karena manusia mencintai dirinya sendiri atau hal-hal lain sedemikian rupa sehingga menjauhkan diri dari cinta terhadap Allah. Dosa adalah penyimpangan dari Firman Allah. Upah dosa adalah maut (Roma 6:23). Sifat dosa sama seperti “racun kontak” atau seperti lingkaran obat anti nyamuk, mulai dari lingkaran luar (dalam) jika di bakar perlahan akan menjalar kedalam (keluar), tergantung dari mana  dimulai.   Demikian dikisahkan bagaimana dosa memasuki dunia dan mencemari semua manusia, dimulai dari kehidupan Adam (manusia pertama). Dosa itu semakin hari semakin berkembang melebihi deret hitung  bahkan mengalahkan perkembang biakan  ayam, satu ayam  bertelur 12 dan menetas, penetasan berikutnya sudah 13 ekor dan akan bertelur lagi di kali 12 =156  di kali 12  menjadi 1572 dan seterusnya, cepat sekali pertambahan/ perkembangnnya, tetapi masih kalah dengan pertambahan/ perkembangan dosa, karena setiap orang bukan saja melahirkan satu dosa, sehingga dosa ada dimana-mana, di kiri- di kanan, di atas – dibawah,  sehingga tidak ada lagi manusia yang benar seorang pun tidak (Roma.  3:11-18), dengan demikian semua manusia layak di hukum mati, di musnahkan, dan di kutuk (disalibkan).

2.        Dosa Lebih Tua dari Hukum Taurat (13-14)

Semua manusia sudah berdosa, ini menjadi perdebatan di zaman Paulus,  karena pemahaman umum (apalagi di dunia hukum), bagaimana orang tahu melanggar undang-undang (hukum) kalau hukumnya tidak ada? Bukankah dosa itu dikenal setelah ada Undang-undang (Hukum Taurat).  Paulus mengatakan bahwa dari dulu dosa itu sudah ada tetapi tidak diperhitungkan. Kalau tidak diperhitungkan ya sama saja dengan tidak ada.   Untuk memahami ayat 13 ini   kita, harus perhadapkan dengan  ayat 20 “dimana dosa bertambah banyak di situ anugerah bertambah banyak” artinya hukum taurat menolong kita untuk menghitung berapa banyak dosa pelanggaran kita dan berapa banyak anugerah yang kita terima, sehingga Paulus mengatakan bahwa kalau Taurat tidak ada dosa tidak dapat diperhitungkan.  Hukum Taurat adalah hukum yang tertulis yang diberikan melalui Musa, sedangkan jauh sebelum itu perintah Tuhan (undang-undang Tuhan) sudah ada yang  langsung di sampaikan (lisan) kepada   orang yang dipilih Tuhan  (bd. Peraturan/ Perintah yang diberikan kepada Adam agar jangan makan buah pohon pengetahuan). Sama dengan peradaban manusia  sebelum ada undang-undang yang tertulis sudah ada hukum-hukum (norma-norma) yang berlaku, dan setiap pelanggarannya pasti mendatangkan sangsi. 

Kelihatannya Paulus tidak mau  berlama-lama berdebat tentang hal ini,  tetapi Paulus lebih menekankan bahwa “ada atau tidak ada hukum Taurat” dosa itu sudah ada  dan setiap perbuatan dosa  pasti mendatangkan hukuman.  Jadi hukuman atas dosa itu bukan saja setelah zaman Musa tetapi sejak zaman Adam  (bd. Kej. 3:17-19).  Manusia yang pertama sampai manusia yang terakhir nantinya  membutuhkankan “pertolongan (kasih Karunia  Allah). Karena orang yang sudah jatuh ke dalam dosa dan sesama orang yang sudah jatuh kedalam dosa, tidak bisa menyelamatkan dirinya atau  sesamanya). Hukuman dosa yang ditanggung dalam hal ini bukan saja pelanggaran hukum Tuhan yang tertulis atau tidak tertulis, tetapi jauh lebih dalam adalah tabiat dosa yang sudah mewarnai semua hati (bathin)  manusia.

3.        Kasih Karunia Tuhan (15-19)

Kasih karunia adalah kasih yang diberikan kepada orang yang sesungguhnya tidak layak menerimanya (anak  durhaka yang diampuni, barang yang rusak total diperbaiki menjadi seperti baru).  Paulus mengatakan bahwa : Dosa dan kematian dibawa oleh satu pribadi masuk ke dunia, demikian juga dengan ketaatan satu pribadi semua manusia dibenarkan. Paulus menekankan kemampuan tertinggi dari penebusan yang disediakan  oleh Yesus Kristus untuk menghapus dampak dari kejatuhan kedalam dosa.  Adam membawa dosa dan kematian tetapi  Kristus membawa kasih karunia dan hidup.

 

III.    Pointer aplikasi

1.      Semua manusia  telah jatuh kedalam dosa, upah dosa adalah maut.

2.      Semua manusia membutuhkan kasih karunia Tuhan, karena orang yang sudah jatuh kedalam dosa tidak bisa menyelamatkan dirinya.

3.      Berbahagialah karena Tuhan tidak memperhitungkan semua pelanggaran kita, serusak apapun kita, sedurhaka apa pun kita, ketika kita berseru kepada Tuhan dan mau bertobat kita akan diampuni (Mzm 32:1-11),  karena Allah kita penuh dengan kasih karunia (bd. Invocatio).

4.      Hidup di dalam kasih karunia. Sebagai orang yang sudah diampuni/ dibebaskan  yang ada adalah “bersyukur dan bersukacita”.  Sebagai orang yang sudah dimerdekakan kita memiliki paradigma baru tentang  Taurat  Tuhan.  Di zaman dulu  Taurat itu dipandang sebagai  beban  yang sangat berat (kuk yang menekan),   tetapi bagi kita adalah anugerah. Karena melalui  Hukum Taurat kita dapat menghitung berapa besar dosa (pelanggaran) kita dan sebesar itu jugalah kasih karunia yang Tuhan berikan bagi kita (Roma 5:20 Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah).  Ibarat  utang, semakin banyak utang kita yang dilunasi semakin banyak anugerah yang kita terima (Catatan: tetapi bukan memberi kebebasan untuk berbuat dosa, Roma 6:14 Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia”).  Taurat adalah wujud kasih Allah agar kita dapat berjalan dalam koridor  yang benar (orang yang telah diselamatkan, mengucap syukur dengan ketaatan pada Allah). Menjadi rambu-rambu yang dapat mengantarkan kita ke “negeri Kasih Karunia, dimana tidak ada tangis dan kematian.  Jadi boleh kita katakan bahwa Hidup dalam kasih karunia Tuhan hidup  sesuai dengan “Hukum Taurat” yang sudah disederhanakan isinya, yaitu :  “mengasihi Allah dengan segenap hati dan mengasihi sesama manusia seperti mengasihi diri sendiri”. Sebagai wujud mengasihi Tuhan dan sesama, kita aktif dalam persekutuan (koinonia), gigih dalam bersaksi (marturia) dan rajin dalam pelayanan (diakonia).

5.      Di Minggu-minggu Passion ini mari kita merenungkan  betapa “Hebat” penderitaan Yesus untuk menanggung dosa kita,  Dia rela dicaci maki, di fitnah dan diludahi, di cambuk dan di salibkan, di tombak dan dibunuh. Tidak ada kasih yang lebih besar selain kasih yang memberikan nyawanya  bagi sahabatnya (Yoh. 15:13). Dalam  Galatia 2:20 “ Paulus mengatakan hidupku bukannya aku lagi melainkan Kristus yang ada di dalamku, lebih jauh lagi dalam  1 Korintus 9:16 “celakalah aku jika aku tidak memberitakan Injil. Inilah tanggung jawab yang harus kita lakukan sebagai ungkapan rasa syukur dan suka cita hidup dalam kasih karunia Tuhan, selamat mencoba. Tuhan memberkati.

 

Pdt. Saul Ginting, S.Th, M.Div

GBKP Bekasi

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD