Khotbah Minggu 03 Desember 2017
BIMBINGAN KHOTBAH GBKP 3 DESEMBER 2017
Invocatio : “Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang.” (Matius 24: 42)
Bacaan : Markus 13: 24-37 (Tunggal)
Khotbah : Yesaya 64: 1-9 (Responsoria)
Tema : “Tuhan Datanglah”
Pengantar
Sesuai dengan kalender gerejawi, pada minggu ini kita mengawali tahun gereja. Kita memasuki masa advent, yaitu masa penantian. Penantian akan kedatangan Yesus, dalam arti peringatan kelahiranNya (Natal), begitu pula kedatanganNya yang kedua kali, yang tidak kita ketahui masanya. Umumnya, semua orang tidak suka menunggu. Kita sering mendengar “menunggu adalah pekerjaan yang paling membosankan”. Kadang kita lebih memilih meninggalkan atau masa bodoh daripada menunggu. Tetapi tentunya tidak untuk semua hal. Jika yang kita nanti-nantikan adalah hal yang penting, berharga, apalagi sesuatu yang kita cintai, kita akan bertahan. Akan ada energi ekstra yang memampukan kita sabar dan setia dalam penantian kita. Begitu pula di Minggu Advent I ini, kita setia menantikan kedatangan Yesus Sang Juruselamat. Namun bukan hanya pasif menunggu, orang percaya diminta untuk berjaga-jaga sebab tidak ada yang tahu harinya Tuhan Yesus datang (bdk Invocatio).
Isi
Dalam Yesaya 64: 1-9 ada pengakuan tentang kuasa Tuhan atas segala ciptaan (langit, gunung-gunung, api) dan ada kerinduan untuk melihat Tuhan datang dan bertindak. Saat itu orang Israel mengalami keterpurukan. Mereka harus meninggalkan Yerusalem dan dibuang ke Babel selama puluhan tahun. Yang dialami umat selama menjadi buangan Babel adalah penderitaan karena hilangnya identitas bangsa Israel sebagai bangsa pilihan Tuhan. Setelah disebut bangsa pilihan, mengapa harus mengalami seperti yang mereka alami? Kehancuran kota Yerusalem adalah duka mendalam bagi mereka, juga sebagian besar umat Israel menjadi buangan di negeri yang tidak mengenal Tuhan. Bagi mereka, Tuhan murka (ayat 5) dan IA menyembunyikan wajahNya kepada mereka (ayat 7). Dengan kata lain mereka merasa Tuhan telah meninggalkan mereka. Trito-Yesaya menyerukan suara umat yang dalam keterpurukannya sangat merindukan pemulihan dari Tuhan. Penderitaan yang mereka alami membawa mereka kepada introspeksi diri dan pertobatan. Dengan mengakui diri berdosa (ayat 5), najis (ayat 6), mereka mengakui ketidaksetiaan mereka kepada Tuhan, mereka berdosa dan najis karena menyembah dewa-dewi lain. Dari pengakuan ini kemudian ada penyerahan diri kembali kepada Tuhan (ayat 8 Engkaulah Bapa kami.., kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tanganMu). Sebutan “Bapa” menyiratkan kedekatan hubungan antara umat dengan Tuhan. Anak yang berbuat salah kepada bapanya dapat meminta maaf dan bapanya tetap mengasihi anaknya. Demikian pengharapan umat. Umat berusaha “membujuk” Tuhan agar murkaNya mereda dan melupakan dosa-dosa mereka. Hanya Tuhan yang mempunyai kuasa untuk memulihkan umatNya, karena mereka adalah buatan tanganNya, ciptaanNya. Mereka berharap Tuhan tidak berlama-lama lagi dalam kemurkaanNya. Umat rindu untuk kembali kepada Tuhan. Nabi Yesaya mewakili umat menyampaikan permohonan ini kepada Tuhan. Mereka menanti Tuhan bertindak dan memulihkan keadaan.
Aplikasi
Kita juga saat ini menantikan kedatangan Tuhan Yesus kedua kali dan menyambut peringatan hari kelahiranNya. Menanti dengan sabar, bukan berarti diam dan tidak berbuat apa-apa. Kita memang tidak bisa mempercepat kedatanganNya, tidak juga disuruh untuk meramal dan memprediksi kapan datangnya. Karena Injil sendiri menuliskan “Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anak pun tidak, hanya Bapa saja.” (Markus 13: 32). Maka janganlah kita sibuk mengira-ngira seperti yang dilakukan orang-orang yang mau mencoba memberi kepastian akan sesuatu yang hanya Bapa yang tahu (bdk Bimbingen Khotbah GBKP hlm 195). Kita diingatkan untuk terus berjaga-jaga. Terus membenahi diri. Melalui introspeksi diri, kita mengakui kelemahan lalu memohon pengampunan dari Tuhan. Penyerahan diri kepada Tuhan, siap dibentuk oleh Tuhan. Ada pembaharuan dalam kualitas iman, sehingga karakter Kristus semakin tercermin dari kita. Itulah wujud nyata dari berjaga-jaga. Bukan sekedar menghabiskan waktu mempersiapkan perayaan Natal: rapat panitia, latihan Koor, latihan drama, latihan menari, menentukan seragam, dan sebagainya. Sebenarnya hal-hal ini penting, karena kita mau memberi yang terbaik untuk merayakan peringatan kedatangan Yesus ke dunia, janganlah kita asal-asalan. Tetapi sediakanlah juga waktu berefleksi/bercermin diri di masa-masa penantian ini untuk lebih mengenal diri dan mengenal Tuhan. Kita bersiap-siap agar penantian kita bukan menjadi penantian yang pasif (terlena, tertidur). Dan kalau ada perayaan Natal yang pelaksanaannya di masa-masa Advent (umumnya pemilihan tanggal disesuaikan dengan situasi jemaat setempat, sehingga tidak semua bisa terlaksana serentak pada tanggal 25 Desember), janganlah hiruk-pikuknya mengaburkan masa penantian di dalam hati kita.
Selamat Advent.
Pdt. Yohana Samuelin M. Ginting, S.Si (Theol)
GBKP Bajem Samarinda