KHOTBAH MINGGU 19 JANUARI 2020
Suplemen Kotbah Minggu 19 Januari 2020 (Epiphanias II)
Invocatio : 1 Petrus 5 : 10
Ogen : Mazmur 40 : 1-11
Kotbah : 1 Korintus 1 : 1-9
Tema : Emalemen ate Kalak Si Ersada Ras Jesus Kristus
- Pendahuluan
Mengapa di hari-hari libur daerah-daerah wisata begitu ramai dikunjungi, apalagi belakangan hari ini wisata yang menekankan konsep “kembali ke alam”? Karena berusaha mencari “kemalemen ate”. Holyday yang seharusnya berarti “hari yang kudus” berubah arti menjadi “liburan”. Mengapa kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya sampai terkadang waktu tidak cukup 24 jam? Karena berharap bahwa dengan materi, jabatan/kedudukan, pangkat, pendidikan tinggi kita bisa mendapatkan kemalemen ate. Dunia dan segala isinya ini tidak akan bisa memenuhi “kemalemen ateta”. Hanya Yesus Kristus sebagai sumber kemalemen ate sejati.
- Isi
Nats 1 Korintus 1:1-9 ini bisa dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu:
- Salam pembukaan, ay. 1-3
- Ucapan syukur, ay. 4-6, dan
- Harapan bagi jemaat Korintus, ay. 7-9.
Sebagai pendahuluan untuk keseluruhan 1 Korintus, nats ini bernada sangat theosentris (berpusat pada Allah, terlihat 6 kali Paulus menyebut kata Allah) dan bernada kristosentris (9 kali Paulus menyebut nama Yesus/Kristus).
Sapaan Paulus terhadap jemaat Korintus, menunjukkan bahwa Paulus sadar sepenuhnya bahwa dia tidak hanya terlibat dalam mendirikan jemaat di sana (3:10), tetapi juga hubunganya dengan gereja tersebut telah dipengaruhi dengan banyak hal yang terjadi sejak dia meninggalkan Korintus (52 M). Dalam memulai suratnya, dia memanggil orang Korintus untuk mengingat kembali tidak hanya peran dan relasinya yang diberikan kepada Tuhan bagi jemaat Korintus tetapi juga tujuan panggilan mereka juga dinyatakan oleh Paulus.
Meski setia melayani Tuhan bukan berarti kebal terhadap masalah semacam hinaan dan keraguan orang lain atas pelayanan yang dilakukan. Nats ini merupakan pengantar dari Paulus mengenai isi surat kerasulannya secara keseluruhan. Sesuai dengan kebiasaan menulis surat pada zaman itu, nama orang yang menulis surat dan nama orang-orang penerima surat juga dituliskan. Pertama Paulus menegaskan tentang kerasulannya dengan kalimat pembuka di ay. 1 “Dari Paulus, yang oleh kehendak Allah dipanggil menjadi rasul Kristus Yesus” yang diragukan dan kemudian menjadi perdebatan yang menjadi salah satu pemicu perpecahan di jemaat Korintus. Dalam hal ini Paulus bukan mau menujukkan keangkuhannya, tetapi mau menunjukkan bahwa ia memiliki penugasan ilahi. Hal ini penting karena ada pengajar palsu dan pengikutnya berusaha mencari-cari celah untuk menjatuhkannya. Dan untuk menegaskan wewenang kerasulannya dia mengikutsertakan Sostenes bersamanya dalam menulis surat ini. Sostenes adalah seorang pelayan jemaat yang lebih rendah jabatannya. Sostenes pernah menjadi pemimpin suatu sinagoge Yahudi di kota Korintus, yang kemudian bertobat dan menjadi seorang Kristen (Paulus memberdayakan reputasi Sostenes karena Sostenes dikenal oleh orang Korintus). Kebijaksanaan dan kesopanan Paulus dalam hal mendekati gereja yang peka yang dulu berhubungan dengan mantan pemimpin utama sinagoge itu. Paulus dalam hal ini berusaha mencari peluang bagaimana melakukan pendekatan kepada jemaat Korintus dengan mengikutsertakan Sostenes yang dulu merupakan tokoh di Sinagoge Korintus bukan dengan menyerang mereka yang menyerang kerasulan Paulus.
Menjadi jemaat Allah oleh karena pengudusan di dalam Kristus Yesus. Surat ini ditujukan kepada jemaat Allah yang ada di Korintus. Dikuduskan berarti dipisahkan secara khusus dan hal ini terjadi di dalam Yesus Kristus. Dan mereka yang telah dikuduskan dipanggil untuk menjadi orang-orang kudus yang berbeda dari orang-orang dunia yang tidak percaya kepada Allah. Mereka yang telah dikuduskan akan berseru kepada nama Tuhan Yesus Kristus bukan berseru kepada nama yang lain selain nama itu.
Sumber damai sejahtera (kemalemen ate) yang sejati hanyalah berasal dari Tuhan Yesus Kristus saja. Hal ini dinyatakan oleh Paulus dalam doa berkat kerasulan di ay. 3. Kemalemen ate adalah berkat yang datangnya dari Tuhan. Sekaligus menyatakan kepada kita bahwa orang-orang yang tidak percaya kepada-Nya tidak akan dapat memiliki rasa damai dari Allah, karena satu-satunya jalan untuk mendapatkannya adalah melalui Yesus Kristus.
Ada kalimat bijak menyatakan “seberapa kita peduli dengan seseorang atau sesuatu maka dapat dinilai dari seberapa sering kita mendoakannya”.
Paulus selalu memulai sebagian besar surat-suratnya dengan ucapan syukur kepada Allah untuk sahabat-sahabatnya dan berdoa bagi mereka. Hal ini merupakan salah satu bentuk persekutuan yang baik, yaitu saling mengucap syukur kepada Allah atas kasih karunia dan berkat yang diperoleh tiap-tiap orang lain. Tindakan ini memberi teladan yang baik bagi kita, bahwa mengucap syukur kepada Allah tidak hanya di saat diri kita menerima berkat Tuhan, tetapi ketika orang lain juga diberkati oleh Tuhan, kita juga layaknya mengucap syukur kepada Tuhan sebagaimana Paulus lakukan.
Ungkapan syukur Paulus kepada Allah menunjukkan teladan yang baik bagi kita bahwa mengucap syukur adalah tindakan yang dilakukan secara terus-menerus (eucharisto) dan Paulus juga menambahkan kata pantote yang artinya “senantiasa”. Menunjukkan kepada kita bahwa ucapan syukur harus menjadi gaya hidup orang yang percaya (bdk. 1 Tes. 5:18). Mengucap syukur tidak dihalangi oleh respon negatif dari orang Korintus. Ungkapan syukur Paulus karena keberadaan jemaat Korintus (karena kamu, ay. 4). Jika kita memahami keberadaan jemaat Korintus serta respon mereka terhadap Paulus maka ungkapan syukur ini merupakan hal yang luar biasa. Di tengah jemaat yang meragukan dan menyerang kerasulan Paulus, dia masih bisa mengucap syukur, bahkan Paulus tidak mengatakan mengucap syukur karena masih ada yang setia, tetapi “mengucap syukur... karena kamu”, jelaslah karena seluruh jemaat Korintus. “... dalam segala macam perkataan dan segala macam pengetahuan” adalah karunia yang diterima oleh orang-orang Korintus. Hal ini juga adalah bagian dari alasan Paulus untuk mengucap syukur kepada Tuhan. Karunia yang mereka terima ini merupakan peneguhan kebenaran Injil. Memang pemberian karunia merupakan salah satu cara Allah menyatakan kebenaran Injil pada zaman gereja mula-mula. Dalam hal ini juga secara manusia, bukan merupakan alasan untuk Paulus untuk bersyukur karena orang Korintus menyalahgunakan karunia-karunia tersebut, tetapi Paulus tetap mampu melihat sisi yang baik di tengah ketidakbaikan, bukan sebaliknya melihat yang tidak baik ditengah kebaikan.
Kasih karunia dari Allah bukan alasan memegahkan diri. Karunia rohani yang diterima oleh jemaat Korintus merupakan pemberian Allah yang bukan karena mereka layak menerimanya atau karena mereka mengusahakannya, jika mereka layak, maka hal itu bukan kasih karunai, tetapi hak. Jika mereka mengupayakannya, maka hal itu bukan kasih karunia, tetapi upah (bdk. Rom. 4:4-5). Penyebutan “kasih karunia Allah” dimaksudkan sebagai teguran halus kepada jemaat Korintus yang memegahkan diri atas karunia rohani yang mereka miliki. Jika mereka menyadari bahwa semua itu adalah kasih karunia, maka mereka tidak akan menyombongkan hal itu. Karunia perkataan dan pengetahuan adlah karunia yang sering disalahgunakan oleh jemaat Korintus. Mereka merasa diri lebih berhikmat, lebih rohani dari yang lain dan bahkan menganggap injil sebagai kebodohan (bdk. Ay. 17-18, 25-29; 2:1-4). Seharusnya, mereka yang kaya dalam perkataan dan pengetahuan dan berbagai karunia roh, harus juga kaya dalam kasih dan perbuatan baik.
Memiliki karunia rohani adalah bentuk peneguhan injil bukan satu-satunya tanda orang yang telah diselamatkan. Jemaat Korintus diberi karunia rohani yang berlimpah justru menunjukkan bahwa usaha pekabaran Injil yang dilakukan Paulus tidaklah sia-sia. Tetapi harus dipahami bahwa memiliki kemampuan supranatural bukanlah satu-satunya tanda/ jaminan bahwa seseorang telah diselamatkan. Saul (1 Sam. 19:23-24), nabi-nabi palsu (Mat. 7:21-23) dan pengikut iblis (Why. 13:13-14; 19:20) juga memiliki hal-hal yang supranatural. Beberapa orang yang dari luar termasuk bagian dari orang Kristen dan menikmati karunia-karunia rohani tertentu ternyata adalah orang-orang yang tidak pernah bertobat sungguh-sungguh (Ibr. 6:4-9).
Memiliki karunia rohani bukan sebagai alat untuk kesombongan rohani tetapi menggunakannya sebagai bagian tindakan menantikan kedatangan Tuhan. Dalam hal ini Paulus menghubungkan karunia rohani dengan pengharapan eskatologis. Hal ini diakukan oleh Paulus karena orang-orang percaya di Korintus cenderung tidak memperhatikan akan pengharapan eskatologi. Dengan memiliki karunia rohani mereka berpikir bahwa karunia rohani adalah yang terpenting, padahal semua karunia rohani itu akan berlalu. Ada juga yang menolak konsep kebangkita orang mati, dengan demikian bagi mereka tidak ada lagi hal yang perlu ditunggu. Maka Paulus menyatakan agar dipenuhi karunia rohani tetapi masih penting juga menanti penyataan Yesus kembali.
Di ay. 8-9 ada harapan yang menguatkan hati Paulus mengenai keadaan jemaat Korintus di masa yang akan datang bahwa Allah yang telah memulai suatu pekerjaan yang baik di dalam mereka tidak akan meninggalkan pekerjaan itu tak terselesaikan. Orang-orang yang menanti-nanti kedatangan Tuhan Yesus Kristus akan diteguhkan-Nya sampai kesudahannya. Paulus tetap memiliki harapan yang positif terhadap jemaat Korintus. Dia juga berharap agar jemaat Korintus “tidak bercacat” (anengkletous) yang berarti “bebas dari tuduhan hukum”. Dalam konteks penghakiman, maka hal ini menunjuk pada statas orang percaya yang tidak mungkin digugat oleh iblis (Rom. 8:1, 33). Kepastian ini sekali lagi bukan karena kekuatan manusia, tetapi karena peneguhan yang Allah lakukan. Peneguhan dilakukan sampai selamanya yaitu saat ketika Tuhan menghakimi semua manusia. Paulus mengingatkan ini bukan supaya mereka bisa sembarangan hidup. Justru, supaya mereka ingat akan status mereka, sehingga antara status dan tindakan moral tidak terpisah.
Allah memberikan karunia rohani, meneguhkan umat-Nya karena Dia adalah Allah yang setia. Allah yang setia akan tetap memegang janji-janji-Nya. Jadi kepastian keselamatan bukan didasarkan pada kepemilikan berbagai karunia rohani, tetapi karena memang Allah adalah setia. Memanggil dan meneguhkan umat-Nya adalah bukti bahwa Allah kita adalah Allah yang mau terlibat dalam kehidupan orang yang percaya. Dan kita dipanggil bukan untuk terpisah dengan yang lain justru supaya masuk ke dalam persekutuan dengan Yesus Kristus. Persekutuan di dalam Kristus inilah menciptakan persekutuan antara orang percaya.
- Aplikasi
- Kemalemen ate di dalam persekutuan karena ada hubungan khas di antara orang-orang yang sudah percaya. Semuanya menjadi bersaudara meski tidak berasal dari satu darah, karena sudah dikuduskan di dalam Yesus Kristus. Artinya orang percaya sudah ada di dalam satu rumah tangga rohani yang kepala rumah tangga tersebut adalah Allah itu sendiri.
- Kemalemen ate tidak ditentukan seberapa banyak karunia rohani yang ada di dalam diri kita. Justru di saat karunia rohani tersebut bisa menjadi berkat bagi orang lain. “memiliki tetapi tidak berdampak” sama sekali akan menjadi sia-sia.
- Meski ada masalah, Paulus memberi teladan bagi kita supaya melihat masalah tersebut dari sudut pandang Kristus. Sehingga cara seperti ini memampukan Paulus memiliki dasar mengucap syukur kepada Allah di tengah masalah yang tidak sederhana di Korintus. Artinya, kemalemen ate Paulus berbeda perspektifnya dengan kemalemen ate manusia umumnya. Kemalemen ate Paulus bukan ketiadaan masalah, tetapi penyertaan Tuhan dan janji setia-Nya.
- Kemalemen ate si genduari ras eskatologi. Bahwa kemalemen ate yang ditawarkan dunia ini adalah kemalemen ate semu/ fana dan semua akan memiliki akhir. Tapi kemalemen ate di dalam Kristus adalah kemalemen ate yang kekal selamanya. Tetapi bukan berarti tidak penting kemalemen ate di dunia ini, tetap penting! Tetapi ingat masih ada kemalemen ate pasca-kebangkitan.
- Kemalemen ate karena Allah setia, setiap janji-Nya akan digenapi oleh-Nya. Kemalemen ate bagi orang percaya karena Allah mau terlibat aktif dan setia di dalam kehidupan orang –orang percaya.
Pdt. Dasma Sejahtera Turnip, -
GBKP Rg. Palangka Raya