MINGGU 21 AGUSTUS 2022, KHOTBAH MAZMUR 128:1-6 (MINGGU MAMRE)
Invocatio :
“Orang benar yang bersih kelakuannya, berbahagialah keturunannya” (Amsal 20:7).
Bacaan :
Ibrani 12:5-8 (Tunggal)
Tema :
BAPA YANG TAKUT AKAN TUHAN (BAPA SI MALANG MAN TUHAN)
I. KATA PENGANTAR
Jemaat Tuhan yang dikasihi Tuhan, sebuah sumber mengatakan bahwa bapa adalah pahlawan bagi anak-anaknya, sehingga secara umum Ketika anak-anak berkelahi maka mereka akan mengatakan, “Aku bilang sama ayahku”. Sebuah sumber mengatakan bahwa ketika seorang anak kehilangan ayahnya apakah melalui kematian atau perceraian, maka anak-anak akan merasa bahwa mereka kehilangan pahlawannya. Dalam Alkitab juga dikatakan bahwa Yusuf merebahkan dirinya mendekap muka ayahnya serta menangisi dan mencium ayahnya yang sudah mati.
Bahkan bagi orang Israel para anak laki-laki ada di bawah bimbingan sang ayah yang memagangkan mereka dalam pertanian, penggembalaan, dan keahlian umum. Dengan mendampingi sang ayah dalam aktivitas seperti pepeprangan dan perburuan, para anak laki-laki belajar bagaimana menangani persenjataan, panah, pengali-ngali dan pedang.
Tentunya melalui hal ini dapat kita bayangkan jika sosok ayah yang mengajari anak-anaknya adalah ayah yang tidak takut akan Tuhan dan hidup dalam dosa, maka anak-anaknya juga akan hidup mengikuti apa yang diajarkan oleh ayahnya yakni hidup di dalam dosa. Sedemikian pentingnya seorang ayah bagi keluarga sehingga melalui firman Tuhan dalam ibadah kita hari ini kita akan belajar bagaimana sesungguhnya peran seorang dalam keluarga untuk mendapatkan kebahagiaan.
II. PENDALAMAN TEKS
Mazmur 128 ini menekankan sikap "takut akan Tuhan" (1, 4) sebagai dasar berkat dalam keluarga. Mazmur ini dikategorikan mazmur hikmat (band. Ams. 1:7). Ada banyak penafsir yang percaya bahwa mazmur ini juga dipakai sebagai doa bagi pasangan baru dalam acara pernikahan tradisi Israel. Bagian pertama dari mazmur ini (ay. 1-4) berbicara mengenai akibat hidup takut akan Tuhan. Mereka yang takut akan Tuhan dan bekerja keras akan diberkati (1-2). Iman seseorang kepada pemeliharaan Allah, dan ketekunannya dalam berusaha mendatangkan berkat yang berkecukupan. Keluarga pun ikut diberkati (3) dengan kebahagiaan yang bersumber dari Tuhan sendiri (5a; dari Sion, tempat kediaman Allah). Bagian kedua dari mazmur ini (ay. 5-6) memberikan nuansa yang meluas karena berkat bagi mereka yang takut akan Tuhan bukan hanya dirasakan dalam lingkup rumah tangga, tetapi juga dalam masyarakat dan bangsa. Keluarga yang takut akan Tuhan merupakan pilar-pilar pembentuk bangsa yang kokoh (5) dan membawa kesejahteraan bagi generasi yang akan datang (6). Pemasmur mengatakan bahwa berkat atas rumah tangga dimulai dari kehidupan pribadi yang benar di hadapan Tuhan yaitu hidup takut akan Tuhan dan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya (cara hidup yang ditunjuk Tuhan melalui hukum-hukumNya (bdk Maz 119). Sikap hidup seperti ini harus dimulai dari masing-masing pribadi anggota keluarga, sehingga keluarganya bahagia.
Pemazmur mengatakan bahwa berbahagialah setiap orang yang takut akan Tuhan. Pemazmur mengawali dengan pernyataan bahwa kebahagiaan adalah bagian atau nasib orang yang mengerti takut akan Tuhan dan hidup menurut jalan-jalan-Nya, karena orang tersebut akan baik keadaannya, sebab dia makan dari hasil jerih payahnya sendiri, tidak kehilangan hasil-hasil itu pada masa kekeringan atau membaginya dengan tuan-tuan tanah yang menindas. Seorang suami sebagai kepala keluarga mengambil peran pemimpin rohani bagi keluarganya. Secara pribadi, seharusnya ia memiliki kehidupan yang berkenan kepada Tuhan, sehingga dapat mengarahkan keluarganya kepada jalan-Nya. Di sini digambarkan seorang suami yang hidup benar di hadapan Tuhan dan memenuhi tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga. Ia memiliki istri dan keturunan yang membahagiakan keluarganya. Istrinya akan menjadi seorang wanita yang menyenangkan hati suami dan anak-anaknya, sehingga suasana rumah damai dan nyaman. Demikian pula dengan anak-anaknya, kelak akan menjadi pewaris keluarga yang berguna.
Pemazmur bukan mengatakan bahwa orang yang takut akan Tuhan dan berjalan di jalan Tuhan maka mereka akan hidup dengan mudah, tanpa kekhawatiran atau penderitaan, tetapi, mereka akan memakan hasil jerih payah tangan mereka. Isteri mereka akan menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahnya. Artinya istrinya akan seperti pohon anggur yang tidak hanya melebar sebagai hiasan, tetapi juga yang berbuah dan yang dengan buahnya baik Allah maupun manusia disenangkan (Hak. 9:13). Pohon anggur adalah tanaman yang lemah dan lembut, perlu disokong dan dirawat, tetapi ia merupakan tanaman yang sangat berharga.
Anak-anaknya akan menjadi seperti tunas pohon zaitun. Artinya sungguh menyenangkan bagi orangtua untuk mempunyai meja yang dibentangkan, meskipun dengan makanan ala kadarnya, dan melihat anak-anak mereka duduk di sekelilingnya, untuk mempunyai banyak anak, cukup banyak untuk mengelilinginya. Dan mereka senang melihat anak-anak mereka hadir bersama mereka, tidak terpencar-pencar, atau terpaksa harus berpisah dari mereka. Ayub menjadikannya sebagai salah satu contoh dari kemakmurannya dulu bahwa anak-anaknya ada di sekelilingnya (Ayb. 29:5). Orangtua senang ditemani oleh anak-anak mereka di meja makan, menjaga suasana menyenangkan ketika bercakap-cakap di meja makan, melihat mereka sehat-sehat, mempunyai nafsu untuk makan dan bukan untuk minum obat, melihat mereka seperti tunas pohon zaitun, tegak dan hijau, menyerap getah dari pendidikan mereka yang baik, dan akan berguna pada waktunya nanti.
Oleh sebab itu dalam bahan khotbah kita ini dikatakan bahwa sumber kebahagiaan dalam hidup kita adalah hidup takut akan Tuhan dan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya. Sehingga dalam bacaan kita Ibrani 12:5-8 dikatakan bahwa sekalipun banyak tantangan atau penderitaan jangan pernah meninggalkan hidup takut akan Tuhan karena didikan Tuhan atas orang-orang percaya dan kesukaran serta penderitaan yang diizinkan-Nya terjadi dalam kehidupan kita merupakan:
- Tanda bahwa kita adalah anak-anak Allah (ayat Ibr 12:7-8).
- Jaminan kasih dan perhatian Allah kepada kita (ayat Ibr 12:6).
- Agar pada akhirnya kita tidak ikut dihukum bersama-sama dengan dunia (1Kor 11:31-32)
- Agar kita dapat mengambil bagian dalam kekudusan Allah dan tetap hidup di dalam kesucian karena tanpanya kita tidak mungkin melihat Allah (ayat Ibr 12:10-11,14).
III. APLIKASI
Tema kita, “BAPA YANG TAKUT AKAN TUHAN”. Pengertian takut dalam hal ini adalah:
- Kesadaran akan kekudusan, keadilan, dan kebenaran-Nya dan kesadaran bahwa Allah adalah Allah yang kudus, yang tabiat-Nya itu membuat Dia menghukum dosa.
- Memandang Dia dengan kekaguman dan penghormatan kudus serta menghormati-Nya sebagai Allah karena kemuliaan, kekudusan, keagungan, dan kuasa-Nya yang besar
- Menyebabkan orang percaya menaruh iman dan kepercayaan untuk beroleh selamat hanya kepada-Nya.
- Kesadaran bahwa Dialah Allah yang marah terhadap dosa dan berkuasa untuk menghukum mereka yang melanggar hukum-hukum-Nya yang adil, baik dengan segera maupun dalam kekekalan (bd. Mazm 76:8-9).
Dengan demikian tema ini mau mengajarkan kepada kita agar menjadi seorang bapa harus hidup dengan menjaga kekudusan dan hidup dengan cara hidup yang ditunjuk Tuhan melalui hukum-hukumNya. Dalam nas khutbah kita dikatakan bahwa jika seorang laki-laki hidup takut akan Tuhan dan berjalan di halan yang ditunjukkan Tuhan maka mereka akan dapat:
- Menikmati buah dari pekerjaan mereka
- Berbahagia
- Kehidupan yang baik
- Istri yang membahagiakan suami dan anak-anaknya
- Anak-anak yang membahagiakan orang tuanya
- Umur Panjang
Oleh sebab itu sebagai orang beriman hendaknyalah kita sebagai bapa sadar bahwa kebahagiaan hidup kita sesungguhnya bukan ditentukan oleh sesukses apa karier kita, sekaya apa kita, setinggi apa jabatan kita, seberapa banyak harta kita, melainkan sejauh mana sebagai seorang suami atau bapa memiliki kehidupan yang takut akan Tuhan dan sejauh mana kita berjalan di jalan yang ditujukkan oleh Tuhan. Sebuah sumber mengatakan tiga hal di dunia ini yang tidak akan pernah kita ketahui yaitu kapan kita lahir, kapan kita berumah tangga dan kapan kita mati. Kelahiran sudah jauh kita tinggalkan dan untuk bertemu dengan Tuhan maka kita pasti akan menghadapi kematian. Sudah kah kita siap meninggalkan bekal kita di dunia ini? Bekal yang mana yang akan kita tinggalkan. Apakah Ketika kita mati maka orang akan berkata, “Sungguh baik sekali anak itu. Maka orang akan menjawab, “bagaimana tidak baik karena ayah dan kakek neneknya semua baik.” Apakah yang akan kita tinggalkan, Ketika orang berkata, “Jahat sekali anak itu.” Maka orang akan menjawab. Bagaimana tidak jahat, ayah dan kakek neneknya saja lebih jahat dari itu.” Yang mana akan kita tinggalkan.
Oleh sebab itu sebagai ayah hendaknyalah kita senantiasa hidup takut akan Tuhan dan berjalan di jalan Tuhan agar kebahagiaan itu menjadi milik kita dan anak-anak kita juga dapat berbahagia karena memiliki seorang bapa yang hidup takut akan Tuhan. Seperti yang disampaikan dalam Invocatio kita bahwa Orang benar yang bersih kelakuannya, berbahagialah keturunannya” (Amsal 20:7).
Pdt. Jaya Abadi Tarigan-Runggun Bekasi