JUMAT 29 MARET 2024, KHOTBAH MATIUS 27:45-56 (JUMAT AGUNG)
Invocatio :
“Yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan (Filipi 2:6) “.
Bacaan :
Mazmur 22:12-22 ( Responsoria)
Tema :
Yesus Berseru lalu Menyerahkan Nyawa-Nya
I. Pendahuluan
Jumat Agung adalah sebuah peristiwa besar yang pernah terjadi di tengah-tengah dunia ini. Peristiwa Jumat Agung adalah peristiwa kematian Yesus kristus. Seorang teolog GW. Obermen mengatakan “Jumat Agung” disebut agung karena ada rahasia yang besar dalam penderitaan dan kematian Yesus sehubungan dengan kejahatan manusia. Dengan kata lain peristiwa Golgota adalah salah satu rahasia yang besar karena Anugerah Tuhan, keadilan Tuhan, kasih Tuhan, kekudusan Tuhan, kesetianNya dan hukuman Tuhan diperlihatkan kepada kita. Rahasia Tuhan tersembunyi melalui peristiwa Jumat Agung dan ini tidak bisa dilogikakan secara manusia, peristiwa kematian Yesus di kayu salib dianggap dunia sebagai kebodohan, tapi sebernarnya adalah hikmat Tuhan untuk menyelamatkan manusia yang percaya kepada Yesus (1 Korintus. 1:18, 21).
II. Isi
Kisah tentang penyaliban Yesus jika kita membacanya, sepintas terlihat sangat singkat. Tetapi sebenarnya jika kita membaca dalam injil synopsis sangat panjang. Khususnya dalam kitab Markus 15:25, diceritakan bahwa Yesus di paku di Kayu salib dimulai jam 9 pada pagi hari, lalu menyerahkan nyawaNya jam 3 sore. Jadi lamanya Yesus di atas kayu salib sampai ia meninggal ada 6 jam lamanya. Dan pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: “Eloi-Eloi lama Sabakhtani? artinya: Allahku, Allahku mengapa Engkau meninggalkan Aku? Apa maksud perkataan Yesus ini? Yesus tidak kecewa ditinggalkan oleh orang Israel dan tidak kecewa ditinggalkan murid-muridNya di puncak penderitaanNya. Tapi yang sangat dirasakan oleh Yesus ketika merasakan kemanusiaNya seperti ditinggalkan oleh Bapa-Nya. Kenapa, dan apa dasarnya ditinggalkan dan dibiarkan oleh Allah AnakNya sehingga merasakan kesengsaraan dan kesakitan? Dasarnya adalah, Yesus dipakukan di kayu salib untuk menebus dosa manusia. Dosa-dosa kita dibayar dengan penderitaan dan darahnya sampai mati. Yesus harus merasakan hukumanNya untuk menggantikan manusia yang seharusnya menjalaninya.
Dengan suara nyaring Yesus berseru: “Eli, Eli, lama sabakhtani”, Allahku…AllahKu mengapa Engkau meninggalkan Aku? Ini adalah kutipan dalam Mazmur 22 yang dengan sengaja dikutip oleh Yesus. Mazmur 22 berisi sebuah ratapan tentang seorang yang tidak bersalah namun mengalami penderitaan (ay.1-20). Orang yang berteriak, “Allahku, Allahku, megnapa Engkau meninggalkan Aku?” bukanlah orang yg ditinggalkan Allah karena dosanya atau menjadi musuh Allah. Mengutip Mazmur ini, Yesus sedang menempatkan diri sebgai pihak yang tidak bersalah namun menderita.
Seruan dalam Mazmur ini juga merupakan sebuah ungkapan hati dari orang yang menantikan Tuhan namun yang dinantikan tidak kunjung tiba, dan inilah yang dirasakan oleh Yesus; merasakan keterpisahan dengan BapaNya karena Yesus mengambil posisi orang berdosa di kayu salib (2 kor.5:21), Ia menggantikan posisi manusia berdosa sehingga Ia harus pengalami penghukuman.
Setelah Yesus berseru, seorang prajurit mengambil bunga karang, mencelupkannya ke dalam anggur asam, lalu mencucukkannya pada sebatang buluh dan memberi Yesus minum. Anggur asam ini biasanya berguna untuk mengurangi rasa sakit. Dan sekali lagi Yesus berseru, menurut Lukas 23:46 Yesus berkata: “O Bapa, ke dalam tanganMu kuserahkan Nyawaku”. Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawaNya. Dalam Yohanes 19:30 sebelum Yesus menyerahkan nyawaNya, Yesus berkata: “Sudah selesai”. Dalam bahasa Yunani: “Tetelestai”, satu kata seruan yg memperlihatkan kemenangan, seruan yg mengatakan maka tugasNya sudah digenapi setelah semua dilaluiNya dengan penuh pergumulan. Dengan kematian (secara manusia) sudah digenapiNya/diselesaikanNya pekerjaanNya untuk menebus dosa manusia.
Dan seketika itu juga, Tabir bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah artinya tidak ada tembok pembatas antara ruang yg maha kudus dengan ruang kudus. Tempat mempersembahkan persembahan yg biasa dilakukan setahun sekali untuk mempersembahkan persembahan sudah terbuka untuk semua orang. Tidak perlu lagi ada perantara oleh imam-imam tapi semua orang bisa datang menyembah berdasarkan iman kepada Yesus Kristus (Bdk.Ibr. 9:1-10:25). Dan Korban persembahan tidak lagi diperlukan sebab korban persembahan sejati adalah Yesus Kristus yang sudah jadi korban yang sempurna untuk selamanya. Demikian juga anak-anak Tuhan yang ingin berdoa tidak perlu lagi perantara imam tapi bisa berdoa sendiri langsng kepada Tuhan.
Dan selanjutnya setelah Yesus menyerahkan nyawaNya, terjadilah gempa bumi, bukit-bukit batu terbelah dan dan kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal bangkit. Artinya melalui peristiwa ini terlihat ada kuasa yang terjadi dari kematian Yesus kristus.
Perwira dan prajurit-prajurit Romawi yang menjaga Yesus menjadi sangat takut ketika melihat peristiwa itu, lalu mereka berkata, sungguh, Ia ini adalah Anak Allah. Tentunya ini sebuah pengakuan yang bertolak belakang dimana sebelumnya para perwira dan prajurit menghujat, mengolok-ngolok-olok dan membenci Yesus serta tidak percaya kepada Yesus tapi saat kematian Yesus, kebencian dan olok-olokan berubah menjadi pujian dan rasa kagum atas kuasa dari Yesus.
Ayat 55-57 banyak perempuan-perempuan yang menyaksikan peristiwa penyaliban Yesus artinya peristiwa itu memang benar-benar terjadi karena terdapat saksi yang menyaksikan kebenaran peristiwa tersebut.
Bacaan 1, Mazmur 22:12-22 mencerminkan refleksi umat atas pernyataan Allah di tengah-tengah kehidupan secara pribadi (ay.3). Mazmur ratapan berfungsi mengatasi konflik iman secara terkontrol agar tidak terjadi penyimpangan (ay.4). ketika kita membaca Mazmur 22 ini secara keseluruhan lebih cermat, maka kita akan menemukan penderitaan pemazmur yang kehilangan martabatnya sebagai manusia. Ia menderita secara batin dan fisik, ia mendapatkan sindiran dan merasakan ketakutan sebab merasa sudah berada diambang maut, akan menjadi mangsa yang tidak berdaya bagi lawan-lawannya (ay.12). pada situasi ini pemasmur menyampaikan doa permohonan yang dimulai dengan “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?”. Pemasmur sedang menghadapi konflik antara penderitaannya dengan imannya kepada Tuhan, ia selalu berseru-sru kepada Tuhan siang dan malam tetapi Allah tidak kunjung menjawab. Ia membandingkan dirinya dengan nenek moyang mereka yang berseru dan Allah menjawab dan melepaskan mereka (ay.4-6). Namun demikian ia tetap percaya kepada Allah walaupun ia merasa ditinggalkan oleh Allah. Bagaimanapun beratnya penderitaannya tetap hanyalah Allah satu-satunya yang menajdi kekuatannya (ay.20b), bahwa imannya kepada Allah sedang menghadapi perjuangan.
Setelah menghadapi perjuangan iman yang berat, akhirnya Allah mendengarkan doanya. Imannya mengalahkan penderitaan yang berat itu. Ia membayar nazarnya dan mengundang orang-orang yang takut akan Allah untuk memuji Allah. Karya keselamatan yang dikerjakan oleh Allah itu akan terus dikabarkan dari generasi ke generasi, bahkan seluruh bangsa-bangsa akan sujud menyembah dihadapanNya. Mazmur ini disebut juga “Mazmur salib” karena melukiskan beratnya penderitaan kristus. Beberapa kutipan ayat dalam Mazmur ini yang menggambarkan penderitaan kristus: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meniggalkan aku?” Mereka menusuk tangan dan kakiku, mereka membagi-bagikan pakaianku…membuang jubahku (ay.19)”.
Melalui Masmur ini kita melihat Allah berdaulat dan berkuasa penuh atas kehidupan ini. Walaupun awalnnya pemasmur mempertanyakan kehadiran Allah dalam penderitaannya yang berat itu, namun imannya tidak goyah diterjang beratnya penderitaan. Ia berjuang dengan iman sehingga tetap memiliki pengaharapan bukan keputusasaan. Iman yang teguh itu diperhitungkan Allah untuk dibernarkan. Dengan iman seperti itu, membentuk dan memelihara relasi yang intim dengan Allah yang memiliki kuasa yang membesarkan. Masmur 22 ini termasuk Mazmur yang ditulis pada masa pembuangan dan lenbih tepatnya pada masa kerajaan, sesuai dengan gambaran yang mengarah pada raja Daud sendiri (ay.2). Dalam pembagian dan kelompok Masmur, maka Mazmur 22 ini termasuk dalam kelompok Mazmur ratapan pribadi (ay.3), ratapan raja Daud untuk dirinya sendiri dan mewakili umat (ay.8)
Invocatio, Rasul Paulus menjelaskan bahwa Tuhan Yesus memiliki status sebagai Allah, tetapi justru merendahkan dirinya dan menjadi manusia. Ia meninggalkan kemulianNya di surga itulah bukti kerendahan hatiNya. Kerendahan hati memerlukan pengorbanan yaitu bagaimana Ia rela untuk mengosongkan diriNya. Tuhan Yesus bersedia merendahkan diriNya sedemikian rupa, meninggalkan semuanya mengambil status sebagai seorang manusia agar Ia dapat bersama-sama dengan mereka dan kemudian meninggikan mereka. Inilah kerendahan hati yang dapat mengubah hidup seseorang. Selain itu, teladan Yesus memberikan sebuah pengajaran berharga, yaitu kerendahan hati harus diikuti dengan ketaatan dan kepatuhan kepada kehendak Bapa.
III. Penutup
Tema Jumat Agung: “Yesus berseru lalu Menyerahkan nyawa-Nya”. Beberapa hal yang menjadi perenungan bagi kita:
- Kesengsaraan dan kematian Yesus memperlihatkan bahwa apa yang harus dirasakan manusia berdosa tapi semuanya telah digantikan oleh Tuhan Yesus tujuanya adalah supaya semua orang yang percaya kepadaNya mendapatkan keselamatan.
- Kematian Yesus adalah bukti kasihNya untuk memperdamaikan hidup kita dengan Allah sehingga kita memperoleh jalan perdamaian.
- Keselamatan yang sudah diberikan Yesus Kristus kepada kita melalui kematian Yesus Kristus perlu kita syukuri dan harus diperlihatkan melalui kehidupan sehari-hari dengan hidup menjadi teladan seperti kehidupan Yesus sebagai hamba yang tekun menanggung semua penderitaan, mau berkorban dan patuh kepada Bapa sampai mati, sehingga mendapatkan kemulian dari Allah.
- Kesengsaraan dan penderitaan Yesus menjadi motivasi bagi kita untuk melewati semua pergumulan dalam kehidupan dan bila kita berserah maka Tuhan menjadi penolong bagi kita.
KAMIS 28 MARET 2024, KHOTBAH ROMA 13:8-14 (KAMIS SI BADIA)
Invocatio : Kuan-kuanen 22:4
Ogen : 1 Samuel 25 : 39-42
Thema :
Ncidahken Biak Jesus Kristus I Bas Nggeluh/Menunjukan Karakter Yesus Kristus dalam hidup
I. Pendahuluan
Kamis Putih dalam bahasa Karo adalah Kamis Si Badia. Dimana kita ketahui bersama bahwa Kamis Si Badia ini adalah peristiwa yang memiliki banyak makna yang sangat memberikan arti tentang pelayanan yang hidup dalam tingkah laku pelayan. Kamis Putih secara tradisional dan menyejarah dapat mengenangkan kita pada peristiwa-peristiwa di mana Yesus mendekati masa-masa kematian-Nya. Peristiwa-peristiwa yang sangat kaya makna dan penting. Ini adalah pengenangan pada perempuan yang meminyaki Yesus dengan parfum dari buli-buli dan mengusapnya dengan rambutnya. Ini juga pengenangan akan perjamuan malam yang dilakukan Yesus, dimana untuk terakhir kalinya Yesus berbagi roti Paskah dengan para murid. Ini adalah tanda dari keteladanan Yesus yang mereka semua pengikutnya menyebutnya "pelayan". dan ini juga pengenangan akan pengkianatan yang dilakukan Petrus dan juga Yudas.
Disamping itu semua yang sangat terkenang dan kita juga di GBKP sudah ramai melakukannya di Kamis Putuh adalah “Pembasuhan Kaki” ini adalah tindakan Yesus yang merupakan tindakan simbolis yang menyimbolkan penyerahan diri, pembersihan, pengampunan, pembaharuan, kemuridan dan ibadah. Penyerahan diri yang dimaksudkan adalah penyerahan diri Yesus dalam kematian untuk "menebus dosa"/"membersihkan" orang lain. Pembasuhan kaki yang Yesus lakukan juga menyimbolkan kerendahan hati dan keinginan untuk menjadi "hamba" yang mau melayani orang yang hina sekalipun.
Sehingga bisa kita lihat pembasuhan kaki ini dilakukan oleh Yesus yang adalah Guru kepada murid-muridnya. Yesus melakukan pekerjaan yang seharusnya tidak layak dilakukan oleh seorang Guru. Membasuh kaki ini menyimbolkan suatu teladan untuk merendahkan diri dan melayani. Yesus melakukan pekerjaan yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang Guru kepada murid-Nya. Membasuh kaki ini menyimbolkan suatu teladan untuk merendahkan diri dan melayani.
Pembasuhan kaki terdapat dalam Injil Yohanes dan tidak terdapat dalam Injil sinoptik (Matius, Markus, dan Lukas) lainnya. Kaki adalah bagian yang kotor dalam tubuh manusia. Kaki manusia menginjak debu tanah. Kegiatan membasuh kaki adalah hal yang sudah biasa dilakukan oleh orang Yahudi pada zaman Yesus. Proses pembasuhan kaki itu biasanya dilakukan oleh bawahan terhadap atasan. Dalam dunia Yunani, pembasuhan kaki adalah hal yang hina, yang biasa dilakukan oleh budak.
Teladan ini yang diberikan Yesus untuk kita orang percaya agar dunia bisa melihat bahwa pengikut Kristus memiliki sikap mau berkorban dan mampu memartabatkan manusia. Sehingga ketika orang lain melihat kita mereka juga melihat bagaimana Karakter Kristus yang ada dalam diri kita. Dan untuk memahami bagaimana cara kita untuk bisa menunjukan karakter Kristus dalam kehidupan kita mari kita gali bersama kebenaran firman Tuhan.
II. Isi
Roma 13:8-14 secara garis besar menegaskan bagaimana kita sebagai orang percaya harus meneladani Kristus yang selalu mengutamakan Kasih, dan melakukan segala sesutu dengan kasih yang tulus, sehingga kita sebagai orang percaya sangat terkenal dengan Kasih yang sudah seharusnya itu jadi fasihion kita. Paulus dalam suratnya menekankan bahwa janganlah kamu berhutang kepada siapapun maksutnya ialah jika kita sudah mampu membayarnya jangan dilama-lamakan, dan kita harus memberikan apa yang menjadi hak orang lain.
Paulus menyuarakan bahwa sebagai orang percaya harus saling mengasihi, dan kegiatan ini sebaiknya selalu ada dalam hati kita, bahkan harus selalu dibayar, walupun sudah di bayar tetap saja kita selalu punya utang kasih kepada siapa, untuk memberikan kasih tanpa batas. Karena kasih adalah utang, kasih diperintahkan kepada kita sebagai asas dan intisari dari semua kewajiban yang membuat kita berhutang satu dengan yang lain. Kasih memenuhi hukum taurat karena dalam kasih terdapat semua kewajiban dari loh batu. Kasih adalah keindahan dan keselarasan, karena mengasihi dan dikasihi merupakan segenap kesenangan, sukacita, dan kebahagiaan mahkluk yang berakal. Allah adalah kasih dan Kasih adalah gambaranNya di dalam jiwa. Dan kasih adalah dasar untuk melakukan pelayanan/pekerjaan yang mulia.
Orang yang sudah menerima kasih Kristus tentu padanya ada hakikat kasih persaudaraan, maka ia akan digerakkan dan dipimpin oleh asas kasih sehingga ia tidak akan berbuat jahat, bahkan merencanakanpun tidak pernah, karena kasih bertentangan dengan perbuatan merugikan, menyingung, atau menyakiti siapapun, dan tindakan kasih mencakup isi hukum taurat. Sehingga ditekankan paulus untuk jemaat Roma ketika kita mengasihi harus seperti untuk diri kita sendiri. Kasih tidak mementingkan dirinya sendiri, tetapi memperdulikan orang lain, kasih juga menjaga hubungan manusia dengan Tuhan dan sesamanya sehingga bisa dikatakan ketika kita mengasihi maka kita sudah mendemonstrasikan kekudusan sebagai lawan dari kejahatan.
Paulus menekankan hanya ada dua kemungkinan hidup: malam dan siang atau kegelapan atau terang. Orang yang sudah hidup dalam kasih Allah maka wajib meninggalkan prilaku malam yaitu: Kemabukan, pesta pora, dosa seksual, perselisihan, iri hati, dan kedagingan lainya. Kita harus mengenakan Yesus, hidup dalam terang, yaitu: Hidup sopan dan kudus. Ini mengacu kepada penegasan pengikut Kristus tidak bisa setengah-setengah/abu-abu, Pengikut Kristus harus menangalkan kegelapan dan hidup dalam terang karena orang Kristen sudah hidup dalam suasana baru dimana Kristus yang memerintah kita, semua atribut kegelapan dilepaskan dan kita mengadopsi karakter dan nilai-nilai-Nya, karena dengan kita mengenakan-Nya kita mampu untuk menolak keinginan daging dari kehidupan lama kita. Sehingga orang bisa melihat bahwa Kristus yang ada dalam kita.
Karakter yang digambarkan melalui bahan khotbah kita mengacu kepada orang yang takut akan Tuhan yang terlihat dari kerendahan hatinya dalam menjalani kehidupannya, sehingga Tuhan juga akan bertindak pada hidupnya, orang yang setia, patuh dan memberikan hidupnya pada Tuhan maka kekayaan, kehormatan, dan kehidupan akan di berikan Tuhan padanya (Invocatio). orang yang takut akan Tuhan akan mengutamakan kasih dan melakukan segala sesuatunya dengan kerendahan hati yang tulus.
Demikian halnya bisa kita belajar dari bacaan kita hari ini Abigael yang baru saja mengelami kedukaan karena ditingalakan oleh suaminya, karena Daud mengingat bagaimana kasih kebaikannya, ketika Daud berniat untuk mencari keadilan padanya dengan bermaksut adanya pertumpahan darah tetapi untuk melindungi Nabal, dan mencegah kerusuhan, maka Abigail dengan bijak bisa berkata-kata dan meredakan amarah Daud, sehingga tidak terjadi pertumpahan darah.
Sehingga ketika Daud mendengar pristiwa kematian Nabal, maka ia membalas kasih yang sudah diberikan Abigai, yaitu : ”mengingatkan Daut dengan bersujud tidak berbuat jahat dan menghakimi sepihak (32-33)” sehingga ia menyuruh orang untuk membawa Abiagel untuk menjadi istrinya, dan Abigael dengan kerendahan hati ayat 41 menerima permintaan tersebut.
III. Refleksi Teologis
Kasih adalah dasar dari segala sesuatunya, dan buah dari iman kita. karena kasih sehingga Allah memberikan anakNya untuk kita, karena kasih kita sudah kembali berdamai kepada Dia sang Khalik. Kamis Si Badia juga kembali mengingatkan akan apa arti kasih yang tulus dimana seorang Guru/Teladan/Panutan/Pengajar/Bapa mau merendahkan hati bahkan dirinya untuk membasuh kaki muritnya, orang yang lebih kecil darinya menurut duniawi ini, ini dilakukanya untuk kita teladani yang menekankan kepada kita bahwa kasih itu lebih besar daripada harga diri dan kasih itu mampu memecahkan tradisi yang mungkin sulit untuk diterimasa secara duniawi, tetapi itulah kasih Allah diluar kemampuan pikiran manusia. Oleh sebab itu hiduplah dalam kasih jangan selalu kekeh akan tradisi adat yang mungkin melunturkan esensi dari kasih Kristus yang seharusnya kita tunjukan dalam laku kita.
Kasih dalam bahan khotbah kita sebagai gaya hidup orang Kristen dimana kita diminta untuk selalu menebar kasih, dikarenakan sudah menjadi hutang kita sebagai orang percaya untuk selalu mengasihi dan melakukan kebaikan, karena kita sudah menggalkan kehidupan lama dan sudah di baharui oleh kehidupan yang baru, yang dalamnya sudah tidak ada lagi kedagingan tetapi Kristus yang menguasai, yang tentunya bisa terjadi karena kita sudah menerima Kristus sebagai Tuhan dan menerima kasih-Nya yang luar biasa atas kehidupan kita.
Tandanya kita menerima IA makan kita sudah sewajibnya bersikap takut, dan patuh kepada Dia sehingga Dia yang selalu memberikan kekuatan untuk kita mampu menunjukan karakter Kristus dalam kehidupan kita, setiap harinya.
Dalam bacaan kita, jika kita membaca nats tersebut secara keseluruhan kita bisa banyak belajar mengenai kasih :
- Kasih itu tidak egois dan mau berbagi, hal ini yang tidak dilakukan oleh Nabal dan dampaknya untuk dirinya pada waktunya. Dimana Daud menyuruh utusannya untuk meminta bagian dari apa yang sudah di miliki Nabal untuk dibagi-bagikan, tetapi Nabal tidak mengindahkannya, padahal selama ini ia selalu dilindungi, sudah seharusnya ia memberikan tetapi ia tidak mau memberikannya, sehingga timbul amarah pada Daud dan merencanakan yang tidak baik.
- Kasih itu Berhikmat dan mau berkorban, ini dapat kita lihat dari sikap Abigail yang memiliki pemikiran cerdas Karena dia sudah tahu akan apa yang ingin dilakukan oleh Daud untuk suaminya Nabal, sehingga ia dengan cekatan mengumpulkan 200 roti, 2 buyung anggur, lima domba yang sudah di olah, 5 sakut bertih gandum, 100 buah kue kismis, 200 kue ara, dumuatnya di atas keledai. Dan dia pun menemui Daud di perjalanan Ia langsung bersujud dan meminta agar ia yang dihukum, dan banyak memberikan pertimbangan yang ia berikan, sehingga Daud pun sadar bahwa bukan haknya untuk membalaskan kejahatan dan bertindak sendiri dalam mencari keadilan, karena kasih yang tulus kita diarahkan ke arah ketenangan dan mengambil keputusan yang tepat.
- Kasih mengajarkan kepada kita bahwa kita tidak memiliki hak untuk menghakimi dan bertindak sendiri. Untuk apapun dalam kehidupan kita harus kita utamakan kasih, dan untuk menimbang segalanya gunakan kasih yang benar, jika masih bisa selesaikan dengan baik, tanpa ada amarah, lihat Yesus ketika dihadapkan dengan masalah apapun, Ia selalu tenang dan damai.
- Kasih menghantarkan kita kepada kedamaiaan, jika kita melakukan sesuatu hal dengan ketulusan, mungkin bukan lagsung pada saat itu kita mendapat balasannya, tetapi ada waktunya pasti akan kita rasakan, seperti Abigail karena kasih tulusnya ia diangkat untuk bergabung dalam kehidupan Daud.
“Lakukanlah kasih, walaupun yang kau kasihi selalu membalas dengan kepahitan, lakukanlah terus sampai ia merasa bosan untuk membalaskan kasihmu itu dengan kepahitan. Karena orang yang selalu menabur kasih adalah orang yang sudah siap terluka dan ia sudah punya banyak stok cinta kasih karena jika anda tidak punya stok cinta dari Kristus, anda akan susah untuk mengasihi”.
Selamat menunjukan Karakter Kasih Kristus di dalam kehudupan kita.
Vic. Stevent Brakasipa Brahmana S.Th
MINGGU 24 MARET 2024, KHOTBAH MARKUS 11:1-11 (MINGGU PASSION VII)
Invocatio :
“Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan tahta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka” (Wahyu 7 : 9).
Bacaan :
Yehezkiel 44 : 1 – 3 (Responsoria)
Tema :
“Sorak-Sorak Meriah Menyambut Yesus” (Surak-surak si Meriah Ngalo-ngalo Jesus)
Pendahuluan
Saudara-saudari yang terkasih, kerap dan acap bagi kita melihat serta mendengar sorak-sorai gembira, tempik sorak membahana orang banyak. Hal itu kita dapati dan temui saat ada kunjungan pejabat, orang terhormat, atlit hebat, para artis, selebritis, influencer dan yang lainnya. Atau saat ada pesta meriah seperti kerja tahun, konser musik, pertandingan olahraga, kampanye PEMILU baru-baru ini, sosialisasi, seminar dll. Tuhan Yesus pernah mendapatkan sambutan hebat dan sorak-sorak gembira yang luar biasa. Hal itu terjadi dalam perjalanan Yesus menuju Yerusalem. Orang banyak menyambutNya dengan sorak-sorai bergembira terlepas apakah motivasi mereka tepat atau keliru. Di Minggu Passion VII/ terakhir ini, mari kita menyambut Tuhan Yesus dengan sorak-sorai gembira yang benar. Bagaimanakah menyambut Tuhan Yesus dengan sorak-sorai gembira yang benar?
ISI
Yesus memasuki Yerusalem dan orang banyak mengikuti dan menyambut-Nya dengan sangat meriah (Markus 11:1-11)
Dalam ketaatan-Nya kepada Bapa-Nya di sorga, Yesus pergi menuju Yerusalem tempat Dia akan ditangkap, divonis mati lalu disalipkan. Dia tetap pergi kesana sekalipun maut menanti. Yesus datang kesana dengan mengendarai keledai muda yang adalah lambang kerendahan hati. Ia datang dengan kesederhaan dengan menunggang keledai. Ia tidak menunggang kuda lambang kekuatan dan kekuasaan. Orang banyak mengikuti Yesus menuju Yerusalem. Mereka menyambut Yesus yang datang dengan sorak-sorai dan sangat meriah. Hal itu terlihat dengan membuka pakaian mereka dan meletakkannya di jalan yang dilalui Yesus. Ada juga yang meletakkan ranting-ranting hijau di jalanan. Ada banyak orang di belakang Yesus dan di depan-Nya. Mereka berseru dan berkata, “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, diberkatilah Kerajaan yang datang, Kerajaan bapak kita Daud, hosanna di tempat yang maha tinggi!” Ucapan dan seruan ‘hosana’ ini diambil dari Mazmur 118:25, 26 yang isinya meminta TUHAN agar menyelamatkan mereka dan memberikan kemenangan. Kita tahu saat itu orang atau bangsa Yahudi sedang dijajah kerajaan Romawi. Mereka sangat mengharapkan agar bisa bebas dan lepas dari Romawi. Terlebih lagi kedatangan Yesus ke Yerusalem menjelang hari raya Paskah Yahudi. Saat-saat peringatan dan perayaan Paskah, kerinduan orang Yahudi mendapatkan kelepasan dan kemerdekaan dari penjajah lebih terasa dan menggelora. Ternyata motivasi mereka menyambut dan mengikut Yesus mau menjadikan mereka sebagai mesias politik. Supaya Yesus melepaskan mereka dari penjajahan kerajaan Romawi. Mereka tidak bisa menangkap simbol yang dipakai Yesus dengan menunggang keledai.
Mengikut Yesus haruslah dengan motivasi yang benar. Motivasi kita perlu dimurnikan dalam mengikut Yesus. Bukan untuk hidup duniawi saja tetapi terlebih untuk jiwani dan rohani kita. Bukan untuk hidup sekarang saja, tetapi terlebih untuk hidup yang akan datang, setelah meniggalkan dunia ini. Mengikut Yesus untuk mengubah hati dan pikiran kita. Mengikut Yesus supaya hidup kita berkenan bagi Allah dan sesama.
Penglihatan nabi Yehezkiel dan rasul Yohanes (Yehezkiel 44:1-3; Wahyu 7:9)
Dalam bacaan dan invocation kita menjumpai 2 penglihatan. Pertama, penglihatan Yehezkiel. Yehezkiel 44:1-3 ada dalam bagian Yehezkiel 40-48 prihal penglihatan tentang akhir zaman. Nabi Yehezkiel menerima penglihatan pertamanya pada usia 30 tahun, ketika ia akan memulai pelayanan keimamannya sebelum pembuangan (1:1). Sekarang 20 tahun kemudian atau pada usia ke 50 tahun di pembuangan Babel, Yehezkiel mendapatkan penglihatan terakhirnya prihal kembalinya bangsa Israel dari pembuangen serta pemulihan mereka secara penuh. Dalam penglihatannya, Yehezkiel melihat pintu-pintu gerbang dan pelataran-pelataran Bait Suci yang baru. Khusus Yeh. 44:1-3, dia melihat pintu gerbang timur yang tertutup. Dalam penglihatannya, penuntun Yehezkiel membawanya kembali ke pintu gerbang luar Bait yang menghadap ke timur. Pintu gerbang timur ini ditutup setelah kemuliaan YHWH masuk ke Bait Allah melalui pintu timur ini. Pintu ini harus tetap tertutup oleh karena TUHAN sudah masuk. Tidak boleh seorangpun masuk setelah TUHAN, Allah Israel masuk melaluinya (ayat 1-2). Sebuah tempat yang telah dijamah oleh YHWH menjadi teramat suci bagi kaki manusia biasa. Hanya raja saja yang boleh datang mendekat ke pintu gerbang timur tetapi tidak boleh melaluinya sebab raja disebut TUHAN sebagai “hambaKu Daud (34:23-24). Raja boleh duduk dan makan di depan pintu gerbang itu pada hari-hari raya (ayat 3). Kedua, penglihatan Rasul Yohanes yang dibuang ke pulau Patmos. Yohanes melihat kumpulan besar orang yang tidak dapat terhitung banyaknya. Mereka itu datang dari segala bangsa, suku, kaum dan bahasa. Orang-orang dari seluruh pelosok dan penjuru dunia datang menyembah, memuja serta memuji Allah dan Tuhan Yesus. Walau tidak terhitung banyaknya, tetapi Yohanes dapat mengenali keberagaman mereka. Ini mengatakan bahwa di dalam Kerajaan Allah, manusia tidaklah kehilangan kualitas khas/ tertentu mereka. Gereja universal memelihara kesatuan, saat yang bersamaan juga memelihara keanekaragaman yang besar yang ada. Kumpulan persekutuan gereja itu berdiri di hadapan tahta dan di hadapan Yesus, Sang Anak Domba. Ini mengingatkan bahwa Gereja harus fokus kepada Allah dan kepada Yesus Juruselamat. Orang percaya yang setia itu memakai jubah putih artinya hidup kudus, mereka memegang daun-daun palm. Melambaikan daun palm artinya menyatakan kemenangan dan sukacita baik di budaya Romawi, Yunani juga Yahudi (Im. 2340; Maz. 92:12; Yoh. 12:13). Orang Kristen secara bersama-sama juga bersorak pujian kepada Allah dan Yesus Kristus, bersyukur atas keselamatan yang telah dianugerahkan. Allah yang berkehendak agar manusia diselamatkan lalu mengadakan keselamatan itu; dan Kristus sebagai Anak Domba sang korban adalah keselamatan itu sendiri. Kristus yang melepaskan manusia dari dosa, bahaya, penganiayaan dan kematian.
Penglihatan Yezehkiel dan Yohanes sudah jelas dan terang benderang bagi kita Gerja saat ini. Kemuliaan Allah yang juga disebut sebagai kehadiranNya telah nyata di dalam dan melalui Tuhan Yesus Kristus. Yesus Kristus sudah datang dan membawa kita memasuki persekutuanbaru denganNya. Segala bangsa, suku, ras dan bahasa di muka bumi ini telah datang ke tahta kasih karunia dengan mengaku serta menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Milyaran manusia dari semua mata angin telah berdiri dan mengikut Tuhan Yesus. Biarlah Gereja yang kudus, satu dan Am ini tetap hidup murni dan suci, hidup berkenan di hadapan Allah dan Kristus. Biarlah semua orang percaya tetap dan terus bersorak-sorak dengan gembira sambil memegang dan melambaikan daun palm menyatakan kemenangan iman serta sukacitanya di dalam kasih dan anugerah Allah dan Tuhan Yesus.
Tema: “Sorak-Sorai Meriah Menyambut Yesus”
Sudah sepatutnya kita semua orang percaya bersukacita, bergembira dan bersorak-sorai meriah di Minggu passion terakhir atau Minggu Palmarum ini. Minggu Passion bukanlah harus dimaknai dengan kesedihan. Merenungkan penderitaan Kristus serta memaknainya bagi kita ya; bersedih dan meratapinya, tentu tidak. Sekalipun kita mengenang penderitaan Kristus tetapi kita bisa bersukacita. Kita bersukacita bukan karena Yesus menderita. Kita bukan bersukacita di atas derita Kristus, tetapi kita bersukacita karena penderitaanNya dalam rangka kasihNya, penebusanNya dan penyelamatanNya bagi kita manusia yang berdosa. Karenanya tidak aneh dan heran bila gereja dihias dengan daun-daun palm dan hal lainnya dalam rangka memeriahkan Minggu Palmarum.
Kita menyambut Yesus dengan sorak-sorai meriah dengan mengimani bahwa Yesus adalah Tuhan, Mesias Juruselamat rohani kita. Kita menyambut Dia dengan sorak-sorai meriah bukan karena hal-hal duniawi saja. “Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang paling malang dari semua manusia” (1 Kor. 15:19). Kita menyambut dan menempatkan Kristus sebagaimana mestinya, bahwa Dialah empunya kerajaan, dan kuasa dan kemuliaan kekal selama-lamanya. Dia yang adalah Tuhan, Allah yang perkasa dan maha kuasa, tetapi Dia telah datang dengan keserhanaan dan kerendahan hati. Karena itulah sudah seyogianya kita menyambut Dia dengan sorak-sorai meriah.
Penutup/ kesimpulan
- Kita telah sampai ke Minggu Passion VII terakhir disebut juga Minggu Palmarum. Selanjutnya kita akan memasuki rangkaian ibadah pra Paskah yang dimulai dengan Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Pengharapan dan Paskah. Seperti Tuhan Yesus taat dan setia sampai akhir marilah kita tetap taat dan setia mengikut Tuhan Yesus.
- Marilah kita menyambut Tuhan Yesus dengan sorak-sorai meriah dengan pikiran, perkataan dan perbuatan kita yang benar dan tulus (yang dilambangkan dengan pakaian putih). Sorak-sorai meriah kita bukan rutinitas saja, bukan formalitas belaka, juga bukan seremonial saja. Sorak-sorai meriah kita melebihi tim sorak. Sorak-sorai meriah kita lahir dan timbul dari dalam hati yang percaya dan mengasihi Yesus.
- Kita sorak-sorai meriah menyambut Yesus Kristus juga dengan hidup sederhana/ ugahari serta rendah hati. Sorak sorai meriah tidak harus dengan wah, hah yang justru menunjukkan tinggi hati dan sombong. Sorak-sorai meriah terutama dengan hati tulus dan motivasi yang benar. Sorak-sorai meriah yang salah terlihat pada orang Yahudi pada umumnya. Mereka yang bersorak, “hosanna”, tetapi kemudian mereka juga yang kemudian berseru, “Salibkan Dia.” Sorak-sorai meriah yang benar ditujukkan oleh orang-orang yang beriman dan setia dalam penglihatan Yohanes (Why. 7:10).
Pdt. Juris Tarigan, MTh; GBKP RG Bogor