MINGGU 04 AGUSTUS 2024, KHOTBAH 1 YOHANES 3:11-18
Invocatio :
“Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya “sunat”, yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia” (Efesus 2:11)
Bacaan :
Yosua 5:2-8 (Tunggal)
Tema :
Kasih Dinyatakan dalam Perbuatan (Kekelengen Teridah Arah Perbahanen)
I. Pengantar
Kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari kasih. Dan kita sangat bersyukur bahwa sebagai orang Karo bahwa mulai dari dalam kandungan pengajaran dan praktek kasih sudah diperkenalkan dan diajarkan bagi kita. Apalagi sebagai orang Karo Kristen kita harus merasa sangat istimewa karena dalam dua dimensi keberadaan kita (orang karo dan orang kristen), mengajarkan topik yang sama yang menjadi pengajaran utama dalam kebudayaan dan juga kekristenan. Tapi kita juga harus menyadari bahwa pengajaran itu berhasil jika dapat di praktekkan dalam kehidupan budaya dan agama kita, sebagaimana firman Tuhan dalam Matius 7:24, “Setiap orang yang mendengar perkataanKu dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu.”
II. Teks
Teks khotbah kita di minggu budaya I, diambil dari kitab ditulis oleh Yohanes karena berkembangnya ajaran-ajaran palsu dari guru-guru palsu tentang “kehidupan yang kekal”. Mereka menyangkal bahwa Yesus itulah Kristus atau bahwa Kristus menjelma menjadi manusia, dari segi etika, mereka mengajarkan bahwa menaati perintah Kristus dan hidup kudus dan terpisah dari dosa dan dari dunia tidak diperlukan untuk iman yang menyelamatkan. Sehingga banyak jemaat yang dulu adalah bagian dari pembaca meninggalkan persekutuan jemaat (2:19).
Sehingga Yohanes menulis surat ini dengan tujuan: (1) untuk membeberkan dan menyangkal doktrin dan etika yang salah dari guru palsu, (2) untuk menasihati anak-anak rohaninya agar mengejara lehidupan persekutuan yang kudus dengan Allah dalam kebenaran, dalam sukacita penuh (1:4) dan kepastian (5:13) hidup kekal, melalui iman yang taat kepada Yesus Kristus dan dengan kehadiran Roh Kudus yang selalu membimbing kita.
Oleh sebab itu sebutan, “anak-anak Allah”, tidak hanya sebagai anugerah yang diterima tetapi juga menekankan tentang tanggung jawab. Kebenaran bahwa Allah adalah Bapa sorgawi kita dan kita menjadi anak-anakNya adalah salah satu pernyataan terbesar. Menjadi anak Allah adalah hak istimewa terbesar dari keselamatan kita. Menjadi anak Allah adalah landasan dari iman dan kepercayaan kita kepada Allah dan pengharapan kita di masa depan. Menjadi anak Allah adalah dasar dari disiplin kita oleh Bapa dan alasan kita untuk menyenangkan Allah. Tujuan akhir dari menjadikan kita anak-anakNya ialah menyelamatkan kita selama-lamanya (Yoh 3:16) dan menjadikan kita serupa denganNya. Untuk itu kita harus tetap “berada di dalam Dia” dan “lahir dari Allah” (ay.6) karena hanya yang tetap tinggal dan berada didalam Allah akan tetap lahir dari Allah, dan orang yang lahir dari Allah tidak akan berbuat dosa lagi (ay.9). Kata “berbuat dosa” (Yun: hamartano) ditulis dalam bentuk infinitive yang menunjukkan tentang tindakan yang terus berlangsung. Yohanes menekankan bahwa orang yang sungguh-sungguh dilahirkan kembali dari Allah tidak mempunyai cara hidup yang berdosa karena hidup Allah tidak akan hadir dalam diri mereka yang berbuat dosa. Kelahiran baru menghasilkan kehidupan rohani yang mendatangkan hubungan bersinambungan dengan Allah. Memiliki hidup Allah di dalam diri kita dan berbuat dosa terus adalah suatu kemustahilan rohani. Orang percaya bias kadang-kadang gagal untuk memenuhi standar Allah yang tinggi, tetapi mereka tidak akan terus menerus hidup dalam dosa.
Oleh sebab itu 1 yoh 3:10-18 menjadi kesimpulan pengajaran Yohanes agar kita mampu menolak setiap pengajaran bahwa seorang tidak perlu bersekutu dengan Allah (1:3), berbuat dosa terus, melakukan perbuatan iblis (3:8), mengasihi dunia (2:15), merugikan orang lain, namun tetap menjadi anak Allah yang sudah diselamatkan. Bertentangan dengan ajaran palsu, Yohanes dengan jelas menyatakan bahwa seseorang yang tetap berbuat dosa bukan “anak Allah dan berasal dari iblis.”. Oleh sebab itu yang menjadi ciri Anak Allah yang sejati adalah kasih akan Allah yang ditunjukkan dengan melakukan perintahNya (5:2), sambal menunjukkan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap kebutuhan rohani dan jasmani sesama orang percaya (ay. 16-17). Kasih terungkap dengan sungguh-sungguh, dalam ay. 16 bagaimana kasih Kristus yang yang sudah menyerahkan nyawaNya untuk kita. Demikian juga hal yang harus kita lakukan bagi sesame kita, dengan memberikan apa yang kita miliki, membagikan harta milik kita dengan mereka (bd. Yak. 2:14-17, jika seorang saudara/saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, lalu mengatakan: “selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah dengan kenyang, tapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang dibutuhkan). Menolak membagikan makanan, pakaian atau uang bagi yang benar-benar membutuhkan berarti menutup hati kita terhadap mereka. Sementara iman yang meyelamatkan senantiasa nerupakan iman yang hidup yang tidak berhenti dengan sekedar mengaku Kristus sebagai juruselamat, tetapi juga juga mendorong ketaatan kepada Dia. Iman sejati yang menyelamatkan begitu penting sehingga mau tidak mau harus menyatakan diri dalam tindakan saleh dan pengabdian kepada Yesus Kristus.
Dalam Pembacaan yang pertama, Yosua melakukan satu ajaran atau perintah Allah yang mulai berlaku dari zaman Abraham. Dalam kejadian 17:11, dikatakan maka “sunat” adalah tanda perjanjian yang dibuat Allah dengan Abraham. Sunat menjadi tanda setiap laki-laki sebagai anak Abraham dan hamba Tuhan. Sunat membuatnya berhak untuk ikut ambil bagian dalam berkat-berkat perjanjian. Apalagi sunat merupakan tanda ketaatan mereka kepada perjanjian. Maka Yosua juga melakukan hal yang sama kepada bangsa Israel yang merupakan generasi baru yang lahir dipadang gurun dalam perjalanan dari Tanah Mesir. Aturan sunat ynag diterapkan kepada keturunan bangsa Israel kemudian dibakukan dalam Hukum Taurat. Hal ini yang kemudian diwarisi oleh orang Yahudi sehingga “sunat” akhirnya di legitimasi sebagai syarat untuk memperoleh keselamatan. Ini yang ditentang Paulus dalam invocatio kita di kitab Efesus. Sehingga seolah oleh orang yang tidak bersunay tidak beroleh keselamatan. Aturan/pengajaran ini membuat bahwa “keselamatan” hanya milik orang yahudi dengan budaya sunatnya.
III. Penutup/Aplikasi
Dalam kehidupan kita sehari-hari sebagai manusia yang berbudaya dan beragama (kalak Kristen karo), mempraktekkan kehidupan saling mengasihi dan berbagi bukanlah hal yang baru.
Sebagai masyarakat, ada banyak praktek budaya yang sudah sering kita lakukan sebagai bukti nyata hidup saling mengasihi. Apalagi dengan system kekerabatan ER SENINA, ER KALIMBUBU ras ER ANAK BERU yang menjadi mengatur cara hidup dalam bersikap dan berkata-kata (orat nggeluh).
- Metenget er-senina/ersembuyak lit sikap peduli, sigejap uga susah ras senangna geluhna, empati sibanci mpepalemken pusuh, ukur ras tendi. Ada pengajaran bagaimana seharusnya hubungan kita dalam “ersenina”: “adi keri page man berenken man senina, page ibas keben pe I legi (dikutip dari buku RANAN ADAT, tulisan Pdt. Sadakata Ginting Suka). Tujuannya adalah memperlihatkan kasihnya yang besar sehingga padi yang ada diladang (keben) yang adalah persiapaan makanan untuk bertahan hidup sampai masa panen tiba dengan rela dibagikan kepada senina.
- Mehamat er-kalimbubu, sebab kalimbubu sumber berkat (ulu tuah). Mehamat man Kalimbubu diperlihatkan dengan rasa hormat, sikap hidup yang sopan dan santun dalam berkata-kata. Posisi kalimbubu sangat penting dalam kehidupan masyarakat karo karena Kalibubu adalah pemilik”benih” yang diberikan kepada anak beru.
- Metami er-anak beru. Lit sada kuan-kuan Karo nina: keleng ate anak beru (erturang) la bias beras ibas busan ibereken, tapi page ibas lebengen pe ikur-kur”. Ertina keleng ate anak beru man kalimbubu, adi perlu page sienggo isuanken pe ikurkur mulihi guna kiniulin ras kemalemen ate man Kalimbubu.
Jadi dalam prinsipnya, hidupnya saling mengasihi menjadi tatanan nilai dasar dalam kehidupan masyarakat Karo. Apalagi pengajaran ini di sempurnakan dalam pengajaran kekristenan maka sudah semestinya dalam kenyataannya praktek hidup saling mengasihi semakin sempurna. Tapi walaupun demikian pengajaran yang sudah ditanamkan bagi kita mulai dari dalam kandungan tidak mudah untuk melakukannya dengan setia. Perkembangan zaman membuat manusia semakin egois dan individualis, yang mata dan hatinya hanya tertuju bagi dirinya atau kelompok-kelompok tertentu saja (circle nya saja). Kasih orang Kristen Karo sudah seharusnya mampu menembus tembok-tembok yang memisahkan dan membeda-bedakan. Kasih sudah seharusnya tak bersyarat.
Pdt. Sripinta br Ginting-Runggun Cisalak
MINGGU 28 JULI 2024, KHOTBAH MATIUS 19:13-15
Invocatio :
Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketentraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu (Ams. 29:17).
Bacaan I :
Yesaya 49:14-17
Tema :
Yesus Memberkati Anak-Anak (Jesus Masu-Masu Danak-Danak)
I. PENDAHULUAN
Anak kerap kali disebut sebagai generasi penerus, baik di dalam keluarga, gereja maupun bangsa kita. Jika kita mengetahui bahwa anak-anak adalah generasi penerus tentu ada hal yang harus diperhatikan dan dipahami oleh anak-anak tentang hal yang akan mereka teruskan nantinya. Mazmur 127:4 “Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda”, artinya pada saat ini kaum pendidik (orangtua, para guru dan orang dewasa) merupakan pahlawan yang sedang melatih anak panah sehingga tajam, lugas dan tepat sasaran pada saat pertandingan nyata dimulai. Zaman sekarang secara jelas kita mampu melihat kehidupan anak-anak yang semakin terombang-ambing oleh pengaruh zaman. Kurangnya pengetahuan, kurangnya kepedulian terhadap ajaran, individualism, berada pada kehendaknya sendiri dan banyak sekali situasi anak-anak yang harus di perhatikan pada saat ini agar anak-anak dapat menjadi anak panah yang tepat sasaran. Melihat situasi kehidupan anak-anak sekarang ini, bagaimanakah pemehaman tentang berkat yang dating kepada anak-anak saat ini?
II. TAFSIRAN TEKS
Nats khotbah Matius 19:13-15 kita melihat bagaimana Yesus memberikan perhatiannya kepada anak-anak. Yesus memberikan penjelasan karakter anak-anak yang tulus, mudah mengampuni, rendah hati dan penuh ketergantungan kepada orang lain khususnya orangtua. Yesus menggunakan mereka sebagai contoh bagi para murid untuk hidup rendah hati dan tulus. Yesus juga menegaskan bahwa penyambutan terhadap mereka berarti penyambutan terhadap Dia. Hal yang menarik di dalam nats ini, kita melihat bahwa Matius menempatkan tulisan ini setelah kontroversi mengenai perceraian. Betapa banyak anak-anak menjadi korban perceraian. Hidup mereka rusak karena orangtua yang egois dan mementingkan hidup mereka sendiri. Orangtua seperti ini ibarat penyesat-penyesat yang telah dijelaskan Yesus dalam nats sebelumnya (bdk. Mat. 18:6-7). Sikap penerimaan Yesus terhadap anak-anak tanpaknya tidak diteladani atau tidak di pahami oleh para murid. Ketika anak-anak dibawa oleh orangtua mereka kepada Yesus, murid-murid menganggap bahwa mereka hanya mengganggu dan merepotkan orang dewasa. Itulah sebabnya para murid memarahi orang-orang yang membawa anak-anak mendekati Yesus. Tindakan para murid membuat Yesus cepat merespon agar hal itu tidak berlangsung lama. Pemahaman murid-murid sebenarnya berpengaruh terhadap ajaran Yahudi yang tidak memperhitungkan anak-anak sehingga keberadaan mereka tidak seharusnya ada di tempat itu. Untuk itulah Yesus menegur para murid yang menghalangi mereka untuk datang kepadaNya. Yesus menegaskan bahwa mereka adalah yang empunya kerajaan sorga.
Bacaan I, Yesaya 49:14-17 Tujuan ayat-ayat ini adalah untuk menunjukkan bahwa kembalinya umat Allah dari pembuangan dan penebusan kekal yang dikerjakan oleh Kristus yang akan mendatangkan sukacita besar bagi manusia dan merupakan bukti agung dari pemeliharaan penuh kasih dari Allah. Kasih Allah kepada umatNya melampaui kasih seorang ibu kepada anaknya. Pembuangan bagi umat Yehuda seolah tanda bahwa Tuhan berhenti mengasihi mereka, padahal tidaklah demikian. Pembuangan justru tanda bahwa Allah mengasihi mereka. Pembuangan yang diizinkan Allah bukan untuk menghukum atau menghancurkan mereka tetapi memurnikan mereka. Pembuangan ke Babel merupakan proses pendidikan bagi bangsa pilihan Tuhan. Pada saat pembuangan ini, bangsa Israel mengalami kehancuran, penderitaan serta kehilangan kemerdekaan politik dan agamanya. Tetapi, meskipun bangsa Israel berda dalam pembuangan tapi identitas mereka di mata Allah tidaklah berubah. Penghukuman yang hanya sementara agar bangsa Tuhan kembali menyadari identitas mereka sebagai bangsa pilihan Allah. Namun, di atas itu semua Allah berkata Allah telah melukiskan Israel di telapak tanganNya, akan tiba saatnya Israel mendapatkan pemulihan kembali. Seperti yang disebutkan dalam bahan Invocatio kita, Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketentraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu (Ams. 29:17) menegaskan pentingnya pendidikan sejak anak-anak agar nantinya ada pengetahuan, pemahaman dan iman yang benar kepada Tuhan.
III. KESIMPULAN
- Tema kita “Yesus Memberkati Anak-Anak” merupakan sebuah kesadaran bagi Gereja bagaimana Yesus memperbaharui ajaran atau pemahaman yang selama ini tidak menganggap keberadaan anak-anak. Sikap Yesus memberikan ruang bagi Gereja untuk lebih memperhatikan anak-anak Gereja dan memperlengkapi apa yang dibutuhkan anak-anak sebagai kebutuhannya di masa depan.
- Janganlah hendaknya kita seperti para murid Yesus yang merasa bahwa anak-anak adalah pengganggu bagi orang dewasa. Tapi jadikanlah mereka mutiara gereja yang perlu dibentuk untuk keindahan gereja itu sendiri.
- Seperti Allah yang memberikan pendidikan iman bagi bangsaNya dan Allah menjadikan dirinya sebagai Ibu Sejati. Layaknya juga orang dewasa, harus mengambil bagian dalam pendidikan karakter, mental dan menyeluruh dari kehidupan anak-anak. Agar, ketika anak disebut sebagai generasi penerus maka anak-anak akan terlatih untuk memahami dan memiliki pemahaman yang benar sebagai generasi. Sehingga, kelak anak-anak dapat memberikan ketentraman dan mendatangkan sukacita.
- Seperti Yesus di PB dan Tuhan di PL, mentransformasi ajarannya untuk mengajar anak-anakNya. Demikian juga, orangtua dan gereja harus mentransformasi pendidikan kepada anak-anak dalam konteks masa kini.
Pdt. Evlida Br Ginting
(GBKP Rg. Cileungsi)
MINGGU 21 JULI 2024, KHOTBAH PILIPI 4:14-20
Invocatio :
Dan Paulus tinggal dua tahun penuh di rumah yang disewanya sendiri itu; ia menerima semua orang yang datang kepadanya (Kis 28:30)
Bacaan :
Yosua 4:19-24 (Antiphonal)
Khotbah :
Pilipi 4:14-20 (Tunggal)
Tema :
Jemaat yang mau menolong/ perpulungen si nggit nampati
PENDAHULUAN
Beberapa anggota komisi sebuah jemaat kecil menghadapi tantangan untuk dapat membantu sebuah gereja yang kena musibah kebakaran . Pengeluaran gereja untuk biaya perawatan tahun itu sangat besar dan saldo keuangan sangat mengkwatirkan. Anggota jemaat gereja tersebut adalah pensiun pedagang, pegawai bank, guru, ibu rumah tangga, pemilik usaha kecil dan agen asuransi. Selama lebih empat puluh lima menit mereka mendiskusikan berbagai pilihan. Haruskah mereka meminjam uang, menunda pembayaran-pembayaran, mengadakan persembahan ekstra pada hari minggu. Atau menjual barang bekas, menjual kue mengadakan acara makan malam untuk mengumpulkan uang tetapi tetap tidak ada jalan keluar. Setelah itu mereka meminta agar berdoa bersama-sama serta melihat apakah Allah menyiapkan jalan yang lain. Setelah hening beberapa saat, seorang dari antara mereka berkata”kita semua sadar bahwa setiap kita dapat menulis cek untuk membantu saudara kita yang kebakaran dan hal tersebut tidak akan membuat perbedaan besar dalam gaya hidup, kenyamanan atau keamanan finansial kita”. Setelah itu dia menulis cek sebagai bagiannya setelah itu ada beberapa orang lagi yang ikut menulis cek juga sehingga terkumpul $2695. Jemaat yang bersemangat, berbuah, dan tumbuh pesat karena kesediaan untuk berbagi, kerelaaan untuk berkorban, dan kesukaan jemaat dalam memberi lahir dari kasih kepada Allah dan sesama.
PEMBAHASAN TEKS
FILIPI 4:14-20
Surat Paulus kepada Jemaat Filipi merupakan salah satu surat yang dikirimkan Rasul Paulus kepada gereja Kristen di kota Filipi. Surat ini dikelompokkan bersama dengan surat Paulus kepada jemaat Efesus, Kolose, dan Filemon sebagai Surat Penjara. Pendahuluan mengatakan bahwa Paulus membantu rekannya Timotius mengirimkan surat kepada jemaat Filipi. Surat ini terutama ditujukan kepada semua orang percaya yang tinggal di Filipi bersama para penilik. Meski surat ini ditulis di penjara, Paulus bersyukur dan berdoa bagi gereja di Filipi karena ia tetap teguh pada iman gereja di sana. Hubungan Paulus dengan jemaat ini terjalin dengan baik bahkan jemaat Filipi menyatakan kesediaan mereka untuk memberikan dukungan finansial terhadap pelayanan Paulus melalui perantaraan Epafroditus. Namun, di dalam kehidupan berjemaat di Filipi rupanya ada sekelompok orang yang menentang Paulus
Surat Filipi ditulis oleh Paulus dan yang menjadi salah satu tujuannya adalah karena ia hendak berterimakasih atas perhatian dan dukungan jemaat Filipi saat ia dipenjarakan di Roma. Jemaat.Filipi mengutus Epafroditus untuk melayani Paulus di penjara dan juga mengirimkan bantuan dana mereka bagi Paulus. Ucapan trima kasih tersebut dijelaskan oleh Paulus dalam Fil 4:10-20,1 dan Paulus bahkan merasa perlu untuk melakukan dua hal: pertama, ia perlu berterimakasih atas pemberian dari jemaat Filipi. Kedua, ia juga merasa perlu untuk menekankan prinsip-prinsip rohani untuk menghadapi tantangan hidup dengan penekanan agar orang percaya bersandar kepada Tuhan lebih dari pada pertolongan manusia.
Sebelum Paulus berbicara tentang ucapan terima kasihnya kepada jemaat Filipi (14-20). Paulus lebih dahulu berbicara tentang kekuatan yang dia dapatkan dalam menghadapi kesulitan. Paulus kemudian menegaskan rahasia kemampuannya dalam mencukupkan diri dengan menyatakan”segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (ay 13) yang secara literal diterjemahkan Aku mampu melakukan segala sesuatu didalam Dia yang menguatkan aku (I can do all things in Him who give me stragth). Dalam konteks ini tidak berarti segala sesuatu atau all things. Kata ini harus dipahami sebagai semua situasi atau all situation yang disebutkan terdahulu yaitu kekurangan dan kelimpahan‖ yang memang dihadapi oleh Paulus dan setiap orang percaya dalam kehidupan mereka.
Dalam semuanya itu, Paulus mengatakan yang artinya aku dapat atau mampu melakukan dalam arti bahwa ia mampu menghadapi atau mengatasi segala keadaan. Kata secara literal berarti memiliki kuasa atau kekuatan (to have power‖) dan dengan memakai kata ini Paulus hendak mengatakan bahwa aku memiliki kuasa atau kemampuan untuk menghadapi semua kondisi kehidupan. Paulus tidak menyebutkan secara langsung siapa yang menguatkan dia, tetapi dari bagian terdahulu tentu kita dapat menyimpulkan bahwa hidupnya telah dimiliki oleh Kristus dan ia telah rela memberikan segala sesuatu bagi Kristus (Fil 1:21-22).
Sekalipun Paulus sangat menekankan prinsip-prinsip dasar dalam bersandar kepada Tuhan, Paulus juga ingin menegaskan bahwa dia menghargai kebaikan jemaat Filipi yang telah mendukung dia ditengah kesulitan yang dia hadapi. Paulus kemudian mengatakan bahwa pada saat pertama kali Paulus memberitakan Injil kepada jemaat Filipi dan kemudian Paulus melanjutkan perjalanannya dari Makedonia ke Tesalonika, jemaat Filipi adalah satu-satunya jemaat yang terus memberikan dukungan bagi pelayanan Paulus. Paulus melihat dukungan tersebut sebagai sebuah kerjasama (partnership) dimana Paulus memberitakan Injil bagi jemaat Filipi dan kini ia menerima dukungan finansial dari mereka.
Persembahan bagi orang percaya akan membawa berkat bukan hanya bagi yang menerimanya, tetapi juga bagi orang yang memberinya. Dalam menjelaskan hal ini, Paulus mengatakan bahwa persembahan mereka akan menambah barang milikmu atau menaikkan perbendaharaanmu (may be credited to their account). Semua yang kita miliki adalah anugerah Allah dan apa yang kita persembahkan kepada Tuhan dan yang kita berikan kepada sesama adalah wujud nyata dari kasih kita dan ucapan syukur kita kepada Allah.
Jemaat Filipi, dalam keterbatasannya telah berbagi dengan Paulus dan sebagai gantinya, Paulus memberikan janji dan jaminan bahwa Allah yang akan menyediakan apa yang menjadi kebutuhan mereka (ay 19). Dalam ayat ini dipakai kata “Allah-ku” yang merupakan kesaksian pribadi dan pengalaman iman Paulus, dimana ia mengalami bagaimana kuasa Allah telah memenuhi kebutuhan pribadi dia melalui Yesus Kristus.(14) “Allah-ku” yang telah memakai jemaat Filipi sebagai instrument dalam memenuhi kebutuhan Paulus, akan memenuhi semua kebutuhan jemaat Filipi. Dengan demikian Paulus hendak menegaskan bahwa bukan dia yang akan membalas kebaikan orang Filipi, tetapi Allah yang jadi sumber kekuatan Paulus dalam menghadapi segala situasi tersebut yang akan memenuhi keperluan mereka. Lebih lanjut, dengan memberikan bantuan atau berbagi dengan Paulus dalam keterbatasan mereka, maka jemaat Filipi pada akhirnya memiliki kebutuhan atau kekurangan. Paulus kemudian memberikan jaminan bahwa Allah yang menjadi sumber kekuatannya dalam menghadapi segala situasi dan Allah yang selama ini menyediakan kebutuhannya yang juga akan memperhatikan dan menyediakan apa yang menjadi kebutuhan mereka. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa apabila seseorang mau berbagi dengan orang lain karena kasih Allah dan khususnya dalam mengembangkan pekerjaan Allah, maka Allah akan memenuhi kekurangan mereka karena kemurahan hati mereka (Prov 11:25;19:17; Matt 5:7).
Penyediaan Allah atas kebutuhan jemaat Filipi bukan semata-mata mencukupi apa yang menjadi kebutuhan mereka tetapi juga kebutuhan dan keiinginan berdasarkan kekayaan dan kemuliaan Kristus. Dimana kita bukan hanya membutuhkan hal-hal yang bersifat materi saja. Di tengah kehidupan yang sulit ini, kita juga membutuhkan penghiburan, kekuatan dan damai sejahtera yang akan memampukan kita melewati masa-masa sulit ini. Allah tahu apa yang terbaik buat kita dan Ia akan berikan yang terbaik bagi kita. Pernyataan ini mengajak kita untuk berpikir tentang kemuliaan dan kekayaan yang saat ini dinikmati Kristus di Surga dan hal itulah yang menjadi sumber bagi segala berkat kita.
YOSUA 4:19-24
Yosua 4:1-24, Dalam kisah ini ketika Bangsa Israel akan memasuki tanah perjanjian dan merebutnya ada rintangan besar yang harus mereka jalani karena mereka harus menyeberangi Sungai Yordan. Setelah seluruh bangsa Israel menyebrangi sungai Yordan, Tuhan berfirman kepada Yosua agar memilih 12 orang dari umat Israel yang mewakili dari 12 suku dan memerintahkan mereka untuk mengambil 12 batu. Batu-batu itu dibawa bersama mereka dan akan diletakkan ditempat dimana mereka bermalam. Dan setelah mereka keluar dari sungai Yordan, mereka berkemah di Gilgal, sebelah timur Yerikho, dan mereka mendirikan 12 batu itu seperti yang diperintahkan Tuhan.benda-benda itu ditumpukkan disana sebagai sebuah tanda dimana Allah telah menunjukka kuasaNya untuk mengatasi hambatan apapun terhadap kehendakNya. Yosua berkata dalam 4:21 “Jika anak-anakmu bertanya kepada ayah mereka di masa yang akan datang, dengan mengatakan, 'Apakah arti batu-batu ini?', maka kamu harus memberitahukan kepada anak-anakmu, dengan mengatakan, 'Israel menyeberangi sungai Yordan ini di tanah yang kering.' Sebab TUHAN, Allahmu, mengeringkan air sungai Yordan di depanmu sampai kamu menyeberanginya… Supaya semua bangsa di bumi tahu, bahwa tangan TUHAN itu perkasa…”.
KISAH PARA RASUL 28:30
Kisah para rasul 28:30 Paulus sebagai tahanan menjadikan rumah tahanannya untuk menerima orang-orang yang datang kepadanya. Rasul Paulus dalam penderitaannya tetap semangat untuk terus memberitakan injil. Dua tahun menjalani tahanan rumah di Roma justru semakin membuat rasul Paulus menemukan kesempatan mengajar dengan leluasa.
REFLEKSI
Praktek kesediaan untuk berbagi kepada sesama terkadang tidaklah mudah. Apalagi ketika kita punya prinsip hidup untuk diri sendiri dan kurang peduli dengan kemajuan Injil. Berhala harta telah menguasai hati kita sehingga kita tidak peka terhadap kemajuan injil. Pada hal pemberian bantuan untuk pelayanan merupakan bentuk partisipasi kita bagi kemajuan Injil (ayat 15-16). Tetapi bagi kita yang mau belajar berbagi dengan saudara-saudara kita, Allah memberikan janji dan jaminan-Nya bahwa Ia akan memenuhi keperluan kita sesuai dengan kekayaan dan kemuliaan-Nya. Rasul Paulus mengatakan kemampuan untuk berbagi karena anugerah Allah. Dalam segala keadaan hidup kita kiranya tidak menghalangi kita untuk berbagi seperti yang dilakukan rasul Paulus dalam invocatio kita.
Mengambil bagian untuk berbagi dan menolong orang lain adalah kasih yang diwujudkan dalam kehidupan setiap orang. Cinta tidak hanya dalam kata-kata tetapi juga diungkapkan menjadi isu mendasar dalam hubungan interpersonal. Kasih Tuhan bekerja dan dapat dilihat serta dirasakan dalam kehidupan seseorang berbentuk kabar baik dan tercermin dalam setiap kegiatan pengabdian. Lebih dari itu, kepedulian jemaat yang dinyatakan melalui aksi yang nyata. Hakikat belarasa dalam kehidupan orang percaya bukan hanya sebatas rasa simpati atau empati. Kehidupan iman perlu dinampakkan melalui kerelaan melakukan sesuatu yang dapat kita lakukan guna menolong gereja dan sesama tanpa memperhitungkan untung rugi. Berkat pemberian Tuhan untuk menyatakan kasih kepada sesama.Yang dipentingkan di sini adalah rasa empati yang diwujudkan melalui partisipasi sesuai porsi kita. Keikutsertaan kita sebagai jemaat dalam memberi diri dan berbagi akan membantu gereja menjadi mandiri. Gereja akan mandiri secara dana, daya dan teologia. Perbuatan-perbuatan kita ini akan menjadi suatu ingatan bagi generasi berikutnya bahwa Tuhan telah luar biasa membantu gerejanya (bdn bacaan firman pertama)
Tetapi ketika kita atau gereja kita di tengah situasi yang sulit ini, marilah kita belajar seperti Paulus yang melihat kehidupan ini sebagai kesempatan untuk belajar menyesuaikan diri dengan segala situasi baik itu kekurangan atau kelimpahan, kenyang atau lapar dan mudah atau sukar. Kalau kita bersedia belajar menghadapi hidup ini apa adanya, maka kita akan mampu menghadapi segala situasi tersebut. Dalam keadaan yang sulit kita terus belajar untuk hidup mandiri tidak bergantung kepada orang lain.
Pdt. Kristaloni br Sinulingga-Runggun Semarang