MINGGU 15 SEPTEMBER 2024 KHOTBAH KISAH PARA RASUL 7:20-22
Invocatio :
“Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik (Mat.7:17)
Ogen :
Mazmur 127:3-5 (Responsoria)
Tema :
MENDAPATKAN PENGAJARAN SUPAYA BERHIKMAT
I. Pendahuluan
Minggu Pendidikan mengingatkan kita bahwa Allah menginginkan agar anak-anak Tuhan berhikmat/bijaksana melalui pendidikan yang benar, baik dari pendidikan formal dan pendidikan non formal. GBKP melihat pendidikan begitu penting sehingga memberikan ruang pendidikan baik PAUD, TK, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Di sekolah-sekolah ini, tidak hanya mendapatkan pendidikan secara sekuler tapi juga diajarkan bagaimana cara hidup selaku orang beriman kepada Tuhan.
Kenneth O Gangel berpendapat bahwa, salah satu tujuan dari gereja ada di bumi ini yaitu mendukung pelayanan pendidikan. Sejalan dengan itu, Andar Ismail berkata, mendidik bukan hanya bentuk pekerjaan, tapi dirasakan gereja sebagai satu panggilan dari Tuhan untuk bersama-sama: “menabur benih dan Allah menumbuhkan” agar bertumbuh menjadi insan yang beriman, berilmu dan berpelayanan.
II. Isi
Bahan khotbah Kisah Para Rasul 7:20-22 merupakan bagian dari pembelaan Stefanus. Stefanus adalah salah satu dari tujuh orang pilihan yang menerima delegasi dari para Rasul untuk melakukan pelayanan meja jadi bisa dikatakan bahwa Stefanus adalah salah satu murid terbaik, orang yang cakap, di penuhi hikmat dan dipenuhi oleh roh (Kisah Para Rasul 6:3). Artinya dia memiliki karakter yang baik. Tidak heran stefanus terpilih untuk melakukan pelayanan diakonia pada waktu itu.
Ketika itu Stefanus mendapatkan tuduhan dari para ahli-ahli Taurat dan tua-tua Yahudi dengan menghasut Stefanus menghujat Musa dan Allah. Dan tidak hanya sekedar dituduh tapi Stefanus juga diseret dan dihadapkan ke Mahkamah Agama. Biasanya ketika orang di dakwa maka orang tersebut menggunakan kesempatan untuk membela dirinya habis-habisan supaya hukumannya diperingan, atau tidak dituduh bersalah dan bisa lolos dari hukuman. Tetapi ketika kita membaca bagian ini justru kita melihat, bahwa Stefanus tidak membela dirinya tetapi malah menggunakan kesempatan itu untuk benar-benar menyaksikan tentang pengajaran Musa (7:20-22) sampai akhirnya memberitakan tentang Tuhan Yesus kristus (Kisah Para Rasul 7:55). Maka ketika mendengar penjelasan dari Stefanus, maka di ayat.54 ketika para Mahkamah Agama mendengar hal itu, para Mahkamah Agama sangat tertusuk hatinya mereka menyambutnya dengan gertakan gigi dan beerteriak-teriak mereka sambil menutup telinga (ay.57) sebab mereka pada dasarnya sudah mengeraskan hati lalu kemudian para Mahkamah Agama menjadi menjadi emosi dan marah lalu Stefanus diseret dan dirajam dengan batu. Seharusnya sebagai Mahkamah Agama yang memiliki pendidikan tinggi, mereka memiliki kestabilan emosi dalam memutuskan perkara tetapi pendidikan tinggi tidak menjadi jaminan seseorang berhikmat dalam hidupnya.
Tetapi berbeda dengan kehidupan Stefanus, Sungguh hikmat yang dalam diri Stefanus dipakainya sampai saat-saat terakhir hidupnya untuk memberitakan Injil dan sekaligus untuk membuktikan bahwa seperti itulah sebagai murid Yesus yang sejati artinya di dalam ay.60, sambil berlutut ia berseru dengan suara nyaring: “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka! Dan dengan perkataan itu meninggallah ia.” Benar-benar sangat mengagumkan seharusnya, Stefanus dapat saja marah ataupun benci kepada orang yang merajamnya dengan batu, namun kita melihat bahwa hikmat Tuhan ada dalam diri Stefanus terlihat Stefannus bukan orang yang pemarah tapi justru ia berlutut dan berkata Tuhan, jangan tanggungkan dosa ini kepada mereka! Stefanus memiliki karakter seperti Yesus yang menjelang detik-detik kematiannNya, Kristus juga berkata demikian kepada BapaNya, Bapa ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat (Lukas 23:34).
Bahan bacaan pertama Mazmur 127 secara keseluruhan, bahwa segala sesuatu tidak ada artinya (sia-sia) tanpa melibatkan Tuhan, baik itu membangun rumah, kota, begitu juga dengan keluarga. Terkhusus dalam Mazmur 127:3-5 menyampaikan nilai-nilai Kristiani wajib disampaikan kepada anak sejak usia dini, agar pada masa tuanya, anak melekat pada Tuhan. Ketika orang tua memberikan teladan dan ajaran yang benar, anak akan mempunyai sikap karakter yang baik. Sungguh, pengaruh orangtua sangat besar dalam membentuk pondasi anak. Anak-anak mendapat pendidikan pertama baik sifat maupun tabiatnya, mengikuti kedua orang tuanya. Karena itu marilah kita sebagai orang tua menyadari pentingnya kita hidup melekat pada Tuhan, dan senantiasa belajar, agar anak-anak kita dapat meneladaninya, dan hidup di dalam Tuhan sampai pada masa tuanya.
Mazmur 127:4 mengatakan bahwa anak-anak ibarat anak panah di tangan Pahlawan. Berarti sebagai orang tua kita harus menjadi pahlawan bagi anak-anak kita dan menjadi alat di tangan Tuhan. Dan ay.5 Anak-anak seperti anak panah, adalah senjata perang yang tidak hanya tinggal di dalam tabung. Apa yang dilakukan prajurit dengan anak panahnya? Dia tidak menyimpannya di dalam tabung tetapi menggunakannya untuk “pertempuran.” Anak-anak panah itu akan mencapai sasaran yang Tuhan inginkan. Untuk itu, orang tua yang adalah para pahlawan yang Tuhan jadikan untuk anak-anak sehingga kehidupan anak dapat menjadi kemuliaan Tuhan, demikian juga kehidupan orangtua mejadi seperti pohon yang baik sehingga buahna pun menjadi baik tapi sebaliknya jika kehidupan orangtua seperti pohon yang tidak baik maka akan menghasilkan buah yang tidak baik pula (Band.Invocatio).
III. Aplikasi
Tema: Mendapatkan pengajaran supaya berhikmat, tentunya proses mendapatkan pengajaran agar berhikmat dimulai sejak anak dari dalam kandungan ibunya (pendidikan dasar). Semakin kuat pendidikan diberikan kepada anak (pendidikan iman) maka kemungkinan besar anak semakin bertumbuh menjadi anak yang beriman teguh. 50 % variabilitas kecerdasan dewasa (termasuk kecerdasan spiritual) sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun,30 % berikutnya pada usia 8 tahun dan sisanya ketika usia anak mencapai sekitar 18 tahun (pendapat: Osborn, White dan Bloom), sehingga anak dalam usia dini dikatakan Usia Emas (Golden Age).
- Kepribadian anak dipengaruhi faktor: orangtua dan dipengaruhi nuture/lingkungan seperti: Gizi, proses kelahiran, perawatan, kondisi lingkungan, rangsangan Psikososial, kesehatan dll
- Pendidikan Anak Usia Dini (TK, Play Group) merupakan wadah atau sarana dalam pembentukan kepribadaian dan kecerdasan anak. Pendidikan yang terarah bagi anak menurut Core (ahli) tujuannya: membantu anak terpenuhi kebutuhan fisik, non fisik dan membangun konsep diri secara positif .
- Sesuai dengan Minggu Pendidikan Penjematan TK-PAUD GBKP, marilah kita mempersiapkan masa depan keluarga, gereja (GBKP), masyarakat dan bangsa kita dengan melakukan pembenahan dan peningkatan pendidikan kecerdasan anak dimulai sedini mungkin dengan terarah dan berkelanjutan. Terutama agar anak-anak kita dapat mengenal Tuhan dengan benar.
- Kehidupan Stefanus menjadi teladan bagi kita agar tetap ada kerinduan untuk membekali diri dengan pengajaran Tuhan agar lebih berhikmat dalam menjalani kehidupan
Pdt. Natal Nael Ginting, S.Th (GBKP Palangkaraya)
MINGGU 08 SEPTEMBER 2024, KHOTBAH 2 TIMOTIUS 2:20-26
Invocatio :
Semoga anak-anak lelaki kita seperti tanam-tanaman yang tumbuh menjadi besar pada waktu mudanya; dan anak-anak perempuan kita seperti tiang-tiang penjuru, yang dipahat untuk bangunan istana! (Masmur 144:12).
Bacaan :
Keluaran 33:7-11 (Tunggal)
Tema :
Melakukan KEHENDAK ALLAH/ NDALANKEN SINGENA ATE TUHAN
I. KATA PENGANTAR
Persadaan Man Anak Gerejanta (PERMATA GBKP) adalah salah satu persekutuan kategorial bagi Pemuda GBKP. Kehadiran PERMATA GBKP ditengah-tengah GBKP adalah sebagai tanda kasih setia Allah terhadap kesinambungan gerejaNya ditengah-tengah dunia ini. PERMATA GBKP juga merupakan jemaat kini dan masa yang akan datang yang senantiasa harus mempersiapkan diri dan berusaha memahami panggilan bersaksi, bersekutu dan melayani dari Tuhan Allah terhadap dirinya masing-masing agar mereka mewujudnyatakan Kehendak Allah ditengah-tengah gereja, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Nas khotbah kita hari ini mengajarkan tentang surat Rasul Paulus yang kedua kepada Timotius. Is surat Rasul paulus kepada Timotrius dalam surat yang kedua ini lebih banyak tentang nasehat kepada Timotius sebagai orang muda yang dipakai Tuhan menjadi kawan sekerja Paulus dalam pelayanan.
Isi pokok pengajaran atau nasehat Paulus kepada Timotius adalah tentang ketabahan dan kesabaran. Paulus tetap menasehati dan mendorong Timotius agar tetap tekun bersaksi tentang Yesus Kristus, tetap memegang teguh pengajaran tentang berita keselamatan, supaya tetap menjalankan tanggungjawabnya sebagai seorang guru dan mengabarkan berita keselamatan sekalipun harus menghadapi penderitaan dan perlawanan dari orang banyak.
Paulus menasehati Timotius agar Timotius meneladani kehidupan Paulus dalam hal iman, kesabaran, kasih, ketabahan, dan dalam penderitaannya ketika dikejar-kejar karena memberitakan Injil.
Hal ini disampaikan Paulus kepada Timotius karena Timotius menghadapi persoalan yang tidak mudah dalam pelayanannya. Ia berhadapan dengan para pengajar sesat yang suka bersilat lidah dan mengacaukan (14), suka omongan kosong, dan hidup penuh kefasikan (16-18). Paulus menasihatkan Timotius agar berusaha menjadi pekerja Kristus yang pantas sehingga para pengajar sesat itu tidak menemukan celah untuk menjatuhkan Timotius dan mencemarkan nama Tuhan.
Dalam rangka menjadi pekerja Kristus yang layak, Paulus menasihatkan dua hal kepada Timotius, yaitu: Pertama, bijak dalam perkataan (14-19, 23-26). Artinya, tidak malu memberitakan kebenaran (15), tidak mempertengkarkan hal-hal yang tidak layak (23-24), dan melayani dengan kelemahlembutan (25). Kedua, menjaga kesucian (20-22) dengan menjauhi nafsu, mengejar keadilan, kesetiaan, kasih, dan kedamaian (22). Perhatikan bahwa di tengah peliknya persoalan yang ditimbulkan oleh para pengajar sesat di Efesus, Timotius didorong untuk menghadapi mereka dengan bijaksana dan tidak dengan kekerasan (25). Meski ada beberapa orang yang dengan jelas telah menyimpang dari kebenaran (17-18), namun Paulus menasihatkan Timotius untuk menghadapinya dengan lemah lembut (25). Dengan demikian, mungkin saja Tuhan memberi kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan mengenal kebenaran yang sejati. Orang-orang itu dapat tersesat akibat jerat Iblis yang menjerumuskan mereka (26). Paulus kemudian menggunakan sebuah metafora untuk menjelaskan tentang pelayanan. Pelayanan Tuhan diumpamakan sebagai sebuah rumah besar dengan beragam jenis perangkat: ada yang mulia, terbuat dari perak dan emas, juga ada yang kurang mulia, terbuat dari kayu dan tanah liat (ayat 20). Sebagai penjelasan tentang metafora itu, Paulus menyatakan bahwa Allah sebagai pemilik semua perangkat itu akan menggunakan perangkat-perangkat yang mulia untuk tujuan yang mulia, asal mereka memang membuktikan bahwa diri mereka pantas dimuliakan (ayat 21).
Berkenaan dengan tugasnya menyucikan diri untuk pelayanan, Timotius harus meninggalkan hal-hal yang tidak kudus dan mengejar serta mengupayakan kualitas-kualitas hidup sebagai manusia Allah (ayat 22, bdk. 1Tim. 6:11) karena mereka tidak hadir dengan sendirinya dalam diri seseorang. Sebagai pemimpin jemaat, Timotius juga tidak diharapkan terlibat dalam perdebatan-perdebatan "tidak berpendidikan," dan tidak berguna. Intinya, sikap Timotius haruslah lemah lembut, tidak terpancing masuk ke dalam pusaran pembicaraan yang sifatnya spekulatif belaka. Ia harus menjadi pengajar yang mantap, tenang, dan akhirnya mampu membawa mereka yang tersesat kembali ke dalam iman yang sejati. Bahkan dalam bacaan kita yang pertama juga disampaikan bagaimana respons Musa sangat menarik. Ia tidak bisa berjalan tanpa Allah. Ia merasa tidak mampu kalau Allah tak ikut serta. Itu sebuah indikasi bahwa Musa sangat bergantung kepada- Nya. Tanpa Allah, Musa adalah manusia biasa yang lemah. Lebih baik Musa diam daripada harus melangkah tanpa Dia. Dari pengalaman Musa, kita bisa belajar satu hal paling penting dalam kerangka formasi spiritual. Prinsip itu adalah betapa pentingnya penyertaan Allah dalam setiap aktivitas kita. Sebelum memulai pekerjaan apa pun, kita harus memastikan bahwa Allah beserta kita. Jika ada sedikit keraguan bahwa Allah meninggalkan, kita layak meniru Musa, yaitu berdiam diri dan memohon agar Allah menyertai kita. Dalam bacaan kita yang pertama dikatakan bahwa kalau Allah enggan hadir dalam pekerjaan kita, itu mengindikasikan dua hal. Pertama, kita membuat Allah murka. Kedua, Allah tidak merestui pekerjaan itu. Untuk mendeteksi ini, kita pun harus meniru Musa juga, yaitu bergaul karib dengan-Nya. Kita harus akrab berbicara dengan Allah seperti berbicara kepada sahabat. Relasi yang akrab akan menajamkan kepekaan kita dalam mendengar suara-Nya.
Tema kita pada Minggu Permata dan dalam HUT Permata yang ke 76 tahun ini adalah melakukan Kehendak Allah. Dalam nas khotbah dan bacaan kita yang pertama mengajarkan kepada kita bahwa yang harus kita lakukan khususnya sebagai Permata Generasi Penerus Gereja dan penerus bangsa adalah jadilah perangkat yang mulia yang terbuat dari perak dan emas yaitu hidup bijak dalam perkataan artinya tidak malu memberitakan kebenaran, tidak mempertengkarkan hal-hal yang tidak layak, dan melayani dengan kelemahlembutan, menjaga kesucian dengan menjauhi nafsu, mengejar keadilan, kesetiaan, kasih, dan kedamaian. Dengan demikian Allah sebagai pemilik semua perangkat itu akan menggunakan perangkat-perangkat yang mulia untuk tujuan yang mulia, asalkan kita memang membuktikan bahwa diri mereka pantas dimuliakan.
Hendaklah sebagai Permata tetap menjalin hubungan yang akrab dengan Tuhan melalui persekutuan kita dengan Tuhan sehingga kita akan selalu mengandalkan Tuhan dalam hidup kita. Sebagai Permata hendaknyalah kita senantiasa sadar bahwa kita tidak akan mampu hidup tanpa Tuhan. Sebagai Permata hendaknyalah kita meneladani Paulus yang iman, kesabaran, kasih, ketabahan, dan dalam penderitaannya ketika dikejar-kejar karena memberitakan Injil dan meneladani Musa yang mengatakan bahwa kita tidak bisa berjalan tanpa Allah, kita tidak mampu kalau Allah tak ikut serta, kita harus bergantung kepada- Nya, dan kita harus sadar bahwa kita adalah manusia biasa yang lemah tanpa Allah.
Oleh sebab itu supaya anak-anak kita dapat memuliakan Tuhan dan menyenangkan hati orang tua, hendaknyalah orang tua juga hadir menjadi sosok yang mampu menjadi teladan bagi anak-anak seperti yang dilakukan Paulus, dimana Paulus hadir menjadi orang tua yang dapat diteladani dan menjadi orang tua yang mampu memberikan nasehat agar anak-anak mereka tetap kuat dalam penderitaan yang mereka hadapi dan mereka memiliki roll model seperti yang dilakukan Paulus kepada Timotius. Karena Masmur 128 mengatakan bahwa orang yang takut akan Tuhan maka anak-anaknya akan seperti tunas pohon Zaitun di sekeliling mejanya. (bnd. Mazmur 128:3).
Dengan demikian anak-anak kita akan menjadi anak-anak Permata yang diberkati dan menjadi kesaksian bagi setiap orang. Seperti yang disampaikan dalam invocatio kita, ”Semoga anak-anak lelaki kita seperti tanam-tanaman yang tumbuh menjadi besar pada waktu mudanya; dan anak-anak perempuan kita seperti tiang-tiang penjuru, yang dipahat untuk bangunan istana!” (Masmur 144:12). Artinya Sungguh menyenangkan melihat anak-anak Permata seperti tanaman, bukan seperti ilalang, bukan seperti duri. Untuk melihat mereka seperti tanaman yang tumbuh besar, tidak layu dan hancur. Untuk melihat mereka berbadan sehat, lincah, menyenangkan, dan terutama saleh, dapat menghasilkan buah bagi Allah dalam kehidupan mereka. Untuk melihat mereka pada waktu muda mereka, pada masa pertumbuhan mereka, bertumbuh dalam segala hal yang baik, bertumbuh semakin bijak dan baik, hingga mereka bertumbuh kuat di dalam roh. Juga tak kalah senangnya melihat anak-anak perempuan seperti tiang-tiang penjuru, atau batu-batu penjuru, yang dipahat untuk bangunan istana, atau bait suci. Melalui anak perempuan, keluarga dipersatukan dan dihubungkan, untuk saling menguatkan, sama seperti bagian-bagian dari sebuah bangunan dipersatukan dan dihubungkan oleh batu-batu penjuru. Dan apabila mereka anggun dan cantik baik dalam tubuh maupun pikiran, maka mereka benar-benar dipahat untuk sebuah bangunan yang indah dan menakjubkan. Ketika kita melihat anak-anak perempuan kita matang dan memiliki hikmat serta kebijaksanaan, seperti batu-batu penjuru yang dilekatkan pada bangunan, ketika kita melihat mereka dipersatukan dengan Kristus melalui iman, sebagai batu penjuru utama, dihiasi dengan anugerah-anugerah Roh Allah, dan ini merupakan pemolesan terhadap apa yang secara alami kasar, dan menjadi perempuan yang beribadah, ketika kita melihat mereka dimurnikan dan disucikan bagi Allah sebagai bait-bait yang hidup, maka kita merasa bahagia di dalam mereka. Amin
MINGGU 25 AGUSTUS 2024, KHOTBAH AYUB 1:1-5
Infocatio :
Ayah seorang yang benar akan bersorak-sorak; yang memperanakan orang-orang yang bijak akan bersukacita karena dia (Amsal 23:24)
Ogen :
Matius 17:14-18 (Tunggal)
Tema :
Bapa Si Notoken Jabu / Bapa Yang Mendoakann Keluarga
I. Pendahuluan
Salah satu harapan manusia adalah mencapai kesempurnaan hidup dengan ukuran umum: kaya raya, baik hati, dan memiliki anak laki-laki dan Perempuan. Perkembangan jaman serta pola hidup konsumtif dan hura-hura sudah menjadi bagian dalam kehidupan generasi muda zaman ini. Biasanya rentetan pola hidup semacam ini adalah semakin menjamurnya pengguna narkoba, seks bebas, dlsb. Dalam kondisi demikian, nilai-nilai moral menjadi amburadul. Bagaimana keadaan keluarga, masyarakat, dan bangsa di masa depan jika generasi muda bertindak amoral? Bagi orang tua, memenuhi kebutuhan hidup keluarga adalah sebuah tanggung jawab. Namun, berapa banyak di antara orang tua hari ini yang bersedia mengorbankan waktunya tiap-tiap hari, di tengah kesibukan yang ada, untuk berdoa secara khusus bagi anak-anak yang Tuhan percayakan?
Minggu Mamre mengingatkan kita akan pemeliharan Tuhan dalam hidup Abraham. MAMRE juga mengingatkan kita kepada Abraham sebagai bapa orang yang beriman yang senantiasa taat kepada Tuhan dan menampakkanya dalam ibadah, sikap hidup dimana Abraham menjamu Tuhan dengan setulus hati serta memimpin istrinya dan hamba – hambanya turut serta melayani Tuhan, keteladanan dalam keluarga dan masyarakat. Hal itu dapat kita lihat melalui kesaksian Alkitab bahwa Abraham selalu menyadari Tuhan adalah kekuatannya. Untuk itu ibadah kepada Tuhan adalah hal yang paling diutamakan di dalam kehidupannya (Kej. 13 : 18) ( Kej.18). Sikap hidup inilah merupakan kerinduan bagi setiap warga MAMRE GBKP. Saat ini HUT 29 tahun Mamre GBKP (26 Agustus 1995) tentunya begitu luar biasa program pelayanan yang berjalan dalam bersaksi, melayani dan berdiakoni (tri tugas gereja). Pencapaian pada keberhasilan membutuhkan waktu dan proses yang luar biasa Tuhan ijinkan.
II. Isi
- Kotbah Ayub 1:1-5
Nama Ayub atau Yob ("Yobe") berarti Permusuhan dalam bahasa Ibrani. Kepribadian Ayub sebagaimana dikisahkan di dalam Kitab Ayub adalah: pertama, ia adalah seorang yang yang saleh dan jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ayub dikatakan sebagai orang "yang terkaya dari semua orang di sebelah timur (Ayub 1:1-3). Kedua, ia adalah seorang yang tulus atau berintegritas. Ayub tetap setia kepada Allah dan melayani-Nya dengan ketulusannya tanpa pamrih. Kitab Ayub tergolong sebagai salah satu kitab hikmat dan syair dalam PL: "hikmat" karena membahas secara mendalam soal-soal universal yang penting dari umat manusia; "syair" karena hampir seluruh kitab ini berbentuk syair. Akan tetapi, semua syair ini berdasarkan seorang tokoh sejarah yang nyata (lih. Yeh 14:14,20) dan suatu peristiwa sejarah yang nyata (lih. Yak 5:11). Tempat terjadinya peristiwa dalam kitab ini ialah "tanah Us" (Ayub 1:1) yang kemudian menjadi wilayah Edom, terletak di bagian tenggara Laut Mati atau di sebelah utara Arabia (bd. Rat 4:21). Kitab Ayub adalah secara dramatis tentang seorang yang baik dimana ia kehilangan segalanya dan diuji dengan berbagai cobaan untuk menemukan Allah dalam penderitaannya. Ia tibatiba jatuh miskin, sakit dan dijauhi oleh masyarakatnya. Focus renungan kita terletak pada kebaikan yang di miliki oleh Ayub.
Ayub bersungguh-sungguh dan tulus dalam hidup nya: Ia menjauhi kejahatan. Bukan tanpa dosa, seperti yang diakuinya sendiri (Ayub 9:20) “ sekalipun aku benar, mulutku sendiri akan menyatakan aku tidak benar, sekalipun aku tidak bersalah, Ia akan menyatakan aku bersalah. Tetapi, dengan menghormati semua perintah Allah dan bertujuan untuk berperilaku sebaik mungkin, dia sungguh-sungguh seorang yang baik, dan tidak bertentangan dalam kesalehannya. Hatinya tulus dan matanya lurus. Ia makmur tetapi saleh. Kendati hal ini sukar dan langka, tetapi bukan tidak mungkin, bagi seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Bagi Allah hal ini bahkan mungkin, dan oleh anugerah-Nya cobaan kekayaan dunia bukan tidak dapat diatasi. Ia saleh, dan kesalehannya adalah teman bagi kekayaannya. Sebab kesalehan memiliki janji akan kehidupan yang sekarang. Ia kaya raya dan kekayaannya membuat kesalehannya berkilau, dan memberikan kepadanya banyak peluang lebih besar untuk berbuat baik karena kebaikan hatinya. Perbuatan salehnya adalah ucapan syukur kepada Allah atas kekayaannya.
Ayub adalah orangtua yang baik bagi anak-anaknya. Ketika anak-anak Ayub yang lelaki biasa mengadakan pesta di rumah mereka masing-masing secara bergiliran. Ketiga saudara perempuan mereka juga diundang untuk makan dan minum bersama-sama mereka. Setiap kali, apabila pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka. Keesokan harinya, pagi-pagi, Ayub mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka. Ayub berpikir: “Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati.” (ayat 5). Sebagai orang-tua beriman, Ayub sangat memperhatikan kesejahteraan rohani anak-anaknya. Ia memperhatikan kelakuan dan gaya hidup mereka, berdoa agar mereka terpelihara dari yang jahat dan mengalami berkat dan keselamatan Allah. Ayub menjadi contoh seorang ayah yang hatinya terarah kepada anak-anaknya dengan menyediakan waktu dan perhatian yang perlu agar mereka terhindar dari kehidupan yang berdosa. Kehidupan keluarga Ayub merupakan cerminan bagi keluarga kebanyakan yang hidup dalam kecukupan secara finansial (ayat 3-4). Terlepas dari kehidupan anak-anak Ayub, kita perlu belajar dari Ayub. Ayub peka terhadap segala kemungkinan yang dapat membawa anak-anaknya menjauh dari Tuhan.
- Ogen Matius 17:14-18
Seorang ayah akan berusaha melakukan apa pun yang terbaik demi kesembuhan anaknya yang sedang menderita karena sakit. Seorang ayah mendapatkan Yesus dan bersujud meminta kepada Yesus agar anaknya yang sedang sakit ayan dan menderita disembuhkan oleh Yesus. Ia juga menyatakan telah membawa anaknya kepada murid-muridNya tapi mereka tidak mampu menyembuhkannya. Setelah menegur murid-muridNya, Yesus menegur anak itu, lalu keluarlah setan daripadanya, sembuhlah ia. Menarik bahwa dari kisah ini seorang ayah yang mengasihi anaknya. Kasihnya terlihat dari usahanya untuk mendapatkan kesembuhan anaknya. Penderitaan yang dirasakan anak-anak pasti akan memengaruhi hati orangtuanya, sebab anak-anak adalah darah daging mereka sendiri. Kabar Yesus yang semakin cepat berkembang dikarenakan pengajaran dan mujizat yang IA lakukan, tentu menjadikan ayah tersebut berusaha mencari berita, dan berusaha keras menemui murid-murid. Akan tetapi, karena murid-murid tidak dapat menyembuhkan anaknya, ia berusaha menemui Yesus dan menyembahNya agar anaknya memperoleh kesembuhan. Hal ini dilakukannya, karena ia sungguh mengasihi anaknya dan merasakan kesakitan yang dirasakan anak itu – anaknya telah berulang kali masuk ke dalam api dan air karena penyakitnya itu. Melalui kisah seorang ayah tersebut, beberapa hal yang dapat diperhatikan bahwa: 1) kasih itu harus terlihat dari yang kita lakukan – bukan semu. 2) ayah yang berempati, merasakan sakit dan penderitaan anaknya, sehingga apapun dilakukannya untuk kesembuhan anaknya.
- Invicatio Amsal 23:24
Keberhasilan seorang ayah dalam mendidik akan nyata lewat sikap , karakter juga pencapaian anak. Anak-anak yang memiliki budi pekerti yang baik secara tidak langsung akan mendatangkan sukacita bagi orang tua. Orangtua pastinya bahagia dan bangga karena mengingat usaha dan proses yang tidak mudah dalam mendidik anak, juga bahagia dan bangga karena mereka tidak akan menjadi anak yang melupakan dan menghina orang tuanya bukan hanya itu saja nilai-nilai Luhur itu juga akan berdampak terhadap orang lain saja. Kiranya sebagai orang tua tidak hanya menuntut anak-anak untuk berjuang meraih sukses kehidupan tetapi juga mendorong mereka untuk hidup dekat dengan Tuhan dan berpegang pada kebenaran Tuhan. Mungkin anak kita bukanlah seorang yang pintar secara akademis namun FirmanNya membantu dalam memahami bakat dan karunia yang dimiliki. Mungkin anak kita bukanlah seorang yang hebat, namun FirmanNya menolong dalam memilih teman bergaul yang benar dan tepat. Mungkin anak kita bukanlah seorang yang mampu bekerja dengan gesit namun FirmanNya menolong untuk bekerja dengan penuh integritas. Menjadi suatu kebanggan bagi para orang tua jika Teladan yang mereka terapkan menjadikan anak-anaknya berguna bagi orang lain. Namun perlu diingat bahwa teladan tidak muncul dalam sekejap mata kecuali dengan mengajarkan Firman Tuhan kepada anak secara berulang-ulang.
III. Aplikasi
Tema minggu Mamre : Bapa Si Notoken Jabu, tentunya sebagai orang tua akan selalu mengharapkan dan berusaha yang terbaik untuk anak dan keluarganya. Dalam renungan minggu ini mendoakan keluarga bukan hanya berdoa saja sepanjang hidup untuk keluarga, namun sikap/perhatian serta teladan hiduplah yang sangat penting di tunjukan/aplikasikan oleh orang tua secara khusus seorang ayah kepada anaknya. Maraknya kenakalan remaja pada zaman ini menjadikan orangtua harus serba ekstra dalam mendidik anak, menjaga anak-anak dari lingkungan sekitar juga kebiasan-kebiasan pemakaian hp yang berlebihan (game, media sosial), berkata kasar atau tidak sopan dsg. Tentunya anak-anak adalah tanggung jawab orangtua.
Saat tuhan mengaruniakan anak dalam keluarga kita sebagai orangtua berharap anak-anak mereka berperilaku yang baik, melikiki budi pekerti. Dalam upaya mewujudkan harapan itu orangtua harus berusaha menjadi guru dan teladan yang baik mendorong anak-anak untuk hidup dekat dengan Tuhan karena Dia lah sumber segala yang baik di dalam dunia ini. Sedari lahir orangtua mengasuh, membesarkan, dan mendidik anak-anaknya. Dalam upaya mendidik anak agar berperilaku yang baik pasti ada tantangan yang akan kita hadapi misalnya pembagian waktu antara bekerja dan memperhatikan anak ada hal yang kita korbankan dalam dilema dan penuh pertimbangan. Pergaulan mereka ataupun pergaulan anak-anak di zaman milenial yang sudah berbeda sekali dengan zaman orang tuanya apapun tantangannya satu yang pasti bahwa tugas mendidik anak-anak adalah anugerah dari Tuhan maka Allahlah yang menopang dan memperlengkapi orangtua.
Setelah dewasa orangtua tetap berperan sebagai tempat menemukan nasihat yang baik bagi anak-anaknya. Bahkan ketika orangtua sudah tiada, anak-anak masih dapat menemukan teladan yang berguna dalam hidup mereka dari apa yang orangtua lakukan semasa mereka hidup. Hubungan baik antara orangtua dengan Tuhan pastinya akan mempengaruhi kualitas hidup seorang anak ia tidak hanya akan tekun bekerja tetapi juga berkarya dengan penuh kasih, berkomitmen, lemah lembut, sabar, jujur, pantang menyerah, setia, dan mampu menguasai diri Peran orangtua terhadap kesejahteraan anak-anak sifatnya sepanjang masa.
Saat ini HUT 29 tahun Mamre GBKP (26 Agustus 1995) tentunya begitu luar biasa program pelayanan yang berjalan dalam bersaksi, melayani dan berdiakoni (tri tugas gereja). Pencapaian pada keberhasilan membutuhkan waktu dan proses yang luar biasa Tuhan ijinkan. Mamre Erdiate, Mamre Erpemere masih berkumandang dalam gereja Tuhan untuk menyatakan karya nyata Allah akan dunia ini.
Det. Elis Anggelina Br Sembiring
GBKP Perminggun Sukatani Runggun Cikarang