• WhatsApp Image 2022 02 11 at 11.07.57

  • 20170204 143352
  • 1 peresmian rumah dinas surabaya
  • WhatsApp Image 2022 02 11 at 11.07.58
  • pencanangan tahun gereja bks dps
  • WhatsApp Image 2022 02 11 at 11.07.57 1
  • BPMK GBKP KLASIS BEKASI DENPASAR PERIODE 2020-2025
  • PERESMIAN RUMAH PKPW GBKP RUNGGUN SURABAYA

Jadwal Kegiatan

Kunjungan Moderamen GBKP ke GBKP Klasis Bekasi-Denpasar

Minggu 14 Mei 2017:

1. GBKP Runggun Bandung Pusat

2. GBKP Runggun Bandung Timur

3. GBKP Runggun Bandung Barat

4. GBKP Runggun Bekasi

5. GBKP Runggun Sitelusada

MINGGU 25 MEI 2025 KHOTBAH KELUARAN 15:22-27 (MINGGU ROGATE)

Invocatio :

Masmur 4:2

Ogen :

Matius 6:5-13 (Tunggal)

Kotbah :

Keluaren 15:22-27 (Tunggal)

Tema :

Berdoa dengan Sungguh-Sungguh

 

 

KATA PEMBUKA

Di tengah dunia yang penuh kebisingan, manusia merindukan ruang untuk diam, mendengar, dan didengar. Doa hadir sebagai jawaban atas kerinduan tersebut. Namun, sebuah pertanyaan klasik kerap muncul di benak banyak orang Kristen: Jika Allah Maha Mengetahui, mengapa kita masih perlu berdoa? Bukankah sebelum kita membuka mulut pun, Tuhan sudah tahu isi hati kita?

Pertanyaan ini tampaknya logis, tetapi sesungguhnya justru mengantar kita kepada inti terdalam dari doa itu sendiri. Doa bukanlah sekadar daftar permintaan yang disampaikan kepada Allah, melainkan ungkapan relasi antara manusia dan Penciptanya. Dalam doa, manusia tidak sedang menginformasikan sesuatu kepada Tuhan, tetapi menata kembali orientasi hidupnya kepada Sang Sumber Kehidupan.

Secara teologis, doa merupakan tindakan iman. Ia merupakan bentuk pengakuan akan keterbatasan dan ketergantungan manusia kepada Allah yang tidak terbatas. Melalui doa, orang percaya menyatakan kepercayaannya, penyerahannya, serta kerinduannya untuk hidup dalam kehendak Tuhan.

Dari sudut pandang psikologis, khususnya dalam psikologi relasi dan eksistensial, doa dapat dipahami sebagai ruang batiniah di mana manusia yang rapuh, lemah, dan terbatas menjumpai sumber kekuatan yang tak terbatas. Relasi antara yang membutuhkan dan Yang Dibutuhkan menjadi inti dinamika doa. Di satu sisi, manusia menyampaikan keinginannya, ketakutannya, bahkan kemarahannya; di sisi lain, Tuhan menyatakan diri-Nya sebagai Pribadi yang hadir, yang mendengar, dan yang membentuk. Di sinilah doa menjadi sebuah perjumpaan, bukan sekadar transmisi pesan.

ISI

Keluaran 15:22–27 (Kotbah)

Perikop ini menggambarkan sebuah fase penting dalam perjalanan iman bangsa Israel setelah peristiwa besar penyeberangan Laut Teberau. Mereka baru saja menyaksikan kuasa Allah yang dahsyat: bagaimana laut terbelah, bagaimana mereka melangkah di tanah kering, dan bagaimana musuh mereka ditenggelamkan. Mereka pun menyanyikan pujian kemenangan (Keluaran 15:1–21), menari, bersukacita, dan memuliakan Allah.

Namun hanya berselang tiga hari dari momen rohani yang agung itu, mereka masuk ke dalam padang gurun Syur—sebuah tempat yang sunyi, gersang, dan tanpa air. Harapan besar yang sebelumnya mereka miliki kini mulai mengering bersama panasnya gurun. Fisik mereka lelah, emosi mereka terkuras, dan secara spiritual mereka mulai goyah. Mereka haus, dan ketika akhirnya menemukan sumber air di Mara, air itu ternyata pahit dan tak dapat diminum. Dalam bahasa Ibrani, “Mara” memang berarti “pahit.”

Kekecewaan itu meledak dalam bentuk sungut-sungut. Bangsa Israel bersungut-sungut kepada Musa: “Apakah yang akan kami minum?” (ay. 24). Ini bukan hanya soal kehausan fisik, tapi mencerminkan kegagalan mereka dalam mempercayakan hidup kepada Tuhan. Mereka yang telah mengalami penyertaan Tuhan secara nyata, justru cepat lupa dan kembali mempertanyakan kasih dan kuasa-Nya. Di sinilah kita melihat ironi iman manusia—betapa mudahnya kita bersorak di hari kemenangan, namun seketika meragukan Tuhan di hari pencobaan.

Namun reaksi Musa sangat menarik untuk diperhatikan. Alih-alih membalas keluhan dengan kemarahan, atau mencari jalan keluar dengan kekuatan sendiri, Musa memilih untuk berseru kepada Tuhan. Inilah respons seorang pemimpin yang rohani—ia menjadikan doa sebagai langkah pertama, bukan pilihan terakhir. Musa tidak hanya menjadi juru bicara umat kepada Tuhan, tetapi juga menjadi teladan bagaimana iman sejati menanggapi krisis.

Tuhan merespons seruan Musa dengan cara yang tampak sederhana, namun sarat makna: Ia menunjukkan sepotong kayu, yang ketika dilemparkan ke dalam air, membuat air itu menjadi manis. Secara simbolis, tindakan ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak hanya mendengar, tetapi juga bertindak dengan cara-Nya sendiri. Ia tidak serta-merta menghilangkan tantangan, namun Ia menunjukkan tindakan konkret yang membawa solusi. Tuhan mendidik umat-Nya untuk tidak hanya mengandalkan mata jasmani, tetapi juga belajar melihat dengan mata iman.

Potongan kayu yang dilemparkan ke dalam air itu dapat ditafsirkan secara simbolis sebagai bentuk intervensi ilahi. Sebagaimana kayu itu mengubah pahit menjadi manis, kehadiran Tuhan di tengah masalah mampu mengubah kesulitan menjadi pelajaran, penderitaan menjadi pemulihan. Tidak sedikit teolog melihat dalam tindakan ini bayangan dari salib Kristus—di mana penderitaan terbesar yang pernah terjadi diubah menjadi jalan keselamatan dan pengharapan.

Namun perikop ini tidak berhenti pada mukjizat air manis. Tuhan lalu berbicara kepada umat-Nya dan memberi mereka ketetapan serta peraturan. Firman-Nya dalam ayat 26 adalah kunci dari seluruh narasi ini:

“Jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan apa yang benar di mata-Nya… maka Aku tidak akan menimpakan kepadamu penyakit yang Kutimpakan kepada orang Mesir…”

Pernyataan ini menjelaskan bahwa pemeliharaan Tuhan selalu terkait erat dengan ketaatan umat-Nya. Mukjizat bukan tujuan utama, melainkan sarana untuk membawa umat kembali kepada perintah-Nya. Tuhan sedang membentuk sebuah bangsa yang tidak hanya mengalami kuasa-Nya, tetapi juga hidup dalam relasi yang taat dan setia kepada-Nya.

Sebagai penutup perikop, Tuhan membawa mereka ke Elim, tempat yang sangat berbeda dari Mara. Di sana terdapat dua belas mata air dan tujuh puluh pohon kurma—suatu tempat yang melimpah dan sejuk. Perbedaan ini sangat kontras: dari pahitnya Mara ke kelimpahan Elim. Jumlah mata air dan pohon yang disebutkan bukan sekadar data geografis, melainkan lambang pemulihan dan komunitas: dua belas melambangkan suku-suku Israel, sedangkan tujuh puluh dapat menunjuk pada kepenuhan dan keseimbangan dalam komunitas.

Dengan demikian, kisah ini memperlihatkan perjalanan rohani dari keluhan menuju kelegaan, dari keputusasaan menuju pengharapan. Namun semuanya dimulai dari satu titik kunci: Musa berseru kepada Tuhan. Doa menjadi gerbang yang membuka jalan bagi perubahan.

Matius 6:5–13 (Ogen)

Yesus dalam bagian ini sedang mengajar murid-murid-Nya tentang bagaimana seharusnya mereka berdoa. Konteksnya adalah peringatan terhadap praktik keagamaan yang penuh kepura-puraan. Ia menyatakan bahwa orang-orang munafik senang berdoa di tempat-tempat yang mudah dilihat orang agar mendapat pujian. Doa seperti itu tidak berakar pada relasi dengan Tuhan, melainkan pada kebutuhan akan pengakuan sosial.

Yesus kemudian berkata, “Masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintumu, dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi.” Dalam budaya Yahudi, kamar tertutup adalah tempat paling privat dan jauh dari keramaian. Bukan berarti Yesus melarang doa di tempat umum, tetapi Ia menekankan pentingnya motivasi dan keintiman dalam doa.

Kata "kamar" (Yunani: tameion) dapat diartikan sebagai ruang penyimpanan atau gudang. Ini menunjukkan bahwa doa adalah harta tersembunyi yang sangat berharga. Berdoa di tempat tersembunyi berarti menghadirkan diri secara utuh di hadapan Tuhan, tanpa topeng dan tanpa ingin dilihat.

Yesus juga memperkenalkan Doa Bapa Kami, yang menjadi model doa Kristen sepanjang masa. Di dalamnya terdapat keseimbangan antara pengakuan akan kekudusan Tuhan (“dikuduskanlah nama-Mu”), kerinduan akan kerajaan-Nya (“datanglah kerajaan-Mu”), permintaan akan kebutuhan hidup (“berikanlah kami pada hari ini makanan kami”), dan kerendahan hati untuk memohon pengampunan serta perlindungan. Lewat ini, Yesus sedang meluruskan bahwa doa bukanlah monolog yang penuh repetisi tanpa makna, melainkan dialog relasional yang jujur, sederhana, dan penuh iman.

Mazmur 4:2 (Invocatio)

Ayat ini berbunyi: “Apabila aku berseru, jawablah aku, ya Allah yang membenarkan aku! Dalam kesesakan Engkau memberi kelegaan kepadaku; kasihanilah aku dan dengarkanlah doaku!”

Dalam bahasa Ibrani, bagian ini memuat kata kerja qará yang berarti “berseru,” menunjukkan intensitas dan urgensi dari permohonan Daud. Ini bukan doa yang formal atau kaku, melainkan jeritan hati yang sangat pribadi.

Mazmur ini lahir dari konteks penderitaan dan tekanan, namun di dalamnya terkandung keyakinan bahwa Tuhan adalah Allah yang mendengar, yang membenarkan, dan yang memberi kelegaan. Hal menarik lainnya adalah kata racham yang diterjemahkan sebagai “kasihanilah,” yang mengandung makna belas kasihan seperti kasih seorang ibu kepada anaknya. Ini menampilkan wajah Tuhan yang penuh kelembutan.

Mazmur 4:2 memperlihatkan bahwa doa bukan hanya ungkapan teologis, tetapi ekspresi emosional yang sangat manusiawi. Di dalamnya, kita tidak hanya berbicara tentang Tuhan, tetapi berjumpa dengan Tuhan—dalam kesesakan, dalam tangis, dalam pengharapan.

PENUTUP

Dari ketiga bagian firman Tuhan ini, kita melihat benang merah yang sama: doa yang sejati bukan sekadar rutinitas rohani, melainkan perjumpaan yang hidup antara manusia dan Allah. Dalam Keluaran, doa lahir dari kebutuhan dan dijawab dengan kasih. Dalam Matius, Yesus mengajarkan kemurnian hati dalam doa. Dalam Mazmur, doa muncul sebagai jeritan jiwa yang mencari kelegaan.

Tiga hal yang dapat kita pelajari:

  1. Doa adalah relasi, bukan sekadar rutinitas. Kita berdoa bukan untuk menyampaikan informasi kepada Tuhan, melainkan untuk menyatukan hati kita dengan-Nya.
  2. Doa membentuk hati kita, bukan hanya mengubah keadaan. Dalam proses doa, Tuhan seringkali tidak langsung mengubah situasi, tetapi Ia mengubah cara kita melihat dan menghadapi situasi itu.
  3. Doa mengundang kejujuran dan kesungguhan. Dalam doa yang tersembunyi, kita diajak untuk tampil apa adanya di hadapan Tuhan, tanpa kepura-puraan dan tanpa ingin dikagumi.

Sebab terkadang, doa bukan untuk mengubah ketetapan Tuhan,
tetapi doa adalah cara untuk menguatkan kita menerima ketetapan Tuhan dalam kehidupan kita. SELAMAT BERDOA.

MINGGU 11 MEI 2025, KHOTBAH MAZMUR 20:1-9 (MINGGU JUBILATE)

INVOCATIO  :

Yosua 6:16 Lalu pada ketujuh kalinya, ketika para imam meniup sangkakala, berkatalah Yosua kepada bangsa itu: "Bersoraklah, sebab TUHAN telah menyerahkan kota e  ini kepadamu!

OGEN :

Pilipi 4 : 6 - 7

KHOTBAH  :

Masmur 20 : 1 - 9

T E M A :

Ersurak Perbahan Riahna ( Bersorak-Sorai dalam/penuh sukacita)

 

 

1. Pendahuluan

Jubeliate" berasal dari kata Latin jubilate, yang berarti "bersorak-sorak" atau "bersukacita". Tema utama dari Minggu Jubeliate adalah sukacita dan pujian. Dalam tradisi gereja, minggu ini menggambarkan suka cita yang mendalam atas kemenangan Kristus atas maut, dan pemulihan hubungan antara Allah dan umat-Nya yang terwujud melalui kebangkitan-Nya. Pada minggu ini, gereja diajak untuk merayakan kebangkitan Kristus dengan penuh sukacita, sebagaimana tertulis dalam Mazmur 66:1-2, yang sering dipakai sebagai bacaan pada minggu ini: "Bersorak-sorailah bagi Allah, hai seluruh bumi! Bermazmurlah bagi nama-Nya, muliakanlah Dia!" Minggu ini mengingatkan kita akan harapan yang diberikan oleh kebangkitan Kristus dan mengajak kita untuk bersukacita dalam anugerah keselamatan yang telah diberikan kepada kita.

2. Pendalaman Teks khotbah : Masmur 20: 1- 9

Ayat 1-5: Doa untuk kemenangan raja

"Kiranya TUHAN menjawab engkau pada waktu kesesakan, kiranya nama Allah Yakub melindungi engkau!" (Ayat 1)

Ayat-ayat pertama merupakan permohonan kepada Tuhan agar memberikan pertolongan saat dalam kesulitan atau peperangan. Masmur ini digunakan dalam ibadah sebelum raja dan tentara Israel maju berperang. Umat berdoa memohon kemenangan bagi raja yang di urapi Tuhan.

Kata menjawab, (anah) artinya menanggapi sering dipakai dalam konteks Tuhan yang mendengarkan dan merespon doa atau permohonan umatNya khususnya dalam masa-masa Sulit.

Kata melindungi (sagar) artinya meenjaga atau menutup dengan tujuan memberikan perlindungan atau keselamatan, ini adalah gambaran Tuhan yang menjaga umatNya dan memastikan mereka terlindungi dari bahaya atau musuh yang mengancam. "Nama Allah Yakub" merujuk pada Tuhan yang telah menyertai bangsa Israel sejak zaman nenek moyang mereka, yaitu Yakub (atau Israel). Ini menunjukkan bahwa Tuhan adalah Allah yang setia dan selalu menyertai umat-Nya dalam setiap situasi.

"Kiranya Ia mengirimkan pertolongan dari tempat kudus dan mendukung engkau dari Sion!" (Ayat 2)

Kata Ibrani yang digunakan untuk "mendukung" adalah "סָעַד" (sa'ad).

Kata סָעַד (sa'ad) berarti "mendukung," "menguatkan," atau "menopang." Kata ini menggambarkan tindakan Tuhan yang memberikan kekuatan dan stabilitas kepada seseorang, khususnya dalam menghadapi kesulitan atau tantangan besar, seperti dalam konteks peperangan yang dibicarakan dalam Mazmur ini.kata sa'ad mengungkapkan harapan bahwa Tuhan akan memberikan dukungan dan kekuatan kepada raja dan umat-Nya, memastikan mereka tetap tegak dan tidak terjatuh dalam kesulitan.

"Kiranya Ia mengingat segala korban sembelihanmu, dan menyukai persembahanmu yang membakar!" (Ayat 3)

Pada zaman itu, korban sembelihan adalah bentuk ibadah dan pengorbanan kepada Tuhan. Doa ini mengungkapkan harapan agar Tuhan menerima dan menghargai persembahan mereka sebagai tanda kesetiaan, ketulusan dan ketaatan umat Israel kepada-Nya.

Mengingat - זָכַר (zakar) Kata zakar berarti "mengingat" atau "mengenang." Dalam konteks ini, kata tersebut mengacu pada tindakan Tuhan yang mengingat atau memperhatikan persembahan dan korban yang diberikan oleh umat-Nya. Hal ini mencerminkan kesetiaan dan perhatian Tuhan terhadap pengorbanan umat-Nya sebagai bentuk ibadah dan ketaatan kepada-Nya. Menyukai - רָצָה (ratzah)

Kata ratzah berarti "menyukai," "menerima dengan sukacita," atau "menyenangi." Dalam Mazmur 20:3, kata ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak hanya mengingat persembahan umat-Nya, tetapi juga menerima dan menghargainya dengan penuh sukacita. Ini mencerminkan bahwa Tuhan merasa senang dengan pengorbanan dan ibadah umat yang tulus.

Jadi, dalam konteks Mazmur 20:3, kedua kata ini mengungkapkan bahwa Tuhan akan memperhatikan dan menerima dengan senang hati persembahan umat-Nya, serta menghargai pengorbanan mereka sebagai bentuk ketaatan dan ibadah yang sah.

"Kiranya Ia memberi kepadamu apa yang diinginkan hatimu, dan menjadikan segala rencanamu berhasil!" (Ayat 4)

Ini adalah permohonan agar Tuhan mengabulkan keinginan hati umat-Nya dan membuat segala usaha mereka berhasil, khususnya dalam peperangan yang akan mereka hadapi. Ini adalah permohonan yang penuh harapan dan keyakinan akan pertolongan Tuhan.

"Kami akan bersorak-sorai karena kemenanganmu, dan akan mengangkat panji-panji demi nama Allah kita; kiranya TUHAN memenuhi segala permintaanmu!" (Ayat 5)

Ayat ini menunjukkan bahwa umat Israel bersyukur dan berharap kemenangan di dalam Tuhan. Mereka bersorak-sorai dan mengangkat panji-panji sebagai tanda kemenangan, dan mereka berharap Tuhan akan mengabulkan permohonan mereka.

Mazmur ini juga menunjukkan keyakinan bahwa Tuhan mendukung raja yang diurapi-Nya dan bahwa umat Israel harus tetap bergantung pada kekuatan dan bantuan Tuhan, bukan pada kekuatan manusiawi.

Ini menekankan bahwa kemenangan bukan bergantung kepada kekuatan manusia, tetapi kepada Tuhan yang berdaulat.

Israel berperang melawan musuh dari bangsa-bangsa sekitarnya, kita sekarang ini mempunyai perperangan yaitu peperangan rohani kita yang percaya kepada Kristus. Kini kita bergumul melawan kekuatan-kekuatan jahat yang sekalipun tidak tampak tetapi sangat nyata, dan kita merindukan kemenangan atas dan pembebasan dari Iblis dan kuasa-kuasa setan. Dalam perperangan kita mari senantiasa bergantung kepada pertolongan Tuhan, dan senantiasa yakin bahwa Tuhan tetap setia dan bersedia menjawab dan melindungi kita

Ayat 6-8: Keyakinan akan pertolongan Tuhan

"Sekarang aku tahu, bahwa TUHAN menyelamatkan orang yang diurapi-Nya; Ia akan menjawab dia dari tempat kudus-Nya yang mulia dengan kemenangan yang diberikannya dari tangan kanan-Nya." (Ayat 6)

Ayat ini menyatakan keyakinan bahwa Tuhan pasti akan menyelamatkan raja yang diurapi-Nya. "Tangan kanan-Nya" יָמִין (yamin). secara harfiah berarti "kanan" atau "sisi kanan." Dalam budaya Ibrani, "tangan kanan" sering kali digunakan sebagai simbol kekuatan, otoritas, dan kuasa yang tak tertandingi. Tangan kanan dipandang sebagai tangan yang lebih dominan, lebih kuat, dan lebih berkuasa dibandingkan tangan kiri. Oleh karena itu, "tangan kanan-Nya" mengacu pada kuasa Tuhan yang diberikan untuk menyelamatkan, mengalahkan musuh, dan memberikan kemenangan.

Secara teologis, penggunaan "tangan kanan-Nya" menunjukkan bahwa kemenangan atau keselamatan yang datang kepada umat-Nya adalah hasil dari kuasa dan otoritas Tuhan yang tidak terbantahkan. Ini menggambarkan keyakinan bahwa Tuhan adalah sumber kekuatan yang paling besar, yang memberikan pertolongan dengan kekuatan-Nya yang luar biasa.

"Beberapa orang mengandalkan kereta, beberapa orang mengandalkan kuda, tetapi kami mengandalkan nama TUHAN, Allah kita." (Ayat 7)

Ini adalah pernyataan iman yang kuat. Kata Mengandalkan חָסַה (hasah) berarti "berlindung," "mengandalkan," atau "bergantung pada." Dalam konteks ini, kata ini mengungkapkan keyakinan bahwa umat Israel tidak bergantung pada kekuatan militer atau sumber daya manusia (seperti kereta perang atau kuda), tetapi sepenuhnya mengandalkan Tuhan sebagai sumber kekuatan dan pertolongan mereka.

Menggunakan kata hasah menunjukkan sikap iman dan ketergantungan sepenuhnya kepada Tuhan, yang lebih kuat dan lebih dapat diandalkan daripada apapun yang bersifat duniawi. Ini adalah pengakuan bahwa keselamatan dan kemenangan sejati hanya datang dari Tuhan, bukan dari kekuatan manusia.

"Mereka rebah dan jatuh, tetapi kita bangun dan tetap tegak." (Ayat 8)

Ayat ini menunjukkan perbedaan antara mereka yang mengandalkan kekuatan manusia dan mereka yang mengandalkan Tuhan. Mereka yang bergantung pada kekuatan manusia akan jatuh, sementara mereka yang bergantung pada Tuhan akan tetap tegak dan memperoleh kemenangan.

Ayat 9: Doa penutup

"TUHAN, selamatkanlah raja! Jawablah kami apabila kami berseru kepada-Mu!" (Ayat 9)

Mazmur ini ditutup dengan doa agar Tuhan memberikan keselamatan kepada raja Israel. Doa ini adalah permohonan yang tulus agar Tuhan mendengarkan seruan umat-Nya dan memberikan pertolongan yang mereka butuhkan dalam peperangan.

Ogen : Pilipi 4:6-7

Pilipi 4 : 6 – 7 adalah nasihat penting dari Rasul Paulus tentang bagaimana mengatasi kekuatiran dan untuk memperoleh damai sejahtera. Juga menegaskan bahwa iman dan doa adalah kunci untuk mengalahkan kecemasan/kekuatiran dan mengalami damai sejahtera Allah.

Invocation : Yosua 6:16 menceritakan saat Yosua memerintahkan bangsa Israel untuk bersorak setelah imam-imam meniup sangkakala untuk ketujuh kalinya, karena TUHAN telah menyerahkan kota Yerikho kepada mereka. Perintah untuk bersorak ini merupakan pengakuan bahwa Allah akan memberikan Israel apa yang dijanjikan-Nya, yaitu penaklukan kota itu. Tembok kota Yerikho runtuh karena tindakan Allah yang langsung, bukan karena kekuatan manusia. Kota Yerikho dapat direbut karena ketaatan Israel kepada firman Allah dan iman mereka akan kuasa-Nya yang ajaib. 

3. Aplikasi :

1. Mengandalkan Tuhan dalam Segala Keadaan: penting mengandalkan Tuhan sebagai sumber kekuatan utama kita. Seringkali, kita tergoda untuk mengandalkan kekuatan atau sumber daya manusia (misalnya, uang, koneksi, atau keterampilan) saat menghadapi masalah. Namun, Mazmur ini mengingatkan kita untuk tetap mengandalkan Tuhan, karena hanya Dia yang dapat memberi kemenangan sejati.

2. Berdoa dengan Keyakinan dan Syukur Doa yang penuh keyakinan menunjukkan bahwa kita percaya Tuhan akan mengabulkan permohonan kita sesuai dengan kehendak-Nya, dan syukur menunjukkan sikap hati yang penuh iman dan penerimaan terhadap rencana Tuhan.

3. Jangan Takut Menghadapi Tantangan meskipun hidup penuh dengan tantangan dan kesulitan, kita tidak perlu takut atau menyerah. Tuhan memberikan kekuatan untuk tetap berdiri teguh meski kita mungkin mengalami kegagalan atau kesulitan. Kita dipanggil untuk terus maju dengan iman, karena Tuhan akan menopang kita dalam perjalanan hidup ini.

4. Bersyukur dan Menghargai Penyertaan Tuhan Meskipun hidup penuh dengan tantangan, kita tetap dipanggil untuk bersyukur atas segala yang telah diberikan Tuhan. erta memiliki keyakinan bahwa Tuhan akan selalu memberikan pertolongan-Nya dalam perjuangan hidup Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita, dan Dia akan memberi kita kekuatan dan pertolongan yang kita perlukan dalam setiap langkah hidup. Oleh karena itu bersorak-sorailah dengan penuh sukacita.

Amin.

Pdt. Maslan sitepu, M.Th-Runggun Bandung Barat

MINGGU 04 MEI 2025, KHOTBAH 2 KORINTUS 12:7-10

Invocatio :

Kamu yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umatNya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan (1 Pet. 2:10)

Ogen  :

Hosea 11:1-4 (Tunggal)

Khotbah :

2 Korintus 12:7-10 (Tunggal)

Tema :

Cukup Kap Lias Ate Tuhan/ Cukuplah Kasih Karunia Tuhan.

 

I. Pengantar

Cukuplah kasih karunia Tuhan bagi kita ini merupakan sesuatu kalimat yang sedikit sulit kita pahami karena karakter manusia yang selalu merasa kurang dan tidak pernah merasa cukup. Minggu Misericordias Domini (latin) yang berarti “ Kasih Setia Tuhan” nama ini diambil dari Mazmur 33:5 dalam terjemahan latin Vulgata : Misericordias Domini plena est terra (Bumi penuh dengan kasih setia Tuhan). Minggu ini membawa kita melihat bahwa Yesus adalah gembala yang baik yang menggambarkan kasih dan pemeliharaanNya bagi umatNya.

II. Isi

Dalam 2 Kor. 12 Paulus menceritakan pengalamannya menerima penglihatan yang luar biasa dari Tuhan. Paulus menyadari bahwa pengalaman rohani yang dialaminya dapat membuat dia menjadi sombong, sehingga dalam bacaan ini Paulus menceritakan dirinya dengan apa yang dirasakan dan dialaminya.

Ay. 7 “Dan supaya aku jangan meninggikan diri, maka aku diberi suatu duri dalam daging, seorang utusan iblis menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri” Paulus menyadari bahwa dia adalah seorang manusia biasa yang mungkin juga masih memiliki ketinggian hati terkait dengan apa yang dialaminya. Tetapi dengan cepat Paulus menyadarinya atas ketinggian hati itu sehingga ia berkata supaya aku jangan meninggikan diri. Untuk mengatasi ketinggian hati ini maka Paulus menyadari ada duri dalam daging yang merujuk pada penderitaan secara fisik dan tantangan yang dialami oleh Paulus dalam perjalanannya ( 2 Kor. 11: 23-27, masuk dalam penjara, disesah orang yahudi, didera, dilempari dengan batu, dipukuli, karam kapal, diancam banjir, bahaya penyamun, dll). Ini dipahami sebagai duri dalam daging yang menyiksa diri Paulus dalam pemberitaan Injil tetapi Paulus tetap mampu berpikir positif bahwa apa yang dialaminya, meskipun ia tau duri itu dari sijahat tapi ia percaya itu terjadi atas seijin Tuhan seperti kisah ayub.

Ay. 8 “ Tiga kali berseru kepada Tuhan”. Dalam kesulitan yang dialami Paulus meskipun Paulus tetap bertahan bukan berarti Paulus tidak mengeluh kepada Tuhan, bahkan ia berdoa supaya utusan iblis itu undur daripadanya, ia berseru sebanyak tiga kali yang dimana angka tiga ini melambangkan kesungguhan ketekunan dalam berdoa. Paulus memohon dengan sangat kepada Tuhan untuk mengangkat duri ini tetapi Tuhan memiliki rencana yang lebih besar di balik penderitaannya.

Ay. 9 “ cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna”. Inilah jawaban Tuhan terhadap doa permohonan Paulus. Rencana Tuhan yang tak terselami dalam kehidupan Paulus, bahwa ternyata apapun yang terjadi dalam diri Paulus itu tidak terlepas dari rancangan Tuhan. Barangkali duri atau penderitaan yang dialami Paulus bertujuan supaya Paulus jangan meninggikan diri dan mengandalkan kekuatannya sendiri dalam melakukan misi Allah. Tetapi justru dalam kesulitan itu Paulus terus berseru kepada Tuhan untuk memampukan dia, mendengar suara Tuhan terkait apa yang harus dilakukannya. Karena mungkin jika tidak demikian Paulus melakukan apa yang menurutnya benar bukan apa yang Tuhan suruh untuk ia lakukan. Dan itu semuanya menyatakan bahwa bukan Paulus sendiri yang melakukan pekerjaan itu tetapi Kuasa Tuhan yang memakai Paulus sebagai alatNya.

Ay. 10 “ aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, kesukaran, penganiayaan, dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat”. Setelah Paulus memahami rencana Tuhan dalam hidupnya barulah ia bersukacita. Dan Paulus sudah menerima dan merasa cukup atas kasih karunia Tuhan dalam hidupnya sehingga ia berkata aku senang dan rela dalam kelemahan. Ungkapan sikap hati Paulus yang menerima dengan sukacita segala penderitaan yang dialaminya demi kristus. Karena Paulus tahu bahwa penderitaan itu bukan dari dunia itu sendiri tetapi dari hak otoritas Allah melalui penderitaan duniawi. Sehingga Paulus justru senang karena penderitaannya memiliki tujuan dalam rencana Allah. Paulus menyadari bahwa justru dalam kelemahannya, kuasa Tuhan menjadi nyata, saat ia tidak mampu, Tuhanlah yang menjadi sumber kekuatannya. Penderitaan bukanlah fokus utama Paulus melainkan Kristus. Karena itu, ia dapat bersukacita meskipun menghadapi kesulitan, sebab ia tahu bahwa semuanya itu untuk kemuliaan Tuhan.

Bahan Ogen kita dalam Hosea 11: 1-4 memiliki benang merah yang kuat tentang kasih dan kuasa Allah yang bekerja dalam kelemahan manusia. Kasih Allah terhadap bangsa Israel tak tergoyahkan meskipun mereka sering tidak setia. Allah seperti orangtua yang penuh kasih, terus-menerus memanggil dan memulihkan umatNya. Ayat 4 menggambarkan Allah sebagai sosok yang menarik mereka dengan “tali kesetiaan’ dan ‘ikatan kasih”. Ini menunjukkan bahwa Allah tidak pernah menyerah pada umatNya, tetapi terus berusaha untuk memulihkan hubungan dengan mereka.

Kasih karunia dalam kelemahan kedua bagian ini menunjukkan bahwa Allah bekerja melalui kelemahan. Di Hosea Allah menunjukkan kasihNya kepada Israel yang lemah dan tidak setia. Di 2korintus Allah menunjukkan kuasaNya melalui kelemahan Paulus. Dengan demikian kedua bagian ini mengajarkan kita bahwa kelemahan bukanlah penghalang bagi pekerjaan Allah. Sebaliknya, kelemahan dapat menjadi tempat dimana kasih dan kuasa Allah paling jelas terlihat.

III. Refleksi /Aplikasi

Dalam kehidupan Kristen sering sekali mendapat tantangan dan penderitaan. Bahkan statement jemaat sering berkata “ semakin dekat kepada Tuhan semakin banyak pergumulan”. Dengan statement ini banyak juga jemaat lain yang ragu untuk dekat kepada Tuhan karena tidak siap dengan penderitaan. Bahkan pernah ada jemaat berkata “ semenjak aku bertekad aktif gereja dan mau menjadi pengurus pjj semakin banyak pergumulanku, sehingga aku jadi takut untuk aktif”. Ini menggambarkan bahwa ternyata banyak diantara kita yang belum mengerti dan menerima kasih karunia Tuhan. Cukuplah kasih karunia Tuhan dalam hidup kita, Tuhan tau porsi-porsi hidup kita dan Tuhan yang mengatur fase-fase atau musim dalam kehidupan kita. kehidupan Paulus menjadi pola dalam hidup kita. Paulus yang juga awalnya mengeluh, menderita dengan pencobaan yang ia alami sebagai pelayan Tuhan tetapi setelah ia “tahu” bahwa itu bagian rencana Allah dan kasih karunia Allah yang cukup itu pula menaungi dia maka ia bersukacita dan rela dalam penderitaan. Hal ini juga terjadi dalam kehidupan kita ketika kita “belum tahu’ dan “menerima secara pribadi” kasih karunia Tuhan maka kita merasa Tuhan itu jahat, tidak adil dan kejam karena kita menganggap bahwa penderitaan itu adalah “hukuman” yang sering kita kaitkan dengan dosa kita.

Tapi Firman Tuhan berkata “ Cukuplah kasih karuniaKu bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna” ternyata Tuhan memberikan pencobaan itu untuk kita menyadari bahwa kita adalah orang yang lemah dan dalam kelemahan itu kita bergantung kepada Tuhan. Karena “orang yang kuat adalah orang yang lemah dihadapan Tuhan”. Sebenarnya Kasih Allah itu sudah cukup bagi kita, tapi karena “ketidaktauan kita” maka kita sering mencari kasih Allah mencari berkatnya yang padahal sudah Tuhan berikan. Oleh karena itu yang kita perlukan adalah mengakses kasih karunia yang maha cukup ini melalui iman kita kepada Yesus Kristus.

Pada umumnya semua orang tidak mau menjadi lemah, karena lemah itu dianggap suatu ketidakmampuan, diremehkan, direndahkan dan dikalahkan. Sehingga semua orang ingin menjadi kuat. Kuat secara fisik/tenaga, kuat secara finansial, kuat secara kedudukan dan kuasa, sehingga dengan memiliki kekuatan ini semuanya kita menjadi senang dan menang. Tetapi perenungan kita hari ini menyadarkan kita bahwa kelemahan didalam Tuhan itulah kemenangan yang sesungguhnya. Jadi sebagai jemaat Kristen tidak ada lagi menghindar dari pekerjaan Allah dengan dalih takut akan penderitaan tapi jadilah seperti Paulus yang bersukacita dan rela dalam kelemahan karena di dalam kelemahan oleh Kristus kita menjadi kuat.

IV. Penutup

Di sebuah desa kecil, ada seorang ibu yang bernama Ibu maria, suaminya meninggal 10 tahun lalu dan mereka tidak memiliki anak. Kehidupan sehari-harinya ia hanya pergi kepasar menjual sayur dari kebunnya menggunakan sepeda tuanya dan ia sangat aktif dalam kegiatan gereja. Hari minggu pagi ketika ia mau pergi beribadah dengan sepeda tuanya, rantainya terputus ditengah jalan, ia duduk termenung dan berdoa kepada Tuhan. Tidak lama datang seorang anak muda yang bernama Samuel sudah lama tidak datang ke gereja, dia menghampiri ibu Maria dan membetulkan rantai sepeda yang rusak. Sambil bekerja Samuel bertanya kepada ibu maria pergi kemana. Ibu Maria menjawab mau kegereja. Dengan spontan Samuel berkata ‘ngapain ibu ke gereja kalau kondisi ibu juga begini, lebih baik ibu dirumah tenang istirahat tidak kena panas, dan uang tidak habis. Setelah mendengar kalimat Samuel ibu Maria berkata “ Cukuplah kasih karunia Tuhan bagiku” maka aku bersukacita dan menyembah Tuhan. Dengan kesehatan dan hidup yang kumiliki sekarang aku sangat bersyukur karena aku telah menerima kasih karunia Tuhan, jadi pergi ke gereja dengan sepeda tua dan terik matahari tidak masalah bagiku karena Tuhan mengasihiku. Seketika Samuel malu dengan dirinya sendiri yang dengan kehidupan mewahnya tapi ia tidak merasakan kasih karunia Tuhan dalam hidupnya.

Sering sekali ini yang kita alami dalam hidup kita, kita tidak menyadari bahwa kasih Tuhan telah kita terima, kita selalu merasa kurang dan tidak puas dan berontak akan situasi hidup kita padahal apa yang kita miliki saat ini, itu cukup bagi kita oleh kasih karunia Tuhan. Mari merenungkan, menerima kasih Tuhan dalam hidup kita. soli deo Gloria.

Vik. Amikha Rehulina Br Tarigan, S.Th.

Runggun Cibubur- POS PI Jonggol MPH3

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD