MINGGU 24 JANUARI 2024, 1 KORINTUS 7:17-24

Invocatio :

“Tapi Sekalak -sekalak kita arus mperdiateken temanta manusia janah ngukuri kai si mereken kiniulin man bana gelah aku bage erteguhna kinitekenna” (Roma 15:2)

Ogen   :

Mazmur 132:13-18 (Responsoria)

Tema :

Nggeluhken Geluh Bagi Itentuken Tuhan / Menjalani Hidup Sesuai Dengan Kehendak Tuhan

 

Pengantar

Setiap orang beriman mendapatkan panggilannya sendiri. Tidak ada panggilan yang sama sekalipun yang memanggil adalah sama : Tuhan. Abram dipanggil oleh Tuhan untuk menjadi umat pilihan-Nya. Dari keturunan-Nya Tuhan akan menghadirkan berkat, dan mereka sendiri juga diberkati Tuhan. Kepada Abram diberikan tanah Kanaan untuk Abram dan keturunannya tinggal dan berkarya. Setiap kita juga dipanggil untuk pekerjaan Tuhan. Masing-masing sesuai talenta dan bidangnya. Paulus mengajak kita untuk menghayati panggilan kita sebagai orang percaya bahwa panggilan kita bukan karena keinginan kita. Panggilan kita oleh karena Tuhan sudah membebaskan kita yang tadinya adalah hamba dosa. Kita dibeli dan telah dilunaskan. Sebab seorang hamba yang dipanggil oleh Tuhan dalam pelayanan-Nya, adalah orang bebas, milik Tuhan. Demikian pula orang bebas yang dipanggil Kristus, adalah hamba-Nya. Kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar. Karena itu janganlah kamu menjadi hamba manusia. 

ISI 1 Korintus 7: 14-24

Surat 1 Korintus ditulis oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus, sebuah kota yang terkenal dengan keragaman budaya dan masalah sosial yang kompleks. Problem utama yang dihadapi jemaat Korintus adalah konsep spiritualitas yang salah. Mereka berpikir bahwa hubungan antara suami-istri dapat merusak spiritualitas (ay. 1b), karena itu mereka berusaha saling menjauhi (ay. 2-5), bahkan mengupayakan perceraian (ay. 10-16). Dengan kata lain mereka berusaha mengadakan perubahan status sosial untuk kepentingan spiritual. Mereka menganggap bahwa perubahan status sosial akan berdampak pada keadaan spiritual mereka. Untuk meresponi kesalahpahaman ini Paulus di ayat 17-24 menegaskan bahwa mereka tidak perlu mengupayakan perubahan status. Tiga kali dalam bagian ini ia menasehati agar mereka tetap berada dalam keadaan seperti pada waktu mereka dipanggil (ay. 17, 20, 24). Ia bahkan secara eksplisit menerapkan prinsip ini dalam konteks perkawinan (ay. 26-27). Pengulangan ini sekaligus menjadi inti, bukan hanya untuk ayat 17-24, tetapi seluruh pasal 7. Jemaat Korintus tidak perlu mengupayakan perubahan status dengan harapan bahwa perubahan itu akan mempengaruhi spiritual mereka. Nasehat ini tidak berarti bahwa Paulus melarang semua bentuk perubahan status sosial. Sebelumnya di ayat 9 ia tidak melarang para duda dan janda untuk kawin lagi. Di ayat 21 ia mengizinkan para budak yang mendapat kesempatan menjadi orang bebas untuk menggunakan kesempatan itu. Di ayat 28 ia mengizinkan perkawinan, walaupun ia tetap menganggap hal itu bukan pilihan yang terbaik. Selanjutnya ia mengambil contoh status sosial yang berkaitan dengan etnis. Orang Yahudi tidak perlu mengubah keadaan dirinya yang bersunat, begitu pula orang non-Yahudi tidak perlu menyunatkan diri mereka (ay. 18). Yang dilarang Paulus bukanlah perubahan status sosial itu sendiri, tetapi motivasi di baliknya yang didasarkan pada konsep spiritualitas yang salah.

Bagian selanjutnya dari ayat 17 dimulai dengan kata “sebagaimana kepada tiap-tiap orang Tuhan sudah menentukan” (LAI:TB memilih untuk meletakkan kata perintah “hendaklah tiap-tiap orang hidup” di bagian depan). Peletakan ungkapan “kepada tiap-tiap orang” (ēkastō) di bagian awal kalimat menyiratkan penekanan. Paulus ingin menegaskan bahwa setiap individu adalah unik di mata Tuhan, terlepas dari apa pun status sosial mereka. Paulus sebelumnya pernah menyinggung kaitan antara panggilan Allah dan status sosial jemaat. Allah tetap berkenan memanggil mereka ke dalam pertobatan, terlepas dari etnis mereka (1:24) maupun derajad sosial mereka (1:26). Makna seperti inilah yang ada dalam pikiran Paulus ketika ia menggunakan frase “Allah memanggil” di pasal 7. Melalui frase ini ia ingin mengingatkan jemaat untuk tetap hidup seperti pada waktu mereka dipanggil dalam pertobatan oleh Allah. Panggilan itu menunjukkan bahwa relasi dengan Allah tidak dibatasi oleh status sosial apa pun. Penggunaan tense perfect untuk kata “memanggil” (keklēsen) dalam konteks ini menyiratkan bahwa tindakan tersebut dilakukan di masa lampau tetapi akibatnya masih ada sampai sekarang. Pertobatan harus membawa perubahan tertentu (6:11) yang permanen, tetapi perubahan itu tidak mencakup perubahan status sosial. Karakter kitalah yang perlu diubah supaya lebih berkenan di hadapan Tuhan, bukan status sosial kita. Di ayat 18 dan 19   Paulus lebih lanjut memberikan contoh praktis dari prinsip yang sudah ia ajarkan di ayat 17 dimana ia mengambil contoh tentang sunat. Pada waktu itu orang-orang non-Yahudi memandang sunat sebagai tindakan yang tidak beradab. Di sisi lain, orang-orang non-Yahudi juga mungkin ingin menyunatkan diri mereka, walaupun hal itu secara sosial/kultural membuat mereka dipandang rendah. Ketika Paulus mengatakan “sunat tidak penting” (ay. 19a), Maksud Paulus di sini adalah dalam konteks relasi dengan Allah. Baik orang bersunat maupun tidak bersunat adalah sama-sama orang berdosa (Rm. 3:9-20) dan diselamatkan dengan cara yang sama (Rm. 3:21-23). Jika Allah berkenan memanggil orang Yahudi dan Yunani, maka hal itu berarti bahwa sunat atau tidak bersunat bukanlah hal yang menentukan dalam kerohanian. Yang paling penting adalah menaati hukum-hukum Allah (ay. 19b) yaitu kehendak Allah yang harus dilakukan oleh orang percaya.

OGEN : Mazmur 132: 13-18

Pemazmur mengajak pembaca melihat Daud yang mengutamakan Tuhan di atas segalanya. Ayat 3-5 tentang Daud bernazar kepada Tuhan agar Tabut Tuhan mendapat tempat yang layak. Hal ini bisa mengacu pada 2 hal: (1) Usaha Daud untuk memindahkan Tabut Tuhan dari Kiryat-Yearim ke Yerusalem. Ada kendala dalam perjalanan memindahkan Tabut Tuhan, tapi pada akhirnya ia berhasil memindahkan Tabut Tuhan ke Yerusalem. (2) Usaha Daud membangun Bait Allah bagi Tuhan, tetapi Tuhan tidak mengizinkan Daud untuk membuat Bait Allah, melainkan tugas itu dipercayakan kepada anaknya Salomo. Meskipun Tuhan tidak mengizinkan Daud membangun Bait Allah, Daud mempersiapkan segala sesuatunya untuk Salomo agar Salomo dapat membangun Bait Allah, bahkan Daud menyediakan bahan pembangunan Bait Allah dari kantong pribadinya sendiri. Dari 2 hal ini dapat menjelaskan maksud pemazmur di ayat 1 mengenai “penderitaan Daud.” Kerinduan Daud yang mau mengutamakan Tuhan di atas segalanya membuat Daud diberkati Tuhan secara luar biasa. Dari sini kita bisa melihat bahwa Tuhanlah yang menjadi pusat hidup Daud. Karena itu dalam Ayat 11-18 terlihat bagaimana respons Tuhan terhadap Daud sampai akhirnya Tuhan memilih keturunan Daud untuk menjadi keturunan dari Kristus (ay. 17)

Invocatio Roma 15: 2

Tantangan kekristenan pada waktu itu sedang dalam situasi dan kondisi yang sangat berat. Ancaman kematian karena iman, menjadi realita setiap hari. Maka kekuatan iman, pengharapan dan kasih sangat dibutuhkan bagi semua orang-orang Kristen pada waktu itu. Paulus berpesan kepada jemaat Roma agar mereka saling menguatkan. Ada saat-saat tertentu di antara mereka yang tadinya hidup begitu wajar, kuat, bahagia, tiba-tiba lemah oleh berbagai masalah. Sebaliknya, mereka yang dulu lemah, tak berdaya, tetapi hadir menjadi sosok yang begitu kuat. Dalam hidup iman, Paulus menasihatkan mereka agar mereka tidak hanya memikirkan diri sendiri. Bahkan Paulus menggunakan kata ‘wajib’ bagi mereka untuk menanggung mereka yang lemah. ‘Wajib’ bukan sekadar berkonotasi ‘paksaan’ tetapi secara positif kita bisa memaknai sebagai bagian dari tanggung jawab orang Kristen: berada bersama mereka yang lemah. Karena itu, Paulus menambahkan nasihatnya agar jemaat Roma tidak mencari kesenangan diri sendiri.

Refleksi

  1. Pesan Paulus sangat keras kepada jemaat Korintus untuk tetap tinggal dalam keadaan sebagaimana ketika mereka pertama kali dipanggil. Paulus menekankan pentingnya perjalanan keintiman dengan Tuhan yang tecermin pada perubahan perilaku kehidupan sehari-hari sebagai pengikut Kristus. Paulus mengingatkan bahwa anugerah keselamatan yang Kristus nyatakan begitu mahal. Itu terjadi melalui karya penebusan Kristus di kayu salib. Karya anugerah Allah melalui Yesus Kristus dalam kuasa Roh Kudus itu hendaknya direspons umat dengan syukur dalam bentuk persembahan diri kepada Allah. Bagi Paulus, perubahan penampilan menjadi lebih ‘Kristen’ adalah perubahan hidup itu sendiri. Bukan sekadar soal sunat atau tidak sunat. Anugerah Allah mesti direspons dengan perubahan dalam cara hidup kita yang mau dituntun oleh Roh Allah. Mari kita belajar untuk menjalani kehidupan sebagai orang Kristen yang sudah ditebus melalui karya penebusan Kristus yang mahal. Tampilan diri kita menunjukkan sikap iman dan percaya kita. Bagaimana orang akan percaya dengan apa yang kita percayai, jika hidup kita tidak seperti apa yang sedang kita imani?
  2. Fokus hidup orang percaya adalah Tuhan. Bukan dirinya, apalagi kesenangan dan nafsu duniawinya. Lagi pula, dari Tuhanlah segala berkat dan keselamatan sejati kita. Semua hal yang ada di dunia merupakan sarana untuk memuliakan Tuhan, termasuk pernikahan. Menikah demi menghalalkan nafsu badani sebagaimana yang dihidupi orang-orang Korintus tentu bukan tujuan pernikahan kudus yang Tuhan kehendaki. Demikian pula dalam menanggapi setiap situasi. Hendaklah kiranya kita mampu mengendalikan diri supaya hati kita jangan dikendalikan oleh kondisi dunia. Apakah yang menjadi pusat hidup kita hari ini? Apakah gadget, uang, pekerjaan, harta benda ? Apakah menurut kita bagian kehidupan yang Tuhan berikan terasa tidak adil? Firman Tuhan hari ini, ingin mengajarkan bahwa jika kita mengutamakan Tuhan, maka kita akan dapat melihat anugerah Tuhan yang begitu luar biasa atas diri dan hidup kita. Melaluinya kita juga bahkan dimampukan untuk dapat menerima secara positif kehidupan yang kita jalani. Ingatlah, anugerah Tuhan yaitu hidup yang kekal sudah lebih dulu diberikan kepada kita, sehingga kita pun harus mengutamakan Tuhan dalam hidup kita.
  3. Pada tahun 2010, saat banjir besar melanda Brisbane, Queensland, Australia, seorang teknisi dari kantor berita bernama Armin Gerlach berhasil mengabadikan dalam foto,seekor katak hijau yang menumpang di punggung seekor ular coklat yang berenang melintasi genangan air. Sangat mengherankan, karena biasanya katak menjadi santapan ular. Tetapi ketika bencana menimpa, kedua binatang tersebut mampu mengesampingkan perbedaan di antara keduanya sehingga si kuat memberi diri untuk menyelamatkan si lemah. Sebagai pengikut Kristus, kita diingatkan pada Firman Tuhan yang tertulis dalam Roma 15:2 dimana melalui teks ini kita diajak agar mau meneladan Tuhan Yesus yaitu dengan tidak mencari kesenangan kita, mau memerhatikan yang lain, menanggung kelemahan yang tidak kuat dan mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya. Dengan cara seperti itu, tidak hanya orang lain yang terbangun dan berbahagia, namun juga kita. Melaluinya kita semakin diasah untuk menjadi orang yang semakin berkenan kepada Tuhan.

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD