MINGGU 25 FEBRUARI 2024, KHOTBAH NEHEMIA 9:26-31 (PASSION III)

Invocatio :

Kejadian 28 : 15

Ogen/Bacaan :

Galatia 3 : 6 – 9

Thema  :

Erlebuh Man Tuhan Mindo Penampat (Berseru Memohon Pertolongan   Kepada Tuhan)

 

Pendahuluan

Ada sebuah khiasan dalam kehidupan masyarakat Karo yakni “bagi si mulahi  biang kicat” {sepperti melepaskan anjing terjepit); begitu terlepas dari jepitannya alih-alih berterimakasih, justru kita yang melepaskannya akan digigitnya. Khiasan ini mungkin tidak begitu tepat untuk menggambarkan relasi manusia dengan Tuhan. Namun, mungkin bisa mendekati, karena sifat manusia ketika berada dalam kesusahan maka seruannya untuk meminta atau memohon pertolongan kepada Tuhan menjadi lebih keras dan sepertinya sangatlah penting. Namun, kita sering melihat bahwa ketika manusia berada dalam zona nyaman atau jauh dari masalah, maka relasinya juga dengan Tuhan akan menjadi lebih renggang.Mungkin juga, khiasan Indonesia bisa lebih mendekati atau punya kesamaan yakni “ seperti kacang lupa kulitnya”.

Penjelasan Teks

Invocatio pada minggu ini sepertinya menekankan bahwa sejak awalnya (relasi manusia dengan Tuhan) yang senantiasa mempunya inisiatif untuk mendekatkan diri bukan berasal dari manusia, tapi justru berasal dari Tuhan . Manusia sepertinya senantiasa memanfaatkan “kelemahan” Tuhan yyakni senantiasa peduli terhadap manusia yang telah diciptakanNya. JIkalau menoleh dari sisi manusia, maka sebenarnya pada bagian cerita ini digambarkan bahwa Yakup sedang melakukan “pelarian” setelah dia melakukan “penipuan” terhadap orangtuanya (bapanya). Artinya, manusia Jakup telah melakukan pencurian hak yang bukan miliknya (menurut versi Tuhan). Namun, karena itu sedah menjadi skenarionyya Tuhan, maka orang yang telah melakukan kesalahan tadi justru mendapatkan perlindunganNya.

Selanjutnya, pada bagian bacaan Galatia 3 : 6 – 9 ditunjukkan bagaimana Allah mengasihi manusia (baca : Abraham); ini juga merupakan bagian dari skenario Tuhan untuk menunjukkan bagaimana Ia mengasihi serta melindunginya. Memang, pada kisah Abraham diceritakan bahwa dia merupakan hasil dari otoritas Tuhan untuk memilih siapa yang Dia kehendaki.Ini dilatarbelakangi oleh sikap hidup Abraham yang bagi Allah adalah orang yang terbaik dari sisi keimanan dan kehidupan baiknya pada jamannya.Sebagai penekanan pada bagian ini, Paulus hendak menyatakan bahwa untuk bisa berkenan kepada Tuhan haruslah mempunyai sikap hidup yang layak dan berkenan bagiNya. Manusia tidak bisa berharap akan perhatian Tuhan bila kehidupan manusia tidak menyerupai kehidupan Abraham.

 Yang menjadi bagian dari pemberitaan firman Tuhan dengan landasan kitab Nehemia 9 : 26 - 31, menunjukkan sikap hidup manusia yang kehidupannya telah berpaling dari jalan Tuhan. Tuhan yang awalnya sangat peduli dan memberikan begitu banyak kebaikan pada manusia, justru menjadikan manusia itu melupakan kebaikan Tuhan yang sudah memberikan perhatian yang begitu besar bagi mereka. Kata “mendurhaka dan memberontak” bisa menunjukkan sikap sombong dan egoisnya manusia. Bisa jadi, manusia beranggappan bahwa kebaikan dan ketersediaan segala sesuatu dalam kehidupan mereka bukanlah hasil dari kebaikan Tuhan, namun merupakan perolehan yang mereka dapatkan katena “kehebatannya”. Apakah Tuhan menykai ini; tentu saja TIDAK. Ketika manusia merasa mereka hebat, disanalah Tuhan justru menunjukkan kehebatannya dengan membuat kehidupan mereka menderita. Dan ketika mereka mengalami penderitaan, disanalah nyata bagi mereka bahwa mereka sebenarnya tidaklah sehebat yang mereka yakini sebelumnya.

Pada situasi seperti ini, apa yang terjadi…. Mereka kembali berseru dengan keras kepada Tuhan. Dan seperti yang sudah dituliskan pada bagian sebelumnya tentang “sepertinya menjadi kelemahan Tuhan”; Tuhan kembali memulihkan kehidupan mereka. Lalu, setelah mereka dipulihkan, mereka melakukan kejahatan kembali. Sungguh ironis hubungan Tuhan dengan manusia. Peristiwa mengasihi dibalas dengan pengkhianatan terus berlangsung dan berulang dalam sejarah relasi Tuhan dengan manusia.

Ketika Tuhan sepertinya membuat mereka menderita sengsara, sebenarnya Tuhan sama sekali tidak menunjukkan kemarahan yang sebenarnya, melainkan sebuah pengajaran untuk mengingatkan betapa dominannya peran Tuhan pada manusia. Inilah yang sangat sulit untuk diterima oleh manusia sehingga mereka tetap hidup dalam kebebalannyya.

Penutup

Thema khutbah minggu kita “berseru memohon pertolongan kepada Tuhan”. Sebuah thema yang sepertinya menggambarkan bahwa pada saat ini keberadaan manusia tidaklah jauh jika dibandingkan dengan situasi kehidupan pada jaman Nehemia. Ada begitu banyak manusia yang kita dapati sedang mengalami tekanan penderitaan dan kesusahan. Di banyak sisi contoh kehidupan manusia, kita bisa menemukan uarang-orang yang pernah mengalami hal-hal baik dalam hidupnya. Punya kekayaan yang melimpah, kesehatan jasmani yang sepertinya baik karena ditopang oleh ketersediaan materi yang bisa mencukupi kehidupan manusia. Manusia seperti ini mungkin merasa bahwa keduniawian yang mereka miliki bisa menjamin keberlangsungan hidupnya. “Hepeng do mangatur nagaraon” pada khiasan suku Toba menggambarkan bahwa seolah-olah dengan memiliki harta duniawi sudah bisa menjamin kehidupannya untuk hidup damai dan sejahtera.

Namun, ketika tidak didukung oleh semangat keimanan yang benar, bisa jadi kehidupan yang mereka miliki bisa berubah dalam sesaat. Dari sejahtera dan serba berkecukupan , bisa tiba-tiba mengalami keterpurukan karena tiba-tba mereka “ditinggalkan” semua yang mereka banggakan. Sebagai akibat dari situasi seperti ini, bisa muncul kejahatan dalam upaya mengembalikan “kebaikan” yang pernah mereka miliki. Bukannya mendekat dan kembali kepada Tuhan; tapi bisa semakin jauh dari Tuhan.

Untuk kembali merasakan kebaikan Tuhan ternyata tidaklah sulit. Paulus menyatakan bahea hidup berkenan pada Tuhan merupakan syara mutlak untuk mendapatkan belas kasih Tuhan. Ia menekankan bahwa Tuhan akan senantiasa peduli dan mengasihi serta memberkati manusia . Sebagai konsekuensi logisnya, merasakan “ketidakberadaan manusia”di hadapan Tuhan merupakan titik balik dan fokus dari sikap membangun relasi baik dengan Tuhan. Bagi Paulus, Tuhan tidak menghendaki keangkuhan dan kesombongan manusia, karena manusia tidak ada apa-apanya di hadapanNya. Nehemia juga menekankan bahwa sangatlah mudah bagi Tuhan untuk mengembalikan kebaikan pada manusia. Oleh sebab itu “berseru pada Tuhan” bukan untuk memohon pertolongan agar manusia mendapatkan kembali atau berubah menjadi lebih baik secara duniawi. Berseru memohon pertolongan pada Tuhan, adalah tindakan yang seharusnya terus dilakukan untuk membentengi kita agar tidak terperosok pada kenistaan. Kefanaan atau kekurangan menurut kacamata keduniawian justru merupakan perasaan damai sejahtera bagi orang yang senantiasa menjaga relasi baiknya dengan Tuhan.

                                                                                               

                                                                                    Pdt. Benhard RC Munthe

MINGGU 18 FEBRUARI 2024, KHOTBAH MATIUS 20:29-34 (MINGGU INVOKAVIT)

Invocatio :

“Maka musuhku akan mundur pada waktu aku berseru; aku yakin, bahwa Allah memihak kepadaku”.

Ogen :

Hakim-hakim 10:6-18 (Tunggal)

Tema :

Meminta Belas Kasihan Tuhan (Mindo Perkuah Ate Tuhan)

 

I. Pengantar

Minggu ini kita memasuki Minggu Passion II yang dinamai dengan Minggu Invokavit. Kata Invokavit berarti berserulah KepadaKu, diambil dari Masmur 19:15a: “Bila ia berseru kepadaKu, Aku akan menjawab.”

Berseru, meminta pertolongan kepada Tuhan dalah hal yang erring kita lakukan apabila kita sedang diperhadapkan pada masalah yang berat dan seolah berada pada jalan buntu. Dan kita sungguh bersyukur dan dikuatkan bahwa jelas sekali dikatakan kepada kita, Tuhan setia mendengar seruan kita. Tuhan tidak pernah menurup telingaNya terhadap doa-doa kita. Tapi bagaimanakah sikap kita??

Kata “berseru” bukan hanya berteriak dan mengeluarkan kata memanggil Yesus, tetapi berseru juga berarti menyerahkan hidup kita kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat dan melakukan semua perintah-perintahNya. Oleh sebab itu, Hannah More (seorang penulis agama yang banyak menulis tentang topic moral dan agama) pernah menuliskan “doa bukan di nilai dari kefasihannya, melainkan dari ke sungguhannya. Bukan soal siapa yang mengucapkannya, melainkan kesungguhan jiwa yang memohonnya.”

II. Pembahasan Teks

a. Matius 20:29-34

Bacaan kita menceritakan sebuah peristiwa yang terjadi ketika Yesus dan murid-muridNya keluar dari Yerikho menuju Yerusalem (20:17). Perjalanan melintasi daerah ini tidak lazim dilakukan karena sangat berbahaya. Seringkali para penjahat dan perampok akan bersembunyi di tepi jurang atau dibalik batu-batu besar untuk merampok para pelintas yang tak berdaya. Tetapi mereka tidak perlu mengkhawatirkan keadaan itu, karena mereka melakukan perjalanan dengan rombongan yang berjumlah besar. Walaupun sebenarnya mereka tak perlu mengkhawatirkan karena mereka berjalan bersama Yesus yang berkuasa. Ditambah lagi waktu Perayaan Paskah sudah dekat, jadi sangat banyak peziarah yang sedang menuju Yerusalem.

Kemudian ada dua orang buta yang duduk dipinggir jalan dekat gerbang Kota Yerusalem. Tempat yang akan dilintasi semua orang yang hendak masuk ke Yerusalem. Di tempat ini memang biasa ditemukan para pengemis-pengemis yang menantikan belas kasihan orang yang melintas. Apalagi memang pada masa menjelang perayaan Paskah para peziarah pasti membawa banyak uang untuk membiayai keperluan mereka selama di perjalanan. Jadi dua orang buta itu pun duduk di sana karena mereka mendengar Yesus akan lewat. Mari kita perhatikan, bahwa orang yang ingin meminta belas kasihan Tuhan harus tahu dimana dia bisa menemukan Tuhan dan Tuhan akan menyatakan diriNya bagi orang yang mencari Dia. Oleh sebab itu kedua orang buta itu berpikir, alangkah lebih baik menghadang Yesus di tempat Dia yang akan Dia lewati. Kedua orang buta itu memang tidak bisa melihat, tapi mereka bisa mendengar. Melihat dan mendengar adalah indra pembelajaran. Tapi ketika kehilangan salah satunya, maka fungsi yang terganggu digantikan dengan ketajaman indra yang lain. Ini adalah cara Tuhan memelihara kehidupan manusia, supaya dengan cara tertentu semua orang mempunyai kemampuan untuk menerima pengetahuan. Orang-orang buta itu mendengar pemberitaan tentang Yesus melalui pendengaran mereka, tetapi mereka rindu agar mata mereka dapat melihatNya. Waktu mereka mendengar, bahwa Yesus lewat, mereka tidak bertanya-tanya lagi, siapa saja yang berada bersama-Nya, atau apakah Ia sedang terburu-buru, tetapi langsung berseru. Perhatikanlah, adalah baik untuk mengusahakan peluang yang kita peroleh saat ini, untuk memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya, sebab sekali kesempatan itu terlewatkan, ada kemungkinan kesempatan itu tidak akan kembali lagi. Kedua orang buta ini berbuat demikian, dan melakukannya dengan bijaksana, sebab kita tidak menemukan bahwa sejak itu Yesus pernah datang ke Yerikho lagi. Waktu ini adalah waktu perkenanan itu. Setelah kedua orang buta itu mendengar Yesus melintas, mereka berseru, “Tuhan Anak Daud, kasihanilah kami! (ay.30). Ketika itu orang banyak menegor mereka supaya mereka diam (ay.31 b). Kata menegor dalam terjemahan KJV menggunakan kata rebuked yang berarti secara tegas dilarang atau dimarahi, ini berarti ketika mereka berseru orang banyak memarahi mereka, melarang mereka untuk berseru. Hal seharusnya dilakukan orang banyak adalah menolong dan membantu. Sikap ini dipengaruhi oleh pandangan akan keberadaan orang-orang buta/lumpuh/pengemis yang memiliki status social yang rendah di tengah-tengah masyarakat. Penghargaan akan manusia hanya berdasar pada pertimbangan manusia saja. Dan saat itu kedua orang buta itu tidak menyerah, tetapi mereka semakin keras berseru, “Tuhan, Anak Daud, kasihanilah kami! (ay.31). Orang buta itu menyebut Yesus dengan sebutan ‘‘Anak Daud’’ yang jelas merupakan sebutan dari Mesias. Jadi, sekalipun ia buta secara jasmani, tetapi mata hatinya tidak buta. Ada banyak orang yang mata jasmaninya tidak buta, tetapi mata hatinya buta, sehingga tidak bisa mengenali Yesus sebagai Allah /Tuhan dan Juruselamat dunia satu-satunya! Sehingga saat menghadapi situasi yang tidak baik, yang tidak kita harap, bahkan keadaan yang melemahkan iman pengharapan kita, jangan pernah menyerah pada keadaan tersebut. Tetapi teruslah berseru, berharap pada Tuhan Yesus. Karena setiap kesulitan yang terjadi akan membuat kita lebih kuat berharap kepada-Nya.

Lalu Yesus berhenti dan memanggil mereka (ay.32). Sikap Yesus yang berhenti dan memanggil mereka adalah wujud nyata empati (rasa peduli) Yesus buat mereka. Ditengah-tengah orang sibuk mengejar keinginan dengan kesibukan/hiruk-pikuk yang mengedepankan kepentingan masing-masing, Yesus ada memberi diri/waktu/perhatianNya buat kedua orang buta itu. Dan kemudian bertanya, “Apa yang kamu kehendaki supaya Aku perbuat bagimu? Sebuah pertanyaan yang janggal, karena Yesus pasti tahu mereka buta. Dan dalam keadaan buta, tentu hal yang paling diinginkan adalah bisa melihat, tapi Yesus mau mereka mengucapkan keinginannya itu, sebagaimana Firman Tuhan berkata, “mintalah, maka akan diberikan kepadamu “ (Luk. 11:9a).

Siapa pun bisa mengatakan apa yang diinginkan kedua orang buta itu. Kristus juga mengetahui hal ini, tetapi Ia ingin mendengarnya sendiri dari mulut mereka, apakah mereka hanya meminta sedekah seperti yang biasa mereka minta dari orang lain, atau meminta kesembuhan. Perhatikanlah, Allah ingin supaya dalam segala perkara, kita menyampaikan segala keinginan kita kepada-Nya melalui doa dan permohonan dengan jelas. Seorang pelaut yang hendak menyangkutkan pengait kapalnya di pantai tidak menarik pantai itu ke arah kapalnya, namun sebaliknya menarik kapalnya ke arah pantai. Demikian pula, dalam doa kita bukan menarik belas kasihan itu kepada kita, melainkan menarik diri kita kepada belas kasihan itu.

Kedua orang buta itu langsung mengajukan permohonan mereka kepada-Nya, permintaan yang belum pernah mereka ajukan kepada orang lain. Tuhan, supaya mata kami dapat melihat. Maka tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan. Kesusahan merupakan sasaran yang menjadi tujuan belas kasihan. Mereka yang miskin dan buta, melarat dan malang, mereka layak mendapatkan belas kasihan. Belas kasihan Allah yang lembut itulah yang memberikan terang dan penglihatan kepada mereka yang duduk dalam kegelapan. Tentang kuasa-Nya. Dia yang membentuk mata, masakan Ia tidak dapat menyembuhkannya? Ya, Ia dapat, Ia telah melakukannya, dan melakukannya dengan mudah, Ia menjamah mata mereka. Ia berhasil melakukannya, seketika itu juga mereka melihat. Dengan demikian Ia bukan saja membuktikan bahwa Ia diutus oleh Allah, tetapi juga menunjukkan untuk tugas apa Ia diutus. Dan ketika mereka sudah bisa melihat, orang-orang buta ini mengikuti Dia

b. Hakim-hakim 10:6-18

Dalam pembacaan yang pertama, kita menemukan bagaimana bangsa Israel melakukan apa yang jahat di mata Tuhan. Mereka berkali-kali melihat kebaikan, pengampunan dan penyertaan Tuhan tapi mereka berkali-kali juga meninggalkan Tuhan dengan menyembah kepada dewa baal para Asytoret, orang Aram, orang sidon, orang Moab, orang Amon dan orang Filistin. Sehingga Allah murka dan menyerahkan mereka di bawah kekuasaan orang Filistin dan bani Amon selama 18 tahun. Selama itu juga mereka diperlakukan dengan kejam, ditindas dan diinjak sehingga bangsa Israel sangat menderita. Bani Amon juga menyerang bangsa Israel yang tinggal di sungai Yordan sehingga keberadaan mereka semakin terdesak. Lalu apa yang dilakukan oleh bangsa Israel? Mereka berseru (ay.10), mengakui kesalahan dan berjanji untuk bertobat. Kata berseru dalam bahasa ibrani za’ag yang artinya berseru-seru, berteriak-teriak, meraung-raung. Sikap yang memperlihatkan mereka benar-benar membutuhkan belas kasihan Tuhan. Menari sekali, jawaban Tuhan bagi bangsa Israel (ay.11-14), Tuhan seakan-akan membiarkan seruan banga Israel dengan mengingatkan hal yang sudah Tuhan lakukan, lalu bagaimana balasan mereka kepada Tuhan. Mereka tetap tidak setia kepada Allah. Dan Allah menyuruh mereka untuk berseru kepada allah-allah/ dewa baal yang mereka sembah selama ini dan Allah mengatakan bahwa “Aku tidak akan menyelamatkan engkau lagi” (ay.13b).

Bangsa Israel, tidak menyerah. Mereka berseru kepada Tuhan, mereka mengakui kesalahan dan menyerahkan seluruh hidup mereka dibawah kuasa Tuhan dengan mengatakan, “Lakukanlah kepada kami segala yang baik di mataMu. Mereka meminta tolong kepada Tuhan, dan mendekatkan diri mereka kepada sumber belas kasihan dengan meninggalkan/menjauhkan para allah asing dan mereka beribadah kepada Tuhan. Sebelum belas kasihan Tuhan turun, mereka terlebih dahulu memperbaiki dan melakukan apa yang baik bagi Tuhan. Sikap mereka membuat Tuhan tidak dapat menahan hatiNya melihat kesulitan mereka. Penderitaan dan keadaan mereka benar-benar menyedihkan hati Tuhan, sama seperti penderitaan seorang anak kecil menyedihkan hati seorang ayah yang sangat mengasihinya. Dan Tuhan menolong bangsa Israel melalui Yefta. Kemurahan Allah selalu tersedia bagi orang yang telah berdosa, yang sedang menderita dan mau bertobat serta mencari pengampunan.

c. Masmur 56:10

Invocatio kita mengangkatkan pengakuan dari Daud ketika dia lari dari pengejaran Raja Saul tetapi malah ditangkap orang Filistin di Gat. Dalam pasal 56 terlihat jelas bagaimana situasi yang dialami oleh Daud. Ketakutan, musuh yang mengancam, kajahatan terus mengejar-mengejar dirinya bahkan ancaman kematian. Lalu apa yang dilakukan Daud? Dia sungguh menyadari keterbatasannya. Pada waktu itu, hidupnya seperti pepatah, “lepas dari mulut buaya masuk ke mulut harimau”. Dia pernah mengandalkan dirinya dengan lari dari Saul tapi justru pelarian itu membuat dia jatuh ke tangan orang Filistin. Pengakuan, penyerahan diri Daud terlihat di ayat 9 dan 10, dengan menyerhakan semua deritanya kepada Tuhan dan Tuhan tahu dengan jelas setiap hal yang dia alami. Dan keyakinan akan Tuhan yang berkuasa itu, di pertegas dia ayat 10 dengan mengatakan, “ketika aku berseru, maka musuhku akan mundur karena Tuhan dipihakku”. Daud berseru kepada Tuhan karena dia Tahu Tuhan mampu mendengar dan menolongnya.

III. Penutup/Pointer

  • Lirik lagu “Kaulah Harapan dalam hidupku”, yang dipopulerkan oleh Sari Simorangkir

Bukan dengan kekuatanku Ku dapat jalani hidupku

Tanpa Tuhan yang di sampingku Ku tak mampu sendiri

Engkaulah kuatku Yang menopangku

Reff:    Kupandang wajahMu dan berseru. Pertolonganku datang darimu

Peganglah tanganku jangan lepaskan. Kaulah harapan dalam hidupku

Penulis mengungkapkan bahwa manusia tidak dapat menjalani hidup dengan mengandalkan kekuatannya saja. Tanpa campur tangan Tuhan tak akan mampu berjalan sendiri baik di saat susah atau senang. Tuhan ada untuk selalu menopang kita. Oleh sebab itu pandang dan berserulah, minta pertolongan Tuhan. Maka Pasti Tuhan akan mendengar dan menolong kita. Tak manusia yang hidup tanpa masalah seperti tak ada gading yang retak. Tuhan harus menjadi jalan pertama dan utama dalam setiap kondisi hidup kita. Maka berserulah dalam kesetiaan dan kerendahan hati kepada Tuhan dalam doa-doa kita.

  • Minggu Invokavit juga merupakan Minggu Passion yang kedua, minggu yang mengingatkan kita bagaiamana Yesus kita juga banyak mengalami penderitaan dan bertahan dalam penderitaan itu. Sekalipun dalam penderitaan, Yesus selalu merengkuh kita yang sedang menderita. Kepedulian Tuhan juga hendaknya menjadi teladan juga bagi kita untuk peduli mendengar suara-suara yang ada di sekitar kita.

Pdt. Sri Pinta Ginting-GBKP Cisalak

MINGGU 11 FEBRUARI 2024, KHOTBAH MAZMUR 57:2-12 (MINGGU PASSION I:ESTOMIHI)

Invicatio  :

Sedengkanlah telinga-Mu kepadaku, bersegeralah melepaskan aku! Jadilah bagiku gunung batu tempat perlindungan, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku!” (Mzm. 31:3)

Bacaan  :

Yohanes 7:32-36 (Tunggal)

Tema :

Allah Tempat Perlindungan (Dibata ingan Cicio)

 

I. Pendahuluan

Minggu Estomihi (Latin: Esto Mihi) berarti “Jadilah bagiku gunung batu perlindungan” sesuai dengan invocatio. Minggu ini merupakan Minggu terakhir sebelum memasuki minggu-minggu pra-paskah. Masa pra-paskah merupakan minggu perjalanan Yesus dalam menuju kesengsaraanNya. Untuk itulah Minggu Estomihi penting untuk diperhatikan, karena Estomihi merupakan benteng pertahanan dalam menjalani kesengsaraan.

Kerap sekali, dalam menjalani kehidupan kita akan menjumpai kesulitan-kesulitan dalam setiap aspek kehidupan sesuai dengan porsi kita masing-masing. Tetapi, dalam proses menjalani persoalan tersebut banyak yang tidak mampu bertahan hingga akhirnya menyerah kepada keadaan. Apa yang membuat hal ini terjadi? Karena kita tidak mempersiapkan diri dan iman kita ketika terjadi kesulitan. Hingga akhirnya, secara fisik dan psikis akan lelah kemudian menyerah. Untuk itulah kita belajar tetang Yesus yang akan masuk ke dalam kesengsaraanNya, namun Dia bertahan dan menang karena pertahanan yang kekal sudah dipersiapkan.

II. Penjelasan Nats

Bahan Khotbah Mazmur 57:2-12 ditulis ketika Daud sedang lari dari Saul dan harus bersembunyi dalam gua. Saul iri melihat kesuksesan Daud dan ia ingin membunuh Daud (ay.1). Dalam keadaan yang terjepit, Daud berseru kepada Allah, dia tidak larut dalam kesedihan dan ketakutan tetapi memfokuskan dirinya kepada Allah. Ada beberapa hal yang terlihat dari sikap Daud, pertama ia berseru kepada Allah dan mempercayakan hidupnya di tangan Allah (ay. 2-4). Daud mengharapkan belaskasihan Allah dan jiwanya berlindung di bawah naungan sayapNya. Daud mengumpamakan dirinya bagai seekor anak burung elang yang tidak berdaya yang berlindung di bawah naungan induknya. Kedua, ia memfokuskan perhatiannya kepada kemuliaan Allah (ay.6,12). Daud mengakui keadaannya yang lemah dan tidak berdaya di tengah-tengah serangan musuh-musuhnya (ay. 5,7). Tetapi ia tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh keadaan. Perhatian Daud yang terutama, bahkan ketika ia memohon pertolongan dari Tuhan adalah agar nama Tuhan ditinggikan dan dimuliakan bukan semata-mata hanya untuk keselamatannya. Ketiga, ia bersukacita menantikan pertolongan Tuhan (ay. 8-11). Daud tidak merasa bahagia dengan keadaannya, tetapi ia tidak pernah kehilangan sukacitanya sementara ia menantikan pertolongan Tuhan, karena sukacitanya berdasarkan kasih setia Tuhan dan kebenaranNya.

Bacaan Yohanes 7:32-36 merupakan konflik antara Yesus dengan para pemimpin Yahudi. Orang Farisi dan iman-iman mulai terganggu karena sudah ada yang mulai meragukan mereka. Orang-orang itu mempertanyakan ketidakmampuan para pemimpin agama Yahudi untuk menangkap Yesus dan bagaimana Yesus leluasa mengajar di Bait Allah. Di antara orang banyak itu ada banyak orang yang percaya kepada Yesus, sehingga orang Farisi dan iman-iman kepala memerintahkan untuk menangkap Yesus. Namun, karena belum waktunya maka tidak ada seorang pun yang dapat menangkap Yesus. Apa reaksi Yesus menanggapi aksi ini? Ia tenang dan tidak segera meninggalkan Bait Allah. Ia justru mempertegas akan kemantianNya. Ia akan segera kembali kepada Bapa yang mengutus Dia dan tidak seorang pun yang dapat sampai ke tempat Dia berada (ay. 33-36). Sekali lagi, Yesus memunculkan pertanyaan dalam pikiran orang-orang Yahudi saat itu karena mereka tidak mengerti maksud Yesus. Mereka justru menganggap bahwa Yesus akan pergi mengajar orang Yunani. Padahal jelas bahwa orang Farisi dan iman-iman kepala tidak akan sampai kepada Bapa karena dosanya.

Invocatio Mazmur 31:3 merupakan doa raja Daud. Adanya jeritan hati, ratapan dan keluhan yang diungkapkan Daud selaku pemazmur. Ada saat dimana dia merasa seakan-akan Tuhan telah melupakannya (ay.23). Tetapi ia juga memiliki keyakinan bahwa Tuhan pasti menolong. Berulang kali Daud berseru agar Tuhan melindunginya. Pemazmur menyatakan bahwa Tuhan adalah tempat perlindungannya.

III. Penutup

Beberapa fakta dunia melalui kejadian-kejadian yang terjadi di dunia ini, menjelaskan apapun usaha manusia untuk menciptakan sesuatu yang dapat memberikan perlindungan dan keamanan sesungguhnya tidak ada yang kekal. Kejadian kapal titanic yang dirancang sebagai kapal pesiar yang modern dan tangguh, tapi dalam pelayaran yang pertama kapal tersebut hancur ketika menabrak gunung es. Peperangan Israel dan Palestina dengan beradu sistem pertahanan yang kuat, namun terlihat tetap mampu memakan korban yang banyak. Begitu banyak yang kita lihat dapat menjadi tempat perlindungan dalam dunia ini, namun pada saatnya semua itu akan mengecewakan kita. Tenanglah dalam menyikapi persoalan hidup seperi Yesus dalam nats bacaan. Ketika harapan pudar dan kebahagiaan menjauh, carilah kembali sukacita bersama Allah. Jadikanlah DIA tempat perlindungan, karena bersamanya ada jaminan keselamatan yang kekal.

Ketika pergumulan hidup begitu berat untuk di jalani dan tidak ada satupun pertolongan yang bisa diharapkan dan andalkan, tetaplah berpengharapan kepada Yesus dan andalkan Dia di dalam kehidupan kita. Karena hanya Yesus tempat perlindungan yang teguh. Sama seperti Daud, di tengah pergumulan yang hebat, dia tetap mengandalkan Tuhan, berpengharapan hanya kepadaNya, hanya Tuhan yang dia jadikan sebagai tempat perlindungannya. Ketika kita berlindung kepada kekuatan dunia ini, kita bisa kecewa. Tetapi ketika kita berlindung kepada Tuhan dan menjadikan Dia sebagai tempat perlindungan kita, kita tidak akan kecewa. Kita akan merasakan kehangatan kasihNya, kita akan merasakan damai sejahtera dan suka cita.

Pdt. Evlida br Ginting-Runggun Cileungsi

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD