MINGGU 08 DESEMBER 2024, KHOTBAH WAHYU 3:1-6

Invocation  :

Demikianlah Yohanes Pembabtis tampil di padang gurun dan menyerukan: “Bertobatlah dan berilah dirimu dibabtis dan Allah akan mengampuni dosamu.”

(Markus 1:4)

Ogen  :

Jesaya 35:1-10

Tema  :

Bertobat dan Berjaga-jagalah/Jera Dingen Tetap Erjaga-jaga

 

Pengantar

Minggu adven II merupakan minggu yang mendorong kita untuk membuka lembaran baru dalam kehidupan kita. Dorongan ini tercermin melalui seruan Yohanes Pembabtis seperti yang tertulis dalam Matius 1:4 (invocatio). Dalam pengertian yang lebih mendalam, seruan pertobatan juga membuka pikiran-pikiran kita yang mengekang batin dan membiarkan diri untuk dibawa dan diarahkan oleh kekuatan Ilahi. Gagasan pertobatan yang diserukan bukan hanya dipahami seperti pandangan sehari-hari yaitu meninggalkan dosa atau berbuat kesalahan. Tetapi, lebih dalam membiarkan diri dipimpin oleh Tuhan untuk tidak gelisah dalam menghadapi kehidupan. Hati kita dihibur dan ditenangkan oleh kuasa Allah yang Maha Tahu dan Maha Hadir.

Pendalaman Teks

Kitab Wahyu ini menyatakan bahwa penulisnya adalah Yohanes hamba Allah (1:1, 4, 9). Dan jika diperhatikan pasal 1:1 secara keseluruhan, tampaknya Allah sendirilah yang menjadi pengarang utama kitab ini dan dinyatakan kepada Yohanes untuk menuliskannya ke dalam bahasa manusia. Sama halnya seperti Paulus ketika menuliskan surat kepada jemaat, juga memperkenalkan dirinya sebagai orang yang memperoleh wahyu dari Allah (band. 1 Kor 4:1).

Di dalam kitab Perjanjian Baru, kitab Wahyu merupakan jenis kitab Apokaliptik. Arti apokaliptik sendiri adalah membukakan/menyingkapkan atau dalam bahasa yang lain dapat dikatakan sebagai kitab yang membukakan rahasia Allah. Jika kita melihat pembagian jenis-jenis kitab, jenis kitab apokaliptik disimpulkan sebagai kitab penghiburan ataupun kitab pengharapan karena melalui kitab ini akan membuka rahasia Allah atas realita yang dialami oleh orang percaya. Jika dibandingkan dengan Perjanjian Lama, yang dikategorikan dengan kitab apokaliptik adalah kitab Daniel. Para ahli menyimpulkan bahwa jenis kitab Wahyu dan Daniel muncul ketika umat mengalami situasi yang hampir putus asa khususnya dengan situasi sosial dan politik. Orang percaya pada masa itu merasakan penganiayaan yang cukup besar. Berdasarkan isu penganiayaan yang muncul dalam kitab ini, umumnya ada dua pendapat tentang pada era siapa penganiayaan tersebut terjadi, yakni era Kaisar Nero (sekitar tahun 54-68) dan era Kaisar Domitian (sekitar tahun 81-96). Ada indikasi bahwa jemaat penerima surat ini bukan merupakan generasi pertama. Maka tampaknya lebih condong kita menyimpulkan penganiayaan yang terjadi pada saat itu adalah pada masa kekaisaran Domitian. Di mana menurut catatan Sejarah bahwa di tahun 95, yang merupakan akhir dari masa jabatan kaisar Domitian banyak terjadi gelombang penganiayaan kepada orang-orang percaya. Penyembahan kepada kaisar adalah salah satu alasan yang kuat bagi tindakan penganiayaan. Dan melalui pasal 2:2, 14, kita menemukan bahwa gereja juga disusahkan oleh banyaknya guru dan ajaran sesat.

Situasi yang sulit dan menyakitkan tersebut, penulis surat ini merasa sangat berkepentingan untuk menanggapinya karena situasi ketertekanan dan lahirnya ajaran-ajaran sesat telah mempengaruhi beberapa orang percaya pada masa itu. Maka dapat disimpulkan bahwa kitab ini adalah sebuah penguatan/penghiburan sekaligus juga sebagai peringatan untuk antisipasi. Melalui 3 pasal pertama dalam kitab ini menunjukkan bahwa kitab ini ditujukan secara spesifik kepada tujuh jemaat yang ada di wilayah propinsi Asia (Efesus, Smirna, Pergamus, Tiatira, Sardis, Filadelpia dan Laodikia). Ketujuh jemaat ini merupakan perwakilan dari seluruh umat Kristen yang ada pada saat itu. Salah satu alasan memilih ketujuh kota ini karena ketujuh kota ini juga merupakan kota pusat informasi. Ketika kita membaca kitab ini yang ditujukan kepada 7 kota yang ada, kita menemukan seruan utamanya adalah tentang pertobatan, kesetiaan dan kehati-hatian/antisipasi. Jika kita berbicara tentang pertobatan, pikiran kita adalah kembali kepada Tuhan atau kembali ke jalan Tuhan.

Kepada jemaat di Sardis mencerminkan sifat Tuhan sebagai Maha tahu. Sebagai Tuhan yang Maha tahu, Dia dapat melihat situasi orang percaya pada saat itu:

  1. Tuhan mengetahui situasi mereka pada saat itu dengan memberikan analogi hidup tapi mati, yang artinya adalah secara kedagingan masih hidup tetapi hati/jiwa mati dengan bahasa yang lain pengharapan yang meredup (1).
  2. Mereka masih memiliki sisa keyakinan dan pengharapan kepada Tuhan (2).
  3. Mereka masih mengingat pengajaran-pengajaran tentang kebenaran Allah (3).

Situasi mereka yang digambarkan kepada kita memberikan informasi bahwa kehidupan orang percaya pada masa itu sudah ada yang meninggalkan keimanannya karena situasi tekanan dan pengajaran yang sesat. Sikap kerohanian orang percaya pada masa itu juga sudah tidak mencerminkan kehormatan kepada Allah. Perubahan sikap dalam kerohanian dan keseharian ini sangat mungkin disebabkan oleh gelombang penganiayaan serta ajaran sesat yang sedang mereka hadapi. Namun demikian, ada juga dari mereka yang masih mempertahankan keyakinannya dengan tidak mencemarkan pakaiannya. Penggunaan kata pakaiaan merupakan analogi sebuah pertobatan seperti yang selalu diungkapkan juga oleh Paulus dalam surat-suratnya. Pakaian lama adalah hidup dalam dosa dan pakaian baru adalah kehidupan yang baru dan benar di mata Tuhan (band. Ef 4:22-24; Kol 3:5-17 dll).

Penulis kitab Wahyu juga menjelaskan peringatan Allah bahwa orang yang mempertahankan pakaian yang putih (tetap dalam kebenaran) akan tetap mendapatkan perjanjian keselamatan (5) dan Yesus adalah sebagai jaminan keselamatan itu. Untuk mempertahankan perjanjian itu tentu membutuhkan mental kesetiaan iman dan hikmat untuk tidak dipengaruhi oleh pengajaran yang salah.

Aplikasi

Bertobat dan berjaga-jagalah yang menjadi tema di minggu advent II ini mengajak kita untuk kembali kepada Allah dan tetap menjaga hati dan sikap dalam menghadapi tantangan-tantangan yang menghampiri kehidupan kita. Setiap kita manusia pasti pernah mengalami rasa takut, sedih, gelisah, marah dan putus asa. Di sisi yang lain, kita juga ditawarkan oleh dunia ini akan kenikmatan-kenikmatan atau solusi yang dapat menyesatkan. Sehingga kehidupan kita akan selalu berada di sekeliling ketakutan dan kegelisahan dunia.

Di dalam pembacaan I, nabi Yesaya berseru bahwa Tuhanlah yang mampu mengubah situasi kehidupan umatNya. Tuhanlah yang mampu menghibur umatNya dari kegelisahan dan ketakutan dunia. Khusus di Yesaya 35:2 dikatakan “seperti bunga mawar ia akan berbunga lebat, akan bersorak-sorak, ya bersorak-sorak dan bersorak-sorai. Kemuliaan Libanon akan diberikan kepadanya, semarak Karmel dan Saron; mereka itu akan melihat kemuliaan Tuhan, semarak Allah kita.” Kita memandang yang tertuang dalam kitab Yesaya ini, bahwa Tuhan akan mengubah kegelisahan, ketakutan, rasa marah ke dalam situasi kedamaian, ketenangan. Kita akan bersorak-sorai dalam kedamaian dan kuat dalam tantangan (1-6). Tuhan akan mengubah rasa dukacita menjadi sukacita (7-10). Maka marilah kita tetap mengarahkan hati dan pikiran kepada Tuhan. Karena Tuhan memiliki rahasi yang begitu indah di dalam semua yang kita alami.

Pdt. Irwanta Tarigan, S.Th

GBKP Rg. Banjarmasin

 

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD