SABTU PENGHARAPAN 31 MARET 2018, KHOTBAH YOHANES 19:38-42

 

Invocatio        :

“Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita,  yang telah dilabuhkan sampai kebelakang tabir” ( Ibrani 6 : 19)

Pembacaan    :

Ayub 14 : 1-14 ( Responsoria )

Tema  :

Yesus berkuasa dalam dunia kematian

 

Jemaat yang dikasihi Tuhan….

Dalam Kitab Ayub pasal 14 : 1 diberitahukan Manusia yang lahir dari perempuan singkat umurnya dan penuh kegelisahan. Umur manusia memang sangat singkat, Manusia itu adalah daging tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja (Kej 6 : 3b). Selain umur yang singkat dalam menjalani hidupnya manusia banyak mengalami kegelisahan dan kesusahan “Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru dan kami melayang lenyap. (Maz 90 : 10). Ayub menggambarkan hidup manusia itu seperti bunga yang berkembang, lalu layu. Lalu bagaimanakah jika terjadi kematian ? Ayub menggambarkannya dengan pohon dan manusia. Jika pohon ditebang (mati) ia bertunas kembali, apabila akarnya menjadi tua di dalam tanah, dan tunggulnya mati di dalam debu, maka bersemilah ia. Setelah diciumnya air, dan dikeluarkannyalah ranting seperti semai. Tetapi bila manusia mati, tidak berdayalah ia, manusia berbaring dan tidak bangkit lagi, mereka tidak terjaga dan tidak bangun dari tidurnya.

Ketika ayub tahu bagaimana tentang kematian lalu, ayub mengungkapkan :

Ah, kiranya Engkau ( Tuhan ) menyembunyikan aku di dalam dunia orang mati, melindungi aku, sampai murkaMu surut; dan menetapkan waktu bagiku kemudian mengingat aku pula. Ayub tahu dan sadar bahwa dia juga akan mati tetapi dia meminta supaya di dunia kematian juga Tuhan melindungi dan jika tiba kelak hari penghakiman Tuhan mengingat dia supaya tidak di hukum selamanya, dia juga menaruh harap kepada Tuhan supaya dia dapat hidup selamanya.

Jemaat yang dikasihi Tuhan…

Nats khotbah sabtu pengharapan ini adalah berbicara tentang kematian Yesus dan bagaimana Yesus dikuburkan. Ada dua orang yang terlibat sekali dalam penguburan Yesus yaitu :

1. Yusuf dari Arimatea (ayat 38)

Ia adalah murid Yesus, dengan sembunyi-sembunyi meminta kepada Pilatus supaya ia diperbolehkan menurunkan mayat Yesus, dan Pilatus meluluskan permintaannya.

2. Nikodemus (ayat 39-40)

Dialah yang mula-mula datang waktu malam kepada Yesus. ia membawa campuran minyak mur dengan minyak gaharu, kira-kira lima puluh kati beratnya.

Yusuf dan Nikodemus mengambil mayat Yesus, Mengapaninya dengan kain lenan dan membubuhi dengan rempah-rempah menurut adat yahudi bila menguburkan mayat. Dan Yesus dikuburkan di area suatu taman dekat tempat dimana Yesus di salibkan.

Dari kitab Yohanes 19 : 38-42 ini diberitahukan bagi kita bahwa Yesus mengalami kematian serta dikuburkan. karena ada dua orang yaitu Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus yang melakukan proses penguburan Yesus. Kematian Yesus bukan kematian biasa karena dalam kematiannya secara daging Yesus dibangkitkan pada hari yang ketiga (Yoh 20 : 1-10). Berbeda dengan kita manusia yang biasa seperti apa yang disaksikan Ayub ketika manusia mati, manusia berbaring dan tidak bangkit lagi ( ayat 14 :12 ).

Kematian Yesus memiliki arti yang penting dalam kehidupan manusia, karena kematiaNya dikayu salib, Ia telah menyelesaikan utang dosa manusia. “ sebab upah dosa ialah maut ( mati ), tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus Tuhan kita “ ( Roma 6:23 ). Kematian Yesus menjamin bahwa kehidupan manusia bukan berakhir dalam kematian kekal dan menetap dalam kuburannya. Sebab kehendak Tuhan semua manusia selamat dan beroleh hidup kekal dengan percaya kepada Yesus jalan memperoleh hidup kekal. “ Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan percaya kepadaNya beroleh hidup yang kekal, dam supaya aku membangkitkannya pada akhir zaman. (Yoh 6:40)

Jadi, jemaat yang dikasihi Tuhan …

Ketika berada di rahim perempuan dan terlahir kedunia ini manusia dianugrahkan Tuhan mengawali hidup di dunia ini. Saatnya Tuhan juga yang menetapkan berakhirnya kehidupan kita di dunia ini. Tetapi setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus memperoleh hidup yang kekal. Kematian bukan akhir dari segalanya, karena setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus memperoleh hidup kekal. Akhir hidup kita adalah hidup kekal selamanya.

Hidup, mati dan hidup selamanya.

Amin.

                                                                       

Pdt. Karvintaria br Ginting, STh

GBKP Rg. Klender

JUMAT 30 MARET 2018 (JUMAT AGUNG), KHOTBAH YOHANES 19:23-30

Invocatio    :

“Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya” (Yesaya 53 : 7)

Bacaan  :

Mazmur 22 : 1 – 9 (Responsoria)

Tema :

“Rasakanlah Penderitaan Yesus”

 

 

Pendahuluan

Kematian manusia pada umumnya adalah suatu yang alami, pasti terjadi dan di luar kuasa dan kendali. Ya, manusia tidak berkuasa atas nyawanya. Kita tidak mampu menahan, menunda dan menolak kematian kita. Kalau sudah waktunya mati kata Tuhan maka tidak ada yang bisa bertahan dan mempertahankan nyawanya. Bagaimana dengan kematian Yesus? Apakah sama dengan kematian manusia secara umum? Apakah kematian Yesus itu kebetulan, di luar kuasa dan kendaliNya? Apakah kematianNya menyatakan kelemahan dan kegagalanNya? Jawabnya ‘tidak’. Tidak kebetulan, tidak di luar kuasa dan kendaliNya. KematianNya adalah penggenapan nubuat Alkitab untuk menyelamatkan manusia berdosa. Melalui salib Yesus menunjukkan bahwa Dialah Mesias, Anak Allah yang pegang kendali bahkan sampai saat kematianNya. Untuk lebih jelasnya marilah kita mendengar dan menerima kebenaran Firman Tuhan.

ISI

Yesus disalibkan (ayat 23-24)

Prajurit-prajurit Romawi menyalibkan Yesus. Setelah disalibkan pakaian Yesus dibagi-bagi mereka. Sementara jubahnya tidak dibagi tetapi diberikan kepada yang menang undi. Dalam hati dan pikiran prajurit, penguasa Romawi mungkin juga imam-iman dan tua-tua Yahudi dengan melucuti pakaian dan jubahNya, Yesus dihina dan dipermalukan dengan sangat. Apakah benar demikian dalam pikiran dan cara pandang Yesus? Jawabnya: Tidak. Justru dengan tindakan prajurit itu Yesus bukan dinakan tapi dimuliakan dan ditinggikan. Melalui tindakan perbuatan prajurit itu, nubuan firman Tuhan dalam Mazmur 22:19 digenapi.

Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalanKu dari jalanmu, rancanganKu dari rancanganmu’ (Yesaya 55:9). Penghinaan yang diterima oleh Yesus di kayu salib adalah untuk menebus dosa kita. Penghinaan kepadaNya adalah karena dosa-dosa kita. Dosa harus dihukum. Upah dosa adalah kematian. Yesus rela dan mau berkorban demi dan untuk keselamatan kita manusia berdosa. Pemuasan murka Allah sudah terlaksana dengan kematian Yesus di kayu salib untuk menggantikan dosa manusia, dosa dunia. Dia yang tak berdosa mau menanggung hukuman dosa. Karena itulah pengorbananNya memenuhi syarat, layak dan diterima. Bersyukurlah kepadaNya yang rela menggantikan posisi kita.

Yesus menghibur Maria dan Yohanes dari atas kayu salib (ayat 25-29)

Walau tergantung menderita di kayu salib, Yesus masih melayani dan memberi penghiburan. Dia menghibur ibuNya Maria dengan mengatakan bahwa Yohanes murid yang dikasihiNya sebagai anaknya. Demikian juga sebaliknya Maria menjadi ibu bagi Yohanes (ayat 25-27).

Yesus tidak melawan ketika Dia disalibkan, pakaian dibagi-bagi dan jubahNya diambil. Derita dan aniaya ditujukan kepadaNya tetapi Dia tidak melawan. Dia membiarkan diriNya ditindas. Dia seperti anak domba yang taat, yang tidak membuka mulutnya ketika mau dibawa ke pembantaian. Dia seperti induk domba yang pasrah dan taat ketika bulunya digunting (Yesaya 53:7). Ya, Dia adalah Anak domba Allah (1:29; 1 Kor.5:7).

Yesus tidak mementingkan diriNya. Bahkan ketika menderita, dihina dan dianiaya di atas kayu salib Ia tidak minta supaya dihibur dan dikasihani. Sebaliknya, Dia menghibur Maria ibuNya dengan menunjuk Yohanes sebagai anaknya. Dia menghibur Yohanes dengan menunjuk Maria menjadi ibu Yohanes. Bagaimana dengan kita? Biasanya, lazimnya yang menderita, yang sengsara yang dihibur. Yesus yang menderita dan sengsara justru yang mengibur Maria dan Yohanes. Marilah kita mengikuti teladan yang telah ditunjukkan Tuhan Yesus. Sekalipun di saat kita susah, ada masalah kita masih bisa menjadi berkat bagi orang lain yang membutuhkan.

 Yesus menggenapi semuanya lalu mati (ayat 30).

Yesus tahu bahwa segala sesuatu sudah selesai, sudah hampir digenapi, dicapai, dituju. Karena Dia tahu semuanya akan selesai dan untuk menggenapi nubuat yang tertulis tentang kematianNya maka Yesus berkata bahwa Ia haus. KepadaNya diberikan anggur asam lalu diminumNya. Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: “Sudah selesai”. Kata ‘selesai’ pada ayat 27 dan 30 (Yunani ‘Teleos’ dari kata ‘telos’ artinya tujuan, sempurna). Melalui kematianNya, Yesus dengan sempurna dan tuntas melaksanakan misiNya. ‘Lalu Yesus menundukkan kepalaNya dan menyerahkan nyawaNya’. Ia menyerahkan nyawaNya. NyawaNya bukan diambil dan diserobot dariNya. Yesus sebagai subyek dalam kematinNya. Dia melakukan semuaNya, taat sampai mati supaya tergenapi nubuat dalam kitab suci. Supaya manusia percaya bahwa Dialah Mesias, Anak Allah. “…supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam namaNya” (20:31).    

Melalui sengsaraNya di kayu salib sampai mati, Yesus membayar hukuman dosa kita. Yesus membayar hukuman dosa dengan lunas. Yesus melaksanakan misiNya dengan tuntas. KematinanNya menyelamatkan kita. kematianNya menghidupkan kita.

Tema: “Rasakanlah Penderitaan Yesus”. Dalam bacaan yang pertama Maz. 22:1-9 kita melihat bagaimana Daud berseru kepada TUHAN karena penderitaannya. Ya, Daud sekalipun seorang beriman dan raja tapi dia menderita. Dia merasa sepertinya Tuhan meniggalkan dia. Akan tetapi Daud tidaklah sampai menderita seperti Yesus. Yesus sungguh-sungguh menderita. Dia sedia dan rela menderita. Tetapi Dia menderita bukan karena dosa dan pelanggaranNya. Dia menderita karena dosa-dosa kita. Rasakanlah bagaimana Dia berseru “Eli eli lama sabakhtani? (Tuhanku, Tuhanku mengapa Engkau meninggalkan Aku)”. Jadilah anak-anak Tuhan yang berperasaan. Bukan sebaliknya orang yang tidak punya perasaan. Dengan merasakan penderitaanNya kita akan semakin melihat pengorbananNya. Dengan semakin merasakan penderitaanNya, kita akan semakin percaya dan mengasihiNya. Kita semakin taat dan setia sekalipun menghadapi masalah dan penderitaan. Kita tidak lari dari masalah dan pergumulan kita. Kita bertekun menghadapinya dengan iman kepada Tuhan Yesus. Jikalau darah dan nyawaNya pun diberikanNya kepada kita, apalagi masalah dan pergumulan kita sehari-hari tentulah diberiNya jalan keluar.    

Penutup/ kesimpulan

Renungkan dan rasakanlah penderitaan Yesus di kayu salib yang bukan kebetulan tetapi kerelaanNya. Dia dianiaya, menderita dan menyerahkan nyawa bukan untukNya karena Dia tidak berdosa. Semua karena kasihNya yang besar. Dengan merasakan penderitaanNya kita mempunyai cara pandang dan pikir baru tentang kehidupan, masalah dan penderitaan. Kita tidak lagi takut, apalagi lari darinya. Kita menghadapinya dan mengatasinya dengan iman kepada Yesus. Karena kita tahu bahwa nyawaNya pun Dia berikan untuk menghidupkan kita. Apalagi untuk masalah dan penderitaan hidup sehari-hari. Benarlah firman Tuhan bahwa Ia sekali-kali tidak akan membiarkan dan meninggalkan kita (Ibrani 13:5b). KematianNya menyelamatkan kita, dan kematianNya menghidupkan kita. Maut dikalahkan oleh kematianNya. Maut tidak lagi berkuasa bagi orang beriman. Selamat Jumat Agung buat kita semua. Amin.  

Pdt. Juris Tarigan, MTh

GBKP RG Depok - LA

KAMIS, 29 MARET 2018 (KAMIS PUTIH), KHOTBAH MATIUS 26:38-42

Invocatio :

"Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. PeluhNya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah." (Lukas 22:44)

Bacaan :

Yohanes 18:1-9.

Thema :

"Bukan Kehendak-Ku Tetapi Kehendak-Mu-lah Yang Jadi"

 

Kata Pengantar.
Di dalam 1 Petrus 4:12, Petrus menasehati jemaat tentang arti penderitaan "...janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu". Kemudian Yakobus menghadapi jemaat yang sama penderitaannya dengan jemaat yang dilayani Petrus menasehatkan "Sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan". (Yak. 1:3). Masih banyak nasehat-nasehat di dalam Alkitab yang mengajak orang percaya bertahan di dalam iman ketika menghadapi kesukaran, penderitaan, kesedihan dan ketakutan. Tuhan tidak pernah menghapuskan penderitaan, pergumulan dari dunia dan hidup orang percaya. Tuhan tidak membunuh iblis dan membuangnya dari dunia, tapi mengusirnya seperti pada peristiwa pencobaan iblis kepada Yesus sesudah Ia di baptis. Tuhan tidak meniadakan dosa dan pengaruhnya (kekuatannya) dari dunia tapi Tuhan menebus dosa dari hidup orang percaya, tapi bukan berarti meniadakan "akibat dosa" yaitu penderitaan dan pergumulan dari orang percaya. Yang dikehendaki Tuhan dan yang dilakukanNya bagi orang percaya; supaya orang percaya menerima pergumulan, penderitaan, kesedihan dan ketakutan sebagai ujian bagi imannya dan menang mengakhiri penderitaannya unruk membuktikan kesetiaannya dan ketekunannya. Tuhan memberi kekuatan di dalam janjiNya dan panggilanNya bahwa Ia senantiasa menyertai anak-anakNya.

Pembahasan.
Adakah orang yang siap sedia menerima berita jika kepadanya diberitahukan "Di dalam waktu dekat kamu akan mati dan jalan kematianmu sangat tragis dan sadis dengan cara penyiksaan berat". Pastilah orang yang menerima berita tersebut sangat terkejut, terpukul orang dan hatinya akan diliputi kesedihan yang mendalam serta ketakutan dalam membayangkan penderitan berat yang akan dialaminya. Pastilah tidak mudah bagi seseorang pasien yang sakit kanker stadium akhir jika dokter menjelaskan bahwa umur hidupnya diperhitungkan tinggal satu bulan saja. Pastilah kesedihan sangat meliputinya, walaupun jalan kematiannya bukan dengan jalan penderitaan berat.

Kepada Yesus; jalan kematian yang akan dialaminya sudah diberitakan jauh jauh hari "Dia dianiaya..., seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian, seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya..." (Yesaya 53:7). Menghadapi saat-saat jalan salib yang tragis, sadis dan mengerikan itu semakin mendekat menghampiriNya, tentu saja membuat Yesus sedih dan gentar menghadapinya. (Kesedihan Yesus itu bukan sandiwara, sesuatu yang dibuat-buat; seperti ada pendapat yang mengatakan Allah tidak mungkin menderita. Allah memang tidak mungkin menderita tapi Allah yang menjadi manusia, yaitu Yesus adalah manusia sepenuhnya dapat bersedih dan gentar karena penderitaan salib). Perasaan sedih dan gentar bukanlah dosa, dan perasaan Yesus tersebut bukti bahwa Ia adalah manusia sepenuhnya. Sedih dan gentar yang dialami Yesus sangat dalam di jelaskan dengan perkataanNya "HatiKu sangat sedih seperti mau mati rasanya". Sepertinya dengan ucapan Yesus tersebut Alkitab hendak menjelaskan bahwa tidak ada kesedihan yang lebih dalam dan berat dari kesedihan yang dialami Yesus. Yesus mengalami penderitaan jiwa yang sangat dalam.
Semua orang pada umumnya akan merasa sedih bila menghadapi perpisahan, apalagi perpisahan karena kematian. Siapapun manusia normal akan ngeri menghadapi penyaliban apalagi orang orang pada jaman Yesus umumnya mereka sudah melihat ngerinya menghadapi penyaliban dan hinanya kematian disalibkan sebab dipertontonkan. Apabila hukuman mati dengan jalan salib disebabkan kesalahan sendiri dan jika yang dihukum tersebut belajar menerimanya mungkin hukuman salib tidaklah terlalu menyakitkan. Tapi kepada Yesus penetapan hukuman mati dengan jalan salib itu bukanlah karena kesalahanNya, tapi hukuman karena dosa dan kesalahan manusia dan dunia yang ditanggungkan kepadaNya. Tanpa berbesar hati dan pengampunan tidak mudah Yesus dapat menerima kenyataan tersebut. Untuk itu Yesus berjuang menerimanya, Ia perlu waktu merenungkannya dan mempertimbangkannya, karena itu Ia memisahkan diri dari murid-muridNya dan berdoa mendekat kepada Bapa, seperti biasa dilakukanNya di dalam pelayanan.

Mengetahui beratnya penderitaan yang akan di hadapiNya, Yesus tidak menghindarinya, meskipun ada kesempatan untuk lari atau mengingkarinya. Kematian di atas kayu salib adalah kematian yang paling hina (menurut pemahaman orang Yahudi) dan yang paling bodoh (menurut pemahaman orang Yunani) tapi meski berat menerima kenyataan tersebut Yesus tidak mungkir dari panggilanNya. Ia mempersiapkan diri supaya Ia sepenuhnya siap menghadapinya dan menjalaniNya. 

Ketika rasa sedih yang mendalam dan kengerian jalan salib membayangi Yesus maka sesungguhnya pada saat itu penderitaan jalan salib sudah dialami Yesus, sudah dimulai di dalam diri Yesus. Sudah biasa di dalam pelayananNya Yesus mengandalkan doa, tetapi menghadapi jalan salib itu Yesus berdoa tidak seperti biasanya. Menimbang beratnya penderitaan salib itu Yesus memohonkan kepada Allah Bapa sekiranya bisa cawan itu di lewatkan daripadaNya, tapi Yesus telah menunjukkan sikapnya "Ya Bapa-Ku jika cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendakMu". (Mat. 26:42). Lukas memberitakan ketika Yesus berdoa, Ia sangat ketakutan dan makin sungguh-sungguh berdoa. Peluhnya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah". (Luk. 22:44). Tidak ada pilihan lain, Yesus harus menerima jalan salib. "Jadilah kehendakMu" bukan sikap pasrah "terserah Allah sajalah!" Melainkan sikap berserah "Aku siap melaksanakan perintah Allah dan setia mengikuti ketetapan Allah!" Yesus ingkar diri dan siap pikul salib. Yesus berdoa dengan sungguh-sungguh bukan memaksakan kehendakNya, bukan sekedar seruan-seruan permohonanNya, tapi Yesus berdoa mendengarkan apa yang diperkatakan Allah, mau memahami apa kehendak Allah. 

Yesus mengajak kesebelas muridNya ( sebelas sebab Judas Iskariot telah pergi berhianat) ke taman Gesemani. Di taman Itu Yesus mengajak Petrus, Yakobus dan Yohanes bersamaNya lebih ke tengah taman dan murid Yang lain menunggu di tempat yang lain. Dalam menghadapi kesedihan itu Yesus mengajak murid-muridNya ikut merasakannya, berjaga-jaga (dan tentunya juga supaya mereka berdoa untuk diri meteka masing-masing supaya mereka tidak jatuh) apabila saat penyiksaan itu tiba. Di dalam kitab Lukas dituliskan tegoran Yesus kepada murid-muridNya " Berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan". (Luk. 22:40). Yesus mengandalkan Petrus, Yakobus dan Yohanes mendukungNya berdoa, dan sebagai saksi dari semua kesedihan yang dialamiNya. Tapi setelah satu jam Berdoa, Yesus mendapati mereka tertidur. Hal tersebut terjadi sampai tiga kali. Sikap murid-murid tidur tentunya menambah pergumulan dan kesedihan Yesus. Para murid tidak sanggup melawan kehendak dagingnya, melawan rasa ngantuknya sehingga mereka sudah merusak pertemanan dengan Yesus dan penghormatan serta kesetiaan murid kepada Guru. Para murid telah gagal ujian iman di taman Getsemani. Pada saat ketiga kalinya Yesus kembali dari berdoa kepada murid-muridNya Yesus tetap mendapati mereka tidur dan Yesus berkata "Tidurlah sekarang dan istirahatlah". Perkataan Yesus itu mempunyai arti bahwa ke tiga murid-murid itu telah menyia-nyiakan kesempatan yang sangat berarti di dalam penderitaan Yesus, kesempatan itu sudah habis, mereka telah menggagalkan dirinya menjadi murid yang dipilih Yesus lebih khusus. Ke tiga murid itu tidak ada bedanya dengan ke delapan murid yang lain, mereka "tidur". Yesus harus menghadapi sendiri kesedihan dan beban berat jalan salib.

Kesedihan Yesus bukan hanya tentang penderitaan di jalan salib yang akan dialamiNya tapi juga Yesus masih harus berjuang untuk kesiapan iman murid-muridNya. (Secara perhitungan manusia kalau kita renungkan dengan keadaan kualitas iman murid-murid seperti pada saat Yesus berdoa itu maka mereka tidak akan kuat dan tangguh meneruskan misi penginjilan). Mungkin karena itulah Yesus telah mendoakan murid-murid yang di utusNya serta orang-orang yang menjadi percaya karena penginjilan mereka. (Bd. Yoh. 17:20).

Refleksi
Rela berkorban bukan hanya sekedar tekad atau pengakuan, tetapi harus menjadi perbuatan ketika saatnya tiba, tetap setia meski menakutkan dan menyakitkan. Jalan yang di tetapkan Tuhan harus di jalani sesuai kehendakNya supaya bermakna dan bernilai seperti yang dikehendaki Tuhan. Karena itu rupa-rupa pergumulan di dalam dunia akan tetap ada dan pergumulan di dalam kehidupan orang percaya tidak akan ditiadakan Tuhan, sebab penderitaan penderitaan itu tujuannya untuk melatih orang percaya berdiri kokoh di dalam Tuhan. Penderitaan-penderitaan tujuannya juga untuk membuktikan kepada dunia tentang kesetiaan dan kokohnya orang percaya. Melalui penderitaan-penderitaan yang menimpa kehidupan orang percaya berguna untuk "melatih" orang percaya peduli kepada sesama, rela berkorban. (Tidak tertidur seperti murid-murid Yesus ketika melihat Yesus di dalam kesedihan).

Penderitaan yang dialami Yesus seharusnya juga menjadi pergumulan murid-murid, sehingga mereka semakin bersatu, sehati, berjuang bersama-sama memberi dukungan kepada Yesus supaya Yesus lepas dari kesedihan dan penderitaanNya. Tapi yang terjadi kehendak daging, kelemahan tubuh telah mengalahkan sikap juang para murid. Bagaimana dengan kesetiaan kita mendukung teman di dalam penderitaannya dan bagaimana jika anda yang menghadapi penderitaan itu apakah anda akan mengandalkan manusia? Kelihatannya orang yang mengandalkan manusia akan kecewa, maka mari kita belajar kepada Yesus di dalam menghadapi kesedihan dan penderitaanNya mengandalkan doa kepada Allah Bapa dan mendapat kepastian serta setia kepada jalan Tuhan dan mengucapkan doa seperti doa Yesus "Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendakMu!"

Di dalam penderitaan, kesedihan dan ketakutan berdoalah menyampaikan permohonan kelepasan tapi dengarkan juga kehendak Allah. Berdoa bukan hanya si pendoa berkata-kata menyampaikan harapannya tapi ia juga harus "mendengarkan dengan imannya" suara Allah kepadanya. Pendengaran akan suara Allah itu yang membawa orang percaya di dalam pergumulannya dapat memahami dan menerima maksud Allah kepadanya. Sehingga walaupun penderitaan tidak di ambil dari padanya, walaupun penyakit tidak sembuh atau bahkan semakin berat, walaupun kesulitan ekonomi belum dapat di tanggulangi dll tapi jika dapat mengerti maksud Allah dan dapat menerima jalan yang di tetapkan Allah maka akan semakin besar kestiaan mengikut Allah. 

Pdt. Ekwin Ginting

GBKP Rg. Sitelusada

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD