Minggu 24 Maret 2019, Khotbah Markus 12:1-12

Invocatio :

“Mataku tetap terarah kepada TUHAN, sebab Ia mengeluarkan kakiku dari jaring” (Mazmur 25 : 15)

Bacaan :

Kejadian 28 : 10 - 19 (Tunggal)

Tema :

“Yesus Sang Batu Penjuru!”

 

Pendahuluan
Saudara-saudari yang terkasih, adalah lumrah dan biasa bagi kita melihat bangunan mulai dari yang kecil, sedang sampai besar; yang rendah, bertingkat sampai pencakar langit. Semua gedung dan bangunan tersebut membutuhkan bahan bangunan yang beraneka ragam. Salah satu yang mau saya sebutkan yaitu batu. Dan di antara berbagai batu dalam membangun bangunan ada satu batu yang terutama dan terpenting yaitu batu penjuru, terutama hal ini dipakai di Israel. Di Indonesia kita jarang memakai batu penjuru dalam membangun rumah. Batu penjuru memegang peranan kunci menentuken kokoh dan kuatnya bangunan. Seperti bangunan atau gedung membutuhkan batu penjuru demikian bangunan iman hidup dan kehidupan kita. Apa dan siapakah batu penjuru bangunan iman kita?

ISI
Yesus Kristus adalah Sang Batu Penjuru
Tuhan Yesus menyampaikan perumpaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur bagi para pemimpin Yahudi yang berkuasa yaitu ahli Taurat, iman dan para tua-tua. Perumpamaan ini dikutip Yesus dari Yesaya 5:1-7 yaitu ‘Nyanyian tentang kebun anggur’, lalu direfleksikannya dalam situasi terkini di zamanNya. Perumpaan ini diberikan Yesus sebagai jawaban tidak langsung pertanyaan para pemimpin itu akan asal atau sumber kuasaNya mengutuk pohon ara (11:12-14); dan melakukan penyucikan Bait Allah (11:15-19). Dari perumpaan ini yg dimaksud dengan kebun anggur adalah bangsa Israel; pemilik kebun anggur adalah Allah, para penggarap yang jahat adalah para pemimpin Yahudi yang menolak Yesus Kristus; para hamba yang diutus adalah nabi-nabi dan imam; anaknya yang kekasih sang ahli waris (ayat 6) adalah Anak Allah yaitu Yesus Kristus; dan para penyewa yang lain adalah semua orang non Yahudi. Tuhan Yesus melalui perumpamaan ini menunjukkan identitasNya sebagai Anak Allah. Sebagai penutup dari perumpamaanNya, lalu Ia mengutip firman dari Mazmur 118:22, 23 untuk menyatakan bahwa Dia adalah Sang batu penjuru yang dibuang oleh para pemimpin di atas.
“Yesus adalah Sang Batu penjuru”, inilah tema kita pada Minggu Passion ke IV atau Minggu Okuli ini. Yesus yang adalah batu penjur itu sangap prinsip, penting dan perlu sekali dalam kehidupan kita. Yesus sang Batu Penjuru itu sangat menentuken kokoh atau rapuhnya bangunan hidup rohani kita, tegak dan miringnya hidup spiritualitas kita, serta tahan atau tumbangnya kita.

2 Sikap manusia terhadap Yesus Sang Batu Penjuru
1. Sikap menolakNya menjadi batu penjuru dalam hati dan kehidupan kita. Para pemimpin Yahudi jelas sekali menolak Yesus sebagai Anak Allah dan sebagai Batu Penjuru. Dalam ayat 12 dikatakan bahwa mereka berusaha menangkapNya, tetapi mereka takut kepda orang banyak, jadi mereka membiarkanNya. Perumpamaan di atas mau menyatakan keprihatinan Allah akan keterpisahan (gap) yang semakin lebar antara diriNya dengan umatNya oleh karena penolakan dan ketidaktaatan mereka. Siapapun yang menolak Yesus Kristus, Putra Allah pasti akan ditolak Allah. Yang menolak batu penjuru pasti hidupnya akan rapuh, goyah dan akan setera rubuh. Ada akibat atau konsekuensi yang jelas dan sangat buruk sekali bila menolak Yesus Sang Batu Penjuru. Siapapun yang molak Allah di dalam Yesus Kristus pasti akan roboh dan runtuh.
2. Sikap menerima Yesus menjadi batu penjuru hidupnya. Sekalipun para pemimpin Yahudi menolakNya tetapi ada banyak orang yang menerimaNya. Ada banyak para penggarap/ penyewa yang lain yang menerima kepercayaan yang Tuhan tawarkan dan berikan. Inilah yang terjadi terhadap semua orang non Yahudi yang menerima Yesus menjadi batu penjuru hidup mereka. Semua yang menerimaNya beroleh kasih karunia dan berkatNya. Yang menerimanya menerima kehidupan kekal, tetap tegak berdiri dan kuat menghadapi segala angin topan, tornado dan badai kehidupan. “Tetapi semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya” (Yoh. 1:12). Tuhan Yesus mempercayakan Kerajaan Allah bagi kita. Bukan karena kelayakan dan kepatutan kita sehingga kita meneriman Kerajaan Allah dan menjadi wargaNya. Semua karena kasih dan anugerahNya yang besar kepada kita. Jangan sia-siakan kepercayaan yang Tuhan berikan bagi kita. Jangan salahgunakan kepercayaan yang diberikanNya kepada kita. Kita menghargai kepercayaan Tuhan kepada kita dengan hidup beriman dan taat kepadaNya. Juga dengan hidup mengasihi sesama dan semua ciptaanNya.

Menerima Yesus sebagai batu penjuru berarti menjadi berkat bagi sesama (Bacaan dari Kejadian 28:10-19).
Allah berjanji bahwa melalui Abrahan dan keturunanNya (tunggal, bukan keturunan-keturunanNya) semua bangsa akan mendapat berkat. Keturunan Abraham yang dimaksud adalah Yesus Kristus. Di dalam Yesus janji itu telah dipenuhi/ digenapi. Semua orang yang percaya Yesus sebagai Tuhan dan JuruselamatNya telah diberkati. Diberkati dalam arti diselamatkan dan beroleh hidup yang kekal. Semua orang yang menerima Yesus sebagai batu penjuru dan dasar/ pondasi hidupnya telah menjadi Israel baru yaitu Gereja.
Sebagai gereja (Israel baru), maka kita tidak hanya menerima berkat dan diberkati tetapi juga memberkati. ‘Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu dikasihi kita’ (1 Yoh.4:19). Kita memberkati karena Allah telah terlebih dahulu mengasihi kita. Kita menjadi berkati dengan menghasikan dan memberi buah iman sebagai kebun anggur Tuhan. Sudahkah kita menghasilkan buah? Apakah buah yang kita produksi buah yang asam, pahit, atau busuk? Apakah kita selama ini menjadi batu sandungan bagi orang lain? Sepatutnya orang yang beriman bukan menjadi batu sandungan tapi batu pijakan, batu yang berguna bagi orang lain. Yang diminta Tuhan Yesus dari kita yaitu buah yang baik, ranum dan manis. Untuk memproduksi dan memberi buah yang banyak, bagus dan manis maka mata kita harus selalu memandang kepada Tuhan Yesus untuk menolong kita (bnd Invocatio dari Maz. 25:15). Ya Minggu Okuli mengajak kita untuk terus dan tetap memandang kepadaNya.

Penutup/ kesimpulan
Ada banyak godaan di zaman now ini yang menawarkan diri bagi kita untuk batu penjuru ataupun batu pondasi kehidupan kita. Ada berupa materi, jabatan/ kedudukan, pangkat/ kuasa, pengetahuan dan teknologi. Semua godaan itu adalah batu penjuru yang semu dan palsu. Ketika kita menjadikannaya menjadi batu penjuru kehidan kita, bukannya makin kokoh dan tangguh malah semakin rapuh. Semua itu tidak dapat menyelamatkan kita. Tidak ada batu penjuru yang lebih kuat, kokoh dan teguh selain Yesus Kristus saja. Dialah Sang Batu Penjuru yang sejatilah yang memberi kita keselamatan kekal bagi kita. Dengan tetap bersandar dan mendasarkan hidup kita pada Yesus Batu Penjuru, kita akan tetap tenang dan menang. Bersama Yesus Sang Batu Penjuru hdiup kita tangguh dan kokoh; bersama yang lain hanya membawa ktia goyah dan roboh. BersamaNya kita tersanjung (damai dan sejahtra), bersama yang lain kita tersandung.

Pdt. Juris Tarigan, MTh
GBKP RG Depok - LA

Minggu 17 Maret 2019, Khotbah Ayub 42:1-6

Invocatio :

Ingatlah segala rahmatMu dan kasih setiaMu, ya Tuhan, sebab semuanya itu sudah ada sejak purbakala (Maz. 25:6)

Bacaan :

Ibrani 4: 14-16 (T)

Tema :

Tuhan sanggup melakukan segalanya (Dibata ngasup ngelakoken kaipe)


PENDAHULUAN
Penderitaan dalam dunia ini merupakan sebuah persoalan yang tidak mudah untuk dijelaskan. Jika Tuhan baik dan berkuasa mengapa Dia “membiarkan” penderitaan ada dalam dunia? Bagi mereka yang pernah bersentuhan secara langsung dan mendalam dengan penderitaan, pertanyaan ini menjadi jauh lebih rumit. Rasa sakit yang ada terlihat begitu nyata. Seringkali sukar untuk diungkapkan dengan kata-kata.

Persoalan ini tidak menjadi mudah oleh orang orang kristen. Terkadang kita juga bergumul dengan pertanyaan yang sama. Lebih dari itu kita juga memiliki persoalan versi kita sendiri. “Jika Tuhan baik, mengapa orang baik menderita?

ISI
Kotbah/Nats kali ini menyediakan sebagian jawaban, walaupun tidak begitu tuntas. Karena tidak ada satu teks yang mampu menerangkan segala aspek yang bersentuhan dengan pergumulan ini. Namun paling tidak kita akan memliki pondasi yang kokoh untuk berdiriteguh ditengah kehidupan yang tidak pernah lepas dari berbagai pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan.Dalam kaitan dengan persoalan ini, tidak salah apabila kita belajar dari kehidupan Ayub. Dia dikenal sebagai orang yang saleh di dalam Alkitab (Yeh. 14:14,20). Secara khusus dia adalah tokoh Alkitab yang sering kali dihubungkan dengan ketabahan dalam menghadapi penderitaan (Yak. 3:11).
ay. 1 : “Maka jawab Ayub kepada Tuhan”
Memberikan jawab terhadap apa yang kita komplainkan dengan Tuhan, baik itu yang menyangkut ragam pergumulan, penderitaan, kesusahan yang silih berganti tiada henti sebagaimana yang dihadapi Ayub. Sehingga dia komplain terhadap Tuhan, bukanlah hal yang mudah, sehingga dikala Ayub mampu memberi jawab, memberikan respons yang terakhir atas segala pergumulannya di hadapan Tuhan.

ay. 2 : Kekuatan untuk mengungkapkan suatu kesaksian yang lahir dari hati nurani yang terdalam dari Ayub yaitu mengakui kemahatahuan Tuhan sekaligus kesanggupan Tuhan untuk segala sesuatu walaupun keadaan Ayub saat itu belum dipulihkan.

ay. 3 : Dasar untuk mengambil keputusan atas berbagai persoalan yang masih terselubung adalah pengetahuan. Dasar dari segala pengetahuan adalah Firman Tuhan yang tertuang dalam Amsal 1:7. Ternyata Ayub sudah menang, bahkan sebelum ada perubahan keadaan. Solusi sejati seringkali bukanlah perubahan keadaan melainkan perubahan diri kita sendiri.

ay. 4 : Mendengar adalah sesuatu hal yang perlu dilakukan oleh Ayub. Dengan kesediaan mendengar maka Tuhan akan bertanya kepada Ayub dan Ayub akan memberitahukan segala pergumulannya kepada Tuhan.

ay. 5 : Tidak jarang kita mengenal seseorang dari apa kata orang terhadap orang tersebut. Sama halnya pengakuan Ayub tentang Tuhan yang ia dengar dari apa kata orang, yang pada akhirnya mengarahkan matanya untuk memandang Tuhan.

ay. 6 : Di antara dua pilihan yang ada, maka lebih banyak pilihan jatuh kepada pilihan yang terakhir. Di mana menurut kaca mata Allah, Ayub tidak bersalah dalam perkataannya (42:7-8). Hanya bagaimanpun kelemahannya, kekurangan dapat juga kita katakan kesalahan Ayub adalah rasa ingin tahunya yang terlalu besar,dia mencoba untuk memahami hal-hal yang melampaui pengetahuannya (ay.3),dia menganggap bahwa dia mampu memahami hal-hal yang rumit, ini adalah kesombongan. Karena itu Ayub perlu bertobat dan merendahkan diri di atas abu (42:6b).

APLIKASI
• Mengaku dosa, mengakui segala kekurangan dan kelemahan yang kita miliki bukanlah hal yang mudah. Untuk mengakui senua itu, dibutuhkan kerendahan hati, kesadaran dan kemampuan untuk mengungkapkan segala keberadaan kita, yang serba terbatas yang tidak sempurna ini dengan apa adanya dan dalam kepasrahan berserah serta bersandar kepada Kristus Yesus sebagai Iman besar yang telah mewakili kita untuk menebus segala dosa kita dengan pengorbananNya sendiri (band. bacaan ibrani 4:14-16)
• Setiap orang tanpa terkecuali pernah mengalami teguran. Apa dan bagaimana teguran itu tentu akan sangat menyakitkan. Respon kita terhadap teguran itu tergantung pribadi seseorang (cuek, putus komunikasi, dll). Tapi bagaimana jika teguran itu datang dari Allah, bagaimana yang dihadapi Ayub. Ada dua sikap drastis dari Ayub. Setelah Allah menegur Ayub :
o Pertama : Ayub merendahkan dirinya sendiri dihadapan Allah.
Kedua : Ayub mencabut pembelaannya.
Dan setelah itu Ayub tidak lagi menderita, bahkan hidup dalam berkelimpahan dalam berbagai hal yaitu dalam hal kesehatan, kekayaan dan kebahagiaan. Hidup dalam berkat karunia Allah yang melimpah.
• Kita juga harus sadar sadar siapakah kita di hadapan Tuhan? Dia selalu mengasihi kita. Perbuatannya yang begitu besar dan ajaib menyertai kehidupan kita hari ini dan sampai selama-lamanya. Amin

Pdt. Neni Triana Sitepu
Runggun Cisalak

Minggu 10 Maret 2019, Khotbah Amsal 4:18-27

Invocatio :

“Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di
hadapanMu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kananMu ada nikmat senantiasa” (Mazmur 16:11)

Bacaan :

Galatia 1:11-18

Tema :

“MENJALANI JALAN YANG BENAR”

 

I. PENDAHULUAN
Dalam hidup kita selalu diperhadapkan pada pilihan dan keputusan. Kadang kita bingung dalam memilih jalan mana yang harus ditempuh. Konflik antara keinginan, kenyamanan dan kebebasan hidup menjadi suatu hal yang tidak mudah dilalui. Semua orang percaya ingin hidupnya lurus dan benar agar bisa mencapai tujuan akhir yang diinginkan. Tetapi berbagai penyesatan dan pengajaran keliru yang dianut dunia bisa setiap saat membuat kita miring ke kiri dan ke kanan, berbelok, bengkok dan serong. Berbagai ‘penyakit’ dunia bisa meracuni kita dan mengalihkan kita dari jalan yang lurus, jalan yang terang menuju gelap dan kesesatan.

Lalu apa yang sebenarnya diinginkan Tuhan bagi kita? Tuhan ingin kita tetap hidup dengan menjaga kesucian, tiada beraib dan tiada bernoda sehingga kita bercahaya di antara manusia lainnya seperti bintang-bintang di dunia (bnd. Filipi 2:15).

Bagaimana caranya agar kita bisa tetap bertahan untuk terus lurus dan tidak menjadi bengkok? Bagaimana agar kita bisa tetap berjalan dalam koridor yang benar, tetap lurus meski kita terus dibelokkan? Untuk itu senantiasa kita meminta petunjuk dan kebijaksanaan padaNya melalui firmanNya dan dengan cara selalu berseru kepada Tuhan (Minggu Invokavid: Erlebuh ia ku Aku), maka Dia akan menjawab dan meluruskan jalan kita.

II. PENDALAMAN NATS
Kitab Amsal adalah kumpulan ucapan ringkas dan ucapan berbentuk nasihat untuk mendidik para pemuda. Dalam bahasa Ibrani “Amsal” diterjemahkan dari kata misyle/masyal yaitu singkatan dari misyle syelomoh, artinya amsal-amsal Salomo, yang merupakan amsal-amsal orang bijak (Amsal 22:17; 24:23). Dalam nas ini (ay. 18-27) diperlihatkan sebuah pokok pengajaran agar para pendengarnya berpegang teguh pada yang baik, yaitu Firman Tuhan.

Istilah “Jalan” (Ibr. Derek)merupakan lambang dari sikap hudup dan tingkah laku seseorang. Orang yang berhikmat disamakan dengan orang yang berjalan di jalan lurus atau benar, yang akan menghindarkan orang itu dari bermacam masalah. Sikap hidup dan tingkah laku yang benar ini menuntun orang pada “kehidupan”. Sehingga jalan orang benar digambarkan seperti cahaya fajar dan terang; seperti cahaya mentari di pagi hari yang semakin lama semakin terang cahayanya. Hidup orang benar itu seperti terang, bahkan semakin lama semakin terang karena berjalan dengan hikmat Tuhan yaitu firman Tuhan.

Alkitab tidak mencatat jalan hidup orang benar seperti cahaya fajar ‘dari terbit matahari sampai terbenamnya’, seringkali kita campur dengan filosofi duniawi yang mengatakan hidup ini bagaikan roda kadang di atas, kadang di bawah. Tetapi firman Tuhan mengatakan bahwa keadaan kita akan semakin baik apabila kitaselalu mendengarkan dan mengikuti jalanNya. Dalam Ulangan 28:13 “Tuhan akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah Tuhan, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia”. Namun konteks nas ini bukan mau membawa kita kepada sebuah pemahaman “teologi sukses”, tapi menekankan kepada kita bahwa ketika kita memakai dan menjadikan Firman Tuhan sebagai pedoman hidup kita maka akan terjadi transformasi hidup, baik itu cara pandang, pola pikir maupun pengharapan kepada Tuhan dalam menjalani dinamika hidup (baik itu lurus, terjal, lembah, kerikil, berbatu, licin maupun berliku). Jadi bukan diartikan kita tida akan pernah lagi sakit atau terus naik pangkat dan jabatan strategis akan selalu kita raih, tapi walaupun yang terjadi tidak seperti yang kita inginkan, iman kita meneguhkan dan meyakinkan kita bahwa ‘jalan Tuhan selalu benar’.

Sekali lagi firman Tuhan katakan jalan hidup orang benar seperti cahaya fajar yang kian bertambah terang semakin terang sampai rembang tengah hari, ini puncaknya terang. Tuhan menginginkan kita terus belajar dan berpedoman kepada ‘terang’ yang sesungguhnya yaitu Kristus. Yohanes 8:12 “Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup”.

Untuk itu supaya kita tetap berjalan dalam jalan yang benar dan terang kita semakin terang, kita harus melakukan:
1. Mengarahkan Telinga (ay. 20-22)
Kita harus mengarahkan telinga kita kepada hal-hal yang baik, yang membangun dan kepada firman Tuhan yang mengarahkan dan menuntun kita dalam jalan kebenaran. Lukas 8:18 “Karena itu, perhatikanlah cara kamu mendengar. Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ia anggap ada padanya”. Bukanlah tanpa tujuan jika Tuhan meciptakan 2 telinga dan 1 mulut bagi manusia; tujuannya adalah supaya kita lebih banya mendengar daripada berkata-kata, sebab “di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi” (Amsal 10:19). Maka dari itu firman Tuhan menasihatkan, “setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata....” (Yakobus 1:19). Tuhan menghendaki kita banyak mendengar, terutama dalam hal mendengarkan firman Tuhan, sebab “...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus” (Roma 10:17).

2. Menjaga Hati (ay. 23 “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan”)
Hati adalah pusat dari setiap hal yang kita rasakan, karena dari hati kita bisa merasakan suka dan duka, kekecewaan, kebimbangan bahkan juga dapat merasakan sakit. Oleh karena itu sangat perlu menjaga hati terutama dari segala perkataan negatif yang masuk ke dalam hati, supaya hati kita tetap dikuasai oleh cinta kasih Tuhan. Cara menjaga hati juga dapat dilakukan dengan selalu memiliki hati yang bersyukur kepada Tuhan. Sebab dengan bersyukur pada Tuhan membuat hati kita tetap terjaga. Firman Tuhan merupakan salah satu cara supaya hati tetap dikuatkan dari setiap kebimbangan. Karena di dalam firman Tuhan ada janji yang dapat menguatkan iman kita.
Tuhan rindu supaya kita boleh memiliki hati yang bersih serta murni di hadapanNya. Jadi jangan pernah mengizinkan hati kita dikuasai oleh hal-hal yang negatif. Jangan biarkan dosa menguasai hati kita, buanglah segala kebencian dan dendam, sebaliknya isilah dengan kasih Tuhan.

3. Buanglah Mulut Serong (ay. 24 “Buanglah mulut serong dari padamu dan jauhkanlah bibir yang dolak-dalik dari padamu)
Amsal 13:3 “Siapa menjaga mulutnya, memelihara nyawanya, siapa yang lebar bibir, akan ditimpa kebinasaan”. Amsal mengingatkan bahwa “mulut” bisa memberikan dampak yang sangat besar dalam kehidupan kita. Mulut perlu dijaga untuk menciptakan keadaan dan situasi yang aman tentram. Bagi Amsal, mulut dijaga supaya apa yang dikatakan mendatangkan kebaikan, syalom, sukacita, ketenangan. Kolose 4:6 “Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang”.
4. Arahkan Pandanganmu Ke depan (ay. 25-27)
Janganlah kita menjalani hidup sambil mengingat-ingat peristiwa masa lampau yang bisa mengganggu masa depan kita. Orang yang mau berjalan maju tetapi ia masih ‘bernostalgia’ dengan kesuksesan atau kegagalannya masa lalu, ia akan menjadi “tiang garam”, sama seperti Isteri Lot. Ia akan mengalami kegagalan, itu berarti ia tidak akan memeperoleh kebahagiaan.

Ay. 26, 27 “Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu. Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan”. Arahkanlah matamu ke depan jangan terpengaruh oleh godaan di kanan dan kiri jalanmu, terus fokus ke depan.

Invocatio: “Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapanMu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kananMu ada nikmat senantiasa” (Mazmur 16:11). Orang percaya berpegang pada hikmat dan berjalan menurut pimpinan Firman Tuhan. firmanNya menjadi pelita, sumber sukacita dan penghiburan yang menerangi jalan mereka. Mereka meneladani Terang, setia menjadi terang bagi setiap orang yang dijumpai. Dengan begitu, mereka menyingkirkan kegelapan. Terang bertambah, anugerah pun semakin bertumbuh. Semakin kuat mereka menjaga kekudusan, sukacita, dan kehormatan rohani, semakin deras hidup mereka mengalirkan kemurnian hati, kasih, kebenaran, keadilan dan kejujuran.

III. APLIKASI
Ada sebuah petikan syair lagu yang berbunyi:
“Berliku-liku kehidupan ini
Jalan mana yang harus ku lalui
Rintangan dan cobaan s’lalu menghalangi
Bila ku ingin datang padaMu”
Dalam hidup ini ada banyak tawaran, godaan, cobaan tetapi arahnya kepada jalan yang salah. Ini adalah sebuah tantangan iman bagi kita orang kristen. Sebagai pengikut Kristus yang setia, kita pasti memilih satu jalan yang benar yaitu jalan Tuhan dalam arti setia melakukan kehendak firmanNya. Memilih jalan Tuhan berarti menjadikan firman Tuhan sebagai penerang seluruh perjalanan hidup kita dan tingkah laku di jalan hidup yang kita tempuh (Mazmur 119:105 “FirmanMu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku”). Sehingga hidup kita dituntun untuk menikmati kebahagiaan dan berkatNya.
Hidup adalah ibarat perjalanan. Perjalanan yang panjang dimana sepanjang perjalanan itu kita akan menemui realita kehidupan “ada lubang, ada tanjakan, ada turunan, dan terkadang kita harus terjerembab karena terantuk di batu” tapi perjalanan ini harus diteruskan bukan dihentikan, karena kita punya tujuan dari perjalanan itu. Dan perjalanan itu mungkin akan terasa berat dan tidak mudah, karena mungkin tidak seperti yang kita bayangkan atau harapkan (bagi sinatap deleng). Ingat lagu Ebiet G. Ade “Berita Kepada Kawan”
Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan
Sayang kau tak duduk di sampingku kawan
Banyak cerita yang mestinya kau saksikan
Di tanah kering bebatuan......
Tapi perjalanan ini akan terasa lebih mudah dan menyenangkan ketika kita punya ‘teman setia’ untuk berbagi cerita dan rasa. Dialah Yesus sang “Kawan Sejati”, yang selalu ada di sepanjang perjalanan hidup kita, Dia tidak pernah meninggalkan kita dan mau mendengarkan cerita kita. Satu hal yang pasti Dia akan ‘memandu’ kita dalam perjalanan ini sehingga kita tidak tersesat tapi sampai dan selamat di tujuan akhir kita, yaitu Rumah Bapa yang kekal.

Pdt. Irwanta Brahmana-(GBKP Rg. Surabaya)

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD