Minggu 23 Juni 2019, Khotbah Yohanes 13:31-35
Invocatio :
"Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapa pun juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat" Roma13:8
Bacaan :
Yesaya 11:1-9 ( Tunggal)
Tema :
Tanda sebagai Murid-Murid Yesus
I. Pendahuluan
Bahan kita kali ini akan membahas tentang tanda menjadi murid Yesus. Kita akan mencoba memahami arti tanda itu apa?.
Menurut KBBI Tanda artinya yang menjadi alamat atau yang menyatakan sesuatu : dari kejauhan terdengar sirene -- bahaya; 2 gejala: sudah tampak -- nya; 3 bukti: itulah -- bahwa mereka tidak mau bekerja sama; 4 pengenal; lambang: kontingen Indonesia mengenakan -- Garuda Pancasila; 5 petunjuk. Pada tulisan ini akan kita lihat bagaimana tanda/bukti/pengenal sebagai murid-murid Tuhan Yesus. contohnya jika kita mempunyai anak/keluarga, kita akan mengenal orang itu adalah bagian keluarga kita karena ada petunjuk/tanda yang sudah kita kenal (bisa baju yang dipakainya sehari-hari, suaranya, cara dia berjalan, sikap dan tingkah lakunya, kebiasaannya, kemiripan wajah dsb). Kita juga akan menggali bagaimana ciri-ciri/ tanda murid Yesus menurut Injil Yohanes
II. Isi dan aplikasi
Dalam Teks Yohanes 13 ini Bahwa Yesus tahu akan segera ditangkap dan dia menghitung waktu sebelum dia ditangkap dan menderita. Dia mengadakan perjamuan makan dengan murid-muridNya. Kita tahu bahwaYesus adalah Tuhan dan Dia telah mengetahui bahwa salah seorang murid akan menjual Yesus dan ada juga murid (Petrus) yang menyangkal dan meyatakan dia tak mengenal Yesus. Dia Tahu waktuNya akan tiba. Dia akan pergi meninggalkan duniadan kembali ke rumah BapaNYa (Johanes 13:1). Namun dalam ke Maha tahuan Yesus, bagaimana responNya terhadap murid-muridNya? Dia tetap mengasihi mereka. Yesus tidak fokus pada perbuatan yang akan dilakukan Yudas, Petrus, dkk padaNya. Yesus bangkit dari tempat duduknya, menjadi seorang hamba/budak (slave) membasuh kaki mereka satu persatu yang kotor dan berdebu serta mengadakan perjamuan makan malam bersama. Inilah gambaran Yesus Tuhan kita sebagai sumber kasih yang agape. Bagaimana dengan konteks kita saat ini, masih relevankah kasih ditengah banyaknya konflik, fitnah, permusuhan, kebencian, balas dendam, bahkan pembunuhan keji, pemboman gereja? Masihkah KASIH menjadi Tanda Pengikut dan murid- murid Yesus dan terus menerus kita tunjukkan pada dunia?
Justru itu melalui nas ini, Tuhan Yesus memberi teladan dan menunjukkan bagaimana seharusnya kasih yang benar itu dipraktekkan:
1. Kasih itu harus memiliki “daya tahan”. (ay 31,34)
Kebanyakan kasih kita gampang luntur, apabila kita dikecewakan orang lain. Apalagi ketika kita disakiti atau dikhianati (Hos 6:4c). Dalam hal ini, Tuhan Yesus memberi teladan bagaimana kasihNya yang tidak goyah, walau Ia menyadari betul saat itu, bahwa tiba saatnya Ia akan dikhianati oleh Yudas, disangkali oleh Petrus dan ditinggalkan oleh murid-muridNya. Yesus justru memberi perintah yang baru untuk saling mengasihi. “Sesudah Yudas pergi berkatalah Yesus.....Aku memberi perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi......” (ay 31, 34). Yang menarik di sini kata “baru” berati “segar” artinya, kasih kita harus selalu segar kepada orang lain. Tidak luntur atau goyah karena sikap orang lain yang mengecewakan kita.
Itulah kasih Tuhan Yesus yang selalu segar, memiliki kekuatan dan daya tahan, sehingga walau Ia dikhianati, disangkali, ditinggalkan sendirian. Tetapi kasih Yesus tak pernah berubah. “Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmatNya, selalu baru tiap pagi besar kesetiaanMu!” (Rat 3:22-23).
2. Kasih itu harus dipraktekkan bukan sekedar teori (ay 34)
Bagi Yesus, kasih memang tidak cukup hanya diajarkan atau teori, dijadikan simbol, slogan, atau wacana semata. Tetapi harus melekat dalam gaya hidup kita, sehingga menjadi ciri khas setiap murid-muridNya. Untuk itu, Yesus memberi pengajaran dan sekaligus teladan. Ia berkata: “.....supaya kamu saling mengasihi sama seperti Aku telah mengasihi kamu.......” (ay 34). Melalui ungkapan ini, kita dapat memahami bahwa ketika Ia memberi perintah untuk mengasihi, Ia telah mempraktekkan kasih itu terlebih dahulu, “sama seperti Aku telah mengasihimu....” Yesus tidak hanya pandai berteori tentang kasih, tetapi hidupNya adalah teladan bagaimana mengasihi yang sesungguhnya. Dan salib di bukit Golgota adalah bukti kasihNya yang tiada taranya.
3. Standard kasih kita harus kasih Agape (ay. 31, 34-35)
Kasih Agape adalah kasih yang rela berkorban tanpa pamrih.Tak berkesudahan kasih itu. Jika hal ini dikaitkan dengan konteks saat itu, berarti adanya kesediaan dari Tuhan untuk mengampuni murid-muridNya, bahkan yang mengkhianatiNya sekalipun. Selain itu juga, adanya kesediaan Tuhan untuk menerima keadaan murid-muridNya apa adanya, sekalipun sangat mengecewakanNya. Adanya kesediaan untuk berkorban tanpa pamrih. Adanya kesediaan untuk tetap mengasihi walau kasih itu tak terbalas, dll. Itulah model kasih yang juga seharusnya kita terapkan dalam hidup kita sebagai anak-anakNya. Kasih Agape, bukan kasih “karena”..... Saya mengasihinya “karena” ia baik....” Tetapi kasih Agape adalah kasih yang “walaupun” .... Saya mengasihinya “walaupun” ia membenci saya!
4. Kasih Agape harus menjadi identitas/tanda orang percaya (ay 34-35)
Dan akhirnya kasih Agape adalah tanda pengenal atau identitas dari murid Kristus. Orang lain dapat mengenal kita sebagai murid Tuhan, bukan karena warna/model pakaian yang kita pakai, bukan hanya sekedar ibadah minggu yang setia kita hadiri. Bukan hanya sekedar kata-kata yang berbau agama yang kita lontarkan, bukan hanya dari berapa banyak ayat Alkitab yang rajin kita kutip dan hafalkan. Bukan pula dari jabatan yang kita sandang dalam gereja. Identitas seorang murid Kristus diukur dari bagaimana relasi yang penuh kasih mesra dengan Tuhan dan sesama. Apakah kita mau mengulurkan tangan kita kepada yang tersisih? Apakah kita rela memberi dan berbagi dengan mereka yang menderita? Apakah kita mau menyapa dan tersenyum dengan mereka yang tak dipandang dunia ini? Apakah kita mau mengampuni yang bersalah kepada kita? Apakah kita mau bersikap terbuka menerima orang lain apa adanya bahkan mereka yang berbeda dengan kita? Kasih Tuhan Yesus itu terlalu tinggi, dalam dan luas untuk dibicarakan. Tak akan pernah cukup waktu untuk merenungkannya. Sebab itu, ada baiknya jika kita juga mulai mempraktekkannya. Sebab hanya dengan mempraktekkan kasih Agape, kita dapat menjadi saksi Tuhan yang berguna. Kasih Tuhan Yesus itu terlau agung dan mulia untuk direnungkan, tetapi sangat sederhana untuk dapat dipraktekkan. Mengasihi berarti mepraktekkan dan melakukan. Ini adalah kasih yang dilakukan, Kasih yang mendahulukan kepentingan orang lain terlebih dahulu, kasih yang melayani, kasih yang membangun kehidupan bersama oranglain, kasih yang menolong. Yesus mau kita membagikan kasihNya kepada yang lain. Yesus mendesak orang-orang tidakhanya mengasihi teman-teamn tapi juga mengasihi musuh-musuh. Kasih bukan berdasarkan emosi atau perasaan saja. Kasih adalah keputusan, kasih adalahsebuah tindakan/ aksi. Yesus mengatakan Yoh. 13:34 : “A new command I give you: Love one another. As I have loved you, so you must love one another
Kita harus saling mengasihi. Mengutip kata “They will know we are Christians by our Love. They don’t care how much you know until they know how much you care”. Kasih sejati adalah peduli dan empati. Paulus dalam surat I Korintus 13:13: menyatakan “Demikianlah tinggal ketiga hal ini: iman, pengharapan dan Kasih, dan yang paling besar diantaranya ialah KASIH.
Kasih adalah Tanda Bahwa Kita Murid- Murid Kristus. Selamat mempraktekkan Kasih di dalam kehidupan kita. Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Rosliana br Sinulingga
GBKP Runggun Bumi Anggrek