Minggu 26 Agustus 2018, Khotbah Filemon 1:1-7 (Minggu Mamre)

Invocatio :

Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular jika ia meminta ikan? (Matius7 : 9-10)

Bacaan :

Masmur 128 : 1-6


Tema :

“Tutus Bas Kinitiken, Ertanggung Jawab Bas Kegeluhen”

 

Ketika hidup tidak seperti yang kita harapkan sering kita lebih mengasihani diri sendiri sehingga kita tidak peka lagi dengan sekitar kita. Tetapi berbeda dengan Paulus, sekalipun dia dipenjara namun dia tetap berusaha untuk tetap memiliki hidupnya yang berarti bagi orang lain. Ada dua“sikap” yang dapat kita pelajari dari Paulus dalam teks Filemon1 1:1-7 ini, yakni: Pertama, dia selalu mengingat orang lain. Ada banyak nama yang Paulus sebutkan/daftarkan dalam nas di atas, seperti : Timotius, Filemon, Apfia Arkhipus, dan mereka semua adalah teman sekerja Paulus dalam pemberitaan Injil. Paulus tidak melupakan mereka walaupun sebenarnya hal itu bias terjadi dengan pemenjaraannya. Namun dia tidak membiarkan penjara memutuskan hubungannya dengan orang lain, karena hanya lewat hubungan yang tidak terputus itu hidupnya akan tetap berarti.

Terkadang dalam kehidupan kita sehari-hari sering sekali masalah yang sedang kita hadapi memutuskan hubungan kita dengan orang lain. Melalui teks Filemon ini kita diingatkan kembali bahwa jangan sampai kita membiarkan masalah yang sedang kita hadapi memutuskan hubungan kita dengan orang lain, khususnya dengan orang-orang terdekat kita. Karena justru lewat orang-orang terdekat kita itulah hidup kita akan tetap berarti. Jangan hanya memikirkan diri dan persoalan/masalah kita, tetapi tetap berilah perhatian kepada orang lain sebab justru berbuat demikian beban kita akan semakin ringan.

Sikap Kedua, dia selalu mengingatakan panggilannya. Sekalipun Paulus ada di dalam penjara bukan berarti panggilannya berhenti. Itulah sebabnya ia menuliskan suratnya ini dengan menguatkan orang-orang lain yang seperjuangan dengan dia agar tetap dalam panggilan itu. Dan kalau kita melihat ayat-ayat selanjutnya, maka kita akan menemukan tujuan dari penulisan surat ini yaitu agar ada penyelesaian masalah di antara Onesimus dengan Filemon. Paulus tetap peduli akan pelayanan kepada orang lain sekalipun dia ada di dalam penjara. Tidak ada waktu bagi dirinya untuk mengasihani diri sendiri dengan melupakan pelayanannya. Hal ini terjadi Karena Paulus ingin supaya hidupnya tetap berarti bagi orang lain tidak peduli apapun yang terjadi. Jangan pernah berhenti melayani Tuhan apapun kondisi hidup yang sedang kita alami saat/hari ini. Mungkin kondisi kita sedang susah/terpuruk, tetapi itu tidak menjadi alas an untuk berhenti melayani. Justru sebaliknya kesusahan itu adalah kesempatan untuk melayani Tuhan.
Jika kita tarik/bandingkan di kehidupan ehari-hari kita sebagai orang Kristen jaman sekarang, yang pada umumnya orangnya tidak terbelenggu, tetapi Firman Allah di dalam mereka terbelenggu! Gampang sekali melakukan pelayanan/hadir di PJJ, PA Mamre, PA Moria, Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR),kalau sikonnya enak (situasi dan kondisi), misalnya kita sehat, ekonomi kita baik, tempatnya enak, dan sebagainya. Tetapi bagaimana kalau semuanya tidak enak, kita sakit-sakitan, ekonomi kacau, keluarga kacau, pekerjaan kacau, dsb? Maukah tetap melayani/memujiTuhan?

Juga dalam suatu aktivitas/kegiatan di gereja, mungkin kita akan bersemangat dalam pelayanan kalau gerejanya besar, teman Kristen banyak, keluarga dekat kita banyak bergereja di tempat tersebut, gerejanya banya kuang, pendukungnya banyak, tempatnya enak, peralatannya lengkap, pakai AC, dan sebagainya. Bagaimana kalau gerejanya serba pas-pas-an, tidak ada donatur, tempatnya seadanya, dsb? Mungkin hal ini adalah kondisi yang buruk, tetapi jelas jauh tidak seburuk kondisi Paulus pada saat itu (dalam teks Filemon 1:1-7). Dia tetap mau melayani dalam kondisi sedang dipenjara, bagaimana dengan kita sebagai orang Kristen? Maukah tetap memuji/melayani/ikut hadir dan mendukung dalam pelayanan/kegiatan-kegiatan gereja kita dengan sungguh-sungguh?

Pdt. Abel Sembiring
GBKP Runggun Tambun

Minggu 19 Agustus 2018, Khotbah: Galatia 5:13-15 (Minggu XII Setelah Trinitatis / Minggu Menghagai Hak Asasi Manusia)

Invicatio :

Dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang
bersunat atau orang takbersunat, orang barbar atau orang sakit, budak atau orang merdeka, tertapi Kristus adalahsemua dan di dalam segala sesuatu (Kolose 3 : 11)

Bacaan :

Amos 5 : 10 – 17


Tema :

“Jagalah kebebasanmu, saling menghargailah”
(“Jaga Kebebasenndu, Si Ergan Pekepar”)

I. Pendahuluan
Saudara – saudari yang terkasih di dalam Yesus Kristus.
Masih segar dalam ingatan kita baru – baru ini pada tanggal 17 Agustus 2018, Bangsa Indonesia memperingati hari kemerdekaan (kebebasan) yang ke – 73 tahun. Yang menjadi pertanyaan, apakah kemerdekaan (kebebasan) itu benar – benar telah dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia yang mencakup seluruh elemen, status sosial, dan umat beragama di bangsa ini? Secarade jure, Indonesia merdeka di tanggal 17 Agustus 1945. Kemerdekaan (kebebasan) ini didapat dengan perjuangan rakyat yang beraneka ragam latarbelakangnya, termasuk etnis, agama, golongan, status sosial, dan lain sebagainya. Walaupun berbeda, tetapi satu suara, satu jeritan, dan satu tujuan, yaitu merdeka. Tetapi saat ini, secara de facto kita sepertinya belum benar – benar merdeka, seperti membayar air setiap debitnya dan bisa dikenakan denda bila tidak disiplin. Begitu juga listrik yang harus dibayar, serta tarif telepon yang terus naik. Dahulu, subsidi masih ada. Namun, subsidi sekarang tidak ada lagi. Belum lagi pendidikan dan kebebasan umat beribadah yang tidak lagi dilindungi pemerintah. Inilah de facto-nya kemerdekaan Indoensia kini. Ketika lagu “Indonesia Tanah Air Beta” dinyanyikan dengan penuh semangat, tetapi kenyataannya tidaklah demikian. Dan, bila sila ke – 5 Pancasila yang menyerukan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, saat ini tidak lagi relevan bagi seluruh rakyat Indonesia. Apabila semua ini dihadapkan pada konteks hukum, agama, dan pertimbangan sosial, lalu pertanyaannya kemudian adalah “Apakah keadilan itu sudah dirasakan oleh seluruh rakyat Indoensia? Atau, kemerdekaan itu hanya bagi sebagian orang yang memiliki jabatan dan kuasa saja?
Hal inilah yang menjadi seruan Paulus pada umatYahudi yang berpegang erat dalam tradisi Taurat, termasuk kewajiban akan sunat fisik. Syarat utama akan menyunat bagi Yahudi inilah yang kemudian menjadi kemarahan Paulus. Baginya, kemerdekaan di dalam Kristus tidak sekedar soal sunat fisik. Karena bila demikian, Paulus bisa bertanya lebih lanjut mengapa sekalipun ia bersunat tetap disiksadan dipenjara oleh bangsa Yahudi? Karena, Kerajaan Sorga bukan dilihat dari sunat/tidak disunat, tapi soal bagaimana melayani Tuhan pada semua orang lain dengan kasih, dimana wujud nyata kasih itu jelas, terbukti, dan tulus.

II. Pembahasan
Saudara – saudari yang terkasih di dalamYesus Kristus.
Konteks nats kita ini terjadi ketika Paulus dalam perjalanan jauh ke Asia, khususnya Galatia. Ia melakukannya untuk mendengar dan melihat pertentangan yang terjadi di dalam jemaat Galatia, tentang makna kebenaran iman yang hanya diberikan pada orang bersunat. Hal ini tentu merendahkan orang Yunani yang tidak memiliki budaya sunat. Secara garis besar, surat Galatia bisa kita bagi menjadi dua bagian, yaitu pasal 1 – 4 yang isinya bernada teologis, dan pasal 5 – 6 yang isinya bernada praktis. Banyak nabi – nabi palsu menyampaikan arti kebebasan hidup dengan menyimpang dengan dalih manifestasi Kerajaan Sorga. Hal itu langsung dibantah oleh Paulus. Dan, ia kemudian meluruskan pemahaman dan pengertian yang telah salah dipahami selama ini. Akibatnya, terjadi keretakan di tengah – tengah jemaat. Hal ini kemudian menjadi awal dari kehancuran kemerdekaan (kebebasan) umat Tuhan. Mengapa? Karena, kemerdekaan (kebebasan) umat Tuhan adalah kesatuan seluruh umat manusia yang percaya, bukan kelompok – kelompok, atau golongan – golongan (Kefas, Paulus, Apolos, ataupun Kristus). Semua harus menjadi satu di dalam Kristus. Kristus mati bagi orang yang percaya dan memerdekakan semua orang, bukan satu golongan.

Paulus mengatakan makna kebebasan bukanlah bebas melakukan dosa, bukan melakukan apa saja sesuai dengan nafsunya masing – masing (bukan bebas yang kebablasan). Bukan itu! Tapi, kita bebas untuk tidak melakukan dosa. Seperti layang – layang yang bebas di langit, kemana saja arah angin berembus. Tapi, layang – layang itu tetap dikendalikan oleh satu tali dan tidak akan putus ataupun lepas.

Dalam suratnya pada jemaat di Galatia, Paulus mengajarkan tentang kemerdekaan Kristen. Para penganut Yudaisme beranggapan bahwa doktrin Paulus tentang Kasih Karunia sangat berbahaya. Karena, doktrin Paulus seolah ingin menggantikan hukumTaurat. Mereka berpikir jika segala peraturan dan standar mereka dihapuskan, maka jemaat mereka akan berantakan. Namun, tidak demikian pemikiran Paulus. Malahan, Paulus ingin menegaskan bahwa keselamatan ini bukan karena upaya melakukan Taurat (dalam bentuk sunat / Invocatio Kolose3 : 11), tetapi karena anugerah Allah. Dan, anugerah keselamatan Allah itu harus ditanggungjawabi orang percaya. Seorang yang hidup di dalama nugerah Allah seharusnya memiliki komitmen yang tinggi untuk bertanggung jawab kepada Allah. Orang Kristen yang hidup dengan iman tak akan menjadi pemberontak.

Kata “merdeka” (bebas, tidak dijajah) adalah kata yang indah untuk didengar. Merdeka adalah pengharapan bagi semua orang. Tak seorangpun yang rela diperbudak oleh orang lain. Semua ingin menikmati kemerdekaan karena setiap orang pasti merindukan kemerdekaan. Pertanyaannya, apakah benar orang yang hidup di negara merdeka dapat merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya? Bagaimana sikap yang seharusnya diwujudkan sebagai seorang yang merdeka? Hidup sebagai hamba kebenaran. Setelah dosa – dosa kita diampuni, saat kita percaya kepada Yesus Kristus, ada kemungkinan kita jatuh kedalam berbagai perbudakan lain. Jika tidak hati – hati, kita bisa diperbudak oleh berbagai ajaran tradisi dan filsafat manusia yang menyesatkan. Seperti jemaat Galatia, mereka dalam bahaya untuk dibawa kembali kedalam perbudakan hukumTaurat. Maka, Rasul Paulus dengan serius menasehati mereka untuk tidak kembali kedalam perbudakan, sebaliknya mempertahankan kemerdekaan mereka dalam Kristus (Gal 5 : 15). Mengapa? Orang Kristen adalah orang yang merdeka. Sebab, Yesus sudah mati di atas kayu salib. Dia telah mengalami pengampunan Allah dan sudah dibebaskan dari segala tuntutan dan ancaman hukum Taurat. Hal ini bukan berarti seseorang dapat berbuat sesuka hatinya untuk memenuhi segala keinginannya sesuai kehendak sendiri. Tidak! Kemerdekaan orang Kristen bukanlah jalan untuk dapat berbuat dosa, melainkan kebebasan karena anugerah Allah untuk tidak berbuat dosa (Bdn. Amos 5 : 10 – 17). Kebebasan tanpa batas selalu mengakibatkan pelampiasan keinginan daging (Gal 5 : 15). Tetapi, Roh Kudus, pribadi Ilahi adalah mitra orang percaya yang memungkinkan kita untuk mengalahkan keinginan daging. Oleh karena itu, betapa perlunya hidup kita dikontrol / dipimpin oleh Roh Kudus (Gal 5 : 16 – 26).

III. Penutup – Refleksi
Saudara – saudari yang terkasih di dalam Yesus Kristus.
John Newton, penulis lagu Amazing Grace, memiliki pengalaman hidup yang kelam dan sangat menyedihkan. Ia sendiri adalah budak dosa. Ketika di suatu saat berjumpa dengan Kristus, ia sangat mengucap syukur kepada Tuhan yang telah memerdekakannya dari perbudakan dosa. Lantas, ia menjadi hamba Tuhan. Kekuatan tangan Tuhanlah yang membebaskan kita umat-Nya yang percaya, sehingga kita jangan sampai terlepas ataupun berpikir untuk melepaskannya. Seberapa berat pun pengaruh dunia, tuntutan hidup kebebasan yang kita pilih jangan sampai diambil dari kelompok tertentu. Kepercayaan semakin sulit dimiliki bangsa ini. Orang dengan mudahnya melakukan korupsi, kekerasan, dan manipulasi. Kejahatan merajalela pada zaman ini karena mereka merasa bebas. Di saat dunia merasa bebas sebebasnya, kita semakin menyadari kemerdekaan Kristen, dimana kebebasan orang percaya akan selalu dirasakan, dinikmati, dan disyukuri. Orang percaya juga perlu memiliki SIM, seperti SIM A wajib dimiliki pengendara mobil, SIM C wajib dimiliki pengendara sepeda motor, SIM B wajib dimiliki pengendara mobil beroda 6. Umat percaya dalam kebebasannya “berkendara” di dunia harus memiliki SIM S (Surat Izin Masuk Surga). Kita bisa memperpanjangnya dengan rajin beribadah, termasuk hadir dalam ibadah di Gereja, PJJ, PA Kategorial, dan mengasihi semua manusia (Gal 6 : 10 ; 1 Yoh 4 : 7 – 8). Sehingga, kemerdekaan yang sesungguhnya telah kita terima dengan sukacita dan damai sejahtera. Amin.

Pdt. Abdi Edinta Sebayang, M.Th
GBKP Runggun Graha Harapan

Jumat 17 Agustus 2018, Khotbah : Ulangan 7:7-24

Invocatio :

Dan Aku akan membawa kamu ke negeri yang dengan 

sumpah telah Kujanjikan memberikannya kepada Abraham,Ishak dan Yakub, dan Aku akan memberikannya kepadamu untuk menjadi milikMu:”Akilah Tuhan”.

Bacaan : 1 Korintus 7:7-24

Tema : Pakailah kemerdekaan yang diberikan Tuhan/Pakeken
kemerdekaan si ibereken Tuhan

Pendahuluan
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 menyimpan arti dan makna yang mendalam bagi bangsa Indonesia . Betapa tidak, berabad-abad lamanya negara ini di duduki, dikuasai dan di jajah bangsa asing mulai dari Portugis, Inggris,Belanda dan Jepang. Para pejuang dan pahlawan bangsa rela berkorban mempertaruhkan segala jiwa dan raganya supaya Nusantara ini terbebas dari penjajahan. Kemerdekaan RI telah membebaskan bangsa kita dari Sabang sampai Merauke.

Hari ini,kembali kita memperingati kemerdekaan bangsa kita yang ke 73 tahun, hal ini mengingatkan kembali kita akan penyertaan Tuhan bagi bangsa Indonesia. Dalam kurun waktu yang lama bangsa ini dijajah oleh bangsa bangsa asing, dan pada akhirnya bisa menyatakan kemerdekaannya. Dalam Pembukaan Undang undang Dasar 1945 disebutkan kemerdekaan Indonesia adalah atas berkat Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa Indonesia bisa merdeka bukan karena memiliki persenjataan yang canggih untuk melawan penjajah tapi kemerdekaan ini terjadi karena campur tangan Tuhan bagi bangsa ini.

Isi
Teks khotbah dalam Ul.7:7-11 memperlihatkan bagaimana Musa, memanggil para tua-tua dan menyampaikan kepada bangsa Israel segala yang difirmankan oleh Allah untuk disampaikan kepada bangsa Israel. Musa mengatakan bahwa status bangsa Israel sebagai bangsa pilihan Tuhan..”sebab engkaulah umat yang kudus bagi Tuhan, Allahmu, dari segala bangsa di atas bumi untuk menjadi umat kesayangan-Nya”(ay.6). Musa mengatakan bahwa status sebagai bangsa pilihan Tuhan bagi bangsa Israel bukan karena jumlah mereka yang banyak tapi karena Tuhanlah yang telah memilih. Hal yang mendasari pemilihan Allah bagi bangsa ini, bukan karena siapa bangsa Israel, melainkan siapa Allah. Jadi penekanan dalam pemilihan ini bukan terletak pada “bangsa Israel tapi terletak pada siapa Allah. Pemilihan bangsa Israel sebagai bangsa pilihan tidak didasarkan pada apa yang mereka lakukan bagi Allah, melainkan apa yang Allah lakukan bagi mereka.

Dalam konteks sebuah bangsa atau negara pada zaman dulu, kekuatan suatu suatu bangsa ditentukan oleh jumlah mereka. Jumlah yang banyak berarti mereka memiliki ketersediaan pasukan yang banyak untuk maju dalam peperangan, jumlah yang banyak juga menyiratkan ketersediaan tenaga yang melimpah untuk berbagai pekerjaan. Jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain, jumlah umat Israel tergolong sedikit, masih banyak bangsa lain yang memiliki sejarah yang panjang serta memiliki kebudayaan yang lebih maju daripada bangsa Israel.Musa menyatakan kebenaran ini, supaya bangsa Israel tidak jatuh kedalam kesombongan atas pilihan Allah baginya.

Dalam ay 8 dikatakan:Tetapi karena Tuhan mengasihi kamu dan memegang sumpahNya yang telah di ikrarkanNya kepada nenek moyangmu, maka Tuhan telah membawa engkau keluar dari perbudakan, dari tangan Fiarun,raja Mesir”. Dalam kasihNya yang besar, Tuhan yang besar, berkenan memberikan janji kepada nenek moyang bangsa Israel yang kecil, Allah mengikat diriNya dengan Israel dalam sebuah sumpah. Ia berjanji kepada Abraham untuk memberikan tanah Kanaan , keturunan yang banyak, dan nama yang besar (Kej.12:1-3)

Dalam ay 9-11, dikatakan “ haruslah kamu ketahui, bahwa Tuhan Allahmu..Pengakuan akan keberadaan Allah adalah penegasan iman setiap orang percaya, yaitu mengimani keberadaan Allah. Kemudian pengakuan ini juga merupakan penegasan bahwa Allah sendiri menunjukkan dirinya lewat perbuatan-perbuatanNya yang besar, dengan kata lain Allah menunjukkan keberadaanNya sebagai Allah yang besar dan setia, yang artinyaAllah yang selalu menepati janjiNya. Di samping itu Allah juga menunjukkan keberadaanNya sebagai Pribadi yang melakukan pembalasan terhadap setiap orang yang membenci Dia. Hal ini bersifat preventif untuk mengingatkan kita agar jangan sampai jatuh kedalam perbuatan-perbuatan jahat dan membenci Allah.

Aplikasi
Tema kita yaitu Pakailah kemerdekaan yang diberikan oleh Tuhan. Kemerdekaan adalah anugerah yang diberkan oleh Tuhan bagi bangsa kita. Hidup sebagai orang yang sudah merdeka berarti bagaiman kita sebagai orang Kristen merespon kemerdekaan dengan cara mempertahankan dan mengisi kemerdekaan itu. Dalam 1 Korintus 7:17-24 Paulus mengingatkan umat di Korintus bahwa mereka harus hidup seperti pada waktu dipanggil Allah. Ada kontradiksi antara orang Kristen Yahudi yang bersunat serta orang Kristen Non Yahudi yang tidak bersunat. Terjadi perselisihan karena masing-masing membenarkan diri mereka. Paulus mengatakan Karya Kristus di kayu salib sudah memerdekakan kita dari perbudakan hukum taurat. Oleh sebab itu Paulus mengatakan tidak penting sunat ataupu tidak bersunat yang penting adalah kita menjadi budak Kristus. Milik Kristus yang menjadi ahli warisNya.

Sebagai orang yang sudah di merdeka, kita harus mempertahankan kemerdekaan dengan cara melakukan peran kita dalam keluarga dan masyarakat secara bertanggung jawab. Tidak ada alasan bahwa orang Kristen adalah minoritas yang tidak bisa melakukan banyak hal. Galatia 5:1a “Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita,karena itu berdirilah teguh “ Pembebasan dari Tuhan Allah akan menjadikan kita menjadi manusia yang tidak lagi fokus terhadap situasi yang tidak di ingikan. Tetapi tetap mampu melakukan hal-hal yang positif sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan.

Selanjutnya yang bisa kita lakukan adalah jangan mau dijajah lagi. Hal ini berarti kita yang sudah merdeka jangan lagi memberi peluang kepada bentuk-bentuk penjajahan yang bisa mengancam kemerdekaan kita. “dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan”(Gal 5:1b).Sekali merdeka tetap merdeka........


Pdt Rena Tetty Ginting
GBKP Runggun Bandung Barat

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD