Minggu 28 Juli 2019, Khotbah Zakharia 8:9-13 (Minggu setelah Trinitatis/Menanam)

Invicatio :

Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari (Pengkhotbah 11:6a)

Bacaan :

II Korintus 9:10 – 15 (Tunggal)

Tema :

“Menabur dengan Damai” 

I. Pendahuluan
Saudara-saudari yang terkasih di dalam Yesus Kristus.
Berbicara tentang menanam, tidak terlepas daripada musim. Istilah musim bukan hal yang asing lagi bagi manusia, siapa pun dia, pasti hidup di dalam musim itu. Terlebih lagi para petani yang senantiasa menunggu musim panas untuk menuai. Mereka akan bercocok tanam sesuai dengan musimnya. Kata “musim” mengingatkan kita kepada sebuah istilah “iman musiman”. Istilah ini ditujukan untuk orang-orang yang hanya beriman ketika mengalami kegembiraan, tetapi ketika mengalami penderitaan beranggapan bahwa Allah menjauhkan diri dari mereka seperti yang dialami oleh bangsa Israel dalam kitab Zakharia. Bangsa Israel menjadi putus asa dan pada akhirnya Yeruselem menjadi sunyi sepi. Situasi dan keadaan inilah yang melatarbelangi pemberitaan Zakharia ketika menyampaikan Firman Tuhan yang menjadi bacaan kita saat ini.

II. Pembahasan
Saudara-saudari yang terkasih di dalam Yesus Kristus.
Sejak pertama kali umat Tuhan kembali ke Yerusalem, Bait Allah sudah pernah mulai dibangun. Namun sayang terhenti di tengah jalan. Hagai sudah berkhotbah, mendorong umat kembali meneruskan pembangunan yang terbengkalai. Zakharia melalui serangkaian penglihatan, mendorong semangat umat untuk mengantisipasi pemulihan dari Tuhan dengan mulai membangun rumah-Nya tersebut. Namun kelihatannya, tidak ada tanda-tanda pembangunan itu akan kembali terwujud. Mengapa demikian?

Kalau bergantung kepada umat Tuhan sendiri, apa yang menjadi rencana Tuhan tak akan menjadi kenyataan. Paling sedikit dua alasan mengapa umat Tuhan lambat bahkan lalai membangun rumah Tuhan. Tekanan musuh yang membuat mereka ketakutan dan lumpuh (Ezr. 4) dan himpitan ekonomi yang membuat mereka lebih peduli rumah masing-masing (Hag. 1:2, 6; Za. 8:10).

Janji-janjiNya sungguh menguatkan hati umat, terutama pengharapan akan damai sejahtera menjadi dambaan umat ketika umat baru kembali dari pembuangan dan mendapatkan Yerusalem yang sudah porak-poranda.

Ayat 9: Kuatkanlah hatimu. Kata-kata Hagai dan Zakharia dimaksudkan untuk memberikan dorongan dan harapan sepenuhnya bagi para pekerja di Bait Allah.

Ayat 10: Sebab sebelum waktu itu. Sebelum orang-orang memutuskan untuk melanjutkan pekerjaan pembangunan kembali, keadaan mereka memang benar-benar sulit: Kerja tidak dibayar, dan perselisihan antarpenduduk mengiringi serangan para musuh dari luar (Hag. 1:6, 9-11; 2:16-19).

Ayat 11: Tetapi sekarang. Ketaatan mereka telah mengubah keseluruhan pandangan. Tuhan telah melibatkan diri untuk memberkati mereka dan usaha mereka.

Ayat 12: Memberi semuanya itu … sebagai miliknya. Berkat-berkat alam tidak lagi ditahan; semua akan diberikan sebanyak-banyaknya.

Ayat 13: Kutuk di antara bangsa-bangsa. Ketika tangan Tuhan berat atas mereka, mereka merupakan contoh di antara bangsa-bangsa ketika nama mereka dipakai untuk mengucapkan kutuk. Mereka merupakan kutuk di antara (bukan kepada) banga-bangsa. Kamu menjadi berkat. Nama mereka akan dipakai dalam suatu formula untuk berkat (bdg. Kej. 48:20; Mi. 5:7; Zef. 3:20).

Oleh karena itu, Tuhan akan bertindak oleh karena kasih-Nya terhadap umat-Nya. Yerusalem akan dipulihkan sedemikian sehingga menjadi tempat yang damai dan permai. Tuhan akan menghimpun kembali umat-Nya di Yerusalem, sejauh apa pun mereka terpencar dan terserak ke penjuru dunia. Tuhan akan memulihkan keadaan ekonomi mereka sedemikian sehingga bukan hanya mereka menikmati kelimpahan, tetapi juga mereka menjadi berkat buat bangsa-bangsa. Pemulihan yang akan Tuhan kerjakan di tengah-tengah umat-Nya niscaya membuat mereka tercengang tidak percaya karena hal tersebut berada di luar kemampuan manusia biasa.

III. Penutup – Refleksi
Saudara-saudari yang terkasih di dalam Yesus Kristus.
Jawaban atas respon kasih Allah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan beriman umat Allah. Keselamatan bukan hasil usaha manusia, tetapi pemberian Allah. Sebagaimana Yesus yang hadir di dunia bukanlah kehendak manusia tapi kehendak Allah. Dia hadir untuk menyelamatkan manusia sebagai hadiah dari Allah bagi kita yang berdosa. Semua ini murni inisiatif dan kerja kuasa Allah.

Dengan memahami semua ini, maka perjuangan kita sekarang bukan lagi perjuangan untuk mencari atau meraih keselamatan. Perjuangan kita sekarang adalah menjalani kehidupan sebagaimana layaknya orang yang telah beroleh keselamatan. Menurut kata bijak (Briana Scurry),”Jiwa pemenang selalu berjuang untuk menjadi lebih baik. Pemenang tidak hidup dalam kemenangan masa lalu.”

Sebagaimana Firman Tuhan di masa Zakharia, telah menjadi suatu kenyataan pada waktunya yang ditentukan Allah sendiri. Pemberitaan Zakharia bagi kita kini adalah bahwa Allah yang dulu berjanji kepada Israel adalah Allah yang kini berfirman kepada kita bahwa ia akan menyelamatkan kita. Ia akan menuntun kita. Sebab Yesus datang tepat waktu yang telah ditetapkan, tidak terlambat sesuai waktu yang ditentukan Allah.

Lewat Firman saat ini, kita diingatkan supaya kita mengupayakan apa yang dapat diupayakan yaitu berbuat sesuai apa yang Tuhan kehendaki, dan kitapun diajak untuk bagaimana kita mampu berkata benar dan jujur dihadapan Allah. Tidak merancang kejahatan dalam hidup kita. Tidak mencintai sumpah palsu.

Pemulihan umat Tuhan memang bukan karya manusia, tetapi karya Allah. Apa yang mustahil manusia lakukan karena dibatasi dosa dan kelemahan, tidak mustahil di mata Tuhan. Kasih setia dan kemahakuasaan-Nya akan memastikan pemulihan itu terjadi. Siapkah Anda merespons positif dan proaktif? Mari bangun hidup Anda sepadan dengan tuntutan-Nya yang kudus!

“Orang dunia mencari “Tuhan” bila ia butuh sesuatu. Orang percaya mencari Tuhan karena ia ingin berada di dekatNya.”

Pdt. Abdi Edinta Sebayang, M.Th
GBKP Runggun Graha Harapan

Minggu 21 Juli 2019, Khotbah I Tesalonika 4:9-12 (Minggu V setelah Trinitatis) 78 tahun GBKP Mandiri

Invocatio :

“Maka sekarang, selesaikan jugalah pelaksanaannya itu!
Hendaklah pelaksanaannya sepadan dengan kerelaanmu, dan lakukanlah itu dengan apa yang ada padamu” (2 Kor.8 : 11).

Bacaan :

Ulangan 15 : 6 - 11

Thema :

Kemandirian yang membanggakan (Njayo Eme Kemegahen)

I. Pendahuluan
Hidup untuk menyenangkan Tuhan, bukan untuk menyenangkan diri sendiri. Target kehidupan harus mengacu kepada kehendak Allah atas hidup kita. Dan tentu saja, Allah mengharapkan agar orang Kristen tidak egois. Mengubah keegoisan manusia adalah dengan menanamkan iman percaya pada pengorbanan Yesus yang rela mati bagi banyak orang. Ternyata kasih Kristus sangat efektif mentransformasi hidup banyak orang, termasuk jemaat Tesalonika.

Kisah tentang Paulus tinggal di Tesalonika di muat dalam Kisah Para Rasul 17:1-10. Bagi Paulus, apa yang terjadi di Tesalonika sungguh amat penting. Ia berkhotbah di rumah ibadah (sinagoge) orang Yahudi selama tiga kali hari Sabat (Kis. 17:2) yang berarti bahwa masa tinggalnya di kota itu tidak lebih lama dari tiga pekan. Ia mendapatkan sukses yang luar biasa sehingga orang-orang Yahudi marah dan menimbulkan banyak kesukaran, sehingga Paulus harus diseludupkan keluar ke Berea karena ancaman terhadap jiwanya. Paulus berada di Tesalonika hanya tiga pekan tetapi memberi kesan yang begitu dalam sehingga iman Kristen dapat tertanam dalam dan tidak mungkin lagi dapat dicabut. Jemaat Tesalonika adalah contoh atau model gereja yang bertumbuh dan berkembang. Paulus sangat bangga akan pertumbuhan dan perkembangan jemaat Tesalonika, ia selalu bersyukur dan membanggakan jemaat Tesalonika. Ia mengharapkan jemaat lain meneladani pertumbuhan iman dan kasih jemaat Tesalonika.

Kehidupan yang menahan diri untuk tidak berdosa tidak cukup bagi orang Kristen, perjuangan tidak berhenti pada melawan dosa. Kehidupan Kristen harus berpacu dalam keaktifan menabur kasih tiada henti dan terus berkembang. Kasih semestinya disebar luaskan, makin hari semakin banyak orang merasakannya.

II. Pendalaman Nats
Paulus memberi dorongan kepada jemaat Tesalonika. Karena Paulus tahu bahwa tentang mengasihi, mereka sudah paham sekali, tentu karena mereka telah merasakan dan mempraktekkannya. Alasan Paulus, “karena kamu sendiri telah belajar kasih mengasihi dari Allah” (ay. 9). Merupakan alasan yang sangat kokoh, sebab siapakah pengajar terhebat? Tentunya Allah yang adalah kasih, Dia yang paling memenuhi kualifikasi mengajarkan kasih. Allah bukan sekedar memberikan ajaran berupa teori. 1 Yohanes 4:19 “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita”. Bukti kasih Allah Bapa tidak terbantahkan yaitu “Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal” (Yoh. 3:16). Dan cara Allah mengaktifkan kasih dalam hidup orang percaya sangat efektif yaitu “kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus” (Roma 5:5). Pendapat Paulus benar, bahwa orang yang percaya kepada Yesus sebenarnya tidak perlu lagi diajarkan tentang kasih, karena mereka sudah merasakan kasih yang terbaik di dalam Yesus.

Justru karena pada mereka ada dasar hidup dalam kasih maka Paulus mendorong mereka supaya lebih maju di dalam kasih. Supaya kamu lebih bersungguh-sungguh lagi melakukannya (ay. 10). Harapan Paulus bukan bertumpu pada kekuatan jemaat Tesalonika, tetapi pada Allah yang memberi kasih dengan berlimpah. Sehingga Paulus telah mendorong mereka dengan doanya. 1 Tesalonika 3:12 “Dan kiranya Tuhan menjadikan kamu bertambah-tambah dan berkelimpahan dalam kasih seorang terhadap yang lain dan terhadap semua orang, sama seperti kami juga mengasihi kamu”.

Invocatio juga mendorong jemaat Korintus untuk merampungkan pengakuan kasih mereka dengan aksi nyata. “Maka sekarang, selesaikan jugalah pelaksanaannya itu! Hendaklah pelaksanaannya sepadan dengan kerelaanmu, dan lakukanlah itu dengan apa yang ada padamu” (2 Kor.8 : 11). Jemaat Korintus menunjukkan kasih yang terhambat dan tertunda. Secara materi jemaat Korintus mampu, tetapi hati mereka masih perlu dikuatkan untuk memberi dengan sukacita. Mereka telah didahului jemaat Makedonia dalam mempraktekkan kasih, karena dorongan kasih dari hati mereka lebih deras.

Kasih merupakan “sistem peredaran darah” dalam Tubuh Kristus. Dalam hal ini, otot-otot rohani kita perlu dilatih sehingga peredaran darah berfungsi dengan baik. Perlu latihan dari memberi dalam bantuan yang kecil, makin lama makin bertambah dan meningkat karena merasakan memberi itu bukan merugikan tetapi bermanfaat bagi sipemberi dan penerima.

Paulus sangat sensitif memperhatikan pertumbuhan jemaat Tesalonika. Sebab Paulus memperhitungkan suatu ajaran yang masuk ke Tesalonika bisa menghambat atau menghentikan gerak kasih jemaat. Dan Paulus memberi nasehat karena sudah ada beberapa jemaat yang terpapar ajaran sesat, yang membuat mereka berhenti bekerja, hanya menantikan kedatangan Tuhan. Mereka beranggapan bekerja bukan merupakan tindakan iman menantikan Tuhan. Padahal bekerja merupakan persiapan untuk menantikan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali.

Bekerja adalah hidup dalam kehormatan karena kita dimampukan untuk memberi. Hidup yang menggantungkan diri pada bantuan orang lain, mempermalukan Tuhan kita dan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Hal ini sejalan dengan bacaan kita Ulangan 15 : 6 – 11 yang sangat menekankan memberi pinjaman dan memberi bantuan. Allah memberkati pekerjaan dan usaha supaya umat-Nya dimampukan untuk meminjamkan atau memberi.

III. Pointer Aplikasi
GBKP berdiri sendiri sebagai Gereja sejak Sidang sidang Sinode Pertama pada tanggal 21-23 Juli 1941 di Sibolangit. Tidah berselang lama, GBKP mengalami masa sulit karena terpaksa mandiri. Pada bulan Maret 1942 beberapa bulan setelah tentara Jepang menduduki Indonesia, semua tenaga Belanda di tahan dan semua bantuan dana berhenti. Jemaat-jemaat yang baru mulai belajar membelanjai diri sendiri untuk biaya-biaya para penginjil pribumi memang bukan hal yang mudah. Sebelumnya semua biaya tenaga penginjil ditanggung langsung oleh Badan Zending (NZG). Pergumulan ini diatasi dengan menggalang solidaritas warga jemaat mengumpulkan beras/ padi atau dana untuk para guru jemaat mereka. Ada yang berhasil karena usaha-usaha jemaat dan kegigihan para pelayan, tapi ada juga yang kurang berhasil atau gagal karena ada tercatat 13 orang Guru Injil yang meninggalkan pekerjaannya dalam tahun pertama sesudah pendudukan Jepang. Namun telah 78 tahun GBKP mandiri sampai sekarang, masih mampu berdiri, bertumbuh dan berkembang. Kemandirian GBKP merupakan bukti bahwa Tuhan turut bekerja mendatangkan kebaikan, GBKP mampu melalui masa-masa krisis karena Tuhan yang memampukan.

Memajukan sebuah jemaat dengan cara meneguhkan mereka di dalam kasih, memberi mereka tanggungjawab, bukan memanjakannya. Paulus menasehati jemaat Korintus karena tidak bersegera melaksanakan kasih mereka. Paulus juga mendorong jemaat Tesalonika untuk lebih sungguh-sungguh mempraktekkan kasih. Bahwa kasih tidak boleh berhenti tetapi harus terus berkembang sehingga makin banyak orang merasakannya.

Kita mengakui bahwa agama lain juga mengajarkan dan mempraktekkan kasih, tetapi kasih yang mereka punyai tanpa Kristus. Sedangkan kasih yang diajarkan dan dipraktekkan orang Kristen bersumber daripada Kristus, memberitakan Kristus dan menarik orang pada Kristus. Intinya kasih kekristenan mengandung keselamatan sebab mengarahkan orang yang kita kasihi kepada Kristus. Karena faktor penting inilah maka kasih Kristus harus terus diberitakan untuk mentransformasi kehidupan.

Mengasihi merupakan bukti iman percaya kita pada Allah. 1 Yohanes 4:10-12 “Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita”. Mengasihi membuat kehadiran Allah semakin nyata dan dirasakan banyak orang. Seseorang dapat memberi tanpa mengasihi tetapi orang yang mengasihi tidak mungkin tidak memberi. Memberitakan Kristus yang utama, pemberian adalah pendukung dari pemberitaan kita. Kita tetap perlu disempurnakan di dalam kasih, maka kita perlu terus berlatih hidup dalam kasih. Merenungkan kasih Kristus merupakan kebutuhan kita, membagikan kasih Kristus adalah memberi untuk memenuhi ketubuhan orang lain. Kasih kita harus mengarah atau pun mengalir keluar. Amin.

Pdt. Sura Purba Saputra, M. Th
GBKP Harapan Indah

Minggu 14 Juli 2019, Khotbah II Tawarikh 17:1-19 (Minggu Pendidikan)

Invocatio :

Pasanglah telinga untuk pengajaranku, hai bangsaku, sendengkanlah telingamu kepada ucapanku. (Msm. 78:1b)

Ogen:

II Timotius 3 : 12-17 (Tunggal)

Tema :

Tetap Belajar Dan Mengajar

 

Cara yang paling efektif untuk mengubah masyarakat adalah dengan meningkatkan pendidikan. Karena dengan peningkatan pendidikan dan spiritual manusia, dapat merubah karakter hidup manusia yang mampu menciptakan dampak yang lebih baik.

Uraian Nats
2 Tawarikh 17:1-9
Kitab 2 menuliskan tentang raja keempat yang memerintah kerajaan Yehuda yaitu Yosafat (ibrani: Yehosyapat: Yahwe sudah menghakimi). Sebagai raja caru, Yosafat memperkuat Yehuda dengan melakukan banyak pembenahan. Pembenahan itu dilakukan dalam lingkup eksternal dan internal. Hal-hal yang dia lakukan, seperti yang dituliskan dalam bahan khotbah kita (2 Tawarikh 17:1-9) adalah:
Pembenahan Eksternal :
Ay. 2 (Militer): Menempatkan pasukannya di Yehuda dan kota-kota Efraim yang direbut ayahnya, Asa.
Ay, 6b (praktek kerohanian): Membersihkan tempat-tempat penyembahan berhala di Yehuda.
Ay. 7-9(pendidikan spiritual): Mengutus pembesarnya (pada tahun ke tiga pemerintahannya), untuk mengajar kitab Taurat Tuhan dan mengelilingi kota di Yehuda.
Pembenahan Internal:
Ay.3-4 (Pendidikan kepribadian): Yosafat tetap hidup mengikuti jejak Daud, dengan tidak menyembah kepada dewa-dewa baal, tetapi mencari Allah ayahnya. Serta hidup menurut perintah-perintaNya.
Ay. 6a (Pendidikan kepribadian): Dengan tabah hati (setia dan berjuang), hidup menurut jalan Tuhan.
Dari uraian ini kita bisa melihat bahwa, dalam pembenahan yang dilakukan oleh Yosafat sebagian besar di pusatkan pada pembenahan spiritual/ iman yang menjadi sumber pendidikan baik secara pribadi dan juga bangsanya. Hal itu berdampak sangat besar, sehingga Allah menyertai Yosafat (ay. 3a). Peningkatan spiritual yang semakin baik dan semakin kokoh, akan menciptakan masyarakat/umat Allah yang semakin memiliki kerinduan yang besar untuk mendengar, mempelajari dan menaati Firman Tuhan.

Pembacaan: 2 Timotius 3:12-17.
Pembacaan kita yang pertama, merupakan bagian pesan Paulus kepada Timotius yang mau menjalankan hidup saleh dalam Kristus (baik dalam ajaran, cara hidup, pendirian, kesabaran, kasih dan ketekunan). Paulus merupakan bapa rohani Timotius, tapi pendidikan spiritual/ iman pertama sekali didapatkan Timotius dari neneknya Lois dan ibunya Eunike. Paulus melihat bahwa semua pengajaran itu hidup dalam diri Timotius sehinga membuatnya mampu menghadapi segala tantangan, aniaya dan penderitaan sebagai orang yang saleh. Pendidikan yang diterimanya dari kecil, juga berfungsi untuk mengajar dan menyatakan kesalahan serta memeperbaiki kelakuan untuk hidup dalam kebenaran. Sehingga setiap orang yang menjadi kepunyaan Allah akan diperlengkapi dengan banyak perbuatan baik.

Aplikasi:
Jadi 2 perikop pembacaan ini kita bisa melihat bahwa:
1. Pendidikan sangat memperngaruhi pembentukan masyarakat yang berkarakter, sehingga berdampak positif bagi lingkungannya.
2. Pendidikan diawali dari keteladanan pemimpin, baik dalam keluarga dan masyarakat.
3. Pendidikan juga tidak terlepas pada proses, jadi jangan berhenti untuk member pengajaran dan mencari pengajaran.

Pdt. Sripinta br Ginting-GBKP Runggun Cileungsi

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD