MINGGU 30 APRIL 2023, KHOTBAH WAHYU 19:5-8
Invocatio :
“Segera sesudah tabut perjanjian TUHAN sampai ke perkemahan, bersoraklah seluruh orang Israel dengan nyaring, sehingga bumi bergetar.” (1 Sam 4:5)
Ogen :
Masmur 18: 47-51 (Responsoria)
Tema :
Ersurak Janah Meriah ( Bersorak & Bersukacita)
Pengantar :
Saat ini, tidak banyak orang yang sungguh-sungguh dapat berbahagia, hatinya terpuaskan & melimpah dalam sukacita—sekalipun memiliki kelimpahan secara materi. Ironisnya, seringkali di dalam kelimpahan tersebut, justru hatinya semakin terasa hampa. Salah satu contoh adalah Robin Williams, aktor komedian Holywood ternama, sukses & peraih Piala Oscar, melimpah secara materi, tapi mengakhiri hidupnya dengan sangat menyedihkan yaitu bunuh diri. Pria yang dianggap paling lucu di dunia hiburan itu meninggal dunia 11 Agustus 2014.
Bagaimana caranya agar kita dapat merasakan sukacita dan sorak-sorai pada jiwa kita? Sukacita yang sejati akan kita peroleh ketika kita hidup dalam Tuhan. Dengan memuji dan melekat pada Tuhan, kita akan dapat merasakan sukacita dan kepuasan secara rohani, yang tidak dapat diukur dari segi nominal secara materi. Namun, kita dapat sungguh-sungguh merasakan dan mengalami sukacita itu secara rohani.
Minggu ini adalah Minggu ketiga setelah Paskah, disebut "Minggu Jubilate" yang artinya “bersorak-soraklah bagi Allah, hai seluruh bumi” (Mzm. 66:1), mengajak kita untuk bersorak-sorai bagi Allah karena pembebasan telah nyata. Jubilate, kata ini berkaitan dengan kata Yobel atau Jubileum yang dirayakan oleh bani Israel, merayakan tahun pembebasan. Tahun Yobel dirayakan setelah 7 kali tahun Sabath. 1 tahun Sabath adalah 7 tahun. Maka 7 kali Sabath memasuki tahun ke 50 seluruh umat Allah bersyukur dan bersorak sorai karena Pembebasan yang dilakukan Tuhan. Demikian juga kita dipanggil hari ini untuk bersorak dan bersukacita karena keselamatan & kemenangan yang telah dinyatakan Kristus yang membebaskan kita.
PENJELASAN TEKS
Teks Khotbah Wahyu 19: 5-8 adalah bagian dari perikop Wahyu 19:1-10 yang menceritakan tentang penglihatan Yohanes. Dalam penglihatannya, Yohanes melihat dan mendengar suara himpunan besar orang banyak, yang memuji Allah karena hari pernikahan Anak Domba telah tiba. Kesaksian Wahyu 19:1-10 merupakan puncak pujian para mahluk sorgawi setelah kekuasaan “Babel” diruntuhkan dan dihakimi Allah.
Empat ayat pertama dari pasal 19 ini berisi puji-pujian dari “himpunan besar orang banyak di sorga”. Diawali dengan doksologi: “Haleluya ! Keselamatan dan kemuliaan dan kekuasaan adalah pada Allah kita, ...”. Kata Haleluya (Pujilah Tuhan) berasal dari dua kata Ibrani: halal, yang berarti “pujian” dan Yah yang berarti “Yahweh” (Tuhan). Ada empat kali kata “Haleluya” (ayat 1, 3, 4, 6), dalam teks ini, dan hanya muncul empat kali dalam PB, semuanya ada dalam paragraf ini. Inilah nyanyian pujian (doksologi) umat sorgawi yang memuji Tuhan yang telah meruntuhkan & menghakimi kekuasaan duniawi yang mendatangkan penderitaan atas umatNya. Rasul Yohanes mengungkapkan, bahwa “Ialah yang telah menghakimi pelacur besar itu” dan “Ialah yang telah membalaskan darah hamba-hamba-Nya atas pelacur itu." (ay.2). Dari ayat ini kita tahu bahwa penghakiman dan pembalasan atas pelacur besar, Babel, atau yang disebut Kota Besar itu, sudah terjadi. Babel yang dimaksudkan di sini merujuk pada : Sebuah kota/bangsa yang mewujudkan kehidupan yang penuh dengan kejahatan dan keberdosaan, atau melambangkan seluruh sistem dunia yang berdosa di bawah pemerintahan antikristus (Alkitab Penutun Hidup Berkelimpahan, Gandum Mas, 2003, hlm. 2180). Sementara menurut penafsir Dr J.J. de Heer, yang dimaksud dengan Babel di sini adalah Kota/bangsa Roma, sebagai penguasa terbesar pada masa itu, yang hidup masyarakatnya penuh dengan dosa, kebejatan moral dan juga penguasanya Kaisar Nero, sebagai simbol antikrist yang saat itu merajalela melakukan penindasan bagi gereja & pengikut-pengikut Kristus (Dr. J. J. De Heer, Tafsir Alkitab, Wahyu Yohanes, BPK GM, hlm.271)
Bagian Penutup di Wahyu 19:1-8 merupakan respons ucapan syukur atas tindakan Allah yang menyatakan keadilan-Nya kepada Babel, sehingga kuasa Babel yang melambangkan kuasa kejahatan; yang selama ini telah membunuh para nabi, orang-orang kudus, dan menumpahkan darah umat Tuhan, tidak akan berkuasa lagi (Why.18:24).
Ayat 5 : dilukiskan bagaimana para mahluk sorgawi bersorak: “Maka kedengaranlah suatu suara dari takhta itu: “Pujilah Allah kita, hai kamu semua hamba-Nya, kamu yang takut akan Dia, baik kecil maupun besar!”Ini juga merupakan sebuah seruan untuk menaikkan “madah pujian” kepada Allah, yang mengundang setiap umat manusia baik kecil maupun besar. Konteks yang melatarbelakangi pujian ini adalah karena penguasa kerajaan Babel yang merupakan simbol kuasa kegelapan, yang telah menganiaya & membunuh umat Allah baik kecil maupun besar, telah dikalahkan.
Dalam Ayat 6-8, menegaskan secara jelas alasan untuk memuji Allah: “Haleluya! Karena Tuhan, Allah kita, Yang Mahakuasa, telah menjadi raja “ (ayat 6). Puncak doksologi kepada Allah dinarasikan dalam peristiwa perjamuan kawin Anak Domba Allah. Wahyu pasal 19 ini memang berbicara tentang kedatangan Tuhan kembali sebagai Raja, bagaimana Kerajaan Allah akan diwujudkan sepenuhnya pada hari-hari terakhir.
Dalam literatur Yahudi, “pesta pernikahan” adalah simbol dari kedatangan Kerajaan Mesianik. Apabila mengacu kepada keseluruhan Alkitab, baik PL dan PB, Allah memakai pernikahan sebagai sebuah metafora untuk menggambarkan hubungan anatara Allah dengan umat-Nya. Wahyu menggunakan kata: “pengantin-Nya” telah siap sedia, ini menunjuk pada gereja Tuhan sebagai umat kepunyaan-Nya, bahwa ada relasi yang sangat intim antara gereja dan Kristus, yang mengingatkan orang percaya sebagai mempelai Kristus untuk tetap hidup setia dan tidak mendua hati, sehingga ketika Tuhan datang kembali, telah mempersiapkan diri, bertemu dengan Kristus. Dengan demikian puncak doksologi umat kepada Allah akan terjadi pada akhir zaman, yaitu umat bersekutu dengan Kristus, Sang Mempelai Pria.
Pada saat itu, orang percaya akan dianugerahkan pakaian pengantin, kain lenan halus yang berkilau-kilauan dan yang putih bersih (ayat 8). Kostum yang kita kenakan sebagai “pengantin Kristus” harus sangat berbeda dengan pelacur besar, sebagaimana yang diungkapkan dalam Wahyu 17:4: “perempuan itu memakai kain ungu dan kain kirmizi yang dihiasi dengan emas, permata dan mutiara, dan di tangannya ada suatu cawan emas penuh dengan segala kekejian dan kenajisan percabulannya.” Dengan kata lain, perbuatan-perbuatan benar dari orang-orang kudus (umat percaya) selama hidupnya di dunia akan menjadi lengkap dan sempurna ketika mereka berada dalam kerajaan sorga dan dibebaskan dari segala ketidakmurnian.
Ogen : Masmur 18: 47-51 pembacaan kita yang pertama, merupakan nyanyian syukur Daud yang merasakan kemenangan karena Allah meluputkan-nya dari semua musuhnya dan juga dari upaya Saul untuk membunuhnya. Bahkan lebih dari itu, Allah meninggikannya dengan mengurapi Daud menjadi Raja atas umatnya, juga menyatakan kesetiaan-Nya kepada keturunannya. Semua itu membuat Daud mengumandangkan syukurnya, bahkan sampai menembus batas ruang lingkup bangsanya (ayat 50). Ia ingin bersaksi melalui nyanyian syukurnya, supaya bangsa-bangsa lain juga mengetahui kebesaran dan kemuliaan Allahnya.
Melalui penderitaan pun kita belajar bersyukur dan melihat kebaikan Tuhan yang dahsyat yang sanggup mengubah kesukaran dan penderitaan menjadi sukacita dan berkat.
Invocatio: mengisahkan tentang pertempuran Israel dengan Filistin tanpa adanya perintah dari Tuhan. Mereka kalah. Sekitar empat ribu orang tewas. Mereka lalu mengambil tabut perjanjian & membawanya ke medan perang. Tabut Perjanjian adalah merupakan lambang kehadiran Allah di tengah umat-Nya. Mereka bersorak & berpikir bahwa kehadiran tabut itu akan menjadi jaminan kemenangan mereka. Namun yang terjadi ialah: Israel kalah, bahkan, tabut Allah dirampas orang Filistin. Dari kisah bangsa Israel ini kita belajar, bahwa percuma mulut kita bersorak memuji Tuhan tapi tidak dibarengi dengan pertobatan & sikap hidup yang berkenan di hadapan Tuhan. Percuma kemana-mana bawa Alkitab, seolah-olah mengandalkan Tuhan & rajin beribadah, karena bukan ritual agamawi, melainkan pertobatan sepenuh hatilah yang sesungguhnya akan menggerakkan Allah untuk bertindak dan memberi kemenangan atas kita.
Aplikasi/Kesimpulan
Melalui ketiga bagian Firman Tuhan di Minggu Jubilate ini kita menemukan beberapa point penting yang menjadi perenungan kita bersama, yaitu :
- Keselamatan dan Kuasa hanya ada pada Allah kita, yang mengatasi segala kuasa dunia ini, penguasa dunia & kejahatan dunia ini sehebat apapun, akan runtuh, dan takluk dibawah kuasaNYA.
Bagaimana kita diingatkan untuk tidak takluk pada kejahatan & penguasa dunia ini, karena sesungguhnya terbatas kuasanya. Dalam situasi dan kondisi terancam sekalipun oleh penguasa dunia ini, kita dipanggil untuk tetap setia & mengandalkan Tuhan. Yesus sendiri mengingatkan kita akan hal tersebut dengan perkataanNya: “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.” (Mat.10:28). Hanya di dalam Kristus yang akan datang sebagai Raja, kita akan bersukacita dan bersorak-sorai menerima kemenangan, pembebasan & keselamatan.
Pujian Doksologi dalam teks Khotbah kita ini menjadi penegasan iman bagi kita untuk tidak takut menghadapi penganiayaan dan penderitaan dunia ini, lebih baik meratap & menderita karena menjaga hidup dalam kebenaran dari pada bersorak dan bersenang-senang dalam “hiruk pikuk” dosa & kejahatan dunia ini. Walau ada istilah: ini zaman edan, kalau tidak ikutan edan tak akan kebagian, tetaplah teguh berjuang, kenakan “pakaian kebenaran” agar kita mendapat bagian dalam perjamuan kawin Anak Domba Allah dan mengalami sukacita surgawi.
- Kita adalah mempelai Kristus dan menjadi pengantin-Nya yang siap sedia.
Kerinduan kita semua sebagai gereja-Nya adalah menjadi mempelai Kristus pada saat Perjamuan Kawin Anak Domba nanti. Yang dapat menjadi mempelai wanita haruslah orang yang telah dewasa, bukan kanak-kanak. Begitu pula untuk bisa menjadi mempelai Kristus kita harus benar-benar telah meninggalkan semua sifat kanak-kanak kita dan menuju kepada kedewasaan rohani secara penuh, inilah tanda kesiap sediaan kita. Sebagai umat Tuhan yang siap menjadi Mempelai-Nya, kita harus semakin dewasa. Kedewasaan itu bukan tergantung seberapa lama kita sudah menjadi orang Kristen, tetapi seberapa sungguh kita mengikut & mengasihi Dia. Dan tanda-tanda “mempelai Kristus yang siap sedia” adalah ketika kita mengasihi Kristus lebih dari segalanya, sebab masih ada saja orang Kristen yang tergiur demi mendapatkan jabatan, kuasa, kedudukan bahkan demi mendapatkan jodoh meninggalkan imannya kepada Kristus. Sekaligus juga, Mari evaluasi diri kita : Apakah kita semakin bertambah mengasihi Yesus atau semakin dikuasai oleh keinginan daging kita? Karena itu menjadi tanda apakah kita sudah menjadi “mempelai Kristus yang siap sedia”.
- Kita harus siap berpakaian lenan halus yang putih bersih, artinya : hidup dalam kekudusan.
Lenan halus yang putih bersih berbicara tentang hidup dalam kebenaran & kekudusan. Kita dipanggil untuk terus berjuang hidup dalam kebenaran & menjaga kekudusan hidup sebagai pakaian kita. Ibrani 12:14, berkata: “Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan”. Ini menjadi komitmen dan tekad kita di Minggu Jubilate ini : Kita harus mengejar kekudusan hidup. Apakah kita akan tetap hidup dalam kekudusan pada saat tidak ada seorang pun melihat perbuatan kita? Apakah kita tetap hidup dalam kekudusan di saat dunia menawarkan perbuatan yang tidak kudus? Apakah kekudusan itu sudah menjadi gaya hidup kita?
- Hidup penuh syukur kepada Tuhan diwujudnyatakan dengan sorak pujian serta bersukacita di dalam Tuhan
Orang yang mengalami anugerah Allah atas hidupnya tidak mungkin hidup tanpa rasa syukur & pujian kepada Allah. Orang yang bersyukur, tidak mungkin berdiam diri saja atau menyimpan semua itu di dalam hati, tapi akan melahirkan sorak sorai & sukacita, mendorong kita untuk menunjukkan rasa syukur itu melalui sorak sukacita dan mewujud nyata juga dalam sikap hidup yang benar. Artinya: Jangan hanya dengan mulut, kita seolah memuji & mengandakan Tuhan, tapi hati, sikap hidup & perbuatan kita justru jauh dari padaNya, sebagaimana yang dilakukan bangsa Israel (teks Invocatio), sehingga kuasa Allah tidak nyata atas mereka. Tapi marilah meneladani Daud (ogen) yang dalam segala situasi senantiasa memuji Tuhan, bahkan menyaksikan kepada bangsa-bangsa lain bahwa Tuhanlah yang telah berkarya di dalam hidupnya, yang meluputkan dan menyelamatkannya dari semua musuh-musuhnya. Kiranya hidup kita dapat menjadi “madah pujian” yang mengumandangkan karya dan kemuliaan Allah yang hebat dan besar.
Pdt. Jenny Eva Karosekali
GBKP Rg. Harapan Indah
MINGGU 23 APRIL 2023, KHOTBAH KELUARAN 34:5-7
Invocatio :
Karena dari kepenuhanNya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia. (Yoh. 1:16)
Ogen:
Efesus 3:5-8
Tema :
Dibata Dem Alu Lias ras Perkuah Ate/ Allah Penuh dengan Kasih setia dan Belas kasih
PENDAHULUAN
Berbicara tentang Minggu Miseri Cordias Domini biasanya merujuk pada teks Perjanjian Lama yaitu Kitab Masmur 33:5b. Jika ditelaah di dalam ayat 5 ada penekanan majas metonimik/metonimia ialah pada kata ahab yang menegaskan bahwa Allah senang/mencintai keadilan, hukum dan bumi penuh dengan kasih setiaNya. Artinya ketika kita berbicara tentang Allah maka keadilan dan kasih setia adalah bagian atau kata pengganti yang dipakai untuk menjelaskan Allah itu sendiri. Sama seperti penegasan dalam 1 Yoh. 4:7-8, bahwa ketika kita mengasihi berarti kita lahir dari Allah dan oleh sebab itu, seperti bunyi tema kita pada minggu ini yaitu berbicara tentang Kasih Setia dan Belas Kasih berarti sumbernya datang dari Allah. Mengapa sering sekali kita hanya mengatakan bahwa Allah “penuh” dengan kasih tidak lain oleh karena keterbatasan manusia yang semula sempurna tetapi oleh karena ketidaktaatan terhadap otoritas Allah, Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa mengakitbatkan keterbatasan manusia untuk mengenal dan berjumpa dengan Allah menjadi tidak mudah. Oleh sebab itu Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan ciptaan Allah yang masih merindukanNya didalam keterbatasannya sebagai manusia dan juga kehadiran Yesus sebagai tanda serta bukti bahwa Allah adalah kasih. Mari kita mencoba kembali mengingat dan merenungkan apakah kita sudah hidup di dalam otoritas Allah dan sejauh mana kita sudah mengenal Dia sebagai juruselamat kita?
ISI
Berangkat dari invocatio kita pada hari ini yang diambil dari Injil Yohanes 1: 16 menjelaskan bahwa kita yang sudah dilahirkan dari Allah atau menjadi anak-anak Allah melalui Firman(ayat 12-13) diberikan sebuah anugerah yaitu kasih karunia demi kasih karunia. Maksudnya ialah Allah memberikan rahmatNya kepada manusia dan memperkenankan manusia menerima rahmatNya tanpa pamrih supaya mereka mendapatkan hidup dan di didalam hidup itu adalah terang manusia(ayat 4-5). Salah satu dari beberapa eksegesis mengenai ayat ini menyarankan untuk merujuk pada teks PL yaitu kitab Keluaran 33:13; “Maka sekarang, jika aku kiranya mendapat kasih karunia di hadapan-Mu, beritahukanlah kiranya jalan-Mu kepadaku, sehingga aku mengenal Engkau, supaya aku tetap mendapat kasih karunia di hadapan-Mu. Ingatlah, bahwa bangsa ini umat-Mu.” Penekanan penting kata charis yang juga ada dalam teks Ibrani dari ayat tersebut yaitu kata Chen yang berarti kasih Karunia menjelaskan ketika Musa menyadari bahwa ia telah mendapatkan kasih karunia, berarti hal tersebut merupakan bentuk perkenanan Allah agar ia dapat menerima tuntunan arah(direction) jalan yang ditunjukkan Allah, dapat mengenal Allah, serta dapat diperkenankan terus-menerus hidup didalam kasih karuniaNya. Maka dari itu, melalui kepenuhanNya kita sebagai anak-anak Allah telah menerima kasih karunia yang mendatangkan kehidupan baru sehingga dapat terwujud dalam hidup yang penuh damai/sukacita, hidup yang penuh berkat karena bersyukur, serta hidup dalam hukum/keadilan dan kebenaran Allah melalui Yesus Kristus(ayat 17). Allah tidak pernah merancangkan kehancuran bagi anak-anakNya tetapi Allah mau agar kita semua mau menjadi anak-anakNya dan menerima kasih karunia, sebab didalam kepenuhanNya memberi tanda bahwa segala sesuatu bersumber dari Allah.
Selanjutnya melalui bahan ogen/bacaan kita surat Paulus kepada Efesus 3:5-8, berbicara tentang sebuah misteri/rahasia dan kekuatan khusus bagi pelayan dan pengikut Kristus. Pada ayat 3 Paulus dengan sangat jelas mengatakan bahwa ia telah menerima pewahyuan mengenai rahasia Kristus dan pengungkapan ini pasti merujuk pada peristiwa perjalanannya ke Damaskus (Kis. 9:1-7), hanya Paulus yang melihat Kristus tetapi beberapa orang yang bersama dengan dia hanya kebingungan dan tidak melihat apapun. Melalui Paulus dan para Rasul dalam Roh, rahasia dan misteri itu diteruskan dan diungkapkan kepada jemaat Tuhan bahkan kepada kita sampai saat ini anak-anak Tuhan sebagai buah dari pekerjaan Roh Kudus. Jadi siapa yang telah menerima berita Injil mestinya sudah menerima misteri/rahasia Kristus yang merupakan sebagai pondasi Gereja hingga saat ini. Kristus adalah kunci atas keterbatasan manusia yang sudah dijauhkan oleh dosa. Melalui Kristus yang Jauh menjadi dekat, yang berpisah menjadi dipersatukan dan yang bersteru diperdamaikan melalui kematianNya kita menerima kasih karunia menjadi manusia baru(Ef. 2:13-15).
Perlu diingat bahwa surat Paulus ini diwartakan kepada pembaca yang bukan Yahudi, sehingga berita ini lebih hidup oleh karena kesaksian iman Paulus yang dahulu seorang penganiaya tetapi kini menjadi Rasul Kristus. Ternyata masa lalu yang sering sekali kita lihat sebagai dimensi negatif dalam diri kita melalui kasih karunia, Kristus mengubahnya menjadi kesaksian Iman yang hidup dan kekuatan bagi kita oleh karena kasih setia dan belas kasih Allah tetap dinyatakan melalui Yesus Kristus kepada kita tanpa memandang latar belakang kehidupan kita yang mestinya dipenuhi oleh tuntutan hukum taurat oleh karena dosa tidak ada satupun yang mampu menjalani tuntutan tersebut. Dalam ayat 6-7 menjelaskan bahwa di dalam Kristus tidak ada lagi perbedaan antara Yahudi dan bukan Yahudi, tapi orang-orang yang bukan Yahudi sekalipun turut menjadi ahli waris, menjadi anggota tubuh dan peserta yang menerima janji yang diberikan dalam Yesus Kristus. Semua memiliki kedudukan yang sama, dalam pelayanan gereja semua jemaat pengikut Kristus memiliki hak dan kewajiban yang sama yaitu menerima kasih karunia sebagai pelayan Kristus untuk mewartakan dan melanjutkan tugas panggilan kita memberitakan Injil kepada seluruh mahkluk mengenai Allah yang penuh dengan kasih setia dan belas kasih. Pada ayat 8 Paulus menegaskan misteri dan kekayaan Kristus membuahkan sebuah kerendahan hati sebagai pelayan Tuhan karena tidak ada alasan untuk memegahkan diri bagi orang yang memberitakan injil(1 Kor. 9:16), sebab kita menyadari bahwa keberadaan hidup kita hingga saat ini adalah kesempatan yang datang dari belas kasih Tuhan. Bukan sekedar tentang kerendahan hati tetapi juga berbicara tentang besarnya rahmat Tuhan yang diberikan kepada kita. Jadi mari kita tidak menyia-nyiakan kasih setia dan belas kasih Tuhan dengan mengambil peran dalam pelayanan serta meneruskan belas kasih dan kasih karunia Tuhan yang kita terima kepada orang-orang disekitar kita.
Teks Khotbah kita minggu ini dilandaskan pada kitab Keluaran 34:5-7 dimana Allah memperbaharui perjanjian dengan umatNya melalui dua loh batu yang semula dihancurkan oleh karena anak lembu emas, dan kini diperbaharui dengan dua loh batu yang baru. Bangsa Israel telah membuat dosa besar dan harus dihukum, mereka harus menerima konsekuensi dari dosa yang telah dilakukannya(Kel. 33:35). Namun dalam perikop teks pasal 34, Allah kembali menunjukkan sikapNya yang masih mengasihi bangsaNya seperti orangtua setelah menghukum anaknya mereka tetap ingin menunjukkan bahwa sikap itu menandakan bahwa orangtua tersebut sangat mengasihi anaknya. Sama halnya dengan manusia yang telah kehilangan arah oleh karena dosa, maka Allah memberikan Yesus Kristus sebagai Firman yang memperbaharui kehidupan kita dari dua loh batu menjadi sebuah pengorbananNya sebagai bentuk pembaharuan dan perdamaian manusia dengan Allah. Proses pembaharuan dua loh batu ini dijelaskan dalam teks khotbah kita bahwa Allah menampakkan diriNya kepada Musa atau istilah yang sering kita sebut dalam ilmu teologi yaitu teofani. Ada peristiwa teofani dalam pembaharuan dua loh batu yang baru bagi bangsa Israel melalui Musa.
Ketika TUHAN menampakkan diriNya bukan secara tiba-tiba atau tanpa sebab, tetapi karena Musa telah melakukan setiap dari apa yang TUHAN printahkan(ayat 3). Terkadang kehidupan kita sulit menyaksikan kuasa TUHAN atau berjumpa denganNya oleh karena ketidaktaatan kita pada firmanNya. Perjumpaan dengan TUHAN tidak dapat direkayasa, karena TUHANlah yang memberi anugrah kepada siapa Dia hendak memperkenankan diriNya untuk dikenal dan dialami. Dalam perjumpaan Musa dengan TUHAN di ayat 5, TUHAN hadir melalui awan dan berdiri di dekat Musa, serta menyerukan nama TUHAN. Dalam kehidupan sehari-hari juga perlu kita perhatikan bahwa TUHAN dapat menggunakan berbagai cara untuk hadir dan berjumpa dengan kita baik dalam situasi apapun. Ketaatan iman dan menyerukan namaNya melalui doa juga bisa sebagai bentuk penyembahan yang dapat menghadirkan kuasa TUHAN dalam kehidupan kita, tanpa hal itu mungkin kita akan merasakan hanya berdiri sendiri dalam kehidupan yang kita jalani.
Selanjutnya pada ayat 6-7 diawali dengan adanya seruan “TUHAN, TUHAN..” dalam teks ibrani yhwh/Adonai yang bisa berarti “Yahweh, Dia adalah Yahweh” sebuah penegasan nada yang sama dengan Keluaran 3:14 yaitu “AKU ADALAH AKU.” Penulis tradisi Y ataupun mungkin seruan dari Musa sendiri dalam ayat ini bertujuan mentakbirkan dan memproklamasikan kemahakuasaan Allah yang telah ia saksikan dan alami. Pengakuan ini membentuk iman mereka dan mengenal Allah bahwa Ia adalah penyayang dan pengasih dalam kata Ibrani rakhhum yang berkaitan erat dengan rekhem yang berarti rahim. Artinya ialah bahwa Allah mengasihi umatNya seperti gambaran seorang ibu menyayangi dan merawat anaknya. Serta kata khannun yang menunjukkan Allah adalah Pengasih dapat dirujuk pada Keluaran 22:26-27, “…Aku akan mendengerkannya, sebab aku ini pengasih.” Artinya Allah adalah penolong yang setia bagi orang-orang yang berseru kepadaNya. Selanjutnya kata yang menarik adalah Panjang sabar jika dilihat dalam teks asli awrake aph (long of anger). Jika merujuk pada kalimat asli dan perjalanan hidup bangsa Israel, maka Allah terlihat sebagai sosok yang selalu pemarah. Kita tidak dapat berhenti sampai disitu saja karena Allah yang memarahi umatNya sebagai bentuk peringatan dan usahaNya untuk mengembalikan umatNya ke jalan yang benar. Jika kita percaya dan hidup sebagai anak-anak Allah, maka Ia akan selalu memberi peringatan kepada anak-anakNya dan sabar untuk menunggu anak-anakNya kembali berpaling kepadaNya. Ia akan melakukan kemarahan yang panjang, sehingga memungkinkan orang-orang untuk bertobat sebelum hukuman dijatuhkan. Kata berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya dituliskan khesed dan emeth. Khesed berarti cinta yang tidak dapat berubah, dan emeth berarti dapat diandalkan, dipercaya dan benar. KasihNya akan terus memelihara kita dan kesetianNya dapat kita andalkan menjalani kehidupan yang penuh dengan pergmulan sekalipun.
Allah akan mempertahankan dan memelihara orang-orang yang hidup taat dan mau diperbaharui olehNya, bahkan Ia memberikan janjiNya tersebut bukan pada generasi yang sekarang saja tetapi terus kepada keturunannya jika ia setia dan taat kepada perintah TUHAN(Kel.20:5-6). Ia memang mengampuni kesalahan dan pelanggaran dosa tetapi tidaklah sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman. Artinya kedua kalimat ini bukan mau menunjukkan TUHAN yang tidak konsisten akan kasihNya yang luas tapi juga ingin menegaskan bahwa TUHAN konsisten akan sikapnya yang memberikan hukuman dan keadilan(1 Yoh. 1:9). Oleh sebab itu, Tuhan tidak dapat dipermainkan oleh orang berdosa yang memanfaatkan TUHAN supaya selamat dari hukuman atau konsekuensi dosa yang telah sengaja ia lakukan. Bukan kalimat “TUHAN akan mengampuni dosaku” tetapi “Ya TUHAN Ampunilah dosaku.” Tentu saja ada perbedaan nada dari kedua kalimat tersebut. Kasih setia dan belas kasih Allah dapat diterima bagi orang-orang yang telah berjumpa dengan TUHAN dan sungguh-sungguh mau hidup diperbaharui oleh firmanNya.
Refleksi
Jika tema kita pada minggu ini adalah Allah penuh dengan Kasih Setia dan Belas Kasih, berarti seperti penulis sampaikan di awal, kasih setia dan belas kasih ini adalah sebuah tanda yang menjelaskan akan Allah itu sendiri. Melalui Yesus Kristus kita menyaksikan kesetiaan dan belas kasih Allah senantiasa menuntun umatNya sehingga berita Injil semakin meluas dimana-mana hingga pada masa kita saat ini. Maka dari itu berbicara tentang bumi penuh dengan kasih setia Tuhan, bisa melibatkan kuasa Roh Kudus dan peran kita sebagai umatNya yang meneruskan kasih karuniaNya. Bagaimana kasih itu hidup di dalam kita? Tentu dengan mentaati segala printah Tuhan serta berjumpa dengan Tuhan melalui setiap peristiwa yang kita Imani dan percaya bahwa Tuhan bekerja dan berkarya disana. Tuhan memberikan keteladanan agar kita mampu mengasihi, mengampuni, mendamaikan, mempersatukan dan bertanggung jawab atas setiap kehidupan yang telah kita lalui. Dengan begitu kita adalah tanda kehadiran Kristus bagi sesama dan bahkan bagi dunia yang menghadirkan kasih setia dan belas kasih Tuhan.
Hidup didalam kasih setia dan belas kasih Tuhan berarti setiap jalan hidup kita diarahkan oleh kasih karunia Tuhan, dan ketika kita menerima kasih karuniaNya kita telah memiliki tanggungjawab untuk melayani serta meneruskan berita injil ke seluruh dunia dengan tetap meminta hikmat Roh Tuhan. Tetap rendah hati dan minta pertolongan Tuhan agar hidup kita terus diperbaharui menjadi pribadi yang tanggap, responsif terhadap firmanNya dan kebaikanNya.
Det. Samuel Barcley. A Barus, S.Si Teol, CCM
Perpulungen Malang
MINGGU 16 APRIL 2023, KHOTBAH 1 PETRUS 2:1-5
Invocatio :
O senina-senina, ola medanak perukurenndu. I bas perkara kejahaten bagi anak-anak si mbaru tubuhlah min pemetehndu, tapi i bas rukur, bagi kalak dewasa min kam (1 Kor. 14:20).
Ogen :
Jesaya 63:7-10,16 (Tunggal)
Tema :
Ngenanami Kiniulin Tuhan (mengecap kebaikan Tuhan)
- Dalam bahasa Latin Minggu ini disebut Minggu Quasimodogeniti artinya: ‘seperti bayi yang baru lahir’ (bagi anak si mbaru tubuh), yang haus dan lapar akan susu murni demi suatu pertumbuhan. Istilah Quasimodogeniti ini dikutip dari I Petrus 2:2 “Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan”.
- Konteks penerima 1 Petrus. Kepada siapa 1 Petrus ini dialamatkan? Di psl 1:1-2 “Dari Petrus, rasul Yesus Kristus, kepada orang-orang pendatang, yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia, yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu.” Daerah-daerah tersebut berada di dalam provinsi-provinsi Romawi di Asia Kecil (Turki saat ini) di sebelah utara Pegunungan Taurus. Dengan berbagai latar belakang sosial penerima surat ini dan dari latar belakang agama Yahudi maupun non-Yahudi (sebagian besar non-Yahudi-predominately Gentile Christians; Peter H Davids;1990) tetapi yang jelas Petrus mengajak para pembaca surat ini agar percaya bahwa mereka adalah “bangsa Israel yang baru.” (D.A.Carson;2017). Yang mewarisi segala sesuatu yang telah dijanjikan Allah kepada umat pilihan-Nya (bdk. 2:5; 9-10). Mereka telah mengalami pencobaan (1:6), maka Petrus memberi kekuatan kepada mereka dengan mengingatkan mereka akan keselamatan jiwa mereka (1:8-9). Mereka juga diingatkan Petrus bahwa mereka telah dilahirkan kembali (1:23), mereka telah disucikan (ay. 22). Karena ada tertulis “kuduslah kamu, sebab Aku kudus” (bdk. 1:13-16) Inilah gambaran keadaan jemaat penerima surat ini.
- Mereka merupakan petobat baru di dalam Kristus. Mereka telah ditebus dari kehidupan yang lama (1:18-21). Mereka telah menyucikan diri dalam kebenaran sebagai dampak dari kelahiran kembali melalui firman kebenaran (1:22-25). Kehidupan yang lama sudah mereka tanggalkan. Namun, perjalanan belum berakhir artinya tidak boleh berhenti di titik tersebut saja. Mereka perlu terus bertumbuh dalam kebenaran. Menjadi Kristen yang terus-menerus berproses. Menjadi Kristen jangan stagnan!
- Perintah yang berdasar. Perintah yang terdapat di ay. 1-3 ini merupakan perintah yang berdasar kepada keadaan mereka di atas. Perintah di ay. 1-3 ini merupakan panggilan untuk menyesuaikan perilaku mereka dengan realitas spritual bahwa mereka telah meninggalkan keinginan dan kehidupan mereka sebelumnya (1:14, 18 bdk. 2:11; 4:3, 15. Watson & Callan;2012; 42). Kata kerja utama adalah “buanglah-apotothemi” yang bersifat kiasan artinya secara harafiah “melepaskan pakaian” (bdk. Ef. 4:22; Ibr. 12:1-2). Dalam liturgi baptisan awal, calon baptisan akan melepas pakaian lama mereka sebelum pembaptisan dan mengenakan pakaian baru sesudahnya melambangkan penyucian mereka ( P. 43). Lebih daripada itu, alasan untuk menanggalkan hidup lama tersebut adalah karena kita harus “menyesuaikan” dengan Allah yang kita sembah (bdk. 1:15-16). Lebih tepatnya untuk “mengikuti jejak-Nya” seperti yang tertulis di 2:21. Menjadi Kristen yang mengikuti jejak-Nya.
- Sehingga senantiasa harus berjuang untuk menghindari dosa-dosa seperti: “kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah.” (2:1) (jika kita perhatikan maka dosa-dosa ini meliputi tindakan, perkataan dan di dalam hati. Selama ini perkataan atau hati tidak terlalu ditekankan untuk dibaharui.). Berbagai bentuk kehidupan lama tersebut merujuk pada pengalaman pertobatan di bagian sebelumnya (1:18-25). Orang-orang Kristen di Asia Kecil merupakan petobat baru di dalam Kristus. Mereka telah ditebus dari kehidupan yang lama (1:18-21). Mereka sudah ada di titik menjadi seorang yang percaya, tetapi harusnya terus-menerus bertumbuh. Orang yang tidak menanggalkan dosa akan kehilangan kerinduannya terhadap Firman Tuhan, sedangkan orang yang tidak mencari Firman Tuhan tidak akan bisa membuang dosa. Sederhananya, mencintai Tuhan harus membenci dosa, mencintai Tuhan harus mencintai firman-Nya.
- Menjadi bayi yang baru lahir yang merindukan susu yang murni dan yang rohani. Jelas kalimat ini berdasar kepada keadaan mereka saat itu bahwa mereka telah “dilahirkan kembali” (1:23). Keinginan akan susu yang murni tersebut bukan sebuah keinginan biasa saja, tetapi keinginan yang begitu besar (pertumbuhan-kehidupan menjadi taruhannya-benar-benar bergantung terhadap susu murni tersebut). Petrus menggunakan kata bayi tersebut dengan kata artigenneta new born-baru lahir yang betul-betul bergantung kepada air susu ibunya. Dan dalam hal ini merujuk kepada Firman Allah dan atau Yesus Kristus sendiri sebagai Firman Allah yang hidup. Tidak ada pilihan lain. Sebagai bayi rohani membutuhkan pertumbuhan, apa yang memberi pertumbuhan? Jelas! Firman Tuhan (ay. 2 “...olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan.”). Akan sama dengan seorang sehat yang mau makan, demikian juga orang yang sehat rohani akan rindu juga makan rohani.
- Istilah “bayi rohani” dapat dipahami secara negatif dan positif. Secara negatif dipandang bahwa “bayi rohani” adalah orang yang tidak dewasa dalam iman atau orang yang tidak mengalami pertumbuhan. Jika dalam Ibrani 5 :11-14 dikatakan bahwa “anak kecil” masih membutuhkan susu bukan makanan keras yang tidak memahami ajaran tentang kebenaran, yang belum memiliki panca indera yang terlatih dan lamban dalam hal mendengarkan. Tipologi orang yang dikatakan dalam kitab Ibrani ini adalah tipologi orang yang penting percaya saja, maka pasti selamat, dan baginya tidak perlu bertumbuh (stagnan, pasif, lamban dalam merespon firman Allah). Juga di dalam Galatia 4:3 “Demikian pula kita: selama kita belum akil balig, kita takluk juga kepada roh-roh dunia,” dipahami bahwa masih tunduk kepada roh-roh duniawi yang kontra dengan Efesus 4:13 “sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus,”. DEWASA-BAYI ROHANI TIDAK DITENTUKAN USIA, Pendidikan, Ekonomi, juga jabatan, khususnya berapa lama sudah menjadi Kristen. Adapun ciri lain menurut Paulus dalam 1 Kor. 3:1-3 “Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus. Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarang pun kamu belum dapat menerimanya. Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?” yang belum dewasa adalah mereka yang manusia duniawi yang ada iri hati dan perselisihan. Tetapi berbeda dengan yang terdapat di nats Minggu ini, bayi rohani merujuk kepada mereka yang baru mengalami hidup baru yang seharusnya senantiasa bertumbuh.
- 3 setidaknya memiliki hubungan dengan Mzm. 34:9 “Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!” (bdk. Ibr. 6:4-6 “Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di muka umum. ”). Dua kata Yunani terakhir dari ay. 3 ini adalah chrestos (baik) dan kurios (Tuhan). Kata Yunani yang lebih umum untuk kebaikan adalah agathos, tetapi Petrus memilih chrestos di sini mungkin karena kemiripannya dengan Christos, sekaligus memperkenalkan kepada penerima suratnya sumber kebaikan tersebut adalah dari Kristus yang adalah Tuhan tersebut (M. Eugene Boring:1999). Mengecap kebaikan Tuhan mengacu pada pengalaman tentang Tuhan. Tidak dalam arti mencicipi lawan kata makan atau minum sesuatu, tetapi mengalami kualitas pengalaman pribadi dengan Tuhan. Apa yang kita alami? Kebaikan Tuhan pastinya! Kebaikan Tuhan diuraikan dalam hal pengampunan-penebusan. (Peter H. Davids; 1990). Kebaikan Tuhan juga mendorong kita merindukan firman-Nya. Kebaikan Tuhan (utama-Nya penebusan-Nya) menjadi “daya dorong” bagi kita untuk menanggalkan cara hidup lama dan bertumbuh terus-menerus melalui firman-Nya. Penerima kebaikan Tuhan, harusnya menyatakannya dalam hidupnya kebaikan yang dia telah terima dari Tuhan supaya menjadi berkat bagi orang lain. Penerima kebaikan layaknya menjadi kebaikan itu sendiri bagi orang lain. Kebaikan Allah adalah motivasi terbesar untuk belajar terus-menerus akan firman-Nya yang menghidupkan. Hanya orang yang belum mengecap kebaikan Allah yang tidak haus akan kebenaran-Nya.
- Datanglah kepada-Nya sebagai batu yang hidup (ay. 4). Bagian ini menjelaskan metafora baru, jika sebelumnya disebut sebagai bayi yang baru lahir tetapi kali ini disebut sebagai batu hidup. Kita tidak dapat memahami dengan jelas mengapa digunakan kata batu hidup ini, tetapi beberapa penafsir menafsirkan sebagai batu karang yang masih dalam proses pembentukan. Namun jika kita perhatikan bagian selanjutnya 6-8, Petrus mengacu kepada Yes. 28:16 yang ditafsirkan Yesus sebagai diri-Nya sendiri (Mat. 21:42). Ayat ini mengacu kepada Yesus sebagai batu hidup-kiasan dari kebangkitan-Nya bahwa Dia hidup. Kita mengetahui bahwa penerima surat ini mayoritas non-Yahudi, sebelumnya menyembah berhala yang terbuat dari batu mati yang tidak bernyawa, tidak memiliki kekuatan untuk membantu mereka. Mereka pasti akan memahami kontras antara berhala yang mati itu dan Kristus sebagai batu yang hidup. (Wayne A. Grudem, 1988). Datanglah kepada-Nya. Dibutuhkan kesediaan dari pihak kita untuk datang kepada-Nya. Datang kepada-Nya sebagai bagian dari penghargaan kita atas kebaikan yang telah kita terima dari-Nya. Seseorang yang telah mengecap kebaikan Tuhan, dia akan setia untuk datang kepada Tuhan. Dia tahu darimana kehidupannya berasal, dia tahu darimana anugerah penebusan yang dia terima, maka dengan sendirinya seseorang itu akan datang kepada-Nya, memiliki kerinduan datang kepada-Nya. Petrus yang diberina nama Yunani Petros oleh Yesus yang berarti batu karang (Mat. 16:18), sekarang berbicara tentang Kristus sebagai batu hidup dan di bagian ini, dan di bagian berikutnya dia berbicara tentang penerima surat ini sebagai batu hidup. Petrus menggunakan kata yang berbeda untuk batu di sini yaitu lithos yang merupakan kata yang sama yang digunakan oleh Yesus ketika berbicara tentang batu yang dibuang oleh tukang bangunan (Mat. 21:42; bdk. Kis. 4:11). Lithos adalah pilihan yang biasa digunakan ketika berbicara tentang batu untuk sebuah bangunan. (John MacArthur;2004)
- 5 Petrus mempersamakan penerima suratnya sebagai batu yang hidup dengan Yesus yang adalah batu yang hidup (ay. 4). Dengan latar belakang bahwa Yesus pernah dibuang tetapi kemudian dipilih dan dihormat di hadira Allah (ay. 4). Sebagai batu yang hidup bertujuan untuk menjadi rumah rohani,... imamat yang kudus,.. mempersembahkan persembahan rohani (ay. 5). Tujuan ini disematkan kepada mereka sebagai orang-orang yang lahir baru oleh karena Yesus Kristus (karena Yesus Kristus..., erkelang-kelangken Jesus Kristus. ay. 5). Seolah-olah Petrus menekankan bahwa identitas-identitas yang dulu disematkan kepada umat PL tetapi oleh karena Yesus Kristus-lah, identitas itu juga diberikan kepada mereka. Ini juga merupakan kebaikan Tuhan yang tiada tara, oleh karena Yesus kita menerima identitas yang baru.
- Pertumbuhan dalam persekutuan (komunal). Sebuah batu tidak akan berarti apa-apa jika terpisah dengan batu yang lainnya dalam hal pembangunan. Tuhan ingin menggunakan orang percaya untuk menjadi batu hidup bagi pembangunan rumah rohani. Artinya, setiap orang di antara kita dipanggil untuk membangun komunitas orang percaya. Orang Kristen tidak bisa dan tidak boleh hidup sendiri. Lepas dari komunitas, orang Kristen hanya merupakan sebuah batu yang tidak berguna atau
- tidak berfungsi. Pertumbuhan orang percaya selalu akan dalam wadah komunal.
- Tuhan baik, apakah kita sudah merasakannya? Kebaikan Tuhan kadang tergantung apakah orang tersebut telah mengalami hidup baru atau belum? Atau sudahkah seseorang tersebut menyadari bahwa keseluruhan hidupnya bersumber dari Tuhan? jika belum, maka seseorang tersebut tidak akan merasa bahwa hidupnya telah dianugerahi betapa banyak kebaikan dari Tuhan.
- Kiniulin Tuhan dalam setiap tahap kehidupan. Dalam kehidupan kerohanian, tumbuh dan tidaknya iman seseorang tergantung pada dasar/fondasi iman orang tersebut. Ketika iman seseorang dibangun diatas pemahaman yang sempit tentang kebenaran firman Tuhan, maka dengan sendirinya iman tersebut akan mudah lapuk dan hancur dimakan waktu. Pemahaman sempit dimaksud adalah memandang bahwa mengikut Tuhan akan selalu mengalami kelimpahan berkat materi tanpa adanya sebuah proses atau perjuangan. Pemahaman seperti itu sangatlah sempit dan akan melahirkan iman yang lemah. Mengikut Tuhan tidak senantiasa mengalami kehidupan yang serba menyenangkan, ada kalanya kita mengalami pergumulan dan kesulitan, seperti jemaat penerima surat Petrus ini. Tetapi if indeed you have tasted that the Lord is gracious-jika kamu benar-benar telah mengecap kebaikan Tuhan, kita akan tetap setia kepadanya (bdk. Istilah dalam bahasa Karo-cinanamen)
- Menghargai kiniulin-kebaikan Tuhan. Keleng ateta man Tuhan la mungkin keleng ka ateta man dosa. Kebaikan Tuhan menjadi daya dorong utama bagi kita melakukan segala sesuatu. Kebaikan Tuhan mendorong kita bertumbuh. Kebaikan Tuhan menjadikan kita merindukan firman-Nya. Mengecap kebaikan Tuhan, kita sadar bahwa hidup kita seperti M.Luther katakan “simul iustus et peccator’”(dibenarkan tetapi sekaligus tetap berdosa). Kesadaran ini mendorong kita untuk tidak kembali kepada kehidupan lama. Sadar bahwa kita sebenarnya tidak layak menerima kebaikan Tuhan, mendorong kita tetap rendah hati dan merespon kebaikan Tuhan dengan kebaikan, supaya jangan seperti pepatah “air susu dibalas dengan air tuba.”
Pdt. Dasma Sejahtera Turnip,
GBKP Rg. Palangka Raya