KAMIS 06 APRIL 2023, KHOTBAH YOHANES 13:12-17 (KAMIS PUTIH)
Invocatio:
1 Petrus 2:21
Bacaan:
Markus 14:22-26
Khotbah:
Yohanes 13:12-17
Thema:
Yesus Jadi Teladan
I. Pendahuluan
Perayaan hari Kamis Putih adalah hari raya terakhir sebelum Triduum, yaitu Trihari Paskah yang meliputi: Kamis Putih-Jumat Agung-Sabtu Sunyi-Paskah. Dengan demikian, liturgi Kamis Putih merupakan penutup masa Prapaskah. Dalam liturgi Kamis Putih, gereja merayakan Perjamuan Malam Terakhir yang dilakukan Yesus bersama para muridNya dengan terlebih dahulu membasuh kaki para muridNya.
II. Isi
Menjelang kematian yang telah diketahuiNya, dan juga mengetahui siapa orang yang akan mengkhianatiNya, Tuhan Yesus justru memberikan ungkapan kasih dengan cara spektakuler. Dia bersedia memposisikan diriNya sebagai seorang hamba yang pada zaman itu harus membersihkan kaki tuan dan para tamunya dengan cara membasuh dengan air lalu menyeka dengan kain di pinggangnya. Untuk melakukan tugas itu, Tuhan Yesus harus bersedia berlutut, menempatkan diriNya di bawah kaki para muridNya, dan membasuh kaki dengan air serta menyekanya dengan kain yang terikat di pinggangnya. Jadi menurut Injil Yohanes, peristiwa perjamuan malam terakhir diawali dengan tindakan Tuhan Yesus dengan terlebih dahulu merendahkan diriNya dengan cara membasuh kaki para muridNya. Dia yang adalah Tuhan dan Guru bersedia memposisikan diriNya sebagai seorang hamba.
Setelah Tuhan Yesus membasuh kaki para murid, Dia berkata, “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan” (Yoh. 13:13). Sangat menarik bahwa gelar Yesus sebagai Guru dan Tuhan dikaitkan dengan tindakan merendahkan diri dan kesediaan untuk melayani sebagai seorang hamba. Dalam Yohanes 13:14, Tuhan Yesus berkata, “Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu”. Kepemimpinan yang diteladankan oleh Tuhan Yesus adalah pola kepemimpinan yang menghamba. Makna sebagai “Guru” dan “Tuhan” ditempatkan Tuhan Yesus sebagai suatu jabatan yang sifatnya fungsional, bukan sekadar suatu status atau kedudukan belaka. Bahkan, makna fungsional sebagai pemimpin tersebut akan menjadi efektif saat seseorang pemimpin sungguh-sungguh tulus mempraktikkan karakter seorang yang bersedia menghamba dan melayani sesamanya. Sayangnya, sikap keteladanan Tuhan Yesus itu sering hanya dihayati sebagai peristiwa ritual liturgis belaka. Umumnya, pada hari Kamis Putih beberapa gereja melaksanakan upacara pembasuhan kaki, tetapi dalam kehidupan sehari-hari, anggota jemaat tersebut kembali memperlihatkan sikap superioritas, merasa diri sangat penting atau arogan, yaitu dengan cara berlaku sewenang-wenang, menindas dan bersikap kasar kepada sesama yang dianggap lebih lemah.
Marilah kita melihat apa yang dilakukan Yesus dalam Markus 14:22-26 yang menjadi bahan bacaan ini dan apa yang ditekankan Yesus kepada para muridNya. Lebih dari satu kali kita melihat bahwa para nabi Israel terpaksa melakukan tindakan-tindakan simbolik dan dramatik bila mereka merasa bahwa kata-kata saja tidak cukup. Seakan-akan perkataan itu merupakan sesuatu yang mudah dilupakan, sedangkan tindakan dramatik akan terukir terus dalam ingatan. Itulah yang dilakukan Yesus, dan Ia menghubungkan tindakan dramatik itu dengan perayaan kuno masyarakatNya sehingga akan lebih terukir lagi dalam pikiran para muridNya. Katanya, “Lihat! Sama seperti roti ini dipecah-pecahkan, demikianlah tubuhKu dipecah-pecahkan bagi kalian! Sama seperti cawan anggur merah ini ditumpahkan, demikianlah darahKu ditumpahkan bagi kalian”.
Apa yang dimaksudkan Yesus ketika Ia mengatakan bahwa cawan itu melambangkan perjanjian yang baru? Kata “perjanjian” adalah kata umum dalam agama Yahudi. Dasar dari agama Yahudi adalah bahwa Allah telah masuk ke dalam suatu ikatan perjanjian dengan bangsa Israel. Penerimaan perjanjian lama dinyatakan dalam Keluaran 24:3-8; dari teks tersebut kita melihat bahwa perjanjian itu sepenuhnya bergantung pada kesetiaan Israel mematuhi hukum Jika hukum dilanggar, perjanjian itu putus dan hubungan antara Allah dan bangsa itu berantakan. Hubungan itu sepenuhnya bergantung pada hukum dan pada kesetiaan terhadap hukum. Allah adalah Hakim. Karena tak ada seorang pun yang bisa mematuhi hukum itu sepenuhnya, manusia selalu saja gagal. Namun, Yesus berkata, “Aku memperkenalkan dan mengesahkan suatu perjanjian yang baru, suatu hubungan yang baru antara Allah dan manusia. Hubungan itu tidak bergantung pada hukum, tetapi pada darah yang Aku akan curahkan”. Yang dimaksud di sini adalah bahwa hubungan itu bergantung pada kasih semata-mata. Hubungan baru adalah hubungan antara Allah dan manusia yang bergantung bukan pada hukum, melainkan kasih. Dengan kata lain, Yesus mengatakan, “Aku melakukan apa yang Aku lakukan untuk menunjukkan kepada kalian betapa Allah mengasihi kalian”. Manusia tidak lagi berada semata-mata di bawah hukum Allah. Karena apa yang telah Yesus lakukan, manusia untuk selamanya berada di dalam kasih Allah. Itulah hakikat dari apa yang mau disampaikan oleh sakramen itu kepada kita.
III. Refleksi
Saling membasuh kaki bukanlah tindakan yang terjadi sekali-kali atau minimal setahun sekali menjelang hari Jumat Agung dan Paskah, melainkan seharusnya merupakan spiritualitas dan pola hidup orang percaya. Saling membasuh kaki merupakan ekspresi dari spiritualitas pengosongan diri. Dengan spiritualitas itu, kita akan selalu berusaha melayani orang lain dengan rasa hormat, penuh penghargaan, dan kasih sebagaimana yang telah dilakukan oleh Tuhan Yesus. Kita melakukan spiritualitas pengosongan diri karena Kristus telah terlebih dahulu membasuh, menguduskan, dan memurnikan hati kita; sehingga kita dimampukan untuk melakukan kasih yang mau melayani dan berkorban bagi orang lain. Spiritualitas pengosongan diri merupakan suatu kekuatan iman yang telah dianugerahkan Tuhan sehingga kita dimampukan untuk menaklukkan segala keinginan diri, ambisi, keserakahan, dan haus sanjungan, serta perasaan sebagai orang penting. Spiritualitas pengosongan diri tidak pernah memberi celah untuk merasa diri lebih berjasa, lebih senior dan lebih penting. Semua anggapan dan perasaan tersebut harus dibuktikan secara fungsional dan konkret dalam sikap yang mau menghamba. Mungkin dahulu kita pernah berjasa, tetapi apakah kini kita tetap mau mengabdikan diri dengan segenap hati dan makin tulus? Mungkin kita sekarang seorang senior, tetapi apakah saat ini kita mampu memperlihatkan kedewasaan, kematangan, dan kebijaksanaan sebagai seorang senior? Mungkin kita dianggap penting oleh banyak orang, tetapi apakah saat ini perasaan penting kita itu telah kita nyatakan secara lebih produktif dengan memberi nilai manfaat kepada lingkup yang lebih luas.
Saling membasuh kaki jelas memerlukan pelaku yang mau lebih dahulu berinisiatif. Pada waktu perjamuan malam terakhir, para murid Tuhan Yesus hanya duduk saling menunggu. Mereka mengharap teman yang lain mau membasuh kaki mereka. Mungkin di dalam hati mereka bertanya, “Siapakah yang mau mencuci kakiku?” Karena itu, mereka tidak dapat memulai perjamuan malam menjelan Paskah dengan keadaan bersih sesuai dengan Hukum Taurat. Itu sebabnya, Tuhan Yesus memulai inisiatif untuk membasuh kaki para muridNya. Ini berarti pada hari Kamis Putih ini dibutuhkan orang beriman yang mau berinisiatif lebih dahulu merendahkan diri mendatangi tiap musuhnya. Mereka datang dengan inisiatif mau berdamai lebih dahulu. Atau, yang lain juga bersedia datang dengan inisiatif lebih dahulu menolong sesama yang sedang menderita. Dalam hal ini, kita sering enggan memberi pertolongan secara langsung kepada anggota jemaat yang sedang kekurangan.
Pdt. Andreas P. Meliala-Runggun Cibinong
MINGGU 02 APRIL 2023, KHOTBAH YOHANES 12:12-19
Invocatio :
“Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah, hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu: ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda.” (Zak 9:9)
Bacaan :
Yesaya 62: 10-12 (Responsoria)
Khotbah :
Yohanes 12: 12-19 (Tunggal)
Tema :
“Lihatlah, Sang Raja Datang”
Kata Pembuka
Hari ini kita sampai pada Minggu Passion yang terakhir, yakni Minggu Palmarum. Kita memperingati kedatangan Yesus ke Yerusalem. Setiap tahun kita diingatkan momen ini, yang identik dengan daun palem (palma), yang adalah lambang keadilan, kebaikan, dan kebijaksanaan. Di Minggu Palmarum, penderitaan dan kemuliaan berlangsung menyatu. Yesus datang untuk siap menderita, namun kedatanganNya disambut dengan seruan dan pujian. Inilah Minggu Palmarum, memasuki penderitaan Kristus menuju kayu salib, diawali pemuliaan terhadap pribadi Tuhan Yesus. “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!
Latar Belakang Teks
Yerusalem adalah kota yang penuh memori sejarah, kota suci orang Yahudi. Pada waktu itu orang Yahudi datang ke Yerusalem untuk merayakan Paskah, yaitu peringatan kebebasan orang Israel dari perbudakan Mesir. Orang terbiasa datang beberapa hari sebelumnya untuk berbagai persiapan melayakkan diri mengikuti Paskah. Ketika itu berita tentang Yesus dan berbagai mujizat-Nya sudah didengar banyak orang, terutama mujizat Lazarus dibangkitkan, yang efeknya paling besar membuat banyak orang percaya kepada Yesus, tetapi sekaligus membuat imam dan orang Farisi bersepakat untuk membunuh Yesus (11: 53).
Ayat 12-16: Orang banyak mendengar bahwa Yesus sedang menuju Yerusalem, mempersiapkan kedatangannya dengan daun palem dan menyambut Dia sambil berseru “Hosana”. Kedatangan Yesus ke Yerusalem dengan menunggangi seekor keledai sudah dinubuatkan oleh Zakaria (Invocatio). Nubuat ini mengandung gagasan mesianik: raja mulia, adil dan jaya, tapi juga lemah lembut dan mengendarai keledai. Pada masa itu orang-orang yang hidup menderita sangat mengharapkan kedatangan Mesias yang akan membebaskan mereka dari penderitaannya. Selain itu ada beberapa golongan orang Yahudi, dengan berbagai ekspektasi kehidupan rohani yang ideal. Orang Farisi menginginkan kekudusan hidup sesuai Hukum Taurat, Orang Saduki mengagungkan ketaatan pada regulasi Bait Allah, orang Zelot adalah kaum yang sangat militan, ingin meruntuhkan kekuasaan Romawi. Tentu Mesias yang diharapkan oleh setiap golongan ini haruslah sesuai dengan kriteria mereka. Namun Yesus datang dengan membawa teologi Kerajaan Allah. Bukan manusia tetapi Allah yang meraja. Allah meraja dalam hidup manusia, untuk menciptakan keadilan dan pendamaian. Kerajaan Allah dalam arti bukan kingdom tapi kingship. Yesus datang sebagai penggenapan nubuat. Kesalahan ada pada interpretasi, atau tidak sesuai ekspektasi, sehingga dalam beberapa waktu sambutan ‘Hosana’ berubah menjadi seruan ‘Salibkan Dia’. Bahkan tercatat bahwa murid-murid Yesus sendiri mula-mula tidak mengerti akan hal ini, tetapi sambil berjalan mereka mendapatkan pengertian itu.
Ayat 17-19: Orang banyak yang bersama-sama dengan Yesus ketika membangkitkan Lazarus, menjadi percaya, lalu memberi kesaksian tentang Dia. Bukan hanya menjadi penonton, mereka menjadi saksi. Merekalah penggerak yang membuat semakin banyak orang yang datang menyongsong Yesus. Ini menjadi pergerakan besar yang tidak terbendung oleh orang-orang yang memiliki pengaruh sekalipun, seperti orang-orang Farisi. Mereka menyaksikan bagaimana rencana jahat membunuh Yesus dan membunuh Lazarus tidak berhasil menimbulkan ketakutan. Sebaliknya, semakin banyak orang yang mengikuti Yesus.
Pointer Khotbah
Tema “Lihatlah Sang Raja Datang” (Nehenlah Reh Raja) adalah perintah untuk mengarahkan pandangan dan fokus kita kepada Yesus. Setiap detail kedatangan Yesus ke Yerusalem memiliki makna dan pesan bagi kita.
1. Yesus memasuki Yerusalem, setiap langkahnya mendekat pada kematian. IA tetap menghadapi penderitaan, menyongsong bahaya. Yesus tidak mundur meski IA tahu apa yang menanti di depan-Nya. Lebih dari itu IA tetap menghadirkan damai dalam situasi menderita. Belajarlah seperti Yesus yang mampu membawa damai dalam segala situasi. Kiranya antisipasi bahaya kita tidak menghilangkan damai bagi sekitar kita. Misalnya ketika minyak langka, antisipasi kita menumpuk stok minyak sehingga orang lain kesulitan mendapatkannya. Obat sirup dilarang, beberapa orang menumpuk stok obat tablet sehingga obat tablet ikut langka. Upaya antisipasi kita akan bahaya, janganlah menghilangkan damai orang lain.
2. Menunggang keledai, bukan kuda. Yesus menunjukkan identitas-Nya dengan cara yang elegan. Sebelumnya, Yesus meminta murid-muridNya merahasiakan siapa Dia (bdk Mat 16:20). Tapi ketika memasuki Yerusalem, Dia sendiri menunjukkan jati diriNya. Memilih menunggang keledai sebagaimana dinubuatkan oleh Zakaria, sebuah demonstrasi penggenapan nubuat itu. Keledai terlihat lemah tapi sebenarnya kuat, dia berjalan lamban tapi mampu berjalan jauh, badannya kecil tapi sanggup membawa beban berat, bukan hewan atraktif tapi produktif. Yesus datang sebagai Mesias yang rendah hati, menanggung beban dosa umat manusia, tidak show off tapi perbuatan-Nya besar dan ajaib. Yesuslah Raja yang menunjukkan otoritas tanpa menjadi otoriter.
3. Minggu Palmarum yang hanya berjarak beberapa hari sampai Jumat Agung, mengingatkan kita bahwa betapa mudahnya sanjungan dan pujian berubah dari hinaan dan cacian. Yesus bersikap tepat menghadapi keduanya. Saat dipuji IA tidak menjadi angkuh, saat dihina IA tidak berhenti dalam karya-Nya. Belajarlah seperti Yesus, seperti kata bijak: Dipuji jangan terbang, dihina jangan tumbang.
Penutup
1. Minggu Palmarum mengingatkan kita bahwa Yesus adalah Raja. IA adalah pemilik otoritas utama dalam hidup kita. Tugas Raja bukan memenuhi ekspektasi kita, kitalah yang harus tunduk dan hormat pada Sang Raja. Yesus Kristuslah yang merajai kehidupan kita.
2. Pujian dan sorak-sorai bagi Tuhan jangan seperti ‘udang di balik batu’, memuji karena ada maunya, dan ketika tidak sesuai segalanya menjadi berubah. Biarlah kita dengan tulus menaikkan pujian bagi Tuhan, karena IA layak menerima pujian dari umat-Nya. Tuhan tidak selalu sesuai ekspektasi kita, tetapi yang IA sediakan bagi kita pasti yang terbaik, melebihi apa yang kita pikirkan dan harapkan.
Pdt Yohana Ginting-Rg Cibubur
MINGGU 26 MARET 2023, KHOTBAH MARKUS 14:3-9
Invocatio :
Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang mengalir (Amos 5:24 )
Bacaan :
Masmur 43:1-5 ( R )
Khotbah :
Markus 14:3-9 (T)
Tema :
Jesus Iminaki/Yesus Diurapi
Pendahuluan
Ada kata bijak mengatakan “ Hormatiah dan jamulah tamumu dengan baik”. Kata bijak ini mengingatkan kita bahwa ketika kita menerima tamu maka kita seharusnya ramah, sopan dan juga sebisanya menjamunya dengan kemampuan yang kita miliki. Ada beberpa alasan yang mendasar agar kita menjamu dan menghormati tamu kita. Kita juga akan tiba saatnya akan menjadi tamu didalam kehidupan kita. Selain itu sebagai anak anak Tuhan kita juga selalau diajarkan supaya melakukan perbuatan yang baik buat sesama kita manusia bahakan buat orang yang tidak kita kenal. Menjamu tamu adalah sebuah tradisi yang sering kita lakukan baik di Indonesia juga kita sebagai orang Karo. Alkitab juga memberikan beberapa kisah atau kesaksian mengenai menjamu tamu tersebut antara lain Abraham menjamu malaikat yang datang( Kejadian 18).Seorang perempuan Sunem yang menyiapkan tempat bagi nabi Elisa diatas rumahnya( 2 Raja raja 4:10) . Dari semua kejadian tersebut kita dapat melihat bagaimana tuan rumah menghormati tamunya dengan segala cara dan upayanya. Pertanyaanya bagaimana kita di jaman modern ini apakah kita masih punya waktu, kesempatan dan juga mau menerima tamu yang datang kedalam rumah kita. Jangan untuk menginap untuk menyambutnya dengan ramah apakah kita masih memiliki kesempatan?. Bagaigaiman pula dengan perbutan baik yang lain apakah kita masih melakukanya bukan sebaliknya egoisme kita yang muncul atau kita mencari cari alasan untuk tidak melakukanya dan mengkritik orang yang melakukanya.
Pembahasan Nats
Pasal 14 secara keseluruhan berisi mengenai bagaimana Yesus bersiap menghadapi kematiaNya dan Yesus ada di Yerusalem dan sekitarnya. Diawal pasal 14 kita dapat melihat suatu suasana dan juga keadaan di Yesusalem dua hari sebelum Hari Raya Paskah dan juga Hari Raya Tidak Beragi. Pada saat itu Yerusalem akan menjadi pusat perhatian dan juga banyak dari orang Yahudi akan pulang atau berkunjung ke Yesusalem. Dan pengharapan akan Mesias dan munculnya Mesias yang dibangkitkan oleh Tuhan sangat ditunggu tunggu. Mesias yang membebaskan bangsa Israel dari penindasan asing. Dalam situasi inilah kita dapat melihat bagaimana para Imam-imam kepala dan ahli Taurat mencari jalan untuk nenangkap Yesus dan membunuhnya dengan tipu daya, tipu daya dilakukan karena mereka tidak melihat kesalahan yang dilakukan oleh Yesus, rencana ini mau dilakukan sebelum perayaan agar tidak timbul keributan. Bahan Khotbah kita adalah satu sisi atau situasi lain yang terjadi di Betania di mana Yesus berada saat itu. Betania adalah sebuah desa yang jaraknya kurang lebih dua mil dari Yerusalem. Di Betania inilah tinggal Lazarus, Marta, Maria dan Simon si Kusta.Ayat 3 mentakan bahwa Yesus ada di rumah Simon si Kusta dan sedang duduk makan. Yesus lagi bertamu ke rumah Simon si Kusta dan duduk makan. Persitiwa Yesus bertamu atau berkunjung dan duduk makan dengan Simon si Kusta adalah suatu hal yang tidak biasa. Sebab penderita kuasta dianggap Nazis ( Imamat 13) dan tidak boleh bertemu dengan orang yang lain apa lagi menerima tamu. Dalam hal ini ada beberapa pendapat mengatakan bahwa Yesus sebelumnya juga pernah makan dengan orang yang dianggap berdosa atau Nazis secara ritual yaitu Lewis si pemungut cukai (2:13-17) dan ada juga yang mengatakan Simon telah disembuhkan yaitu seorang penderita kusta (1:40-45). Telepas dari duanya kejadian yang terjadi jelas kita dapat melihat bahwa Yesus ketika bertemu atau datang dengan orang orang disekitarnya ia melakukan pelayanan dan misiNya. Dan tindakan yang dilakukan oleh Yesus sering memberikan pesan dan pengajaran buat yang melihat dan mendengar dan kadang mengkritisis sikap sikap yang tidak benar dan juga memberikan keselamatan bagi orang yang tertindas dan terpinggirkan. Pada saat Yesus duduk dan makan datanglah seorang perempuan. Kalau kita membaca bagian Injil yang lain termasuk di dalam Yohanes perempuan tersebut adalah Maria.Tapi di dalam kitab Injil Matius sama dengan Markus perempuan itu tidak disebutkan siapa namanya. Perempuan itu datang dengan membawa satu buli buli pualam berisi minyak narwatsu yang mahal dan mencurahkanya diatas kepala Yesus. Ketika seorang tamu datang makan kepada tamu sering diolesi minyak. Olesan minyak ini adalah sebagai tanda keramah tamahan (pengobatan, Mesias,Raja, Imam). Tapi ia melakukan hal yang lebih jauh bukan hanya mengoleskan tetapi mencurahkan seluruhnya, dan ia juga tidak berkata sepatah katapun. Minyak yang dibawa juga bukan minyak sembarangan tetapi minyak narwatsu dan biasanya hanya dipakai pada saat acara acara yang istimewa ini menunjukan ia mau menghargai Yesus. Minyak narwatus adalah pusaka yang sangat berharga sebab sering kali rempah rempah dan salep digunakan sebagai investasi karena kecil portable mudah dijual. Mengenai apa motivasi dan tujuan dari perempuan ini tidak jelas diangkatkan didalam bacaan kita. Tetapi ada beberapa penafsir mengatakan bahwa ini dilakukan karena wanita tersebut diliputi oleh perasaan berdosanya dan pemujaan kepada TuhaNya yang mengampuni dosaNya. Wanita ini melakukanya dari hatinya yang tulus dan iklas bukan hanya sebuh pormalitas. Ayat 4 dan 5 kita melihat bagaimana reaksi dari orang orang yang hadir pada saat itu ada yang gusar artinya ia tidak merasa senang dengan perbuatan perempuan tersebut selain itu mereka juga mengatakan itu pemboroson (apoleia, kehancuran) yang sering diartikan juga melawan kehidupan bukan memberi kehidupan. Mereka juga membuat nilai dari ekonomis minyak tersebut yang berharga tiga ratus dinar lebih. Tiga ratus dinar saat itu setara dengan satu tahun gaji pekerja biasa dan masih ada kata lebih berarti bisa lebih mahal lagi. Nilai sebanyak itu akan lebih baik diberikan kepada orang miskin untuk menolong mereka dalam kehidupan mereka. Tapi dalam injil Yohenes yang berkata adalah Yudas ia mau berdalih untuk menolong orang miskin tetapi sebenarnya ia mau mencurinya. Gusar dan marah juga mungkin karena mereka menggap bahwa perempuan tersebut tidak layak untuk meminyaki Yesus sebab bisa saja mereka menggap bahwa Yesuslah seharusnya yang meminyaki dan mengurapi. Tindakan yang lain bukan hanya gusar menghitung secara ekonomis tetapi juga mereka memarahi perempuan tersebut. Pada sisi yang lain kita dapat melihat reaksi atau sikap dari Yesus ayat 6-9. Yesus berkata biarkanlah dia, mengapa engkau menyusahkan ia?. Sikap Yesus menunjukan persetujuan dan juga pembelaan terhadap perbuatan perempuan tersebut selain itu Yesus juga memberikan penilaian terhadap apa yang dilakukannya. Yesus melihat segala sesuatu yang dilakukan perempuan tersebut bukan hanya dengan minyak narwatsu yang mahal tetapi juga pasti Yesus melihat ke dalam hati dari perempuan tersebut. Sikap Yesus sangat berbeda jauh bahkan bertolak belakang dengan orang orang yang ada pada saat itu disaat semua orang mungkin mengkritik gusar dan marah pada saat itu Yesus membela dan menunjukan bahwa apa yang dilakukan perempuan itu pekerjaan baik. Dalam bahasa Yunani ada dua kata mengenai baik. Yesus juga melihat bahwa apa yang bisa dilakukan oleh perempuan tersebut sudah dilakukan dengan maksimal “Dalam bahasa Yunani ada dua kata untuk kebaikan . Ada agathos yang menggambarkan sesuatu yang baik secara moral; dan ada kalos yang menggambarkan sesuatu yang tidak hanya baik tetapi indah . Sesuatu mungkin agathos , namun keras, tegas, kaku, tidak menarik. Tapi sesuatu yang kalos itu menawan dan indah, dengan pesona mekar tertentu di atasnya. (Barclay) Yesus membelanya dan menunjukan keadilan kepadanya. Hal ini sejalan dengan bahan bacaan kita Masmur 43:1-5 dimana pemasmur meminta agar Allah memberikan keadilan kepadaNya. Mungkin saat itu dunia tidak melakukan keadilan dan orang orang disekitarnya juga tidak mendukungnya untuk keadilan dan pejabat yang bertugas memberikan keadilan juga tidak lagi berbuat adil. Pemasmur meminta agar Tuhanlah yang bertindak memberikan keadilan kepadaNya. Hal ini sama dengan bahan invocatio kita Amos 5:24 yangmengatakan bahwa keadilan akan datang seperti air yang bergulung gulung seperti sungai yang selalu mengalir. Hal ini diharapkan terjadi ditengangah bangsa Israel yang tidak berlaku adil terhadap sesamanya semuanya itu bisa jadi karena Tuhan sumber keadilan dan kebenaran akan bertindak dan menunjukaNya. SelanjutNya Yesus juga memberikan kritik terhadap pendapat yang mengatakan bahwa minyak tersebut bisa diberikan kepada orang miskin tetapi Yesus mengatakan bahwa orang miskin selalau ada padaNya. Hal ini bukan mau mengatakan bahwa Yesus mau mengesampingkan kemiskinan ia mau mengatakan bahwa kemiskinan adalah salah satu hal yang tidak bisa dihindari bisa jadi di dalam kehidupan manusia kemudian juga mau menegaskan bahwa dengan alasan kemiskinan jangan kita tidak menyembah atau datang kepada Allah. Kalau kita mau lihat pada bagian injil Yohanes maka jelas Yesus mengatakan bahwa kemiskinan akan selalau ada jika banyak orang seperti Yudas. Dan menolong orang miskin itu juga baik kalau kita mau melakukanya dan kesempatan itu juga masih ada. Yesus juga mau bahwa muridnya dan orang yang sekitarnya pokus terhadap situasi yang akan dialami oleh Yesus pada saat itu dan tidak mengalihkan perhatian kepada hal lain untuk mengaburkan apa yang dilakukan oleh perempuan tersebut. Bahkan Yesus memaknai lebih dalam lagi akan perbuatan perempuan tersebut dengan memberikan pemahaman kepada muridNya dan juga orang yang hadir bahwa hidupnya tidak lama lagi dan Yesus tidak akan lama lagi akan mati dan dikuburkan. Biasanya orang yang sudah mati yang akan dibalsem dan diminyaki, Tetapi Yesus yang tahu kematiaNya akan dekat mengtakan bahwa peminyakan tersebut adalah persiapan untuk kematianNya. Ia mau menekankan kematianya sudah dekat bagi murid muridNya dan juga orang disekitarnya. Yesus kembali mengingtkan akan akhir hidupNya sebab pada saat itu murid murid dan orang disekitarnya bisa lupa tetapi dengan perbuatan perempuan tersebut Yesus mengingatkanya kembali. Kemudian Yesus menutup bahan bacaan kita dengan sebuah penyataan bahwa dimana Injil diberitakan diseluruh dunia apa yang dilakukan ini akan disebut juga untuk mengingat dia. Perbuatan itu adalah untuk memberitakan injil dan mengingta bahwa kita juga harus melakukan pemberitaan injil dan melakukan seperti apa yang perempuan itu lakukan.
Aplikasi
Dari ketiga bahan Alkitab dalam Minggu Latare ( Cidahkenlah kerajanku bujur o Jahwe ) kita dapat melihat ada beberapa hal menjadi perenungan dan penekanan di dalam khotbah kita yaitu:
1.Melakukan sesuatu yang baik harus maksimal. Hal ini dapat kita lihat dengan apa yang dilakukan oleh perempuan didalam bacaan kita. Ia datang,membawa, dipecahkan, dicurahkan dan yang dicurahkan itu adalah minyak narwatsu yang mahal dari segi harga jumlahnya lebih dari setahun gaji pekerja biasa pada masa itu ( tiga ratus dinar ). Ia tidak hanya tahu tapi ia melakukanya dalam sebuah tindakan yang nyata tampa berkata apa apa. Hal ini dilakukanya karena kasihnya dan respon terhadap kasih Yesus yang mau berkorban pada dirinya. Pada masa itu menaruh minyak atau mengurapi adalah hal biasa dilakukan baik untuk menurap raja, imam atau Mesias dan juga bagi tamu. Perempuan itu melakukannya mungkin sebagai penjamu tamu buat Yesus biasa hanya dioleskan tetapi ia melakukan yang lebih dari itu. Hal ini juga memberikan pelajaran penting buat kita didalam melakukan sesuatu yang berkenan kepada Tuhan kita harus selalau melakukanya dengan maksimal dan yang terbaik bukan hanya pormalitas tetapi juga dari hati yang tulus.
2.Sisi pandang dan pendapat kita atau orang lain yang ada disekitar kita dengan apa yang kita lakukan atau apa yang dilakukan oleh sesama kita belum tentu sama. Sisi pandang sangat dipengaruhi oleh pengertian dan juga kepentingan. Kita dapat melihat bagaimana penilaian dan juga pendapat dari orang yang menyaksikan dan juga orang yang merasakan dari tindakan seorang perempuan di rumahsimon si Kusta. Orang diluar Yesus melihat bahwa apa yang dilakukan oleh perempuan tersebut adalah pemborosan dan juga tidak sepetutnya ia melakukan. Bahakan mereka melihat minyak yang mahal itu seharusnya diberikan kepada orang miskin.Mereka tidak fokos terhadap apa yang dilakukan oleh perempuan tersebut bagi Yesus. Kita juga ketika melakukan perbuatan yang baik dan juga pelayanan bisa saja yang kita terima adalah bukan pujian tetapi juga bisa seperti apa yang dialami oleh perempuan tersebut bahakan bisa saja kita dimusuhi, karakter kita dibunuh, dibully bahakan sampai nyawa kita bisa terancam. Kenapa hal ini terjadi karena perbedaan sisi pandang dan juga penilaian dan kepentingan dari situasi dan kondisi yang terjadi.
3 Penilai akhir dari segala yang kita lakukan itu adalah Tuhan Yesus. Kita dapat melihat bagaimana Yesus memberikan penilaian, pembelaaan dan juga kebenaran. Kita sering mengejar pujian dan penilaian manusia walau kadang itu perlu juga. Tetapi bahan bacaan kita dapat melihat penilaian akhir itu ada pada Yesus. Yesus bukan hanya menilai tetapi mengatakan bahwa apayang dilakukan perempuan baik. Yesus tidak hanya melihat dari luar tapi sampai ke hati. Ini sekaligus menunjukan kebenaran dan keadilan bagi perempuan. Dalam bahan invocatio dari Amos dan juga Masmur jelas duanya merindukan adanya keadilan dan keadilan itu diwujud nyatakan didalam penilaian dan juga ucapan yang dilakukan oleh Allah. Di Minggu Latare ini juga kita diingatkan bahwa Allah tetap bekerja menunjukan keadilanya bagi anak anakNya. Mungkin saat ini belum terwujud nyata tetapi marilah kita menunggu Allah melakukan keadilanya dan kita juga tetap melakukan kebaikan dan kebenaran walau datang yang tidak baik benar dan adil.Mungkin situasi yang dialai oleh perempuan ytersebut sedang juga terjadi bagi diri kita, keluarga kita dan juga gereja kita tetapi tetap kita melakukan bagian kita seperti yang Tuhan inginkan. Yeus juga mengajari agar kita tetap focus dalam melakukan tugas dan kebenaran atau pelayayan yang kita lakukan. Jangan berdalih atau membiaskan hal yang kita lakukan dengan hal yang lain seperti dilakukan oleh orang yang gusar dengan mengatakan buat orang miskin. Kita sering berdalih ketika seharusnya buat Tuhan kan lebih baik buat yang miskin. Buat Tuhan juga perlu buat yang miskin juga perlu. Jadi jangan berdalih.
4. Tetaplah melakukan perbuatan yang berkenan bagi Tuhan walau mungkin saat ini banyak sekali rintangan dan tantanganya. Perempuan itu hanya seorang wanita yang lemah, ia juga sendiri, ia ada disekitar orang orang yang tidak suka dengan perbuatanya kecuali Yesus. Tetapi hal itu tidak menyurutkan keinginanya berbuat baik. Ia mengambil bagian dan memberikan penghormatan dan kasihnya kepada Yesus yang akan segera menjalani peroses penyaliban dan mati. Hal ini juga mengajari kita mungkin satau sisi untuk melakukan kebaikan ibadah dan juga perbuatan baik bagi sesama kita selama orang tersebut masih hidup sebab ketika mati maka semahal apa juga minyak yang akan diberikan hanya akan menutupi dan mencegah kebusukan yang terjadi dan yang mati tidak dapat merasakanya. Pakilah kesempatan ketika orang orang yang ada disekitar kita masih hidup.
“ Perbuatan adalah cermin isi hati, jika hati dipenuhi kebaikan, maka sikap dan tindakanakan baik demikian juga sebaliknya”
Pdt. Luter Efrata Girsang STh-Runggun Depok LA