• WhatsApp Image 2022 02 11 at 11.07.57

  • 20170204 143352
  • 1 peresmian rumah dinas surabaya
  • WhatsApp Image 2022 02 11 at 11.07.58
  • pencanangan tahun gereja bks dps
  • WhatsApp Image 2022 02 11 at 11.07.57 1
  • BPMK GBKP KLASIS BEKASI DENPASAR PERIODE 2020-2025
  • PERESMIAN RUMAH PKPW GBKP RUNGGUN SURABAYA

Jadwal Kegiatan

Kunjungan Moderamen GBKP ke GBKP Klasis Bekasi-Denpasar

Minggu 14 Mei 2017:

1. GBKP Runggun Bandung Pusat

2. GBKP Runggun Bandung Timur

3. GBKP Runggun Bandung Barat

4. GBKP Runggun Bekasi

5. GBKP Runggun Sitelusada

JUMAT 07 APRIL 2023, KHOTBAH YOHANES 19:28-30 (JUMAT AGUNG)

Tema :

“Jesus Ndungi DahinNa” (“Yesus Menyelesaikan PekerjaanNya”)

Invocatio :

1 Pet. 2: 24 

Bacaan :

Mzm. 22: 12-16 

 

1. Pendahuluan

Jumat Agung adalah hari peringatan penyaliban Yesus Kristus dan wafatNya di Golgota, untuk menebus dosa manusia. Jumat agung salah satu hari yang disebut Pekan Suci, dimulai dari Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Sunyi dan Minggu Paskah. Ini adalah rentetan kisah yang memiliki makna kasih yang dalam dari seorang bapa kepada anaknya, yang rela menurunkan harga diriNya dan menunjukan cara untuk menunjukan kasih tanpa perkataan tapi langsung perbuatan, dengan mengorbankan nyawaNya untuk menebus dosa manusia. Jumat Agung adalah peristiwa penting dalam Kekristenan oleh sebab itu setiap kali memperingati Jumat Agung kita melakukan Perjamuan Kudus untuk mengenang peristiwa penyaliban dalam proses penebusan dosa manusia agar kembali berdamai dengan Allah dan sesama manusia.

2. Isi

Yesus adalah Anak Allah yang diutusNya untuk melakukan misiNya di dunia ini, dalam rangka penyelamatan manusia, seperti kita ketahui maka Yesus datang ke dunia ini dengan banyak keunikan, Dia di kandung oleh perawan, lahir di palungan kandang domba, dan dalam perjalanan pelayananNya banyak sekali tantangan dan goncangan yang Dia hadapi. Dalam perjalanan pelayananNya juga juga banyak melakukan muzijat dan menunjukan bahkan menegaskan bahwa IA adalah Anak Allah, sehingga ahli Taurat merasa terganggu, hingga berencana untuk menghukum Dia ke dalam hukuman mati yaitu penyaliban di bukit Golgota. Pada bagian ini Yesus menerima semua yang sudah diaturkan oleh Allah Bapa dalam rangka penyelesaian tugasNya di dunia, dalam rangka penyelamatan dunia yang sangat di kasihi oleh Allah tersebut bdk. Yoh 3:16.

Sehingga boleh kita lihat dalam Yohanes 19:28-30 adalah detik-detik akhir Yesus sebelum ia meninggal di atas kayu salib. Dalam teks ini ada dua perkataan Yesus yang menunjukan akhir dari perjalanan dalam rangka penebusan dosa manusia, ketika ia tahu bahwa sebentar lagi ia akan mati, supaya genap apa yang tertulis dalam Kitab Suci maka IA mengatakan “Aku haus”.maka prajurit memberikan anggur karena disitu ada suatu bekas penuh anggur asam, sesuai dengan kebiasaan pelaksanaan hukuman seperti pada saat itu, atau seperti yang diperkirakan beberapa orang anggur yang biasanya mereka berikan kepada orang-orang yang hendak binasa. Maka mereka memberikannya dengan mencucukkan bunga karang yang telah dicelupkan dalam anggur asam, lalu mereka menaruhnya ke sebatang hisop dan memasukkannya ke mulut Yesus. Itulah yang mereka berikan ketika Yesus mengatakan “Aku haus”.

Perkataan selanjutnya yaitu “sudah selesai” adalah ungkapan yang di katakan Yesus setelah selesai minum anggur asam dan sebelum IA meninggal. Sudah selesai dalam bahasa Yunani “Tetalestai” bahasa Indonesia “Sudah selesai” karo “enggo sai” “La nadingken tegun lolo” (enggo seh sura-sura/tangungjawab, perjuangan sudah selesai). yang menunjukan atau mengarah kepada kemenangan dengan sorak sorai, yang merampungkan segalanya dengan penuh penghiburan, mengapa begitu? Karena dengan sudah selesai maka segala kepahitan dari kejahatan dan tindakan permusuhan para penganiaya telah selesai dibayar lunas. Disamping itu makna dari kata sudah selesai juga adalah rancangan dan perintah BapaNya mengenai penderitaanNya kini telah tergenapi sehingga sudah tamatlah riwayat dosa dimana pelanggaran sudah diakhiri dengan datangnya kebenaran untuk selama-lamanya. Dimana Anak Domba Allah dikorbankan untuk menghapus dosa dunia. Dan akhirnya IA menundukkan kepalaNya dan menyerahkan nyawaNya kepada Allah Bapa.

Semua yang dilakukan Yesus hanya untuk kesembuhan dan hubungan baik kita kepada Sang Pencipta, seperti penegasan dalam Invocatio kita : 1 Petrus 2:24; tujuan dari kematian Yesus adalah agar kita dapat dipisahkan dari kesalahan, kuasa, dan pengaruh dosa. Melalui kematianNya, Yesus melenyapkan kesalahan dan hukuman bagi kita, membuka jalan hingga kita pantas untuk kembali kepada Allah dan menerima kasih karunia untuk hidup benar di hadapanNya. Petrus menggunakan kata sembuh dalam hubungan keselamatan dengan segala berkat Tuhan.

Bahan bacaan kita Mazmur 22:12-16 menekankan betapa beratnya perasaan Pemazmur dalam menghadapi musim kehidupan yang boleh Tuhan izinkan dalam peziarahan kehidupannya. Mazmur ini adalah Mazmur yang pertama dari Mazmur-Mazmur kesengsaraan, seruan pembukaan Mazmur ini juga digunakan Yesus ketika berada di kayu salib, dengan mengatakan “Eli Eli Lama Sabakhtani” ketika ia merasa ditinggalkan Allah Bapa.

3. Aplikasi

Peristiwa Jumat Agung, yaitu peristiwa pengorbanan yang melampaui segalanya dalam sejarah dunia, karena Jumat Agung menekankan kepada kita, tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih yang rela berkorban memberikan nyawanya untuk sahabatnya. Melalui peristiwa ini kita boleh berefleksi bahwa :

  1. Allah Sang Maha Kasih selalu merancangkan yang terbaik sekalipun IA harus berkorban untuk kepentingan dunia, dalam kehidupan kita sudahkah kita mau berkorban untuk kepentingan orang lain? Tanda kita sudah mendapatkan kasihNya?
  2. Sengsara yang diterima Yesus, di jalaniNya dengan setia, Dia tidak mengandalkan orang dalam sebagai IA Anak Allah, bisa saja IA memakai kekuasaanNya untuk tidak merasakan sengsara jalan salib, tetapi tidak itu yang dijalaniNya, tapi IA mau ikut dalam proses tanpa protes untuk misi penyelamatan manusia, dalam proses peziarahan kehidupan kita manakah yang lebih banyak kita lakukan, bersyukur setia akan rencana Tuhan dalam hidup atau protes pada Tuhan?

Melalui peristiwa Jumat Agung ini marilah kita semakin bersyukur dan      menyadari dalam situasi apapun hidup kita, marilah kita tetap setia dan berharap hanya pada Tuhan saja. Yang kelihatannya kalah belum tentu kalah, karena Jumat Agung bukan kekalahan tapi awal dari kemenangan orang percaya. Kematian Yesus merupakan jalan untuk memperoleh kemenangan kekal.

Pdt. Prananta Jaya Manik

GBKP Bogor Barat

KAMIS 06 APRIL 2023, KHOTBAH YOHANES 13:12-17 (KAMIS PUTIH)

Invocatio:

1 Petrus 2:21

Bacaan:

Markus 14:22-26

Khotbah:

Yohanes 13:12-17

Thema:

Yesus Jadi Teladan

 

I. Pendahuluan

Perayaan hari Kamis Putih adalah hari raya terakhir sebelum Triduum, yaitu Trihari Paskah yang meliputi: Kamis Putih-Jumat Agung-Sabtu Sunyi-Paskah. Dengan demikian, liturgi Kamis Putih merupakan penutup masa Prapaskah. Dalam liturgi Kamis Putih, gereja merayakan Perjamuan Malam Terakhir yang dilakukan Yesus bersama para muridNya dengan terlebih dahulu membasuh kaki para muridNya.

II. Isi

Menjelang kematian yang telah diketahuiNya, dan juga mengetahui siapa orang yang akan mengkhianatiNya, Tuhan Yesus justru memberikan ungkapan kasih dengan cara spektakuler. Dia bersedia memposisikan diriNya sebagai seorang hamba yang pada zaman itu harus membersihkan kaki tuan dan para tamunya dengan cara membasuh dengan air lalu menyeka dengan kain di pinggangnya. Untuk melakukan tugas itu, Tuhan Yesus harus bersedia berlutut, menempatkan diriNya di bawah kaki para muridNya, dan membasuh kaki dengan air serta menyekanya dengan kain yang terikat di pinggangnya. Jadi menurut Injil Yohanes, peristiwa perjamuan malam terakhir diawali dengan tindakan Tuhan Yesus dengan terlebih dahulu merendahkan diriNya dengan cara membasuh kaki para muridNya. Dia yang adalah Tuhan dan Guru bersedia memposisikan diriNya sebagai seorang hamba.

Setelah Tuhan Yesus membasuh kaki para murid, Dia berkata, “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan” (Yoh. 13:13). Sangat menarik bahwa gelar Yesus sebagai Guru dan Tuhan dikaitkan dengan tindakan merendahkan diri dan kesediaan untuk melayani sebagai seorang hamba. Dalam Yohanes 13:14, Tuhan Yesus berkata, “Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu”. Kepemimpinan yang diteladankan oleh Tuhan Yesus adalah pola kepemimpinan yang menghamba. Makna sebagai “Guru” dan “Tuhan” ditempatkan Tuhan Yesus sebagai suatu jabatan yang sifatnya fungsional, bukan sekadar suatu status atau kedudukan belaka. Bahkan, makna fungsional sebagai pemimpin tersebut akan menjadi efektif saat seseorang pemimpin sungguh-sungguh tulus mempraktikkan karakter seorang yang bersedia menghamba dan melayani sesamanya. Sayangnya, sikap keteladanan Tuhan Yesus itu sering hanya dihayati sebagai peristiwa ritual liturgis belaka. Umumnya, pada hari Kamis Putih beberapa gereja melaksanakan upacara pembasuhan kaki, tetapi dalam kehidupan sehari-hari, anggota jemaat tersebut kembali memperlihatkan sikap superioritas, merasa diri sangat penting atau arogan, yaitu dengan cara berlaku sewenang-wenang, menindas dan bersikap kasar kepada sesama yang dianggap lebih lemah.

Marilah kita melihat apa yang dilakukan Yesus dalam Markus 14:22-26 yang menjadi bahan bacaan ini dan apa yang ditekankan Yesus kepada para muridNya. Lebih dari satu kali kita melihat bahwa para nabi Israel terpaksa melakukan tindakan-tindakan simbolik dan dramatik bila mereka merasa bahwa kata-kata saja tidak cukup. Seakan-akan perkataan itu merupakan sesuatu yang mudah dilupakan, sedangkan tindakan dramatik akan terukir terus dalam ingatan. Itulah yang dilakukan Yesus, dan Ia menghubungkan tindakan dramatik itu dengan perayaan kuno masyarakatNya sehingga akan lebih terukir lagi dalam pikiran para muridNya. Katanya, “Lihat! Sama seperti roti ini dipecah-pecahkan, demikianlah tubuhKu dipecah-pecahkan bagi kalian! Sama seperti cawan anggur merah ini ditumpahkan, demikianlah darahKu ditumpahkan bagi kalian”.

Apa yang dimaksudkan Yesus ketika Ia mengatakan bahwa cawan itu melambangkan perjanjian yang baru? Kata “perjanjian” adalah kata umum dalam agama Yahudi. Dasar dari agama Yahudi adalah bahwa Allah telah masuk ke dalam suatu ikatan perjanjian dengan bangsa Israel. Penerimaan perjanjian lama dinyatakan dalam Keluaran 24:3-8; dari teks tersebut kita melihat bahwa perjanjian itu sepenuhnya bergantung pada kesetiaan Israel mematuhi hukum Jika hukum dilanggar, perjanjian itu putus dan hubungan antara Allah dan bangsa itu berantakan. Hubungan itu sepenuhnya bergantung pada hukum dan pada kesetiaan terhadap hukum. Allah adalah Hakim. Karena tak ada seorang pun yang bisa mematuhi hukum itu sepenuhnya, manusia selalu saja gagal. Namun, Yesus berkata, “Aku memperkenalkan dan mengesahkan suatu perjanjian yang baru, suatu hubungan yang baru antara Allah dan manusia. Hubungan itu tidak bergantung pada hukum, tetapi pada darah yang Aku akan curahkan”. Yang dimaksud di sini adalah bahwa hubungan itu bergantung pada kasih semata-mata. Hubungan baru adalah hubungan antara Allah dan manusia yang bergantung bukan pada hukum, melainkan kasih. Dengan kata lain, Yesus mengatakan, “Aku melakukan apa yang Aku lakukan untuk menunjukkan kepada kalian betapa Allah mengasihi kalian”. Manusia tidak lagi berada semata-mata di bawah hukum Allah. Karena apa yang telah Yesus lakukan, manusia untuk selamanya berada di dalam kasih Allah. Itulah hakikat dari apa yang mau disampaikan oleh sakramen itu kepada kita.

III. Refleksi

Saling membasuh kaki bukanlah tindakan yang terjadi sekali-kali atau minimal setahun sekali menjelang hari Jumat Agung dan Paskah, melainkan seharusnya merupakan spiritualitas dan pola hidup orang percaya. Saling membasuh kaki merupakan ekspresi dari spiritualitas pengosongan diri. Dengan spiritualitas itu, kita akan selalu berusaha melayani orang lain dengan rasa hormat, penuh penghargaan, dan kasih sebagaimana yang telah dilakukan oleh Tuhan Yesus. Kita melakukan spiritualitas pengosongan diri karena Kristus telah terlebih dahulu membasuh, menguduskan, dan memurnikan hati kita; sehingga kita dimampukan untuk melakukan kasih yang mau melayani dan berkorban bagi orang lain. Spiritualitas pengosongan diri merupakan suatu kekuatan iman yang telah dianugerahkan Tuhan sehingga kita dimampukan untuk menaklukkan segala keinginan diri, ambisi, keserakahan, dan haus sanjungan, serta perasaan sebagai orang penting. Spiritualitas pengosongan diri tidak pernah memberi celah untuk merasa diri lebih berjasa, lebih senior dan lebih penting. Semua anggapan dan perasaan tersebut harus dibuktikan secara fungsional dan konkret dalam sikap yang mau menghamba. Mungkin dahulu kita pernah berjasa, tetapi apakah kini kita tetap mau mengabdikan diri dengan segenap hati dan makin tulus? Mungkin kita sekarang seorang senior, tetapi apakah saat ini kita mampu memperlihatkan kedewasaan, kematangan, dan kebijaksanaan sebagai seorang senior? Mungkin kita dianggap penting oleh banyak orang, tetapi apakah saat ini perasaan penting kita itu telah kita nyatakan secara lebih produktif dengan memberi nilai manfaat kepada lingkup yang lebih luas.

Saling membasuh kaki jelas memerlukan pelaku yang mau lebih dahulu berinisiatif. Pada waktu perjamuan malam terakhir, para murid Tuhan Yesus hanya duduk saling menunggu. Mereka mengharap teman yang lain mau membasuh kaki mereka. Mungkin di dalam hati mereka bertanya, “Siapakah yang mau mencuci kakiku?” Karena itu, mereka tidak dapat memulai perjamuan malam menjelan Paskah dengan keadaan bersih sesuai dengan Hukum Taurat. Itu sebabnya, Tuhan Yesus memulai inisiatif untuk membasuh kaki para muridNya. Ini berarti pada hari Kamis Putih ini dibutuhkan orang beriman yang mau berinisiatif lebih dahulu merendahkan diri mendatangi tiap musuhnya. Mereka datang dengan inisiatif mau berdamai lebih dahulu. Atau, yang lain juga bersedia datang dengan inisiatif lebih dahulu menolong sesama yang sedang menderita. Dalam hal ini, kita sering enggan memberi pertolongan secara langsung kepada anggota jemaat yang sedang kekurangan.

Pdt. Andreas P. Meliala-Runggun Cibinong

MINGGU 02 APRIL 2023, KHOTBAH YOHANES 12:12-19

Invocatio :

“Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah, hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu: ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda.” (Zak 9:9)

Bacaan :

Yesaya 62: 10-12 (Responsoria)

Khotbah :

Yohanes 12: 12-19 (Tunggal)

Tema :

“Lihatlah, Sang Raja Datang”

 

Kata Pembuka

Hari ini kita sampai pada Minggu Passion yang terakhir, yakni Minggu Palmarum. Kita memperingati kedatangan Yesus ke Yerusalem. Setiap tahun kita diingatkan momen ini, yang identik dengan daun palem (palma), yang adalah lambang keadilan, kebaikan, dan kebijaksanaan. Di Minggu Palmarum, penderitaan dan kemuliaan berlangsung menyatu. Yesus datang untuk siap menderita, namun kedatanganNya disambut dengan seruan dan pujian. Inilah Minggu Palmarum, memasuki penderitaan Kristus menuju kayu salib, diawali pemuliaan terhadap pribadi Tuhan Yesus. “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!

Latar Belakang Teks

Yerusalem adalah kota yang penuh memori sejarah, kota suci orang Yahudi. Pada waktu itu orang Yahudi datang ke Yerusalem untuk merayakan Paskah, yaitu peringatan kebebasan orang Israel dari perbudakan Mesir. Orang terbiasa datang beberapa hari sebelumnya untuk berbagai persiapan melayakkan diri mengikuti Paskah. Ketika itu berita tentang Yesus dan berbagai mujizat-Nya sudah didengar banyak orang, terutama mujizat Lazarus dibangkitkan, yang efeknya paling besar membuat banyak orang percaya kepada Yesus, tetapi sekaligus membuat imam dan orang Farisi bersepakat untuk membunuh Yesus (11: 53).

Ayat 12-16: Orang banyak mendengar bahwa Yesus sedang menuju Yerusalem, mempersiapkan kedatangannya dengan daun palem dan menyambut Dia sambil berseru “Hosana”. Kedatangan Yesus ke Yerusalem dengan menunggangi seekor keledai sudah dinubuatkan oleh Zakaria (Invocatio). Nubuat ini mengandung gagasan mesianik: raja mulia, adil dan jaya, tapi juga lemah lembut dan mengendarai keledai. Pada masa itu orang-orang yang hidup menderita sangat mengharapkan kedatangan Mesias yang akan membebaskan mereka dari penderitaannya. Selain itu ada beberapa golongan orang Yahudi, dengan berbagai ekspektasi kehidupan rohani yang ideal. Orang Farisi menginginkan kekudusan hidup sesuai Hukum Taurat, Orang Saduki mengagungkan ketaatan pada regulasi Bait Allah, orang Zelot adalah kaum yang sangat militan, ingin meruntuhkan kekuasaan Romawi. Tentu Mesias yang diharapkan oleh setiap golongan ini haruslah sesuai dengan kriteria mereka. Namun Yesus datang dengan membawa teologi Kerajaan Allah. Bukan manusia tetapi Allah yang meraja. Allah meraja dalam hidup manusia, untuk menciptakan keadilan dan pendamaian. Kerajaan Allah dalam arti bukan kingdom tapi kingship. Yesus datang sebagai penggenapan nubuat. Kesalahan ada pada interpretasi, atau tidak sesuai ekspektasi, sehingga dalam beberapa waktu sambutan ‘Hosana’ berubah menjadi seruan ‘Salibkan Dia’. Bahkan tercatat bahwa murid-murid Yesus sendiri mula-mula tidak mengerti akan hal ini, tetapi sambil berjalan mereka mendapatkan pengertian itu.

Ayat 17-19: Orang banyak yang bersama-sama dengan Yesus ketika membangkitkan Lazarus, menjadi percaya, lalu memberi kesaksian tentang Dia. Bukan hanya menjadi penonton, mereka menjadi saksi. Merekalah penggerak yang membuat semakin banyak orang yang datang menyongsong Yesus. Ini menjadi pergerakan besar yang tidak terbendung oleh orang-orang yang memiliki pengaruh sekalipun, seperti orang-orang Farisi. Mereka menyaksikan bagaimana rencana jahat membunuh Yesus dan membunuh Lazarus tidak berhasil menimbulkan ketakutan. Sebaliknya, semakin banyak orang yang mengikuti Yesus.

 Pointer Khotbah

Tema “Lihatlah Sang Raja Datang” (Nehenlah Reh Raja) adalah perintah untuk mengarahkan pandangan dan fokus kita kepada Yesus. Setiap detail kedatangan Yesus ke Yerusalem memiliki makna dan pesan bagi kita.

1. Yesus memasuki Yerusalem, setiap langkahnya mendekat pada kematian. IA tetap menghadapi penderitaan, menyongsong bahaya. Yesus tidak mundur meski IA tahu apa yang menanti di depan-Nya. Lebih dari itu IA tetap menghadirkan damai dalam situasi menderita. Belajarlah seperti Yesus yang mampu membawa damai dalam segala situasi. Kiranya antisipasi bahaya kita tidak menghilangkan damai bagi sekitar kita. Misalnya ketika minyak langka, antisipasi kita menumpuk stok minyak sehingga orang lain kesulitan mendapatkannya. Obat sirup dilarang, beberapa orang menumpuk stok obat tablet sehingga obat tablet ikut langka. Upaya antisipasi kita akan bahaya, janganlah menghilangkan damai orang lain.

2. Menunggang keledai, bukan kuda. Yesus menunjukkan identitas-Nya dengan cara yang elegan. Sebelumnya, Yesus meminta murid-muridNya merahasiakan siapa Dia (bdk Mat 16:20). Tapi ketika memasuki Yerusalem, Dia sendiri menunjukkan jati diriNya. Memilih menunggang keledai sebagaimana dinubuatkan oleh Zakaria, sebuah demonstrasi penggenapan nubuat itu. Keledai terlihat lemah tapi sebenarnya kuat, dia berjalan lamban tapi mampu berjalan jauh, badannya kecil tapi sanggup membawa beban berat, bukan hewan atraktif tapi produktif. Yesus datang sebagai Mesias yang rendah hati, menanggung beban dosa umat manusia, tidak show off tapi       perbuatan-Nya besar dan ajaib. Yesuslah Raja yang menunjukkan otoritas tanpa menjadi otoriter.

3. Minggu Palmarum yang hanya berjarak beberapa hari sampai Jumat Agung, mengingatkan kita bahwa betapa mudahnya sanjungan dan pujian berubah dari hinaan dan cacian. Yesus bersikap tepat menghadapi keduanya. Saat dipuji IA tidak menjadi angkuh, saat dihina IA tidak berhenti dalam karya-Nya. Belajarlah seperti Yesus, seperti kata bijak: Dipuji jangan terbang, dihina jangan tumbang.

Penutup

1. Minggu Palmarum mengingatkan kita bahwa Yesus adalah Raja. IA adalah pemilik otoritas utama dalam hidup kita. Tugas Raja bukan memenuhi ekspektasi kita, kitalah yang harus tunduk dan hormat pada Sang Raja. Yesus Kristuslah yang merajai kehidupan kita.

2. Pujian dan sorak-sorai bagi Tuhan jangan seperti ‘udang di balik batu’, memuji karena ada maunya, dan ketika tidak sesuai segalanya menjadi berubah. Biarlah kita dengan tulus menaikkan pujian bagi Tuhan, karena IA layak menerima pujian dari umat-Nya. Tuhan tidak selalu sesuai ekspektasi kita, tetapi yang IA sediakan bagi kita pasti yang terbaik, melebihi apa yang kita pikirkan dan harapkan.

 Pdt Yohana Ginting-Rg Cibubur

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD