MINGGU 06 AGUSTUS 2023, KHOTBAH ULANGAN 6:1-9

Invocatio  : Lukas 2:46

Bahan Bacaan : Kisah Para Rasul 22:1-3

Tema   : Takut/berhikmat kepada Tuhan (Erkemalangan Man Tuhan)

 

I. Pengantar

Pendidikan merupakan pilar utama yang sangat penting bagi setiap orang. Pendidikan adalah suatu proses pengajaran atau pembelajaran yang diberikan kepada setiap individu. Pendidikan itu sendiri diberikan oleh bimbingan seseorang atau tenaga pendidik secara bertahap dan mengalami suatu perubahan. Pendidikan di Yahudi lebih kepada pengajaran Taurat. Sedangkan pendidikan secara umum menjelaskan bahwa pendidikan pertama dan utama itu diterapkan dalam keluarga[1]. Fakta menjelaskan bahwa pendidikan bagi orang-orang Israel ada di “sinagoge” yang secara sejarah sangat susah menemukan kapan mulai ada pendidikan di sinagoge-sinagoge; tetapi faktanya kita menemukan dalam Perjanjian Baru bahwa Yesus juga para rasul sering datang dan mengajar di sinagoge. Biasanya pada hari sabat orang Yahudi akan berkumpul di sinagoge untuk mendengar guru Yahudi (rabi) membaca Kitab Suci dan Taurat. Juga dalam hari-hari lain anak-anak lelaki Yahudi di ajar di sinagoge- sinagoge untuk memperdalam pendidikan agama. Selain di rumah, setiap anak-anak mendapat pengajaran dari orang tua mereka. Daud adalah salah satu contoh hasil pendidikan Yahudi dengan pendidikan agama yang baik, tetapi juga pelajaran tata krama, music dan juga latihan keprajuritan (1 Samuel 16:18).

Dalam tradisi Yahudi pendidikan agama merupakan tanggung jawab orang tua, tanpa terkecuali apakah orang tua mereka terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Orang tua harus mengajar anak-anak mereka; bahkan orang tua mengajar sampai kepada cucu mereka, karena memang kebanyakan keluarga Yahudi tinggal dalam satu rumah dalam keluarga besar. Nenek moyang kaum Israel, Abraham, Ishak dan Yakub menjadi guru bagi seluruh keluarganya. Sebagai bapak-bapak dari bangsanya, mereka bukan saja menjadi imam yang merupakan pengantara antara Tuhan dengan umat-Nya, tetapi juga menjadi guru yang mengajarkan tentang perbuatan-perbuatan Tuhan yang mulia itu dengan segala janji Tuhan yang membawa berkat kepada Israel turun-temurun. Tuhan telah memilih dan memanggil Abraham dari jauh untuk melayani kehendak-Nya yang agung itu guna keselamatan seluruh umat manusia. Bimbingan dan maksud Tuhan itu perlu dijelaskan kepada segala anak cucunya.[2]

Ulangan 4:9; 11:19; 32:46, memberitahukan kepada kita bagaimana Allah memerintahkan kepada setiap orangtua Yahudi untuk mengajar tentang Allah kepada anak- anak dan cucu mereka.

Tetapi waspadalah dan berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan hal-hal yang dilihat oleh matamu sendiri itu, dan supaya jangan semuanya itu hilang dari ingatanmu seumur hidupmu. Beritahukanlah kepada anak-anakmu dan kepada cucu cicitmu semuanya itu (Ulangan 4:9)

Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun (Ulangan 11:19)

Setelah Musa selesai menyampaikan segala perkataan itu kepada seluruh orang Israel, berkatalah ia kepada mereka: “Perhatikanlah segala perkataan yang keperingakan kepadamu pada hari ini, supaya kamu memerintahkannya kepada anak-anakmu untuk melakukan dengan setia segala perkataan hukum Taurat ini, (Ulangan 32:46)

Orangtua di dalam rumah tangga Yahudi sangat berperan dalam mendidik anak- anaknya, orangtua mengajar langsung tentang kebiasaan, tatakrama dan kepercayaan kepada Allah; orangtua membawa anak-anak mereka ke Bait Allah. Kita bisa melihat bagaimana Yusuf dan Maria membawa Yesus pada waktu berumur 12 tahun ke Bait Allah (Lukas 2:41)

II. Pendalaman Teks

Berdasarkan bahan bacaan pertama dan bahan khotbah, maka berhikmat kepada Tuhan didasari dengan pendidikan atau pengenalan akan Tuhan Allah. Berkaca dengan sejarah Israel bagaimana pentingnya keluarga (oikos) yang terdiri dari Ayah, Ibu, Anak-anak dan setiap orang yang ada dalam satu rumah/kemah, menjadi bagian dalam mewariskan ajaran Iman dan segala pembelajaran hidup, maka pendidikan di dalam keluarga tidak bisa dikesampingkan, walaupun sesibuk apapun orang tua dalam pekerjaan. Karena kalau tidak mendidik anak-anak sejak dini dalam keluarga, maka suatu generasi bisa menjadi generasi yang “terhilang” dalam artian generasi yang tidak takut TUHAN dan bahkan tidak mengenal TUHAN.

Dalam Talmud Babilonia Ketubot 49[3] telah menyebutkan bahwa masa kanak-kanak itu merupakan masa dimana mereka penuh dengan kesucian, kegembiraan, serta kehormatan yang seharusnya di berikan penghargaan dan penghormatan. Anak-anak mutlak menempati posisi khusus dalam gereja. Mereka adalah benih gereja, harapan masa depan. Tuhan sendiri memberi tempat khusus bagi mereka. Ia mendatangkan kerajaan-Nya turun temurun, dari orang tua kepada anak-anak. “Lahir dalam rumah Kristen” bukanlah kebetulan, melainkan karunia dan pimpinan Tuhan yang tak dapat di sangkal. Baptisan adalah tanda dan materai yang indah dari kenyataan tersebut. Tapi baptisan itu juga mewajibkan orangtua dan gereja menjaga kualitas pendidikan ajaran Kristen, baik di rumah tangga, di sekolah maupun dalam katekisasi[4]

Pada abat-abad pertama masehi, bangsa Yahudi mengadakan semacam sekolah dasar yang disebut “beth-ha-sefer” (beth=rumah, sefer=kitab); yang artinya “rumah sang kitab”. Di sekolah inilah pengetahuan tentang Taurat diajarkan kepada anak-anak Yahudi. Taurat dibaca berulang-ulang dan anak-anak wajib menghafalkan secara seksama dan harafiah. Sejak umur 6 atau 7 tahun anak-anak Yahudi sudah di bawa oleh orang tuanya ke pengajaran rabi di sekolah ini; dengan tujuan untuk mendapat pengetahuan tentang Taurat.

Tingkat yang lebih tinggi untuk pengajaran hukum di beth-ha-sefer diberikan di “beth-ha-midrashy” (beth=rumah, midrash=pengajaran) yang memiliki arti “rumah pengajaran”. Di sekolah ini bukan hanya siswa dituntut untuk menghafal Taurat secara literal, melainkan sudah diajarkan tentang manfaat dan makna Taurat itu. Pada usia 12-13 tahun anak-anak Yahudi dituntut sudah bisa sepenuhnya menaati dan melaksanakan hukum Yahudi, yaitu “mitswoth,” dan pada tahap ini anak lelaki Yahudi telah dianggap sebagai “bar- mitswa,” yang artinya “anak-anak hukum taurat.” Berbicara tentang pendidikan atau pengajaran, tentu juga harus mengerti tentang bahan dan kurikulum yang dipakai dalam belajar; termasuk juga dalam pengajaran Yahudi. Pengajaran anak-anak Yahudi mulai dari usia dini yang mendapat pendidikan langsung oleh orang tua mereka di rumah, tentang tatakrama, dan iman kepada Allah, beserta ritual keagamaan Israel.

  • Umur 5 tahun; anak-anak mulai diberi pelajaran dasar membaca Taurat. Pada umur ini anak-anak mulai membaca dan menulis, terutama membaca dan menghafalkan
  • Umur 10 tahun; mulai dengan mitswa (pengajaran); pada tataran ini anak-anak sudah diajar tentang makna dan arti dari hukum Taurat, bukan lagi hanya menghafal, tetapi sudah tahu
  • Umur 12-13 tahun; menjalani sebagai bar-mitswa, (menjalankan peraturan/hukum Mereka sudah dianggap mumpuni dalam hal hukum taurat dan melaksanakannya, sehingga anak-anak di taraf ini disebut juga anak syariat atau anak Torah (The son of law).

Pendidikan Taurat Yahudi bisa terlaksana dengan baik karena adanya komunitas (jemaat) yang beriman teguh. Pendidikan itu dilaksanakan di sinagoge, sebagai tempat berkumpul, belajar agama dan beribadah, karena mereka mau mengajar kepada anak-anak agar kelak menjadi dewasa dalam segala aspek kehidupan dan menjadi bagian dari umat di sinaoge. Ini sangat penting bagi kita untuk membawa anak-anak ke rumah Tuhan (gereja sekarang) agar anak-anak tumbuh dewasa dalam segala aspek kehidupan termasuk imannya sehingga akan menjadi bagian dan meneruskan komunitas orang percaya dalam gereja. Sesungguhnya antara orangtua di rumah, guru di sekolah umum dan guru sekolah minggu di gereja, bisa duduk bersama dalam komunitas pengajaran yang saling bergandengtangan dalam keberhasilan pengajaran kepada anak-anak, sebagai generasi penerus.

Ada pelajaran utama di Sinagoge, yaitu: Syema Yisrael artinya: “Dengarlah hai orang Israel,” yang merupakan kredo atau pengakuan iman dan pengucapan syukur yang dibaca tiap hari pada waktu pagi dan malam dalam ibadah di sinagoge. Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa. Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada nak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu. (Ulangan 6:4-9)

Dengarlah, hai orang Israel; adalah bagian yang sebut sebagai Syema/Shema (ibrani: Shama=mendengar). Bagian ini sangat di kenal oleh orang Yahudi pada zaman Yesus karena diucapkan setiap hari oleh orang Yahudi yang saleh dan secara tetap di ibadah sinagoge. Shema ini merupakan pernyataan terbaik tentang kodrat monotheisme Allah; pernyataan ini diikuti dengan perintah ganda kepada bangsa Israel; Untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan, dan untuk mengajarkan iman mereka dengan tekun kepada anak-anak mereka

Ulangan 6:4-9 ini sering disebut sebagai Shema yang artinya mendengar. Bagian ini sangat dikenal oleh orang Yahudi yang saleh dan secara tetap dalam kebaktiankebaktian. Shema ini merupakan pernyataan yang terbaik tentang kodrat monoteisme Allah. melalui pernyataan tersebut, disampaikanlah perintah bagi bangsa Israel diantaranya ialah:

  1. Ulangan 6:5-6, diperintahkan untuk mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan.
  2. Ulangan 6:7-9, untuk senantiasa mengajarkan iman mereka dengan tekun kepada anak-anak mereka.

Jadi, disini ada tugas orang tua untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak dengan senantiasa mengajar anak-anak itu dari kecil. Orang tua di perintahkan untuk mengajarkan berulang-ulang akan hukum taurat yang telah Tuhan perintahkan. Jelas dalam (ayat 7) bahwa haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anakanakmu dan membicarkannya pada waktu engkau duduk dirumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring, dan apabila engkau bangun.  

Merrill C. Tenney mengatakan bahwa dalam Pendidikan bangsa Yahudi pribadi Allah dan hukum Taurat menjadi topik utama Pendidikan mereka, sehingga bagi generasi Yahudi buku yang wajib untuk dibaca dan dipelajari adalah Kitab Suci (Taurat) bukan yang lain.[5] Kitab Suci merupakan sumber utama pengetahuan kita mengenai pribadi Allah. Langkah awal yang dapat dilakukan oleh para orang tua dalam memperkenalkan pribadi Allah adalah memperkenalkan namaNya. Orang tua wajib membimbing anak-anaknya hingga mereka mengenal Allah Sebagai Pencipta dan sumber kehidupan, sehingga ia bisa menunjukkan sikap hormat kepada Allah. Karena itu sangat penting bagi orang tua untuk mendidik dan membimbing anak mereka agar dapat bertumbuh menjadi pribadi yang mengenal Allah dan berkenan kepadaNya.[6] Selain itu, tanggungjawab utama berikutnya ialah para orang tua Israel harus mengajarkan anaknyanya untuk hidup mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan, dengan kata lain mengasihi Allah dengan seluruh totalitas kehidupan.

III. Aplikasi

Ada bukti bahwa pelajaran menghafal Taurat ini merupakan dasar keimanan anak-anak Yahudi yang akhirnya anak-anak Yahudi sangat tahu identitasnya, keyakinannya dan sangat militan dengan imannya kepada Allah (Yahwe). Bagaimana dengan orang percaya saat ini? Apakah orang tua dan guru-guru agama baik di sekolah umum maupun di gereja mengajar anak-anak akan pentingnya menghafal firman Tuhan? Sering orangtua menyerahkan pendidikan anak-anak termasuk pendidikan agama (iman) kepada sekolah dan gereja; orangtua merasa sudah memberikan yang dibutuhkan untuk kebaikan masa depan anak. Itu sesungguhnya hanya sebagian dari keutuhan pendidikan bagi anak; karena anak-anak Kristen (orang percaya) membangun pendidikan bagi anak secara bersama, yaitu: Keluarga, Sekolah dan Gereja.

Konteks Ulangan memperlihatkan bagaimana bangsa Israel diminta untuk menunjukkan sikap loyalitasnya kepada Allah melalui tindakkan kasih. Bangsa Israel diminta untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan segenap kekuatannya. Kasih yang digambarkan dalam Ulangan 6:5 berupa ketaatan dan perasaan bangsa Israel kepada Allah. Kasih dan ketaatan memiliki kaitan yang erat. Mengasihi Allah berarti menuruti segala perintahNya. Mengasihi berarti memberi perhatian penuh kepada orang lain, dengan kata lain mengasihi Allah berarti memberi perhatian penuh kepada Allah. Jika diperhatikan dalam kitab Ulangan 6:4-9 terdapat sebuah himbauan agar bangsa Israel mengasihi Allah, satu-satunya Allah yang Esa dan belajar taurat Tuhan serta mengajarkannya kepada anak-anak generasi bangsa Israel.

Para orang tua diminta mengasihi Tuhan Allahnya dengan totalitas kehidupan mereka terlebih dahulu sebelum mereka membimbing atau mengajarkan kepada anak-anak mereka bagaimana mengasihi Tuhan Allah. Itu sebabnya Musa menyampaikan dengan tegas, “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan.”Orang tua harus menjadi sosok teladan iman yang baik bagi anak-anak mereka.

Kualitas orang tua seperti kerohanian, kepribadian, kedewasaan, wawasan merupakan hal yang sangat penting untuk memastikan anak-anak yang dididiknya juga berkualitas seperti dirinya. Hal itu bisa saja terjadi jika para orang tua mengajarkan kepada anak-anaknya melalui teladan kehidupannya maka secara otomatis hal itu pula yang akan ditiru oleh anak-anaknya.

Menjadi teladan dalam pengajaran harus menjadi komitmen para orang tua dalam upaya mereka mendidik anak-anaknya. Orang tua tidak pernah bisa memberikan apa yang mereka tidak ketahui. Mereka tidak pernah bisa mengajarkan kepada anak-anaknya apa yang belum mereka ketahui sebelum orang tua memberikan pembinaan hal-hal rohani kepada anak-anaknya, mereka terlebih dahulu harus mempunyai pengalaman rohani dengan Kristus. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh para orangtua untuk mengungkapkan kasih kepada Allah dapat dilakukan dengan memperhatikan kerohanian anak-anak mereka. Orang tua memegang peran utama dalam mempersiapkan anak-anak merka agar dapat hidup berkenan kepada Allah dengan memberikan asuhan dan pendidikan kerohanian kepada anak-anak mereka. Upaya Pendidikan yang dilakukan tidak hanya sekedar berlalu begitu saja namun dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus melalui praktek kehidupan atau yang lebih dikenal dengan istilah keteladanan.

Pdt. Anton Keliat, S.Th, M.A.P-Runggun Semarang

 

[1] Yohanes Krismantyo Susanta, “Tradisi Pendidikan Iman Anak Dalam Perjanjian Lama,” BIA’: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual 2, no.2 (2019):148

[2] Dr.E,G. Homrighousen dan Dr.I.H.Enklaar. Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 2.

[3] Talmud (bahasa Ibrani: תלמוד) adalah catatan tentang diskusi para rabi yang berkaitan dengan hukum Yahudietika, kebiasaan dan sejarah. Talmud mempunyai dua komponen: Mishnah, yang merupakan kumpulan Hukum Lisan Yudaisme pertama yang ditulis; dan Gemara, diskusi mengenai Mishnah dan tulisan-tulisan yang terkait dengan Tannaim yang sering membahas topik-topik lain dan secara luas menguraikan Tanakh.

[4] G Reimer. Ajarlah Mereka. Pedoman Ilmu Katekese (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1999), 12

[5] Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru (Malang: Penerbit Gandung Mas, 1997)

[6] Bergant, Dianne dan Robert J. karris. Tafsiran Perjanjian Lama.Yogyakarta:Kanisius, 2022.

MINGGU 30 JULI 2023, KHOTBAH RUT 2:17-19

Invicatio :

Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. (kej 2:5)

Bacaan : Kolose 3:23-24 (Tunggal)

Tema  : Tutus Erdahin /Giat bekerja

I. Kata pengantar

Pada zaman era globalisasi ini banyak pekerjaan yang membutuhkan kualitas dan etika kerja. Karena pada saat ini banyak sekali orang yang tidak mendapatkan pekerjaan. Zaman sekarang ini semua orang bersaing untuk mendapatkan suatu pekerjaan. Memiliki sikap mental yang baik, mempunyai semangat kerja yang tinggi sehingga dapat memanfaatkan dan mengendalikan sumber daya yang lain. Semangat kerja yang tinggi tercermin dalam motivasi kerja yang mendorong untuk berusaha melakukan yang terbaik dalam pekerjaannya.

II. Isi

Rut adalah seorang bangsa Moab yang mempercayai Allah. Dia dinikahi oleh anak Elimelek orang Betlehem-Yehuda tetapi suaminya sudah meninggal. Rut adalah orang yang bersikeras untuk mengikutkan mertuanya Naomi ketika ibu mertuanya Naomi mau pulang ke Betlehem. Karena pada waktu itu keadaan Yehuda sudah membaik. Rut bersikeras mengikutkan Naomi dengan mengatakan “bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku”(1:16). Dalam Rut 2:11-12, dikisahkan bahwa dengan meninggalkan keluarga dan Moab, negaranya maka sebenarnya Rut telah berketetapan hati untuk bergabung dengan umat Allah, Israel. Rut bukan saja mengikuti Naomikembali pulang ke Betlehem, namun Rut juga mengikuti Allah dari Naomi. Rut mengidentifikasi dirinya dengan Israel sebagai umat perjanjian Tuhan.

Dalam Pasal 2, Rut dinarasikan mengambil inisiatif untuk memungut jelai di ladang untuk menyambung kehidupan dia dan Naomi. Rut bekerja memungut jelai di ladang Boas dan di sanalah Rut bertemu dengan Boas yang berbaik hati padanya. oas adalah orang Israel yang kaya, terpandang, berintegritas,saleh, bertanggungjawab, berhati mulia serta kerabat Elimelekh. Pada pasal 2 Kitab Rut menarasikan bagaimana Boas datang dan menjumpai Rut yang sedang memungut jelai di ladangnya. Boas memulai perbincangan dengan Rut dan memperlakukan Rut dengan baik (Rut 2:8-9). Dalam perbincangan tersebut, Rut dianjurkan supaya tetap memungut jelai diladangnya dan tidak pindah ke ladang orang lain Boas juga menjamin keamanan dan kenyamanan Rut, yang mana Rut bekerja di belakang para penuai perempuan Boas dan bergabung dengan mereka (Rut 2:9). Boas bahkan memastikan bahwa Rut tidak akan mengalami gangguan dari para pekerja laki-laki selama Rut bekerja di ladangnya.

Rut memungut diladang sampai petang, lalu ia mengirik yang dipungutnya itu dan ada kira-kira seefa jelai banyaknya. Jumlah ini kurang lebih sama dengan tiga takar ukuran gandum kering. Jumlah tersebut cukup untuk makanan Rut dan Naomi selama sekitar 5 hari. Sehingga ketika Rut pulang dari ladang Boas dan memberikannya kepada mertuanya sisa yang ada setelah mereka kenyang, maka bertanyalah Naomi kepada Rut “dimana engkau memungut dan dimana engkau bekerja hari ini?, Rut menjawab nama orang yang padanya aku bekerja hari ini adalah Boas.

Dari teks ini terlihat bahwa Rut tidak dikalahkan oleh keadaan yang dialami. Dia bukan hidup dalam kesedihan karena kekurangan, bukan hidup dalam mengeluh tetapi dia berinisiatif melakukan pekerjaan yang dapat dia kerjakan yaitu memungut gandum sisa dari panen di ladang orang lain. Rut mengalahkan situasi dengan semangat atau motivasi dalam kehidupannya. Dia juga melihat bahwa mencukupkan kebutuhan hidupnya bersama dengan mertuanya adalah kebutuhan yang mendesak dan kasihnya bagi mertuanya. Karena itu Rut sangat giat bekerja mulai dari pagi sampai petang memungut gandum di ladang Boas.

Menurut Adella Hotyda Siregar (2007:23) “motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan keinginan bagi seseorang atau pekerja, baik yang berasal dari dalam dirinya maupun yang berasal dari luar untuk melaksanakan pekerjaan atau kegiatan dengan rasa tanggung jawab guna mencapai tujuan yang diinginkan”. Terdapat pengaruh positif yang signifikan antara motivasi kerja dan produktivitas kerja. Artinya jika motivasi kerja tinggi, maka produktivitas kerja juga akan tinggi, dan sebaliknya jika motivasi kerja rendah, maka produktivitas kerja juga akan rendah.

Rut juga bekerja dengan gigih dan displin kerja yang baik sehingga dia dapat mengumpulan hasil yang banyak. Produktivitas pekerjaannya baik. Terdapat pengaruh positif yang signifikan antara disiplin kerja, kegigihan dan produktivitas kerja. Artinya jika disiplin kerja tinggi, orang gigih maka produktivitas kerja juga akan tinggi, dan sebaliknya jika disiplin kerja rendah, orangnya mudah putus asa maka produktivitas kerja juga akan rendah. Hilangnya disiplin akan berpengaruh terhadap efisiensi kerja dan efektivitas tugas pekerjaan.

Dalam bacaan dalam Kolose 3:23-24, Paulus mengajak jemaat agar apapun yang mereka perbuat perbuatlah dengan segenap hati seperti untuk Tuhan bukan untuk manusia. Rasul paulus mengajak jemaat agar bekerja dengan sepenuh hati bukan hanya untuk mencari keuntungan saja. Tetapi melihat bahwa pekerjaan itu adalah baik (bnd kej 2:15) dan pekerjaan yang dikerjakan bukan saja dipertanggungjawabkan kepada manusia tetapi kepada Tuhan.  Bekerjalah dan tetap memohon kasihNya pada kita. Bahagia bekerja, bekerja bahagia

III. Kesimpulan.

Dalam minggu etika kerja ini kembali diingatkan bahwa bekerja bukan kutukan melainkan bekerja adalah suatu perintah Tuhan bagi kita manusia. Jadi apapun yang menjadi pekerjaan kita cintailah pekerjaan kita dan kerjakanlah pekerjaan kita dengan baik. Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan melalui teks kita :

  • Jangan milih-milih kerja tetapi kerjakanlah pekerjaan yang dapat kita kerjakan
  • Apapun yang menjadi pekerjan kita kerjakan dengan sungguh-sungguh.
  • Tetap semangat, gigih, displin kerja agar produktivitas kerja kita menjadi baik
  • Ikut sertakan Allah dalam setiap pekerjaan kita. “Ora et La Bora”

Pdt. Kristaloni br Sinulingga-Runggun Yogyakarta

MINGGU 23 JULI 2023, KHOTBAH EFESUS 4:7-16

Invocatio :

“Tetapi yang kesukaannya ialah merenungkan Taurat Tuhan, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam” (Mazmur 1:2)

Bacaan :

Esra 3:1-6 (Tunggal)

Tema  :

Mengerjakan Tugas Pelayanan / Ndahiken Dahin Pelayanen

 

Bagi setiap orang tua, dapat melihat dan mendampingi pertumbuhkembangan anak adalah suatu hal yang membahagiakan. Walaupun tidak mudah mengajarkan anak mengerti tahap-tahap awal kehidupan, tetapi akan ada kebanggaan yang dirasakan orang tua jika suatu waktu nanti, anak bisa menjadi dewasa dan hidup mandiri.

Seperti itu jugalah dalam hal membangun iman. Pertumbuhkembangannya sangat penting dan perlu terus dibina. Karena iman tidak akan menjadi dewasa begitu saja, tetapi harus terus dipelajari agar bertambah pengetahuan dan mengalaminya sendiri dari pengalaman hidup. Iman yang dewasa akan membuat setiap pribadi yang memilikinya mampu bertahan dalam tantangan dan membuahkan hasil yang baik, termasuk dalam kesiapan melayani. Gereja berperan penting dalam pembinaan iman bagi warganya.

Dalam Minggu GBKP Njayo atau minggu kemandirian GBKP, tentu kita juga mengingat betapa banyaknya hal yang telah dilalui GBKP untuk terus bertumbuh dan berbuah, menjadi wadah pembinaan iman yang baik bagi jemaat gereja. Tidak mudah perjalanannya, namun inilah tugas gereja, agar dapat berperan sebagai “orang tua” yang mendampingi setiap “anak-anaknya” dalam kedewasaan iman.

Efesus 4:7-16 : Seperti halnya Paulus kepada jemaat Efesus. Dalam pelayanannya, Paulus sangat mengharapkan perkembangan iman jemaat, agar mengalami kedewasaan dan bertumbuh menjadi semakin sempurna seperti Kristus (ay 13). Lebih dulu Paulus mengingatkan jemaat Efesus, bahwa Kristus memiliki kuasa tertinggi dan memberikan berbagai hal baik untuk memperlengkapi manusia “kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus..” Paulus juga mengutip perkataan Daud – Maz 68:19 sebagai penegasan kuasa Kristus di atas segalanya (ay 7-8).

Pemberian Kristus itu adalah kasih karunia. Melalui kuasaNya (Dia telah turun dan naik dari dunia dalam kelahiran, kematian, kebangkitan hingga kenaikanNya) dan kesempurnaan Kristus yang telah dijelaskan Paulus (ay 9-10) memberikan kemampuan bagi manusia untuk menyatakan karunia itu, ditengah kehidupan berjemaat. Tugas sebagai rasul, nabi, pemberita Injil, gembala dan pengajar, bertujuan memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan (orang yag diberikan penyataan khusus atau jabatan pada jemaat mula-mula). Artinya kasih karunia Kristus yang telah diterima menolong pelayanan, agar terbangunlah tubuh Kristus (kesatuan jemaat yang percaya dalam gereja) yang berdampak juga bagi dunia (ay 11-12).

Masing-masing jemaat diberikan berbagai karunia yang berbeda-beda, agar setiap orang dapat belajar saling berbagi, mengasihi, memperlengkapi, memperhatikan dan melayani seorang dengan yang lain. Kesanggupan gereja memakaikan karunia yang Tuhan berikan, bukan dinilai dari banyaknya jumlah jemaat, atau besarnya gedung bukan pula berapa luas jangkauan pelayanannya saja. Melainkan adanya kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Kristus sebagai Anak Allah dalam inti pengajarannya. Inilah pentingnya kedewasaan penuh dan pertumbuhan iman yang telah mengalami tingkat yang sesuai dengan kepenuhan Kristus. Kedewasaan itu berhubungan dengan kualitas (ay 13). Tujuannya agar setiap orang yang teguh berpegang pada kebenaran dan mengalami pertumbuhan di dalam Kristus, tidak mudah diombang-ambingkan pengajaran palsu yang menyesatkan (ay 14-15).

Setiap jemaat yang mengalami kedewasaan iman, akan menunjukkan pula sikap hidup yang siap untuk melakukan pelayanan. Melakukan tugas dengan kadar pekerjaan atau sesuai karunia yang Tuhan berikan untuk membangun diri dan kebersatuan dalam kasih. Gereja secara pribadi dan komunal akan siap mengerjakan tugas pelayanan dengan setia (ay 16). Gereja saat ini memerlukan berbagai bentuk pelayanan. Tentunya tidak hanya terbatas sebagai seorang pelayan khusus, pengurus ataupun panitia yang melayani, melainkan kebersatuan jemaat dalam mengerjakan tugas pelayanan. Karena setiap kita telah diberikan karunia untuk membangun tubuh Kristus yaitu gereja.

Ezra 3:1-6 Seperti halnya bangsa Israel. Dalam masa paska pembuangan zaman Ezra, bangsa Israel mulai menetap dan berkumpul di Yerusalem. Dipimpin oleh para imam, mereka mulai membangun mezbah Allah sebagai tempat mempersembahkan korban bakaran bagi Allah seturut Taurat Musa (ay 1-2). Hal ini menjadi sangat penting bagi bangsa Israel, untuk merasakan kembali persekutuannya dengan Tuhan. Mereka rindu memberi persembahan dengan sukarela dan menetapkan hari raya Pondok Daun sebagai tanda ucapan syukur atas pertolongan Tuhan (ay 3-6). Pelayanan yang dilakukan tetap menjadi prioritas bagi bangsa Israel walaupun mereka menghadapi ketakutan ditengah penduduk negeri saat itu.

Tentunya dalam kehidupan gereja saat ini, kita memang tidak lagi memberi persembahan dalan bentuk korban bakaran atau pun perayaan keagamaan seperti orang Israel. Karena melalui Kristus semua digenapiNya. Tapi dalam hal mengucap syukur kepada Tuhan, kita tetap harus melakukannya sebagai respon atas pemberian Tuhan dalam hidup kita. Temasuk jika kita menghubungkan dengan panggilan untuk melakukan tugas pelayanan, tentunya menjadi suatu sukacita mengerjakannya karena kita juga telah menerima pemberian Tuhan. Sekalipun melakukan pelayanan juga akan menghadapi berbagai tantangan. Tapi kita dapat mengingat bahwa Tuhan telah lebih dulu memberi kesanggupan dalam berbagai karunia bagi masing-masing jemaat. Maka kerjakanlah tugas pelayanan dalam keseharian dan bersama sebagai gereja, karena itulah bentuk syukur kepada Tuhan dan mengingat kebaikanNya.

APLIKASI

82 Tahun perjalanan kemandirian GBKP pastinya mengalami pasang surut dan tantangan di berbagai masa. Jemaat GBKP juga sangat beragam keberadaannya, karakternya pun berbagai-bagai dan karunia yang dimiliki juga berbeda-beda. Oleh karena itulah sangat diperlukan kedewasaan iman bagi setiap jemaat untuk membangun gereja yang semakin kuat dalam kemandirian. Masing-masing jemaat harus ikut ambil bagian sebagai keluarga besar yang saling mengasihi dan membangun. Selayaknya keluarga, masing-masing jemaat berperan seperti seorang bapak dalam kepemimpinan dan menerapkan kedisiplinan bergereja, seperti ibu yang selalu rela mengasihi dan memperhatikan juga seperti anak yang taat mendengar aturan dan mengerjakan nasihat. Artinya dalam keberadaan dan karunia yang dimiliki masing-masing jemaat saling melengkapi dan menjalankan tugas pelayanan dalam kasih (kepada Kristus dan sesama).

Di dalam gereja telah ditetapkan tugas pelayanan khusus sebagai pendeta, pertua, diaken, pelayan KAKR, berbagai tim pendukung ibadah dan organisasi gereja. Agar berbagai karunia dapat berjalan sinergi dan etiap pelayanan yang dilakukan pun menjadi kemuliaan bagi nama Tuhan. namun pastinya tidak terlepas dari keterlibatan tiap-tiap anggota jemaat. Karena masing-masing dari kita juga harus merasakan pertumbuhan kualitas iman. Gereja adalah wadah kebersatuan dan setiap kita di dalamnya mau belajar dan saling memperlengkapi. Dan itu akan terwujud jika masing-masing dari kita berperan meningkatkan kedewasaan. “Tetapi yang kesukaannya ialah merenungkan Taurat Tuhan, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam” (Mazmur 1:2) maka jika kita semua ambil bagian, maka tentunya tugas pelayanan akan berjalan baik dalam kesempurnaan Kristus.

Kemandirian gereja berarti adanya upaya yang terus-menerus dilakukan untuk mengembangkan segala kemampuan, potensi dan sumber daya yang dimiliki. Dikerjakan dengan bebas (kreatif dan inovatif) namun juga bertanggung jawab dalam persekutuan, kesaksian dan pelayanan.

Pdt Deci Kinita Sembiring-Runggun Studio Alam

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD