MINGGU 15 OKTOBER 2023, KHOTBAH HAKIM-HAKIM 4:4-10

 

Bacaan:

Lukas 8:1-3

TEMA :

“NGERUNGGUI BANGSA DIBATA”

Invocatio :

1 Timotius 5:2

.

A.    PERSIAPAN PEMBELAJARAN KONTEKS KOMPONEN KHOTBAH

A.1. Teks Invocatio   : 1 Timotius 5:2

“perempuan-perempuan tua sebagai ibu dan perempuan-perempuan muda sebagai adikmu dengan penuh kemurnian.”  

A.1.1 Penjelasan Teks

Rasul Paulus memberikan pedoman kepada Timotius, dan juga kepada hamba-hamba Tuhan lain, tentang etika menegur. Para pelayan Tuhan adalah orang-orang yang bertugas memberi teguran. Itu adalah bagian dari pekerjaan mereka, walaupun bagian yang paling tidak menyenangkan. Mereka harus memberitakan firman, dan menegur serta menasihati (2Tim. 4:2). Dalam menegur harus membuat pembedaan besar dengan mempertimbangkan usia, sifat, dan keadaan-keadaan lain dari orang-orang yang ditegur. Dengan demikian, orang yang lebih tua dalam hal usia atau jabatan harus diperlakukan sebagai bapa. Tunjukkanlah belas kasihan kepada sebagian orang, dengan membuat pembedaan untuk mereka.

Pedomannya adalah,

  1. Bersikap lemah lembut ketika menegur orang yang sudah tua, lebih tua dalam hal usia, atau dalam hal kedudukan. Martabat mereka harus dihormati karena usia dan kedudukan, dan karena itu mereka tidak boleh ditegur dengan keras atau seperti dihakimi. Sebaliknya, Timotius sendiri, sekalipun seorang penginjil, harus memperlakukan mereka sebagai bapa, karena ini merupakan cara yang paling pantas untuk berhubungan dengan mereka, dan memenangkan hati mereka.
  2. Orang yang lebih muda harus ditegur sebagai saudara, dengan kasih dan kelembutan. Bukan sebagai orang yang ingin mencari-cari kesalahan atau menyulut pertengkaran, melainkan sebagai orang yang bersedia memanfaatkan yang terbaik dari mereka. Sangat diperlukan kelemahlembutan untuk menegur orang yang pantas ditegur.
  3. Perempuan yang lebih tua harus ditegur, kalau memang perlu ditegur, sebagai ibu. Mohonkanlah dengan sangat kepada ibumu, mohonkanlah (Hos. 2:2).
  4. Perempuan yang lebih muda harus ditegur, tetapi ditegur sebagai adik, dengan penuh kemurnian. Kalau Timotius saja, orang yang sudah begitu mati pada dunia dan hawa nafsu kedagingan, perlu diberi peringatan seperti itu, apalagi kita.

A.1.2. IST Invocatio : Tegurlah perempuan tua dan muda dengan kasih dan  kelembutan,

dengan hormat dan penuh kemurnian.

 A.2. Teks Bacaan      : Lukas 8:1-3

Perempuan-perempuan yang melayani Yesus

8:1 Tidak lama sesudah itu Yesus berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa memberitakan Injil Kerajaan Allah. Kedua belas murid-Nya bersama-sama dengan Dia,

8:2 dan juga beberapa orang perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat atau berbagai penyakit, yaitu Maria yang disebut Magdalena, yang telah dibebaskan dari tujuh roh jahat,

8:3 Yohana isteri Khuza bendahara Herodes, Susana dan banyak perempuan lain. Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka.

A.2.1. Strukturisasi dan Penjelasan Teks Bacaan

Ayat 1: Ungkapan , “tidak lama sesudah itu” menjelaskan bahwa peristiwa-peristiwa selanjutnya berhubungan dengan ayat-ayat sebelumnya, terutama, kisah tentang wanita yang membasuh kaki Yesus dengan air matanya? Mungkinkah ia salah seorang dari kelompok tersebut yang menyertai Yesus?

Yesus menunjukkan sejak dini dalam pelayanan-Nya bahwa IA komit untuk pergi dari kota ke kota dan dari desa ke desa mengabarkan Injil. Ia memiliki komitmen ini karena Ia mengenali bahwa ini adalah suatu bagian penting dari panggilan ilahi-Nya dan tugas-Nya.

Ayat 2: Yesus disertai oleh sejumlah besar pengikutNya. Dalam masa-masa awal pelayanan Yesus, tampaknya seolah-olah Ia bepergian sendiri ( misalnya ketika Ia pergi ke sinagoga di Nazaret, tak satu pun murid-Nya disebutkan Lukas 4:16-30). Pada waktu-waktu lainnya, beberapa murid-Nya ada bersama-Nya.

Ayat 3: Sejumlah besar pengikut, yang menyertai Yesus dalam perjalanan ini ada banyak wanita. Tiga wanita secara khusus disebutkan: Maria Magdalena (dari dirinya tujuh roh jahat telah diusir), Yohana, isteri Khusa, bendahara Herodes ini mungkin menjelaskan salah satu sumber informasi utama Herodes tentang Yesus dan pelayanan-Nya, bnd. 9:7), dan Susana, yang tidak disebutkan lagi dalam Alkitab. Sebagai tambahan dari tiga orang ini, yang namanya disebutkan, ada banyak wanita-wanita lain. Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka.(Lukas 8:3b).

A.2.2. Ide Sentral Teks Bacaan: Sejumlah besar perempuan ikut menyertai Yesus dan melayani rombongan dengan kekayaan mereka.

A.3 Teks Khotbah     : Hakim-hakim 4:4-10

4:4 Pada waktu itu Debora, seorang nabiah, isteri Lapidot, memerintah sebagai

hakim atas orang Israel.

4:5 Ia biasa duduk di bawah pohon korma Debora antara Rama dan Betel di

pegunungan Efraim, dan orang Israel menghadap dia untuk berhakim kepadanya.

4:6 Ia menyuruh memanggil Barak bin Abinoam dari Kedesh di daerah Naftali,

lalu berkata kepadanya: "Bukankah TUHAN, Allah Israel, memerintahkan demikian: Majulah, bergeraklah menuju gunung Tabor dengan membawa sepuluh ribu orang bani Naftali i  dan bani Zebulon bersama-sama dengan engkau,

4:7 dan Aku akan menggerakkan Sisera, panglima tentara Yabin,  dengan kereta-

keretanya dan pasukan-pasukannya menuju engkau ke sungai Kison dan Aku akan

menyerahkan dia ke dalam tanganmu.

4:8 Jawab Barak kepada Debora: "Jika engkau turut maju akupun maju, tetapi jika

engkau tidak turut maju akupun tidak maju."

4:9 Kata Debora: "Baik, aku turut! Hanya, engkau tidak akan mendapat kehormatan

dalam perjalanan yang engkau lakukan ini, sebab TUHAN akan menyerahkan Sisera

ke dalam tangan seorang perempuan." Lalu Debora bangun berdiri dan pergi

bersama-sama dengan Barak ke Kedesh.

4:10 Barak mengerahkan suku Zebulon dan suku Naftali ke Kedesh, maka sepuluh

ribu orang maju mengikuti dia; juga Debora maju bersama-sama dengan dia.

A.3.1. Gambaran Umum Kitab Masmur

  1. Penulis                    : Samuel
  2. Waktu Penulisan   : Sekitar 1050-1000 SM
  3. Tema KitabKasih setia Allah kepada bangsa Israel dengan membangkitkan hakim-hakim untuk membebaskan dari penjajahan bangsa-bangsa Kanaan.
  4. Tujuan                    : Tujuan penulisan Hakim-hakim adalah:
  5. Menjelaskan sejarah kehidupan bangsa Israel pada masa Hakim-hakim.
  6. Menceritakan tentang tindakan Allah yang memberikan hukuman kepada bangsa

Israel yang tidak setia dan kemudian menunjukkan kasih setia dengan membangkitkan hakim-hakim.

  1. Menunjukkan anugerah kekudusan dari Allah untuk memelihara Israel kendati banyak pelanggarannya.

A.3.2. Strukturisasi dan Penjelasan Teks Khotbah

          Ayat 4-5,

          Dalam periode sejarah saat Israel ditindas selama 20 tahun, Allah tidak memanggil dan

          memilih seorang hakim laki-laki yang muda, kuat, bijak dan cakap untuk menyelamatkan

          Israel; sebaliknya, Allah memakai wanita untuk sementara waktu membawa Israel keluar

          dari kesulitan ini. Dalam pasal 3 dicatat bahwa setelah Otniel, negara Israel damai selama 40

          tahun (ayat 3:11); bagaimana dengan setelah Ehud? Amanlah tanah itu, delapan puluh tahun

          lamanya (ayat 3:30). Hal ini menunjukkan bahwa selama kurun waktu itu Israel tidak

          berperang sama sekali.

Ayat 4, dikatakanpada waktu itu Debora” seorang nabiah, isteri Lapidot, memerintah sebagai hakim atas orang Israel..

Nama Debora berarti lebah. Dan ia menggenapi arti namanya melalui ketekunannya, kebijaksanaannya, kegunaannya yang besar bagi masyarakat, keramahannya kepada sahabat-sahabatnya, dan ketajamannya kepada musuh-musuhnya. Ia adalah seorang perempuan yang penuh pencerahan, atau kecemerlangan, perempuan yang luar biasa berpengetahuan dan bijaksana, sehingga menjadi sangat terkemuka dan termasyhur. Ia sangat dekat dengan Allah. Ia adalah seorang nabiah, seorang yang mengenal perkara-perkara ilahi melalui ilham langsung dari Roh Allah, dan memiliki karunia-karunia hikmat, yang diperolehnya bukan dengan cara biasa: ia mendengar firman Allah, dan mungkin melihat penglihatan dari Yang Mahakuasa. Ia sepenuhnya mengabdikan diri untuk melayani Israel.

Ketika itu, orang Israel sedang dijajah oleh raja Kanaan, bernama Yabin, dengan Sisera sebagai panglima tentaranya. Sudah dua puluh tahun lamanya orang Israel ditindas dengan keras oleh raja Mesir.

          Debora adalah seorang ibu rumah tangga, wanita karier dan nabiah. Suaminya bernama

          Lapidot. Di zaman Debora, tidak peduli seberapa besar kemampuan wanita, mereka tetap

          harus melalui nama suami agar bisa dikenal orang.

Orang Israel datang kepadanya dari segala penjuru untuk berhakim, bukan untuk menyelesaikan perselisihan di antara sesama manusia, melainkan terlebih untuk memberi nasihat tentang bagaimana memperbaiki apa yang salah dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan Allah. Sebagian dari mereka yang sebelumnya diam-diam meratapi kedurhakaan dan penyembahan berhala yang dilakukan orang-orang di sekitar mereka, tetapi tidak tahu ke mana harus mengadu untuk menghentikan orang-orang itu, sekarang menyampaikan keluhan-keluhan mereka kepada Debora. Orang Israel datang kepada Debora untuk memintanya berdoa kepada Allah bagi mereka, agar mereka dilepaskan dari tangan Yabin. Ketika orang Israel menghadap Debora untuk berhakim kepadanya, pada dia mereka menemukan keselamatan.  

            Ayat 5: Debora biasa duduk di bawah pohon korma Debora antara Rama dan

          Betel di pegunungan Efraim, dan orang Israel menghadap dia untuk berhakim kepadanya.

          Dikatakan bahwa ia duduk di bawah pohon korma, yang kemudian selalu disebut dengan

          namanya, pohon korma Debora. Entah rumahnya ada di bawah pohon itu, tempat tinggal yang

          begitu seadanya sehingga bisa didirikan di bawah sebatang pohon, atau kursi pengadilannya

          diletakkan di tempat terbuka, di bawah naungan pohon itu, yang menjadi lambang untuk

          keadilan yang berusaha ditegakkannya di sana, yang akan tetap hidup dan bertumbuh

          sekalipun menghadapi perlawanan, seperti pohon korma yang menghadapi tekanan.   

          Bagian yang menarik dari ayat ini adalah bahwa pohon korma Debora”, tempat di mana

          orang-orang Israel mendengarkan keputusan penghakiman, tampaknya sebuah tempat yang

          terkenal, dan disanalah sekelompok pria Israel mendengarkan keputusan seorang wanita!

         

Ayat 6-8, Sebagai pemimpin rohani bagi umat-Nya, ia peka akan hati Allah. Ia tahu persis waktu pembebasan Tuhan akan segera tiba. Ia sadar bahwa sebagai wanita ia memiliki keterbatasan dalam hal kemampuan perang. Namun ia tahu siapa yang tepat untuk memimpin perang. Seorang laki-laki mutlak dibutuhkan dalam situasi itu. Memimpin sebuah pertempuran di medan perang bukanlah peran yang diharapkan dari seorang perempuan. Maka ia memanggil Barak dari Naftali (ayat 6-7). Debora memerintahkan Barak untuk membentuk pasukan, dan bertempur melawan tentara Yabin, yang berada di bawah pimpinan Sisera. Barak, ada kemungkinan, sudah menunjukkan kemampuannya dalam beberapa pertarungan dengan pasukan-pasukan si penindas, karena ia tinggal berdekatan dengannya dan dengan demikian sudah mendapat nama baik dan pengaruh di antara orang-orang sebangsanya.

Debora memberikan arahan kepada Barak mengenai berapa jumlah orang yang harus dikumpulkannya, yaitu 10.000 orang.

Dan janganlah Barak merasa khawatir bahwa jumlah ini terlalu sedikit, sebab Allah sudah berfirman bahwa Dia melalui mereka akan menyelamatkan Israel.

Dari mana Barak harus mengumpulkan orang-orang itu, yaitu hanya dari sukunya sendiri, dan dari suku Zebulon yang tinggal bersebelahan dengan sukunya. Dua wilayah ini akan memperlengkapi Barak dengan pasukan yang cukup. Barak tidak perlu mencari ke tempat yang lebih jauh. Dan, Debora memberikan perintah kepada Barak di mana dia harus mengumpulkan orang-orang itu, yaitu di gunung Tabor, di daerahnya sendiri.

Dengan menyebutkan kekuatan musuh, yaitu Sisera, seorang panglima yang termasyhur, pemberani dan berpengalaman, kereta-keretanya, kereta-kereta besinya, dan tentaranya yang banyak, Debora membuat Barak merasa harus membentengi dirinya dengan ketetapan hati yang sebesar-besarnya, sebab musuh yang harus dihadapinya sangatlah Tangguh.

Memang baik mengetahui kemungkinan yang terburuk, supaya kita dapat mempersiapkan diri sebagaimana mestinya.

Sebaliknya, Barak ternyata tidak berani maju tanpa dukungan Debora (ayat 8). Barak sangat bersikeras menuntut kehadiran Debora, yang baginya akan lebih baik daripada dewan penasihat perang. “Jika engkau turut maju bersamaku untuk memberiku petunjuk dan nasihat, dan dalam segala perkara yang sulit memberitahukan kepadaku pikiran Allah, maka aku pun maju dengan segenap hatiku, dan tidak akan takut terhadap kereta-kereta besi itu. Jika tidak, maka aku pun tidak akan maju.” Barak tidak dapat mempercayai perkataan Debora kecuali Debora ada bersamanya, seolah-olah sebagai jaminan bahwa perkataannya itu akan dipenuhi. Tetapi pernyataan Barak ini sepertinya lebih timbul dari keyakinan akan perlunya kehadiran Allah dan pimpinan-Nya yang terus-menerus. Barak akan memandang kehadiran Debora sebagai tanggungan dan jaminan dari kehadiran dan pimpinan Allah itu. Itulah sebabnya Barak memohonkannya dengan sungguh-sungguh seperti itu.

Tidak ada yang lebih memberinya ketenangan selain kehadiran sang nabiah itu bersamanya untuk menyemangati para prajurit dan untuk dimintai petunjuk tentang firman Allah dalam segala kesempatan.

Barak tidak bisa berbuat apa-apa tanpa kepala Debora, dan Debora pun tidak bisa berbuat apa-apa tanpa tangan Barak. Tetapi keduanya secara bersama-sama akan menjadi pembebas yang lengkap, dan mewujudkan pembebasan yang tuntas.

Israel saat berperang melawan musuh-musuhnya, pernah sukses tapi juga pernah gagal. Ayat 3 dari perikop bacaan khotbah menggambarkan kekuatan militer Kanaan, mereka mempunyai 900 kereta besi, sebagai teknologi tempur yang siap digunakan untuk menggempur lawan. Orang Israel berseru kepada Tuhan, dan sebagai hakim, Deboralah yang harus menanggapi seruan itu.

          Ayat 9-10, Atas permintaan Barak, Debora berjanji akan turut maju bersamanya ke medan

Pertempuran. Debora tidak akan mengutus Barak ke suatu tempat jika dia sendiri tidak mau pergi ke tempat itu. Orang-orang yang dalam nama Allah memanggil orang lain untuk melakukan kewajiban mereka, harus sungguh-sungguh siap untuk mendampingi mereka dalam melaksanakannya. Debora adalah kaum yang lebih lemah, namun ia memiliki iman yang lebih kuat.

Akan tetapi, meskipun Debora setuju untuk turut maju bersama Barak, jika Barak memang bersikeras menuntutnya, Debora memberinya isyarat yang cukup pantas untuk membuat seorang tentara tidak bersikeras menuntutnya: Barak tidak akan mendapat kehormatan yang begitu besar seperti seandainya dia maju sendiri. Sebab Tuhan akan menyerahkan Sisera.

Dunia akan menganggap kemenangan ini diperoleh karena tangan Debora.

Dan Allah (untuk memperbaiki kelemahan Barak) akan melengkapi kemenangan itu melalui tangan Yael, yang sedikit banyak akan memudarkan kehormatan Barak.

Tetapi Barak lebih menghargai ketenangan pikirannya, dan keberhasilan yang luar biasa dari usahanya, daripada kehormatannya. Oleh karena itu, ia sama sekali tidak mau membatalkan permohonannya. Ia tidak berani berperang kecuali Debora ada bersamanya, untuk memberinya petunjuk dan berdoa baginya. Oleh sebab itu, Debora menepati perkataannya sendiri dengan keberanian seorang laki-laki. Pahlawan perempuan yang mulia ini pun bangun berdiri dan pergi bersama-sama dengan Barak.

A.3.3. Ide Sentral Teks Khotbah: Debora, hakim perempuan di Israel berani menghadapi tantangan berperang melawan rajaMesir

          

  1. Menginspirasi Khotbah

IST Invocatio: Tegurlah perempuan tua dan muda dengan kasih dan  kelembutan, dengan

                          hormat dan penuh kemurnian.

IST Bacaan   :  Sejumlah besar perempuan ikut menyertai Yesus dan melayani rombongan

       dengan kekayaan mereka.

IST Khotbah : Debora, hakim perempuan di Israel berani menghadapi tantangan berperang

                          melawan raja Mesir. 

Tema             :  “Ngerunggui Bangsa Dibata”

 

 

  1. KHOTBAH

 

  1. PENDAHULUAN

            Saudara-saudara yang terkasih dalam nama Tuhan Yesus Kristus,

Minggu ini disebut Minggu Moria. Tahun ini Moria GBKP merayakan Ulang Tahun yang ke 66. Tentu saja sebagai warga jemaat GBKP banyak hal yang kita harapkan dari Kategorial Moria supaya melalui kegiatan Moria di setiap wilayah pelayanannya memberi pengaruh positip bagi pertumbuhan dan perkembangan iman jemaat (secara khusus bagi Moria). Moria GBKP menjadi Ibu dan istri yang bijaksana ditengah-tengah keluarga, tempat kerja, gereja dan masyarakat.

Sehubungan dengan Minggu Moria, maka Minggu ini juga kita belajar dari tiga bagian teks Alkitab (Invocatio, Ogen dan Khotbah) yang berbicara tentang perempuan. Dalam Alkitab kita menemukan bahwa ada banyak nama-nama orang disebutkan. Ada nama laki-laki, ada juga nama perempuan, ada orang tua,  ada juga orang muda dan anak-anak. Salah satu dari nama-nama orang yang disebut dalam Alkitab itu adalah Debora. Dia adalah satu-satunya hakim perempuan yang diceritakan dalam kitab Hakim-hakim.

            Saudara-saudara yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus,

            Tuhan bekerja menolong umat-Nya secara unik. Ia bisa memakai siapa saja, baik pahlawan

            perkasa maupun orang biasa-biasa untuk mencapai maksud-Nya. Tuhan juga memakai

            berbagai cara baik melalui peperangan biasa, strategi tipu daya maupun peristiwa yang

            sepintas tidak masuk akal.

            Melalui kotbah di Minggu Moria ini, kita belajar dari sosok seorang wanita bernama

            Debora, dalam konteks bacaan kita ia menjadi hakim dan sekaligus “ibu” bagi orang Israel

            yang datang mencari pertolongan.

            Siapakah Debora?  Apakah arti dari nama Debora? Mengapa nama Debora di tuliskan dalam

            Alkitab? Apa yang harus dilakukan Moria GBKP setelah mendengar kisah Debora?

Nama Debora berarti lebah. Dia sangat dikenal karena ketekunannya, kebijaksanaannya, berguna bagi masyarakat, ramah kepada sahabat-sahabatnya, dan tajam kepada musuh-musuhnya. Ia adalah seorang perempuan yang penuh pencerahan, atau kecemerlangan, perempuan yang luar biasa berpengetahuan dan bijaksana, sehingga menjadi sangat terkemuka dan termasyhur. Ia sangat dekat dengan Allah. Ia adalah seorang nabiah, seorang yang mengenal perkara-perkara ilahi melalui ilham langsung dari Roh Allah, dan memiliki karunia-karunia hikmat, yang diperolehnya bukan dengan cara biasa: ia mendengar firman Allah, dan mungkin melihat penglihatan dari Yang Mahakuasa. Ia sepenuhnya mengabdikan diri untuk melayani Israel. Debora adalah seorang ibu rumah tangga, wanita karier dan nabiah. Suaminya bernama Lapidot.

            Berdasarkan penjelasan di atas ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dari kisah Debora ini

            dihubungkan dengan HUT Moria GBKP.

  1. Dibutuhkan Moria yang dekat dengan Allah, memiliki karuna hikmat, suka dengar-dengaran akan firman Tuhan, ramah, pintar, tekun, kuat, bijak dan cakap untuk menyelamatkan kehidupannya secara pribadi dan keluarganya dari berbagai kesulitan dan tantangan kehidupan.

Tentunya tidak semua Moria memenuhi kriteria seperti yang disebutkan diatas. Akan tetapi ketika Moria memiliki hal tersebut maka dapat dipastikan, kehadirannya tidak hanya memberi pengaruh positip tetapi juga sangat dinantikan ditengah-tengah keluarga, gereja, masyarakat dan negara. Kehadiran Moria membawa salom damai sejahtera bagi siapa saja.

(Dalam bacaan khotbah, peran Debora sangat diharapkan oleh Barak, sebagai guru spiritualnya. Bersama Debora, Barak memiliki keyakinan pasti menang melawan musuhnya)

 

  1. Moria harus bekerja keras untuk sebuah harapan mulia sehingga kemenangan dan kehormatan akan mengikutinya.

Hidup adalah perjuangan. Setiap kita sedang berupaya menjadi yang terdepan dan lebih unggul dari yang lainnya. Kita dituntut untuk menghasilkan karya-karya yang lebih kreatif dan inovatif. Akan tetapi dibalik semua karya kita, pastikan bahwa Tuhan berpihak kepada kita sehingga kita diberi kemenangan oleh Tuhan. Pastikan bahwa kita berkarya dengan jujur, benar dan adil. Pastikan bahwa kita  tidak mengasihi diri sendiri, tidak mengasihi dunia ini, melainkan semua berkat yang sudah kita terima kita pakai untuk menyatakan kasih kita kepada Tuhan.

(Sebagaimana yang kita baca dalam bacaan pertama, Sejumlah besar perempuan ikut menyertai Yesus dan melayani rombongan dengan kekayaan mereka. Moria yang sudah mengalami kebaikan dan anugerah Tuhan, dengan sukacita mengambil bagian dalam pelayanan).

 

  1. Percayalah bahwa Allah dapat melakukan banyak cara untuk melepaskan kita dari berbagai pergumulan yang datang menerpa kita.

Hidup tidak lepas dari pergumulan. Musim kehidupan selalu akan berganti seiring berjalannya waktu.  Dalam Efesus 6:12, tertulis: karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.

Seberat apapun pergumulan yang Tuhan ijinkan untuk kita lewati, percayalah bahwa Tuhan setia dan selalu siap menopang kita sehingga kita mampu melewatinya.

Firman Tuhan dalam Yesaya 41:10, berkata: janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.

(Sebagaimana TUHAN menyerahkan Sisera ke dalam tangan seorang perempuan bernama Debora (Hakim2 4:9). Tuhan memberikan kemenangan bagi Israel, bukan kerena kekuatan kereta perangnya, kemampuan prajuritnya maupun alat persenjataan yang dimilikinya. Semua karena kasih dan anugerah Tuhan)

 

  1. Moria harus siap sedia menjadi berkat melalui pendampingan bagi Moria lain baik tua maupun muda. Perbedaan latar belakang anggota Moria baik dari segi umur, Pendidikan, pekerjaan, jabatan, kemampuan, status sosial, situasi emosional dan sebagainya dapat menjadi pemicu suatu masalah dalam kehidupan dan kegiatan pelayanan Moria.

(Karena itu sebagaimana dalam teks Invocatio,  Moria (Pengurus Moria) dalam mendampingi maupun menegur Moria lainnya harus membuat pembedaan besar dengan mempertimbangkan usia, sifat, dan keadaan-keadaan lain dari orang-orang yang ditegur. Dengan demikian, orang yang lebih tua dalam hal usia atau jabatan harus diperlakukan sebagai ibu. Tegurlah dengan kasih dan  kelembutan, dengan hormat dan penuh kemurnian)

 

  1. Pergumulan yang kita hadapi kedepan tidaklah mudah, dibutuhkan sikap yang arif dan bijaksana dalam menanggapinya melalui persiapan diri yang matang dalam hikmat Tuhan.

Setiap manusia memiliki kisah hidup yang berbeda-beda dan hal itu tidak mudah untuk dijalani, sehingga dapat menggoyahkan iman mereka. Namun Tuhan sungguh baik, Ia selalu memberikan kita kekuatan dan penghiburan melalui FirmanNya seperti yang tertulis pada 2 Tawarikh 15:7 “Tetapi kamu ini, kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada upah bagi usahamu”. Meskipun kita sudah mengetahui bahwa Tuhan senantiasa mendampingi kita dikala suka dan duka, tetap saja kita sebagai manusia sering kali melupakannya dan tidak peka terhadap suaranya, maka dari itu kita perlu memiliki sikap yang benar sebagai umat Kristen untuk menghadapi masalah yang ada.

(Seperti Debora memberikan arahan kepada Barak mengenai berapa jumlah orang yang harus dikumpulkannya, yaitu 10.000 orang. Barak tidak boleh merasa khawatir bahwa jumlah ini terlalu sedikit, sebab Allah akan menyelamatkan Israel. Barak tidak bisa berbuat apa-apa tanpa kepala Debora, dan Debora pun tidak bisa berbuat apa-apa tanpa tangan Barak. Keduanya secara bersama-sama menjadi pembebas yang lengkap bagi Israel).

Tema: Ngerunggui bangsa Dibata

Melalui tema ini, jemaat belajar dari ke tiga firman Tuhan (Invocatio, bacaan pertama dan khotbah), bahwa untuk mendapatkan hasil yang terbaik bagi perjalanan kehidupan dan iman anak-anak Tuhan, semuanya perlu dimusyawarahkan (dibicarakan bersama-sama).

Di minggu Moria ini tentunya gereja mengharapkan peran serta Moria secara aktif, kreatif dan inovatif sesuai dengan talentanya masing-masing untuk berkarya:

  • - Membangun dan memajukan persekutuan kategorial Moria sehingga semakin menjadi berkat bagi sesamanya (Seperti sejumlah besar perempuan ikut menyertai Yesus dan melayani rombongan dengan kekayaan mereka).
  • - Merangkul Moria muda dan tua sehingga dapat diajak bekerjasama. (Perempuan muda dan tua yang harus dikasihi dan dihormati dengan kelembutan dan kemurnian).
  • - Memiliki kharisma sehingga kehadiran Moria memberi energi positip bagi pertumbuhan gereja kedepannya. (Seperti Debora yang dipenuhi hikmat Tuhan)

 

SELAMAT ULANG TAHUN KE 66 MORIA GBKP.

JADILAH DEBORA-DEBORA MASA KINI.

TUHAN YESUS MEMBERKATI.

Pdt Philipus Tarigan-Rg Cililitan

MINGGU 08 OKTOBER 2023, KHOTBAH EFESUS 2:11-18

Invocatio :

Kejadian. 1:26

Bacaan :

2 Raja-raja 17:33-41

Tema :

Kristus Kap Si Mpelimbarui Adat / Kristus yang Memperbaharui Adat.

 

 Pendahuluan.

Hidup bermasyarakat dan hidup bergereja, adalah dua hal yang sulit dipisahkan. Kebudayaan mempengaruhi hidup Kekristenan, sebab sebagai mahluk yang tinggal di dunia ini, manusia selalu berinteraksi dengan keluarga, orang-orang di lingkungan sekelilingnya, lingkungan pekerjaan, suku dan bangsa dengan kebiasaan dan tradisinya dimana ia dilahirkan. itu sebabnya budaya dan agama merupakan identitas yang sulit untuk dipisahkan, Kedua identitas ini diwariskan dari orang tua secara turun-temurun dan dilaksanakan dalam kehidupan bermasyarakat.

Perjumpaan antara Injil dan budaya ini sering sekali menjadi polemik di dalam praksis kehidupan berjemaat, ada pro dan kontra terhadap budaya sendiri, misalnya ada yang menolak total semua simbol dan praktek adat budaya, ada yang menerimanya dan mendikotomikan antara iman dan adat budaya, artinya tetap melakukan semua praktek adat dan membedakannya dengan praktek hidup beriman, ada juga yang melakukan transformasi ada dan budaya tersebut. Bahagian yang ketiga inilah yang paling ideal karena Gereja lebih khususnya Kristus, datang ke dunia ini dan mati di Golgota untuk membaharui hidup dan kehidupan kita, baik itu sifat, kebiasaan (kebudayaan), jati diri dan bahkan keberadaan kita sebagai bangsa yang telah jatuh kedalam dosa. Adat istiadat nenek moyang adalah adat yang bertumbuh dengan hadirnya gereja atau Kristus, karena itu adat istiadat harus diterangi oleh injil, sehingga adat itu bisa dipakai oleh orang kristen dalam terang Kristus. Kehadiran gereja harus mencampuri adat istiadat manusia, sehingga adat istiadat tersebut sudah diterangi oleh Injil yaitu adat yang tidak terpisahkan dari Injil dan menjadikan masyarakat budaya menjadi masyarakat budaya yang kristiani.

Pembahasan Teks.

Kota Efesus yang terletak di pantai Laut Tengah, menjadi ibu kota propinsi Romawi yang disebut “Asia”. Kota metropolitan ini bergaya Yunani dan menjadi pusat kebudayaan Yunani serta pusat pemujaan dewi Artemis, selain dewa-dewi yang lain, termasuk penyembahan kepada kaisar Agustus. Di kota Efesus ini bertemu berbagai aliran kepercayaan, agama, pemikiran, budaya, suku, bangsa, dan ras. Maka sebagai kota dengan berbagai bentuk keanekaragaman identitas, gesekan-gesekan sosial pun tak terhindarkan. Akibatnya masing-masing kelompok cenderung kembali kepada identitasnya, membanggakan diri dan menutup relasi dengan yang lain.

Kecenderungan tersebut merasuk masuk dalam kehidupan jemaat di Efesus pula. Maka surat ini bertujuan menanggapi suatu kecenderungan umum di dunia Yunani saat itu, tidak terkecuali orang Kristen, yaitu tendensi kepada individualisme rohani, pembentukan kelompok-kelompok kecil yang hanya terbuka bagi orang-orang yang sehaluan. Orang Yahudi hanya mau terbuka dengan sesama orang Yahudi. Begitu pula dengan etnis dan bangsa yang lain. Bahkan dalam jemaat Kristen pun, orang-orang Kristen berlatar belakang Yahudi masih membuat diferensiasi (pembedaan) diri dengan mereka yang berlatar belakang non-Yahudi.

Bagi orang-orang Yahudi, ada dinding pemisah yang tebal antara mereka dengan bangsa-bangsa lain yang dianggap kafir. Bangsa Yahudi menjadikan sunat sebagai penanda keistimewaan mereka, yang membatasi mereka dengan bangsa yang tak bersunat. Bangsa yang tidak disunat, dianggap jauh dari Allah, dan tidak mendapat bagian dari janji-janji Allah. Sedangkan orang-orang Yahudi merasa diri paling dekat dengan Allah dan mendapat bagian dalam janji-janji Allah. Orang-orang tak bersunat disebut kafir. Orang-orang kafir direndahkan, bahkan dianggap anjing (band. Matius 15:26). Orang-orang Yahudi punya kejijikan yang sangat besar terhadap mereka yang dianggap kafir.

Bahkan orang kafir dipandang hanya sebagai ciptaan yang berguna sebagai bahan bakar neraka. Orang Yahudi tidak diperbolehkan membantu seorang ibu kafir yang akan melahirkan, atau menikah dengan orang kafir, atau masuk ke rumah orang kafir, karena dianggap akan membawa kenajisan. Situasi ini menggambarkan Adanya ketidakharmonisan diantara orang Kristen Yahudi dan Non Yahudi, membuat rasul Paulus menuliskan suratnya ini pada jemaat di Efesus. Dimana orang Kristen Yahudi merasa sombong karena mereka adalah umat pilihan Allah dan mereka sangat berpegang pada Taurat dengan segala ketentuannya. Sebaliknya orang Kristen Non Yahudi yang hanyalah hasil cangkokan dan bukan umat pilihan, mereka merasa minder.

Oleh karenanya Rasul Paulus menekankan kepada jemaat : Tetapi sekarang didalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu “jauh” sudah menjadi “dekat” oleh darah Kristus. Kematian Kristus telah membuat mereka yang “jauh” menjadi “dekat”. Apa yang dilakukan oleh Kristus lewat kematian-Nya?. Kristus telah merobohkan tembok pemisah diantara mereka, yaitu Hukum Taurat dan segala ketentuannya sudah dimusnahkan dalam diri Kristus, sehingga kedua belah pihak sama-sama didamaikan didalam Kristus, dan dipersatukan dalam satu tubuh. Kematian Kristus telah mempersatukan Etnis Yahudi maupun Etnis Non Yahudi. Mereka menjadi anggota-anggota keluarga Allah. Kematian Kristus telah mempersatukan orang percaya dalam Satu tubuh, Satu Keluarga dan Satu bangunan, yang berarti berkaitan erat satu sama lain.

Renungan dan Refleksi.

  1. Budaya adalah Karunia Allah, Kebudayaan menurut Alkitab dapat dilihat dari beberapa aspeknya, yaitu: Allah memberikan manusia ‘tugas kebudayaan’ karena pada dasarnya ‘manusia memiliki gambar seorang pencipta’ (bdk. Invocario, Kej.1:26) dan manusia diberi TUGAS agar ‘menaklukkan dan memerintah bumi’ (Kej.1:28). Jadi, manusia menerima suatu mandat dari Allah dan mandat itu adalah MANDAT kebudayaan. Lebih jelas lagi disebutkan bahwa: “Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.” (Kej.2:15); di dalam Mazmur 150 kita dapat melihat bahwa TUJUAN kebudayaan yang utama adalah untuk ‘memuliakan dan mengasihi Allah, dan agar kebudayaan itu digunakan untuk melayani dan mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri’. Didalam adat dan budaya banyak sekali nilai-nilai yang sejalan dengan kehendak Allah yang tetap perlu dijaga dan dipertahankan, namun banyak juga Penyimpangan-penyimpangan didalam praktek adat dan budayai misalnya dalam peristiwa ‘Menara Babel’ dimana tujuan kebudayaan menyimpang diarahkan untuk penyembahan berhala dan kebanggaan diri/kelompok (Kej.11). Tema dosa yang merusak tujuan kebudayaan adalah ‘ingin  menjadi seperti Allah’ (Kej.3:5) dan ‘mencari nama’ (Kej.11:4). Jadi dosa telah menyimpangkan kebudayaan sehingga berpotensi  bukan saja untuk tidak memuliakan penciptanya, sebaliknya malah digunakan untuk alat meninggikan diri dan menantang Allah. Oleh karenanya tugas Gereja dan setiap orang percaya adalah menjadi terang dan menerangi praktek-praktek adat dan budaya.
  1. Kita harus Berpikir Kritis dan santun yaitu, kita akan menguji segala sesuatu dengan tujuan  supaya kita memegang yang baik, melakukannya dalam tindakan-tindakan konkrit dalam pelayanan di gereja. menerima adat dan budaya tanpa  bersifat kritis bisa menjadi penyembahan berhala. Ada kebudayaan yang harus ditolak, tetapi ada juga yang dapat diterima karena tidak bertentangan dengan Alkitab, perlu di ingat apa yang ada di dalam Alkitab juga tidak terlepas dari tradisi di zaman Alkitab tersebut. Beriman bukan dengan mengharuskan kita tinggalkan apa yang ada di dunia tetapi pakailah itu semua menjadi alat untuk memuji Tuhan sebab semua berasal dariNya. Berbudaya bukan menjadikan kita meninggalkan Tuhan dan sebaliknya tetapi segala budaya yang kurang baik  perlu ditinggalkan karena salah dan banyak hal baik perlu dilestarikan. Kemudian jangan membuat kesimpulan kalau kita belum mengerti sebenarnya dua sisi yang dipermasalahkan dan hanya memandang satu sisi saja. Dengan adanya sikap pro dan kontra terhadap adat dan budaya ini menunjukkan bahwa adat dan budaya tidak sepenuhnya benar, tetapi tidak semuanya salah. Karena itulah dianjurkan untuk bersikap selektif dan tetap waspada dalam melakukan acara adat tersebut.

Tetap memupuk kesatuan, kesatuan di dalam gereja, diantara warga jemaat harus lebih kuat dari jenis-jenis persatuan lain di luar, karena di dalam gereja, yang mengikat mereka adalah Kristus. Kehidupan jemaat mesti terus membuktikan bahwa diri mereka adalah bait Allah, tempat Allah berdiam. Artinya, gereja mesti terus-menerus menghadirkan diri sebagai komunitas yang bisa bersatu, saling menerima, membawa damai sejahtera, mengasihi. Sehingga melalui kehidupan dan kesaksian mereka, Kristus diterima dan dipercaya sebagai Tuhan dan Juruselamat. Gereja harus mewaspadai bentuk-bentuk perusak kesatuan Sadar atau tidak, tembok pemisah antara kita dengan sesama utamanya adalah ego. Ego diri yang terwujud dalam sikap merasa diri lebih baik, lebih benar, lebih suci, lebih hebat, lebih berguna dan memandang sesama lebih buruk, lebih rendah, lebih berdosa, lebih lemah, menjadi pemicu tidak adanya harmoni dan kedamaian dengan sesama. Ego etnosentris (kesukuan), yang terwujud dalam sikap fanatisme berlebihan atas suku dan budaya sendiri dan cenderung merendahkan suku dan budaya yang lain menjadi penyebab tidak adanya persatuan dalam masyarakat dan bangsa. Ego keagamaan yang yang nyata melalui sikap permusuhan terhadap agama lain. Daftar ego identitas yang lain dapat ditambahkan. Tetapi itu berarti perlu kerendahan hati untuk mengakui kekurangan diri dan segala kelemahan kita, sehingga kita tidak selalu merasa lebih dan meremehkan sesama, karena hanya akan menjadi tembok pemisah dalam hubungan sosial. Sebagaimana Allah menerima kita, kita pun mesti menerima sesama dengan segala identitasnya. Justru, semakin kita mengasihi Allah, maka semakin kita menerima sesama. Allah menerima kita tanpa membeda-bedakan, maka kita pun mesti menerima sesama tanpa pandang bulu. Kalau kita tidak mampu menerima sesama yang berbeda, itu menjadi bukti bahwa kita bukan warga gereja. Gereja yang sejati mesti inklusif (terbuka)  menerima siapa pun.

Pdt Togu Persadan Munthe

MINGGU 01 OKTOBER 2023, KHOTBAH IBRANI 9:1-8

Invocatio :

“Sebab cinta untuk rumahMu menghanguskan aku, dan kata-kata yang mencela Engkau menimpa aku.”(Mazmur 69:10)

Ogen :

Hagai 2:1-9 (T)

Tema :

Rumah Doa Adalah Tempat Yang Kudus

Ada penggalan lagu rohani yang syairnya “…Jadikan aku bait suciMu yang kudus dan yang tiada bercela, jadikan aku mezbah doaMu bagi keselamatan bangsaku…” melalui lagu ini kita diajak untuk melihat dan merasakan betapa pentingnya bait suci atau mezbah doa yang sesungguhnya, untuk menyatakan kemuliaan Tuhan di tengah kehidupan. Tentunya hal ini menyangkut kesiapan ‘rumah doa’ yang dalam hal ini keberadaan hidup setiap orang percaya, juga pengadaan dan pemeliharaan fisiknya sebagai tempat persekutuan umat Allah. Keduanya adalah penting untuk bersama-sama terjaga.

Gereja diartikan sebagai diri pribadi setiap umat Tuhan sekaligus juga suatu tempat beribadah dan doa. Di dalam minggu perawatan inventaris gereja, kita memahami tentang pentingnya pertumbuhan iman setiap umat Tuhan melalui pelayanan gereja, agar setiap pribadi yang telah mengalami pertumbuhan iman pun, membuahkan sikap yang mau dan bersedia membangun, merawat, menjaga gereja sebagai bangunannya dan memperhatikan setiap kebutuhannya dalam keadaan baik. Penting sekali terlebih dahulu kita memahami bahwa Rumah Doa Adalah Tempat Yang Kudus. Kekudusan sangat penting dalam persekutuan dengan Tuhan, karena Tuhan adalah Allah yang Kudus. Sehingga kehidupan umatNya dan perjumpaan denganNya juga adalah kudus. Menjaga kekudusan adalah tugas setiap jemaat gereja. Lalu bagaimana kita telah membangun dan merawat gereja saat ini?

Penjelasan Teks

Ibrani 9:1-8 Surat ini ditujukan kepada orang-orang Kristen, sebagai peneguhan iman agar tetap bertahan dalam penderitaan dan tidak berpaling dari Yesus. Penulis surat Ibrani menekankan pentingnya pengenalan yang sungguh akan Yesus, sebagai Imam Yang Agung yang memimpin pada kekudusan hidup dan keselamatan, yang tentunya patut untuk dipercaya/diimani. Tuhan telah menyediakan tempat perjumpaan yang kudus denganNya yang nantinya layak menjadi bagian setiap umat yang setia kepadaNya. Namun, selama kita masih hidup tentunya tempat perjumpaan saat ini, juga harus tetap dijaga agar setiap umat semakin merindukan kehadiran Tuhan dalam hidupnya.

Yesus sebagai imam. Gambaran tugas seorang imam tidaklah asing bagi mereka, karena di dalam tradisi agama Yahudi, seorang imam memiliki peran penting dalam peribadahan. Imam besar digambarkan sebagai wakil umat dihadapan Allah, khususnya dalam hal memberi persembahan dan mengaturkan pelaksanaan juga keperluan peribadahan.

Ay 1-6 Menekankan kembali bagaimana pentingnya tempat perjumpaan dengan Allah yang kudus, dalam ibadah seperti perjanjian yang pertama. Sejak Israel membangun Kemah Suci di zaman Musa sebagai tempat umat berjumpa dengan Allah, semua sudah dirancang dalam inisiatif Allah sendiri dan diaturkan sedemikian rupa. Walaupun bangunan dan perkakasnya buatan manusia, tapi arti kekudusannya penting untuk terus dijaga, karena ibadah melibatkan kehadiran Allah. Sehingga segala sesuatu yang diperlukan untuk peribadahan juga harus diperhatikan. Seperti pada Kemah Perjumpaan, disediakan kaki dian, meja roti sajian, mezmah bakaran, tempat tabut perjanjian, buli-buli berisi manna, tempat tongkat Harus dsb. Ruang-ruang didalamnya pun diaturkan batasnya dan fungsinya yang dibedakan dengan tirai penutup.

Semua ini bertujuan agar umat memahami bahwa setiap hal dalam ibadah, bertujuan untuk merasakan berharganya perjumpaan antara umat dan Allah. Sehingga segala sesuatunya harus dipersiapkan dengan baik (termasuk hati yang mempersiapkannya dan keperluan pendukung lainnya)

Ay 7-10 Kemah Perjumpaan adalah tempat kudus dan suci. Peribadahan yang dilakukan pun tidak dapat sembarangan dan sekedar saja. Para imam yang bertugas mengaturkannya pun, tidak bisa sesuka hati untuk masuk ke dalamnya. Orang Israel sebagai umat dapat masuk sampai ruangan paling luar dari kemah pertemuan, untuk memberikan persembahan mereka kepada para imam. Seorang imam biasa dapat masuk hingga ruang depan yaitu ruang kudus. Sedangkan yang dapat masuk ke ruang Maha Kudus tempat dimana Allah berkenan hadir, hanya seorang Imam Besar. Itu pun kesempatan sekali dalam setahun.

Batasan-batasan ini punya makna yang dalam. Walaupun bangsa Israel adalah umat pilihan Tuhan, mereka juga tidak serta merta terbebas dari dosa. Seorang Imam Besar pun tidak dapat masuk keruang Maha Kudus tanpa keperluan membawa darah persembahan (ay 7), karena persembahan korban bakaran sebagai lambang penyucian dosa yang sementara bagi dirinya sendiri mau pun bangsa Israel.

Lebih dalam lagi, penulis surat Ibrani ingin memberikan pengertian tentang Kristus sebagai Imam Besar yang akan datang bagi kita semua dalam perjanjian yang baru (ay 11). Yesus Kristus adalah kurban yang Agung sehingga melalui Dia umat menerima pengampunan dan pengudusan yang sempurna. Karena itulah perjumpaan dengan Yesus menjadi istimewa bagi setiap orang percaya. Termasuk dalam ibadah dan tempat perjumpaannya.

Penulis Ibrani menunjukkan bagaimana Bait Allah berguna sebagai tempat beribadah dan perjumpaan yang Kudus. Tetapi semua itu tidak dapat menyucikan diri kita sebagai manusia berdosa. Seperti perbedaan antara membilas dan mencuci piring. Kedua kegiatan itu melibatkan air, tetapi mencuci melibatkan unsur lain, yaitu sabun. Piring yang hanya dibilas mungkin terlihat bersih, tetapi belum layak untuk dipakai. Harus dicuci dulu kemudian dibilas. Analogi itu menggambarkan fungsi Bait Allah dalam peribadahan, menjadikan kita bersih, namun akan menjadi layak jika didalamnya terjadi perjumpaan dengan Yesus yang sungguh.

Ibadah yang dilakukan manusia bisa saja terdapat kekurangan. Pengadaan dan perawatan berbagai sarana dan prasarananya pun pasti ada kelemahannya. Namun itu semua tidak menjadi alasan untuk melakukan ibadah dengan sembarangan. Ibadah yang dikerjakan manusia memang bukan kesempurnaan akhir, karena Yesus Kristus sebagai Imam Besar yang akan menyempurnakannya. Tetapi tetap diperlukan setiap aturan dan ketentuan yang berlaku dalam mendukung berjalannya ibadah, sebagai bukti kesungguhan hati kita percaya dan berbakti kepada Allah.

Hagai 2:1-9 Kitab Hagai merupakan peringatan yang disampaikan kepada seluruh bangsa Yehuda paska pembuangan. Setelah kembali menetap di Yehuda, mereka tidak langsung membangun reruntuhan Bait Allah yang telah dihancurkan saat peperangan. Bertahun-tahun lamanya mereka diam dan tidak memperhatikan pentingnya tempat perjumpaan antara umat dengan Allah, karena sibuk dengan kehidupan masing-masing. Sehingga Nabi Hagai menekankan akan pentingnya Bait Suci sebagai tempat perjumpaan dan wujud kehadiran Tuhan diantara mereka. Tanpa kehidupan iman dan kesungguhan beribadah tentunya mereka kehilangan arti berkat-berkat Tuhan. Padahal kepulangan mereka ke Yehuda dan perjalanan kehidupan mereka adalah pemberian Tuhan. Nabi Hagai memberikan teguran agar kembali mengutamakan ketaatan kepada Tuhan melalui pembangunan Bait Suci.

Walaupun tidak mudah untuk melanjutkan pekerjaan itu, tetapi Hagai memberitakan tentang janji Tuhan, bahwa penyertaan dalam RohNya adalah tetap. Sehingga umat Tuhan tidak perlu takut (ay 5). Dalam kemuliaan dan kuasa Tuhan, segala sesuatu dapat dibaharuiNya. Tuhan menjamini apa yang diperlukan umatNya untuk beribadah kepadaNya karena semesta ini pun adalah kepunyaanNya (ay 6-8). Dalam hal ini kita pun dapat memahami bahwa dalam membangun tempat perjumpaan yang kudus di dalam Tuhan, umatNya harus bersatu hati. Karena tugas yang sesungguhnya bukan hanya untuk membangun fisiknya saja tetapi juga membangun kerinduan akan pentingnya tempat perjumpaan untuk beribadah dan berdoa kepada Tuhan. Dalam kebersamaannya masing-masing dapat meneguhkan kembali panggilan sebagai umat Tuhan.

APLIKASI

Gereja tempat perjumpaan umat dengan Tuhan yang terjadi dan terlihat bagi dunia ini. Sehingga sebagai orang yang percaya kepada Kristus kita adalah anggota gereja yang harus menjaga kesungguhan bakti kepada Tuhan dan meneguhkan semangat pembangunan dalam rumah Tuhan yang kudus. Untuk dapat melakukan peribadahan yang sungguh, tidak dapat dibandingkan atau ditentukan hanya oleh mewahnya perkakas ibadah atau keindahan bangunan gereja yang digunakan. Karena bukan itu yang menentukan kekudusan peribadahan. Melainkan kesungguhan hati dan fokus dalam melaksanakannya dihadapan Tuhan.

Namun sebagai pendukung ibadah yang baik, seluruh keperluannya tetap penting untuk disediakan, dijaga dan dirawat. Diberlakukan aturan dan disiplinnya. Agar setiap kali kita sebagai umat Tuhan berjumpa dalam ibadah, kita semakin merasakan kehadiran Tuhan, tidak sembrono dan memandang sepele arti ibadah. Maka seseorang yang mengerti dan mengalami ibadah yang sungguh, pasti tidak enggan untuk memberi diri memperhatikan segala kebutuhan ibadahnya.

Belajar dari pesan Tuhan melalui jemaat pembaca surat Ibrani juga semangat yang dibangkitkan Hagai bagi umat Tuhan, maka kita pun harus merindukan persekutuan yang indah dengan Tuhan dan sesama umatNya di dalam gereja. Walaupun realitanya masih banyak kendala yang dihadapi dalam pembangunan dan perawatan gereja, misalnya kurangnya SDM yang peduli dan mau ambil bagian, kebutuhan biaya yang cukup besar untuk pengadaan dan perawatan rutin gereja agar layak pakai, tantangan dari keamanan dan kenyamanan gereja, bisa juga karena perpecahan dalam jemaat yang menyulitkan fokus memperhatikan gereja juga tantangan yang datang dari sulitnya izin membangun dan izin beribadah dsb.

Kita percaya, seperti kerinduan Daud akan rumah Tuhan semakin menggebu-gebu terlebih karena begitu banyak musuh-musuh dan tantangan yang dihadapinya (bdk Invocatio), Daud tidak surut dalam kesungguhan hatinya untuk terus percaya akan penyertaan Tuhan. Juga seperti jaminan yang Tuhan janjikan bagi bangsa Yehuda untuk memnangun kembali bait suci, janji itu juga menjadi bagian kita. Tuhan akan menyertai dan tidak akan membiarkan rumahNya yang kudus hancur. Oleh sebab itu bangunlah semangat untuk turut memperhatikan gereja. Karena inilah wadah pertumbuhan iman kita. Amin.

Pdt Deci Kinita Br Sembiring-Rg Studio Alam

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD