MINGGU 17 SEPTEMBER 2023, KHTOBAH FILIPI 1:12-17

Invocatio

: Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan (Ams. 4:23).

Ogen

: 1 Raja-raja 11:26-39 (Responsoria)

Tema

: Setiap saat Memberitakan Kabar Baik (Katawari Pe Meritaken Berita Si Meriah)

 

1. Pendahuluan

Minggu ini merupakan minggu yang ke-XV setelah Trinitas, dan minggu ini kita diingatkan kembali mengenai HUT Permata GBKP yang ke 75 tahun. Ulang tahun yang ke-75 merupakan lambang kemuliaan dan keabadian. Kehadiran Permata merupakan tanda kasih setia Allah terhadap kesinambungan gerejaNya di tengah-tengah dunia ini. Umur 75 tahun ini disebut Diamond (berlian). Di umur yang ke 75 ini diharapkan Permata dapat menjadi seperti berlian: semakin bersinar, berharga, dan semakin bernilai. Sifat berlian menggambarkan keteguhan yang diberikan untuk bisa menghadapi berbagai kesulitan hidup, semakin matang dalam mengelola dan menghadapi permasalahan dalam kehidupannya. Bertambah umur semestinya mampu untuk berbuat dan mempersiapkan diri dalam memahami panggilan Tri Tugas Gereja yaitu bersaksi, bersekutu dan melayani begitupula agar permata GBKP dapat mewujudnyatakan kehendak Allah di tengah-tengah gereja, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

2. Pendalaman Teks

Khotbah, Di dalam Kitab Kisah Para Rasul menjelaskan bahwa Filipi merupakan kota yang pertama sekali dikunjungi oleh Rasul Paulus setelah ia menyebrang dari Asia kecil menuju Eropa tenggara (bnd. Kis. 16:11-12). Filipi ini merupakan kota penting di Makedonia dan berada diujung timur dari jalur utama yang dinamakan jalur egnasia. Jalur ini biasanya dipakai oleh para pedagang dan pasukan Romawi untuk membawa barang dan perlengkapan dari wilayah timur. Surat Filipi ini termasuk kelompok surat Paulus yang disebut surat-surat dari penjara yang termasuk diantaranya Efesus, Kolose dan Filemon, karena surat ini ditulis oleh Paulus dari penjara. Dalam perikop ini bercerita tentang kesaksian Paulus dalam penjara dan nasihat supaya tetap berjuang dalam pemberitaan Injil.

Paulus mengetahui keprihatinan jemaat yang ada di Filipi atas dirinya atas pemenjaraan yang dialaminya. Itulah sebabnya, seperti kebanyakan surat yang ditulis Paulus, Rasul ini merasa perlu untuk memberitahukan keadaan dirinya. Paulus pun memberitahukan kabar baik untuk mereka. Di mana Paulus menceritakan tentang pemenjaraannya justru membawa kebaikan untuk kemajuan Injil. Di mana Kristus diberitakan di dalam penjara itu sendiri dan banyak yang percaya kepada Kristus dan bahkan memberikan dorongan yang kuat kepada setiap yang mendengar berita tentang Paulus. Di dalam kehidupan kita pun kalau kita sudah sangat menyayangi seseorang, apapun juga akan rela diberikan bahkan nyawa sekalipun. Inilah sikap Paulus terhadap Injil Yesus Kristus. Demi Injil, ia rela melakukan apa saja dan menderita karena Kristus. Apa pun yang terjadi tidak lagi penting baginya asalkan Kristus yang diberitakan.

Dalam bahasa Yunani prokope (kemajuan) yang dikatakan di dalam ayat 12 itu berasal dari sebuah kata kerja yang semula dipakai untuk seorang perintis yang dengan gigih membuka lahan baru. Pauluslah yang menulis surat Filipi dan jelas ditujukan kepada jemaat Filipi jadi artinya jemaat Filipi merupakan lahan baru bagi Paulus dan kemajuan itu mengalami dua arah. Yang pertama, penahanan Paulus diketahui banyak orang karena pemenjaraan Paulus oleh Kristus dimana banyak orang itu mencakup semua kalangan. Yang kedua, penahanan Paulus justru menjadi sumber dorongan bagi rekan-rekan Kristennya untuk mewartakan Kabar baik itu tanpa ada rasa takut lagi. Berdasarkan ayat ini Paulus tidak membicarakan penderitaan-penderitaannya. Karena dalam kalimat “apa yang terjadi atasku ini” ini sesungguhnya terkandung semua yang dirasakan oleh seorang yang dahulu bebas berkelana untuk memberitakan Injil, sekarang ditahan dan sangat mungkin dirantai siang dan malam. Dengan semua yang dialami justru mengakibatkan kemajuan Injil. Karena Rasul Paulus sangat meng-inginkan jemaat Filipi mengerti sepenuhnya bahwa penderitaan yang ia alami bukan suatu hukuman atas Paulus, tetapi penderitaan itu Tuhan pakai untuk mengabarkan Injil sehingga Injil tersebut mengalami kemajuan.

Ketika Paulus mengatakan kebanyakan saudara dalam Tuhan (ay. 14) sesungguhnya ini lebih mengacu kepada istilah dalam Tuhan yang menggambarkan suasana keyakinan sendiri bukan hanya sebatas sifat dari saudara. Di mana timbulnya keyakinan itu karena pemenjaraan Paulus sendiri yang membawa mereka untuk lebih berani lagi dalam memberitakan firman Allah. Paulus mampu menginspirasi jemaat Filipi dan menyadarkan jemaat Filipi bahwa setiap orang yang sudah percaya dan mau hidup di dalam Kristus harus sadar bahwa hidup atau mati ini semuanya hanya berfokus kepada Kristus. Dampak dari pemenjaraan Paulus tidak hanya dirasakan seluruh pengawal istana (ay.13) tetapi juga orang Kristen pada masa itu turut merasakan dampak dari maksud Tuhan atas hidup Paulus. Karena dengan apa yang dialami Paulus, berdasarkan ayat ini jelas dibuktikan bahwa banyak juga orang Kristen yang berani berkata-kata tentang firman Allah tanpa ada rasa takut. Kepercayaan yang penuh kepada Tuhan memberikan keberanian untuk menyampaikan kebenaran Kabar baik.

Dalam Perikop ini, Paulus memberitakan Kristus dengan sepenuh hati, tetapi ada saja orang yang yang menolak, melawan, dan mengolok-olok Kristus. Pada ayat 15a, 17 dijelaskan memberitakan Injil dengan maksud yang tidak baik. Ayat 15a dikatakan “ada orang yang memberitakan Kristus karena dengki dan perselisihan” dijelaskan bahwa Kristus sudah dikhotbahkan ataupun pesan tentang Kristus yang diberitakan, akan tetapi dibalik kabar baik ini, selalu ada juga cerita yang tidak begitu baik terkait dalam proses pemberitaan yaitu adanya motivasi yang salah atas pemberitaan Kristus itu sendiri. Adanya dengki (orang yang tidak mau melihat orang lain beruntung atau berbahagia (senang melihat orang susah)) dan terjadi perselisihan. Orang-orang yang melakukan itu merupakan orang-orang yang tidak sungguh-sungguh mengasihi Allah. Orang yang memiliki dengki itu adalah mereka yang ingin melawan Paulus karena cemburu atas pengaruh Paulus. Harapan mereka agar Paulus merasa sakit hati ataupun menyadari bahwa Paulus ada saingan, tetapi pada nyatanya sakit hati tersebut tidak pernah ada dalam pikiran Paulus. Memberitakan Kristus atas dasar perselisihan merupakan tindakan yang salah, karena itu bukan untuk memuliakan Tuhan tetapi merujuk kepada kepentingan diri sendiri dan tidak ikhlas (ay. 17). Dengan harapan supaya hukuman Paulus semakin diperberat, akan tetapi nyata tidak.

Pada ayat 15b, 16 dijelaskan “tetapi ada pula yang memberitakan-Nya dengan maksud baik. Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, sebab mereka tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela Injil.” Maksud yang baik dalam bahasa Yunaninya adalah eudokian yang artinya adalah dengan kemauan sendiri, bebas, tidak dipaksa. Itu artinya orang-orang itu memberitakan Injil bukan karena ada unsur paksaan dari Paulus, tetapi karena adanya kesadaran sendiri. Hal itu bisa terjadi karena ada dampak yang luar biasa dari apa yang Paulus lakukan terkait dalam hal pemberitaan Injil. Jika dilihat dari ayat 16 yang mengatakan “mereka memberitakan Kristus karena kasih”, Kata kasih tersebut dapat diartikan kasih agape karena adanya rasa persaudaraan yang kuat di antara mereka terhadap Paulus. Kasih yang mereka miliki adalah sebuah kasih yang begitu dalam terhadap Paulus terhadap apa yang Paulus lakukan dalam hal pembelaan Injil. Sehingga mereka juga turut merasa perlu untuk membela berita Injil itu. Kesengsaraan, kesulitan bahkan penganiayaan sekalipun justru menimbulkan ketekunan yang menunjukkan sikap bermegah kepada Tuhan. Paulus menyampaikan bahwa atas segala yang terjadi di dalam hidupnya tidak menjadi masalah atasnya, melainkan kisah hidupnya menjadi alasan untuk jemaat Filipi semakin semangat dalam memberitakan kabar baik.

Bacaan pertama dari 1 Raja-raja berbicara mengenai Yerobeam. Yerobeam ini merupakan seorang pemuda yang sungguh rajin bekerja, seseorang yang peduli terhadap urusannya, menikmati pekerjaannya, dan mengerjakannya dengan segenap kekuatannya. Oleh sebab itulah, Salomo menyerahkan suatu tanggung jawab yang cukup penting kepadanya, menjadikannya penanggung jawab atas dua suku Efraim dan Manasye (setara dengan wakil raja atas kedua daerah tersebut). Dengan tanda sepuluh potong robekan jubah baru nabi Ahia, Yerobeam menerima nubuat bahwa ia akan menjadi raja Israel kelak. Ia akan memimpin sepuluh suku Israel, sementara satu suku yang lain akan dipimpin oleh keturunan Salomo sendiri. Itu pun karena Allah mengingat Daud, ayah Salomo (ayat 31-32, 35-36). Lalu Ahia memberitahukan penyebab terpilihnya Yerobeam menjadi raja, yaitu sebagai hukuman karena Salomo telah jatuh ke dalam penyembahan berhala (33). Hal itu kemudian menjadi bahan peringatan bagi Yerobeam sendiri agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Allah berjanji akan meneguhkan dinasti Yerobeam, jika ia melakukan apa yang benar di mata Tuhan (38). Dengan demikian terlihat bahwa sosok Salomo yang memiliki kualifikasi yang sangat tinggi, ternyata dinilai tidak sukses di mata Tuhan. Karena kesuksesan berdasarkan sudut pandang Tuhan terjadi bukan karena orang memiliki hikmat saja, melainkan bagaimana ia hidup berhikmat di dalam takut akan Tuhan.

Invocatio dari Amsal 4:23 berbicara mengenai nasihat untuk menjaga hati supaya tidak melukai dan dilukai, begitupula supaya tidak dicemari dosa. Sumber pusat kehidupan berasal dari hati. Hati sangat berperan penting dalam hidup kita. Hati menjadi tempat menyimpan segala sesuatu yang akan dilakukan, apapun yang kita pikirkan semua berasal dari hati terlebih dahulu. Hati ibarat sumber mata air, bila sumbernya kotor, maka kotorlah airnya, namun bila sumbernya bersih, maka bersihlah airnya. Dengan hati yang bersih itulah kita bisa mendekati Allah karena hati kita tidak lagi berisi hal-hal yang jahat tetapi penuh dengan iman yang teguh dan ketulusan. Apapun yang ada dalam hati kita akan terlihat jelas dari cara, gaya dan sikap hidup kita. Dan itu akan sangat menentukan kemana kita akan pergi kelak. Itulah sebabnya selaku anak muda terkhususnya diingatkan untuk menjaga hati dengan segala kewaspadaan.

Melalui ketiga nats ini dapat ditarik intinya bahwa tugas memberitakan kabar baik tidak hanya kalau sudah sekolah pendeta ataupun jadi hamba Tuhan, tetapi itu tugas semua orang yang beriman, yang percaya kepada Tuhan dan takut akan Tuhan. Dengan hati yang tulus beritakanlah kabar baik setiap saat.  

3. Aplikasi

  • Tema : “Setiap Saat Memberitakan Kabar Baik”. Kata setiap saat berarti setiap hari harus siap sedialah. Baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah Kabar Baik tentang kebenaran Firman Tuhan itu dengan segala kesabaran dan pengajaran. Memberitakan kabar baik itu bukan sebuah pilihan, tetapi keharusan bagi setiap orang. Seperti Paulus ketika dia di dalam penjara sekalipun dia tetap memberitakan kabar baik. Panggilan pelayanan Tuhan dalam memberitakan kabar baik dalam hidup kita harus lahir dari dasar hubungan pribadi dengan Tuhan, kemudian disambut dengan kerelaan, iman keberanian, ketabahan, ketekunan menanggung beban pelayanan termasuk segala persiapan yang diperlukan untuk menjadikan panggilan pelayanan yang bertanggung jawab. Gereja mempunyai tugas untuk menyaksikan siapa Tuhannya (Marturia/Bersaksi). Seluruh kehidupan anak Tuhan harus menyaksikan Tuhannya melalui ketaatannya kepada perintah Tuhan. Inilah kesaksian yang harus dinyatakan gereja, mengakui dengan mulut dan perbuatan siapa Tuhannya yang sesungguhnya. Sebagai Ciptaan Tuhan, dalam persekutuan kita dengan Yesus Kristus, diciptakanNya kita untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik yang telah direncanakan Tuhan, mari kita lakukanlah memberitakan kabar baik itu (Efesus 2:10).
  • Pemuda adalah tonggak penting. Sebagai anak muda (Permata) di gereja harus ikut berperan aktif dalam memberitakan kabar baik. Tokoh Alkitab yang sudah memberitakan kabar baik sejak masa muda nya yaitu Timotius. Timotius ini sejak bayi sudah diajarkan oleh ibu nya tentang tulisan-tulisan kudus (2 Timotius 3:15), dari pengajaran itulah Timotius belajar memberitakan kabar baik tentang Yesus Kristus. Walaupun masih muda, bukan sebagai penghalang bagi anak muda untuk dapat berkarya bagi gereja, anak muda dapat dilatih oleh gereja untuk memulai memegang tanggung jawab dalam melayani dalam pelayanan ibadah gereja, karena anak muda adalah penerus-penerus gereja. Anak muda harus menjadi pelopor tewujudnya “Shalom Allah” di muka bumi ini. Paulus juga mengajarkan bahwa kita harus tetap menjadi teladan bagi orang percaya melalui kasih, tingkah laku, kesetiaan, serta kesucian dalam kristus.

 

Det. Holisane Angela Br Keliat, S.Th-GBKP Perpulungen Cirebon Runggun Tambun

MINGGU 10 SEPTEMBER 2023, KHOTBAH PENGERANA 11:1-8

Invocatio  :

Sabap merangap nandangi duit eme sumbul kerina kejahaten. Enggo lit piga-piga kalak si merangap nandangi duit lanai tetp i bas kiniteken janah gukut ukurna ibahan erbage-bage kecedan ate (1 Tim 6:10)

Ogen  :

Lukas 5:1-6

Thema  :

Perbahanen kalak Pentar

 

 

PENDAHULUAN

Saudara-saudari terkasih dalam Yesus Kristus.. Ada seorang remaja bernama Salik yang berasal dari Kamboja dimana perjuangan hidupnya sangat menginspirasi banyak orang melalui sebuah postingan yang viral di media sosial. Kisahnya dimulai dengan kesulitan dan kemiskinan yang dialami orangtua Salik, bahkan mereka pun tinggal di sebuah daerah termiskin yang ada di Kamboja. Karena terhimpit kesulitan hidup, alih-alih pergi bersekolah Salik justru berjualan cendera mata di jalanan kepada turis-turis asing yang berkunjung ke daerahnya. Didesak kebutuhan hidup yang harus dipenuhi, Salik menemukan sebuah cara untuk menolong dia menjadi penjual cendera mata yang laris. Perlahan-lahan Salik belajar berbagai bahasa asing sampai akhirnya dia berhasil menguasai dengan baik 12 bahasa asing sekaligus. Hebatnya, bahasa-bahasa tersebut ia kuasai dengan belajar mandiri, tanpa tuntunan dari guru/sekolah formal. Dia berinisiatif belajar sebuah kata baru dari setiap turis yang dia jumpai ketika berjualan. Suatu ketika, ada seorang turis yang melihat bakatnya, lalu membuat sebuah video tentang Salik. Ketika video tersebut dilihat oleh orang banyak, kehidupan Salik pun mengalami sebuah titik balik yang luar biasa. Banyak orang yang mengulurkan tangan menolong dia, bahkan sampai menawarkan beasiswa ke sekolah terkenal di Cina. Bila kemarin dia hanya seorang remaja yang berkeliaran di jalanan dengan rasa penuh khawatir karena hidup keluarganya bergantung pada hasil menjual cendera mata, hari ini dia sedang menimba ilmu penuh dengan sukacita dan gembira menuju sebuah masa depan yang cerah. Karena ketekunannya yang pantang menyerah, dia memperoleh kesempatan untuk merubah kehidupannya dan hidup keluarganya melalui pendidikan yang sedang dia jalani. Saudara terkasih, bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi jika dalam kesulitannya, Salik menjadi tawar hati akan hidupnya dan merasa tak ada yang bisa diperbuat atas kesusahannya? Tentu tidak akan pernah ada kesempatan bagi dia untuk keluar dari kemiskinan yang mencengkeram keluarganya bertahun-tahun. Saudara/i terkasih, dalam menjalani kehidupan kita sama seperti Salik banyak tantangan yang dihadapi dalam menata dan mencukupkan kehidupan kita. Tetapi firman Tuhan hari ini mengajar kita menjadi berhikmat dalam pekerjaan kita sehingga kita memiliki keberanian untuk terus mengerjakannya dan mengalami pertolongan Tuhan di tengah berbagai kesulitan. Pertolongan Tuhan yang membuat kita mengalami kuasa-Nya dalam kehidupan sehari-hari.

ISI KHOTBAH

Jemaat Tuhan yang terkasih, pada umumnya, kitab Pengkhotbah dikenal sebagai kitab yang berbicara tentang kesia-siaan. Lalu karena itu penulisnya dicap sebagai orang yang pesimis. Seolah-olah semua yang ada di dunia ini akan berakhir sia-sia. Padahal sebenarnya tidak begitu. Pdt. Eka Darmaputera menyebut kitab Pengkhotbah sebagai kitab kehidupan. Itu karena kitab Pengkhotbah berbicara tentang hidup dengan bijaksana dan berhikmat. Bukan hidup yang terjadi di akhir zaman, melainkan hidup saat ini di dunia. Buku kumpulan Pemahaman Alkitab tentang kitab Pengkhotbah yang ditulisnya berjudul “Merayakan Hidup”. Oleh karena semua yang hidup pasti akan mati maka kehidupan mesti dirayakan. Salah satu caranya adalah dengan memiliki etos kerja yang sesuai kehendak Tuhan yakni:

  1. Berani untuk terus berusaha; Jangan hanya diam dan menunggu kesempatan yang ideal untuk melakukan pekerjaan. Siapa yang senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa yang senantiasa melihat awan tidak akan menuai. Walaupun dalam bekerja/ berusaha kita menyadari resiko-resiko yang muncul, tetapi baiklah kita tidak berhenti dan terus melanjutkan bekerja dengan harapan bahwa masa depan kita ada dalam tangan Tuhan. Karena itu kita memiliki bahan bakar pengharapan yang menguatkan kita mengerjakan bagian-bagian kita dalam pekerjaan dan hidup. Mereka yang selalu kuatir dan takut pada persoalan-persoalan yang akan terjadi, akhirnya tidak berbuat apa-apa, tidak menabur apa-apa sehingga tidak akan menuai apa-apa.
  2. Melakukan inovasi/investasi Milikilah kepercayaan dan kesabaran! Akan ada waktunya kita akan melihat panen. Di suatu hari kita akan melihat berkat dari apa yang kita lakukan sekarang. Meskipun kita tahu bahwa pekerjaan kita tidak lepas dari masalah dan pergumulan. Dalam bekerja kita tentu perlu melakukan pertimbangan, observasi, perhitungan yang baik untuk menunjang pekerjaan kita. Lihatlah potensi yang Tuhan berikan di sekitar kita. Akan ada hari di mana kita akan dikejutkan kalau mereka kembali dengan hasil yang luar biasa’. (bdk. Ay. 1)

Kalau kita melihat kepada bahan pembacaan kita Lukas 5:1-6 disana kita juga belajar bagaimana inovasi yang dilakukan oleh Simon dan rekan-rekannya. Ketika mereka gagal menangkap ikan, mereka memfokuskan diri pada perintah Tuhan yang menyuruh mereka bertolak lebih dalam. Ketika mereka melakukan perintah itu mereka berinovasi dengan: bekerja melewati batas-batas kelompok (mereka memanggil teman yang ada di perahu lain untuk menolong mereka), mereka bekerja melewati batas logika sebab mereka telah bekerja sepanjang malam ketika Yesus meminta mereka melakukan cara lain untuk mendapat ikan dan cara itu terbukti berhasil. Mereka juga bekerja melewati batas kebiasaan dimana mereka yang biasanya tidak menangkap ikan di tempat yang dalam diperintahkan untuk bertolak lebih dalam lagi. Selain itu mereka bekerja melewati batas kapasitas dimana mereka mendengarkan perintah Yesus yang hidupnya berbeda dengan Simon dan rekan-rekannya yang akrab dengan profesi sebagai nelayan. Sesungguhnya tidak ada orang yang hebat tapi kita memiliki Allah yang hebat. Kita lakukan segala sesuatu dengan memberikan yang terbaik, bukan hanya yang baik lalu jadilah taat dan Tuhan akan membuka pintu kemungkinan dan berkat bagi kita.

  1. Bekerja dengan rajin; Ayat 5-6 mengatakan banyak hal yang tidak kita ketahui dalam hidup ini. Kita tidak tahu jalannya angin, kita tidak tahu rahim seorang perempuan yg mengandung. Taburkan benih pagi-pagi, karena kita tidak tahu mana yang akan berhasil. Mungkin keduanya sama-sama berhasil, atau sama-sama gagal, atau 1 berhasil 1 gagal. Tugas kita adalah mengerjakan bagian kita, sementara Tuhan yang memberi pertumbuhan. Bagian ini merupakan nasehat agar kita mengerjakan semua pekerjaan yang dijumpai. Pengerjaannya pun bukan dengan asal-asalan melainkan sekuat tenaga. Untuk itu pertimbangan, pengetahuan dan hikmat mesti digunakan. Jadi bekerja harus sungguh-sungguh, harus pakai empat “kartus As”: kerja kerAs, kerja cerdAs, kerja IkhlAs dan kerja tuntAs.
  2. Memakai waktu dan kesempatan dengan baik. Semua yang ada di bawah kolong langit ada batasannya. Sebab itu, nikmatilah hidup yang Tuhan berikan di dalam takut akan Tuhan. Nikmati dan jalani sebab umur yang Tuhan berikan itu terbatas karena manusia hidup di bawah bayang-bayang maut. Sadari hidup dan kesempatan yang Tuhan anugerahkan dengan sungguh-sungguh dan penuh, sebagai tanggungjawab kita kepada Allah dan kepada sesama kita.

PENUTUP

Orang yang berhikmat akan menyadari bahwa kesuksesan bukan hanya hasil kerja keras kita semata tetapi merupakan anugerah Tuhan. Manusia tidak dapat mengklaim kesuksesan sebagai hasil upayanya semata-mata sebab campur tangan Tuhanlah yang membawa kesuksesan. Invocatio kita pada 1 Tim. 6:10 mengingatkan kita bagaimana bahaya cinta akan uang membuat orang-orangpada akhirnya melupakan Tuhan dan mendewakan uang atau menjadikan uang sebagai tuhan mereka. Memiliki materi berlimpah sepertinya akan memberikan kebahagiaan, kepuasan, kebanggaan dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, mereka selalu mendewakan uang terlebih dulu daripada Kristus. Tidak sedikit orang yang rela kehilangan imannya demi mendapatkan tujuan kecukupan materi yang diinginkannya. Bahkan mereka memanfaatkan ayat-ayat Alkitab untuk menipu sesamanya. Karena itu tujuan kita dalam bekerja bukan demi materi semata-mata tetapi bagaimana lewat pekerjaan / upaya kita Tuhan semakin dimuliakan dan kita dipakai sebagai saluran berkat bagi sesama. Dalam bekerja/ berusaha kita juga perlu mengingat bahwa tidak semua hal dapat berjalan sesuai rencana dan harapan kita. Kata-kata Calvin dalam buku Institutio hal. 153-154 penting untuk kembali dikutip: “…kita tidak berlari dengan cara-cara yang tidak diizinkan, dengan tipu muslihat dan kelicikan atau dengan nafsu tamak kita, untuk memburu kekayaan dan mengejar kehormatan dengan merugikan sesama kita. Tetapi, kita hanya mencari harta yang tidak menyimpangkan kita dari kesucian hati. Kita akan dipasangi kekang, supaya kita tidak terbawa oleh nafsu yang keterlaluan akan kekayaan, dan tidak dengan penuh ambisi mendambakan kehormatan. Dan berkat hal itu, kesabaran kita tidak akan hilang jika segala perkara tidak berjalan sesuai dengan keinginan atau harapan kita.”

Yang ingin Calvin katakan adalah orang Kristen mesti terus-menerus melatih diri agar siap menerima semua keputusan Tuhan. Sebab hanya dengan demikian orang Kristen dapat terus bekerja bersama Tuhan. Ingat, kerja itu panggilan. Karena ituorang Kristen harus bekerja sungguh-sungguh, apapun profesinya. Mengenai hasilnya, serahkan kepada keputusan Tuhan. Kalaupun di dalam prosesnya ada hal-hal yang terjadi di luar harapan, tetaplah sabar sambil terus mencari tahu kehendak Tuhan untuk dijalani.

 

Pdt. Eden P. Funu-tarigan, S.Si (Teol)

MINGGU 03 SEPTEMBER 2023, KHOTBAH ROMA 13:8-14

Invocatio :

Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi

(Mat. 7:12)

Bacaan :

Yesaya 43:10-13

Thema:

Menolong Sesama Dengan Kasih

1. Pendahuluan

Kita hidup di dalam dunia yang isinya adalah manusia yang beragam, beragam latar belakang, pilihan politik, pendidikan, agama, dll. Boleh dikatakan kita hidup di dalam rumah yang sama. Rumah ini kita katakan Indonesia. Kita sama-sama adalah warga dari satu negara yang sama. Punya falsafah yang sama. Punya mimpi yang sama. Tentu saja tinggal bersama di dalam satu rumah itu tidaklah gampang. Perkara sepele saja bisa cekcok. Padahal jiwa yang sehat mencari kedamaian. Oleh sebab itu, tiap penghuni rumah itu punya andil merawat hubungan tenggang rasa dan kerja sama. Tanpa menunggu pihak lain, pihak kita mulai berusaha hidup damai. Beginilah kebinekaan itu, dan tentu saja inilah yang menjadi penekakan dalam minggu pluralisme ini. Dalam minggu pluralisme ini yang menjadi tema adalah menolong sesama dengan kasih, dan tentu saja inilah salah satu kata kunci dalam minggu pluralisme. Semua manusia di dunia ini hidup di dalam dunia yang sama, maka sudah seharusnya apapun agamanya manusia di dunia ini harus melibatkan dirinya bagi kebaikan dunia ini. Dengan saling menghadirkan cinta, kasih, penghormatan, dan penghargaan itulah bentuk cara kita menatap pluralisme dengan baik. Maka sebaiknya milikilah dasar keagamaan yang baik tapi tidak melepaskan diri dari keterlibatan publik. Hidup keagamaan yang baik terlihat dalam hidup sosial yang baik.

2. Isi

Bahan invocatio Matius 7:12 merupakan bagian dari khotbah Yesus di bukit. Kalau kita membaca dan menafsir keseluruhan khotbah Yesus di bukit, setelah Yesus menyampaikan pengajaran tentang sikap hati para murid dalam kaitannya dengan prioritas mereka sebagai murid, Matius 7 ini memuat pengajaran tentang bagaimana para murid bersikap terhadap orang lain termasuk terhadap Allah. Sikap yang dimaksud juga berkaitan dengan sebuah pengajaran agar mereka terhindar dari kemunafikan dan memiliki hidup yang berintegritas. Matius 7 ini merupakan pengajaran yang memuat peringatan sebelum Yesus dalam kitab Matius ini mengakhiri khotbahNya di atas bukit. Dalam bagian bahan invocatio ini, Matius 7:712, khususnya ayat 12. Dalam bagian ini, para murid diperingatkan agar bertekun. Peringatan dalam bagian ini justru disampaikan agar para murid terdorong untuk melakukan sesuatu. Dalam bagian ini, Yesus hendak mengajarkan tentang ketekunan dalam menjalankan kehidupan Kristen para murid, khususnya dalam menjalankan misi Yesus dalam hidup mereka. Dalam bahan invocatio ini, Yesus meminta para murid untuk bersikap secara berimbang. Kalimat bijak dalam ayat 12 ini disimpulkan sebagai, “isi seluruh Hukum Taurat dan kitab para nabi”. Hal tersebut sering disebut sebagai the Golden Rule. Apa yang dikatakan Yesus di sini, mempunyai bentuk positif. Perlakukanlah setiap orang seperti engkau sendiri suka diperlakukan olehnya. Yang dimaksud Tuhan Yesus di sini adalah memberi suatu rumusan yang sederhana. Yesus mau menunjukkan bahwa Taurat bukanlah suatu hal yang sulit dan gelap. Taurat tidaklah sukar dimengerti. Taurat adalah terang dan jelas. Intinya adalah supaya semua itu dilakukan dan ditaati di dalam praktik hidup sehari-hari. Oleh karena itu yang perlu adalah hati yang baru dan sikap hidup yang baru. Dan perintah ini sudah sangat jelas. Perintah ini sebenarnya tidak lain dari adalah pengulangan hukum yang agung yaitu: kasihilah sesamanu manusia seperti dirimu sendiri.

Yesaya 40-55 sebenarnya merupakan bagian tersendiri di dalam kitab Yesaya, dan konteks historisnya adalah Pembuangan di Babel. Intinya bisa ditelusuri pada saat seorang nabi sekaligus penyair, yang menghasilkan puisi-puisi yang memberi semangat kepada umat Israel yang sedang berada dalam pembuangan di Babel, sebagai tanggapan terhadap kemenangan-kemenangan Koresy, sang penakluk Persia, yang telah menaklukkan banyak penguasa, dan terakhir raja Lyddia, Kroesos. Akibat kekalahan Kroesos, Babel terancam menjadi korban berikutnya. Kemenangan-kemenangan Koresy ditafsirkan sebagai sesuai dengan rencana Tuhan untuk membebaskan umatNya, dan Koresy dilihat sebagai Mesias dari Tuhan (Yes. 45:1). Nabi-penyair (yang diberi nama “Deutero-Yesaya” oleh para penafsir) mengimbau umat Israel untuk menyambut rencana, dan mempersiapkan diri mereka untuk melakukan perjalanan pulang. Puisi-puisi ini penuh dengan rujukan terhadap teologi penciptaan, tapi juga rujukan terhadap Allah yang tak tertandingi dan tak terbandingi. Bahan bacaan ini Yesaya 43:10-13 berbicara mengenai monoteisme Allah, hanya Yahwe saja yang ada sebagai satu-satunya Allah. Kalau kita melihat teks Yesaya 43:10-13 (bahan bacaan), konteksnya adalah Yesaya 43:1-9 dan Yesaya 43:11-28. Di bagian yang mendahului teks bahan bacaan ini, di situ dikatakan Yahwe adalah Pencipta (Ibr: bore) dan Penebus (Ibr: go’el) Israel. Dia menjamin bahwa Israel akan mampu melaksanakan perjalanan pulang ke rumah, oleh karena api dan air (unsur-unsur berbahaya yang harus dihadapi oleh setiap orang yang bepergian di masa lalu) tidak bisa menghalangi mereka. Yahwe telah menebus Israel dan menukarkannya dengan tiga negeri Afrika (Mesir, Etiopia dan Seba/Nubia). Mereka boleh kembali ke Yerusalem dari keempat penjuru dunia, bahkan sampai pada keturunan mereka. Keturunan yang akan datang ini diproyeksikan sebagai ciptaan di masa depan, dengan menggunakan kata kerja yang berkaitan dengan penciptaan (Yes. 43:7 bara, yatsar dan asah). Yesaya 43:8-13 mengingatkan kita pada adegan pengadilan (Ibr: rib), tetapi tekanannya adalah pada unsur saksi (Ibr: ed). Pada satu pihak, bangsa-bangsa diminta untuk membawa ke pengadilan, saksi-saksi mereka, tetapi di pihak lain, umat Israel dipanggil menjadi saksi bagi Yahwe.

Yesaya 43:10 menekankan umat Israel sebagai saksi Tuhan, yang akan mengetahui dan percaya pada kekonstanan Yahwe. Maksudnya, sebelum peristiwa pembebasan ini, Yahwe adalah Satu-satunya dan sesudah peristiwa itu pu, Yahwe tetap Satu-satunya. Hanya ada satu penyelamat (Ibr: mosyia) dan Sang Penyelamat ini bukan dewa asing atau tak dikenal (Ibr: tsar). Hal ini merupakan usaha untuk meyakinkan Israel bahwa Yahwe yang dulu dianggap kalah terhadap dewa Babel (sehingga menyebabkan Israel terbuang selama satu generasi di Babel), ternyata tidak kalah. Kekalahan Israel bukan bukti kekalahan Allah Israel terhadap dewa-dewa Babel, namun bukti hukuman Tuhan bagi Israel atas dosa-dosanya. Sekarang, Tuhan justru akan memberi kemenangan kepada Israel, karena dewa Babel ternyata cuma patung buatan manusia saja, sedangkan Yahwe adalah satu-satunya yang bukan patung buatan manusia. Dari penafsiran atas bahan bacaan ini, kesimpulannya bahwa bahan bacaan ini ada hubungannya dengan keberadaan Yahwe sebagai Allah yang tidak berbentuk (anikonik) dan ketidakberadaan dewa yang terbentuk (ikonik). Ada dua kemungkinan menafsirkan Yesaya 43:10 ini: pertama, Yahwe Allah Israel tidak berbentuk dan kedua, sebelum Yahwe tidak ada Allah yang berbentuk dan sesudah Dia juga tidak ada Allah yang berbentuk. Allah yang berbentuk bukan Allah! Itulah menurut saya sebagai penulis, dan makna dari bahan bacaan ini dapat disebut sebagai teks anti ikon.

Bahan khotbah Roma 13:8-14 berbicara mengenai kasih adalah kegenapan hukum Taurat dan waktu yang sudah dekat. Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapa pun juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barang siapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat. Teks ini berbicara mengenai keharusan melunasi segala kewajiban terhadap semua orang. Hanya, ada satu kewajiban yang tak mungkin dilunasi sampai habis, yaitu kewajiban mengasihi sesama manusia. Sebab kasih itu tidak sama dengan utang uang, dan mengasihi sesama setiap hari merupakan tugas baru yang tak pernah selesai sampai tuntas. Maka di sini Paulus berkata, ‘hendaklah kamu saling mengasihi terus-menerus’. Sekali lagi bisa dilihat di sini bahwa etika Kristen menuntut ‘lebih daripada yang biasa’. Memang benar bahwa kasih itu tak pernah cukup diberikan. Dan tak hanya mengasihi dalam lingkungan jemaat atau dalam lingkungan semua orang di sekitar kita, apakah mereka Kristen atau tidak. Tetapi kepada semua orang. Karena barang siapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat. Memenuhi berarti melaksanakan dengan sempurna. Dan yang memungkinkan orang percaya memenuhi hukum Taurat adalah Roh yang berdiam di dalam mereka. Makna sesama manusia di sini bukanlah orang yang kita pilih supaya dia kita kasihi, melainkan siapapun yang kita jumpai, meski itu adalah musuh kita. mengasihi orang lain tidaklah begitu sulit, kalu kita boleh memilih lebih dahulu siapa yang akan dianugerahi kasih kita: orang yang kita anggap simpatik, orang yang banyak berjasa bagi kita, keluarga kita, dll. Kasih seperti itu sudah biasa ditemukan di dunia ini. Tapi, sekali lagi, yang dituntut bagi orang percaya adalah lebih dari yang biasa.

Karena firman: jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengingini dan firman lain mana pun juga, sudah tersimpul dalam firman ini, yaitu: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri! Maksud dari teks ini adalah penegasan dari mengasihi sesama manusia diayat 8 di atas. Manusia hendaknya jangan mengutamakan kepentingannya sendiri, dan segala sesuatu dikorbankannya demi kepentingannya itu. Teks ini menekankan pengabdian yang menuntut penghargaan terhadap kepentingan sesama manusia. Dengan menghargai hak-hak hidup sesama kita, kita akan otomatis menurunkan ego kita sendiri. Karena seorang manusia tak dapat mengabdi kepada dua tuan: kalau ia mengabdi/menghargai kepada sesamanya, ia tak bisa lagi mengabdi kepada dirinya sendiri.

Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat. Teks ini menghubungkan apa yang sudah dikatakan diayat 8-9 di atas. Orang Kristen akan terhindar dari perbuatan jahat bila mereka memelihara kasih. Sebab kasih itu tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia. Dengan demikian perintah-perintah tersebut di atas dipenuhi. Karena hukum Taurat diberikan untuk kita bisa saling mengasihi. Dan yang menjadi norma dalam hal mengasihi sesama kita adalah perintah-perintah Tuhan, dan bila kita berusaha dalam memenuhi perintah-perintah Tuhan kita tidak boleh melupakan bahwa yang merupakan makna semua perintah itu adalah kasih. Karena tak ada perintah Tuhan yang dijalankan untuk merugikan sesama manusia.

Hal ini harus kamu lakukan, karena kamu mengetahui keadaan waktu sekarang, yaitu bahwa saatnya telah tiba bagi kamu untuk bangun dari tidur. Sebab sekarang keselamatan sudah lebih dekat bagi kita dari pada waktu kita menjadi percaya. Teks ini mengacu pada perkataan mengenai kasih dalam ayat-ayat yang di atas. Orang percaya harus melakukan perintah Tuhan terutama karena mengetahui keadaan waktu sekarang. Maksud dari keadaan waktu sekarang ini adalah: waktu menjelang kedatangan Kristus kembali. Jika Dia datang, kita harus siap. Karena itu, kelakuan kita pada waktu menjelang kedatanganNya bersifat menentukan. Teruslah bersiap sedia ikut dalam proses setia kepada Tuhan. Penyucian orang percaya merupakan proses yang terus-menerus dan yang tidak pernah selesai. Sewaktu-waktu orang Kristen terancam bahaya mengendur. Mengendur di sini maksudnya adalah tidur. Kesempurnaan keselamatan melalui kedatangan Kristus akan semakin dekat, untuk itu bersiap sedialah.

Hari sudah jauh malam, telah hampir siang. Sebab itu marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang! Teks ini juga penegasan agar terus bersiap sedia. Bersiap sedia dengan menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang. Perbuatan kegelapan itu harus ditanggalkan sebagaimana kita tanggalkan pakaian kotor atau rusak. Sebagai gantinya kita harus mengenakan perlengkapan senjata terang. Berjaga-jaga menantikan kedatangan Tuhan bukanlah duduk-duduk sambil ngobrol santai dengan sesama orang percaya, tapi berjuang melawan kuasa-kuasa gelap. Atau dengan kata lain, orang Kristen tidak bersikap pasif sambil menonton pergumulan kuasa terang dengan kuasa gelap.

Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam pencabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Kehidupan orang Kristen sebagai orang yang sudah ditebus telah dimulai, orang Kristen harus hidup dengan sopan. Hidup dengan sopan haruslah ditentukan oleh hukum Allah, yang berdasarkan kasih kepada sesama manusia. Untuk itu dalam teks ini Paulus menyebut enam jenis perbuatan yang perlu dihindari orang Kristen. Urutannya sesuai dengan kenyataan. Kalau orang minum-minum, kesadaran yang mengendalikan kelakuannya berkurang, dan ia jauh lebih mudah jatuh ke dalam dua jenis kejahatan, yaitu pencabulan dan pertengkaran.

Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya. Hidup dengan sopan, berjuang melawan kuasa kegelapan di dalam dan di luar kita, semua itu tak mungkin kita lakukan sendiri. Kita hanya dapat melakukannya kalau kita hidup dalam persekutuan dengan Yesus Kristus, dengan kematian dan kebangkitanNya. Mengenakan Tuhan Yesus Kristus adalah dengan merawat tubuh untuk memuliakan Tuhan Yesus, bukan menggunakan tubuh dengan sesuka hati.

3. Refleksi

Esensi hidup yang kita jalani sebagai anak Tuhan dalam kehidupan publik adalah keterlibatan. Kita dipanggil untuk berbuat sesuatu, sekecil apapun perbuatan itu. Kita dipanggil untuk tidak tinggal diam, untuk mempelajari sesuatu yang secara publik menjadi keprihatinan dan tantangan bersama. Karena teologi tidaklah berhenti di pemikiran atau konsep dalam ruang-ruang kelas atau seminar belaka. Teologi harus ambil bagian dalam perkara masyarakat setempat, menghadirkan sikap solider dalam peziarahan jatuh bangun dunia hidup manusia.

Dalam kesempatan ini saya sebagai penulis sermon bimbingan khotbah ini, saya ingin menawarkan sudut pandang dalam kaitannya dengan Minggu Pluralisme. Sudut pandang yang saya tawarkan adalah dengan memakai pendekatan spiritualitas menyentuh dan merengkuh. Dalam penjelasannya secara lebih mendalam, menyentuh itu adalah sebuah gestur tubuh yang mengkoneksikan satu pribadi dengan pribadi lain melalui sebuah cara yang ramah dan tak mengancam. Ia merupakan sebuah bahasa tubuh yang paling tidak agresif. Ia tak menyakiti pribadi lain dengan genggaman yang gampang berubah menjadi cengkeraman yang kuat. Menyentuh, singkatnya, adalah cara tubuh ini berkata: aku mengasihimu, aku menghormatimu, aku menghargaimu. Tangan yang menyentuh bukanlah tangan yang membuat gerakan menolak orang lain dan menghalaunya agar menjauh dari kita. Tangan yang menjauh juga bukanlah tangan yang menggenggam erat ingin menguasai orang lain. Pada yang pertama, orang lain menjadi nobody; pada yang kedua, orang lain menjadi something. Dengan menyentuh, orang lain menjadi somebody. Yang pertama memunculkan imunitas. Kita enggan berurusan dengan orang lain yang menurut kita bisa mengotori kita. Sebaliknya, yang kedua menampilkan represi, sebab kita memandang yang lain berada di bawah kita dan wajar jika kita kuasai. Sebaliknya, dengan menyentuh, orang lain berada di sisi atau di hadapan kita, menjadi seorang pribadi yang penting bagi kita, yang kita hargai, kita hormati, kita kasihi kediriannya yang otonom/mandiri/bebas.

Selain sentuhan, ada lagi gestur spiritual yang lain yang sama pentingnya, yaitu rengkuhan. Sama seperti penolakan yang saya katakan di atas mengenai penghalauan dan perenggutan, saya memakain pendekatan berpikir seorang teolog Kroasia Miroslav Volf, beliau melihat dua sikap religius yang keliru. Yang pertama adalah eksklusi dan yang kedua adalah inklusi. Terhadap keduanya, Volf mengusulkan yang ketiga, yaitu embrace. Kata “merengkuh” (embrace) sendiri tentu saja berbeda dari menyentuh seperti yang saya sebutkan di atas tadi. Tapi, dalam imajinasi saya, merengkuh bisa menjadi gestur cinta yang muncul kemudian setelah menyentuh. Merengkuh sama sekali berbeda dari merenggut dan mengggenggam. Volf menjelaskan dengan cukup berhati-hati empat momen perengkuhan: 1. Membuka lengan-lengan; 2. Menanti; 3. Menutup lengan-lengan (oleh kedua pihak); 4. Membuka kembali lengan-lengan. Dengan membuka lengan-lengan (momen 1), Volf berkata, “Saya telah menciptakan ruang di dalam diri saya sendiri bagi orang lain untuk datang dan … saya telah melakukan sebuah gerakan keluar dari diri saya sendiri untuk memasuki ruang yang diciptakan oleh orang lain”. Singkatnya, ia adalah sebuah gerakan mengundang. Menanti (momen 2) muncul tatkala saya “berhenti pada batas dari orang lain”. Puncak dari gestur ini adalah saling menutup lengan dan terjadilah rengkuhan oleh kedua pihak (momen 3). Menurut Volf, rengkuhan semacam ini tidak menghancurkan orang lain seperti yang terjadi dalam perenggutan atau penggenggaman erat. “Di dalam sebuah rengkuhan, identitas diri dijaga dan diubah, dan keliyanan orang lain ditegaskan sebagai keliyanan dan sebagian diterima ke dalam identitas diri yang selalu berubah”. Yang terakhir (momen 4) adalah membuka kembali lengan-lengan itu. Pada titik ini, setiap pihak melepaskan orang lain dan membiarkannya menjadi dirinya sendiri.

Saya tak tahu, mana yang lebih baik antara menyentuh dan merengkuh. Yang pasti, keduanya tak terpisahkan. Jika menyentuh menciptakan relasi, maka merengkuh menciptakan komuni. Ketika dikerjakan bersama-sama, baik sentuhan maupun rengkuhan sama-sama menghargai orang lain sebagaimana mereka ada sembari merayakan kebersamaan di dalam persekutuan yang baru yang transformatif. Dunia teologi membutuhkan orang-orang yang tidak hanya bercerita tentang cinta Allah, tetapi juga yang memperagakan/melakukan cinta Allah itu dengan menyentuh sesamanya. Inilah panggilan untuk menjadi seorang teolog sentuhan. Kita dipanggil untuk menciptakan relasi-relasi baru dengan sikap hormat dengan mereka yang selama ini berada “di luar sana”. Luce Irigary seorang filsuf mengatakan, “yang dibutuhkan adalah sebuah sentuhan yang menghormati orang lain, yang menghargai, yang mengasihi … sikap memperhatikan dengan sungguh, termasuk sebuah perhatian yang menubuh”. Dan teologi yang sehat juga harus mendorong kita untuk mengundang orang lain memasuki komuni yang lebih mendalam, yang ditandai oleh rengkuhan persahabatan. Inilah panggilan untuk menjadi seorang teolog rengkuhan. Kita dipanggil untuk mau merengkuh mereka yang bersedia mengalami kehangatan cinta itu dalam relasi yang lebih manusiawi dan intim.

Sesama manusia bagi kita mungkin saja adalah orang yang seide dengan kita, sepemahaman, dll. Maka orang yang tidak sama dengan kita adalah orang yang patut diasingkan. Padahal pada prinsipnya tidak begitu karena kita hidup di dunia yang sama. Salah satu cerita mengenai orang Samaria yang baik hati merupakan bentuk kehendak Allah untuk memperlihatkan bagaimana sikap kita terhadap sesama. Dari cerita orang Samaria yang baik hati merupakan panggilan bagi kita untuk bergerak bersama mewujudkan perubahan diri sendiri dan masyarakat. Dan ternyata setuju atau tidak doktrin sekarang ini malah membatasi diri kita untuk memandang orang lain dengan menciptakan batas dan jarak. Pergeseran paradigm terjadi dengan adanya keputusan orang Samaria yang sangat berbeda dengan orang Yahudi. Orang Samaria yang oleh orang Yahudi diasingkan, dikafirkan, dan musuh yang dijauhi, justru melewati batas “doktriner” yang ada. Orang Samaria justru menunjukkan keberanian untuk mengasihi/menolong sesama dengan kasih. Dan itu lahir dari belas kasihan atau cinta. Orang Samaria digerakkan oleh empati yang mendalam, bukan sekadar perasaan kasihan pada penderitaan orang lain. Dari hal ini boleh dijadikan refleksi dalam khotbah ini yaitu cinta Tuhan dan sesama harus universal, mencakup juga kepada musuh. Cinta untuk sesama manusia terutama tidak dalam menjaga hukum tertentu, tetapi diartikan sebagai perasaan kasih sayang yang kuat. Dan tindakan belas kasihan ini atau tindakan cinta ini tidak dipengaruhi oleh doktriner yang mengasingkan orang yang tidak sesuai agamanya atau kemurnian rasnya.

Pdt. Andreas Pranata Meliala-GBKP Cibinong

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD