SUPLEMEN PJJ TANGGAL 09-15 JULI 2023, NEHEMIA 5:14-19

Tema             : MELUMBAR NAMBAHI KESANGAPEN

Bahan Ogen : Nehemia 5 : 14-19

 

 

Mantan presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad ternyata merupakan salah satu pemimpin negara yang patut dicontoh. Pria yang resmi menjadi presiden iran pada tahun 2005 ini kabarnya hanya memiliki satu rumah sederhana seluas 175 meter persegi dan mobil keluaran 1977.Ketika baru menempati jabatannya ia meminta pembantunya menggulung karpet antik peninggalan persia di istana negara. Karpet itu diganti dengan karpet biasa. Menariknya di saat menjadi presiden di kala itu ia menolak kursi VIP di pesawat ke presidenan. Tak hanya itu ia lebih suka tidur beralaskan karpet dan selimut walaupun berada di hotel mewah.

Presiden ke enam Iran itu juga tak mengijinkan anak – anaknya menggunakan mobil, rumah, listrik maupun fasilitas yang dibiayai uang rakyat. Bagi ahmadinejad ia menempati dirinya sebagai pelayan dan pengabdiannya sebagai presiden adalah sebuah pertanggung jawaban yang berat yakni melayani bangsa Iran. Bahkan ia tidak mengambil gajinya, alasannya adalah bahwa semua kesejahteraan adalah milik negara dan ia bertugas untuk menjaganya. Ini sebenarnya peminpin yang diharapkan oleh Rakyat. Terlepas dari itu, Nehemia jauh sebelum Presiden Iran, atau tokoh tokoh lain. Telah melakukannya bagi rakyatnya.

Nehemia mendapat kedudukan sebagai Bupati tanah Yehuda selama 12 Tahun. Meskipun berkuasa cukup lama, ia tidak menyalahgunakan kekuasaan. Bahkan ia pun tidak menuntut haknya. Bupati-bupati sebelumnya telah memanffatkan kesempatan dan membebani rakyat. Meskipun nehemia harus menjamu paling sedikit 150 orang setiap hari, ia memilih untuk menanggung sendiri biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelenggarakan perjamuan itu. Bagaimana dengan sepak terjang saudara-saudara dan anak buah sang penguasa? Tidak semua peminpin yang jujur dapat mengendalikan keluarga dan anak buahnya. Nehemia menegaskan bahwa bukan hanya dengan dirinya tetapi juga saudara-saudarany dan anak buahnya tidak mengambil bagian yang menjadi hak Bupati ( ayat 14) . anak buah Bupati sebelumnya memakai koneksi, kedudukan,dan kuasa untuk kepentingan pribadi. Tetapi anak buah Nehemia dikerahkan untuk turut mengambil bagian dalam pembangunan.

Apa yang membuat Nehemia begitu berbeda dengan peminpin yang lainnya? Apakah Nehemia berpura-pura, pencitraan atau seorang yang tidak normal sehingga tidak menyukai harta benda? Kuncinya tidak lain dan tidak bukan adalah ‘ ia takut akan Allah’ ( 15). Kesimpulan singkat yang dapat dikatakan tentang kehidupan Nehemia sebagai Bupati yang tidak bercacat. Sebab sepanjang masa kepeminpinannya sebagai Bupati, Nehemia memberi teladan tentang sifat tidak mementingkan diri dan sifat murah hati terhadap sesama orang Yahudi.

Nehemia mendemostrasikan sikap seorang peminpin sejati. Pertama, ia berani mengambil langkah nyata untuk mempersempit kesenjangan sosial. Tujuannya adalah mengubah perilaku sosial yang salah menajdi perilaku sosial yang peduli pada penderitaa rakyat miskin. Kedua, Nesetiap hemia tidak mencari popularitas dan tidak memanffatkan jabatan untuk memperkaya diri. Ia mengutamakan kemuliaan Tuhan dengan merelakan haknya untuk rakyat miskin. Serta apa yang dilakukannya diserahkannya kepada Allah, Ayat 19 “ Ya Allahku, demi kesejahteraanku, ingatlah segala yang kubuat untuk bangsa ini”. Nehemia bukan menuntut balasan dari apa yang dilakukannya untuk bangsanya, ada keyakinan apa yang dikerjakannya itu menjadi berkat baginya.

Wibawa seorang peminpin, ntah itu Presiden, Raja, peminpin Daerah, kepala keluarga atau peminpin apapun, tidak mungkin dapat dimilikinya tanpa dua hal, yaitu keteladanan hidup dan kerelaan untuk berkorban. Nehemia tidak hanya memerintahkan orang lain untuk berkorban bagi orang miskin, tetapi dia lebih dahulu memberikan teladan melakukannya.

Baiknya, pemikiran seperti ini tidak muncul dalam benak orang percaya, ketika memberi itu dalam keadaan kelebihan atau kelimpahan. Sehingga dalam keadaan itu maka layak untuk memberi kepada orang lain. Dan hal ini keliru, sebab memberi pada hakekatnya yang ada pada kita, tidak bicara jumlah yang lebih, sedikit pun akan menjadi berkat jika diberikan kepada yang membutuhkan. “Jangan tunggu memberi di saat kelebihan, tapi memberi dan hiduplah dalam kebercukupan”

Pemberian kepada orang lain atas dasar kemurahan hati atau niat baik untuk berbuat baik, disebut derma. Sebaliknya ada juga yang memberi, tapi ada maksud tertentu, tidak dengan niat baik untuk berbuat baik, supaya kelihatan baik di mata orang. Ibrani 13:16 Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah.

SUPLEMEN PJJ TANGGAL 02-08 JULI 2023, AMSAL 30:7-9

BEREKEN KAI SIKUPERLUKEN

Amsal 30 : 7-9

(GBP/ Tata Nilai : Keugaharian)

 

Bicara tentang kehidupan manusia membutuhkan banyak aspek yang harus di bicarakan. Salah satunya adalah KEBUTUHAN HIDUP. Apa sebenarnya kebutuhan hidup bagi manusia? Secara umum, kebutuhan manusia Membutuhkan PANGAN, SANDANG, PAPAN,TERSIER. Dengan kata lain, kebutuhan itu dibutuhkan atau yang diperlukan demi keberlangsungan hidup manusia. Kebutuhah yang dimaksudkan dapat berupa barang dan jasa. Yang menjadi renungan bagi kita, bagaimana manusia mengelola hidupnya ditengah banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi? Di kendalikan kebutuhan atau manusia itu sendiri yang mengendalikan kebutuhan hidupnya. Apalagi zaman sekarang ini ditandai banyaknya ragam kebutuhan manusia, sehingga penting yang namanya proritas atau yang dibutuhkan.

Amsal pasal 30, disebut sebagai kitab Agur. Karena di dalam satu pasal ini merupakan Perkataan Agur Bin Yake dari masa. Yang dikenal dari tulisannya, ia adalah seorang perenung yang sangat teliti terhadap detil-detil objek pengamatanya. Ia dapat bercerita dari jala hewan, kehidupan sosial, hingga sifat manusia. Satu-satunya alasan di mana ia mengatakan dirinya bodoh disebabkan “ pengetahuan esensial”, dii yang jujur mengakui bahwa “ pengetahuan sang Pencipta” teramat dalam, sehingga manusia hanya bisa mengerti permukaan yang Nampak, namun di balik yang Nampak mengandung misteri yang amat dalam. Dan dari tulisannya, kelihatan Agur Bin Yake seorang yang rendah hati, ia bukan seorang yang bodoh ( ay 2). Ada kutipan pemikiran yang mengatakan “ orang yang berpura-pura bodoh itu tidak sama dengan bodoh. Jangan salah paham. Orang-orang yang berpura-pura bodoh, dia harus pintar dulu, sementara menjadi bodoh tidak harus pintar, untuk sampai di level bisa pura-pura bodoh itu tidak mudah”.

Di ayat 7, Agur Bin Yake, terang-terangan menyampaikan permohonan kepada Allah. Dan ini sangat penting baginya ada dalam kehidupannya:

  1. Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan.
  2. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan.
  3. BIARKANLAH AKU MENIKMATI MAKANAN YANG MENJADI BAGIANKU.

Ayat 9 supaya, kalau aku kenyang, aku tidak akan menyangkal-Mu, dan berkata : Siapa Allah itu? karena kelaparan bisa orang menyangkal Allah. Dan ini permohonan yang tidak bisa di abaikan. Apalagi di ayat 2, Agur Bin Yake, sebab aku ini lebih bodoh daripada orang lain, pengertian manusia tidak ada padaku. Dari perkataan Agur Bin Yake, malah memperlihatkan caranya memikirkan tentang miskin dan kaya itu, dilematis. Sebab kedua nya bisa mengakibatkan persoalan bagi manusia. Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku.

Ke tiga hal di atas, menjadi perenungan penting bagi Orang Kristen, apalagi pada hal yang ketiga, BERIKANLAH AKU MENIKMATI MAKANAN YANG MENJADI BAGIANKU. Berarti ada juga makanan yang bukan bagian kita?. Ada ucapan yang mengatakan, kalau memang dibutuhkan yang haram itu pun harum nya. Ini tidak benar, sebab kehidupan orang percaya, hidup berkenan di hadapan Allah. Artinya iman Kristen, menolak semua yang tidak berkenan bagi Allah meskipun itu sudah merupakan keinginan kita.

Salah satu kalimat yang termaktud dalam doa Bapa kami berbunyi demikian “ berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.” Isi doa ini tidak lain adalah permohonan agar kita hidup dengan sederhana, tidak berfoya-foya”. Dan Yesus yang mengajarkan doa demikian kepada Murid-MuridNya.

Bila diperhadapkan kepada kita pilihan makanan, ukuran mana yang akan kita pilih cukup dan lebih?, hal ini sudah kita bahas di bagian sebelumnya, dalam Doa Bapa Kami jelas yang kita pilih adalah cukup. Pengertian cukup “ bias” , tidak kurang dan tidak berlebihan.

* Cukup dan berbagi untuk keberlanjutan kehidupan. Ada satu pelajaran kehidupan yang kami dapat waktu anak-anak, ketika mengambil nasi dari periuk, jika di lihat ibu, banyak diambil, padahal masih ada 5 piring ( sesuai jumlah yang mau makan) lagi belum diisi. Maka ibu mengingatkan “ ukurken ka si arah pudi”, ingat yang lain. Artinya kita harus mengingat yang lain, karena kecukupan itu ketika berbagi. Dan menerapkan hal ini tidak lah mudah, di tengah budaya konsumerisme. Kemajuan zaman menawarkan sesuatu yang lebih, apalagi adanya trend dan mode. Apalagi ada sebutan ketinggalan zaman. Keinginan atas produk-produk yang terbaru, padahal yang ada masih layak.

* Gaya hidup yang secukupnya. Filipi 4 : 11 “ kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan”. Belajar mencukupkan, ditengah hiruk pikuk gaya hidup komsumtif dan individualis, membutuhkan proses yang didasari bahwa arti kesejahteraan dan kebahagiaan, bahwa sesungguhnya itu datang dari sikap manusia yang mampu mengendalikan diri dengan berkata cukup dan memperlakukan sesama seperti diri sendiri dengan meneladani gaya hidup Yesus yang membuktikan bahwa kesederhanaan memiliki makna yang mendalam. Gaya hidup sederhana juga merupakan panggilan untuk solider dengan mereka yang termarginalkan, terpinggirkan, terisoler karena berbagai persoalan hidup.

SUPLEMEN PJJ TANGGAL 25 JUNI-01 JULI 2023, JEREMIA 29:4-7

THEMA :

ERTOTO RAS ERDAHIN GUNA SINTEREM

BAHAN OGEN :

JEREMIA 29:4-7

 

PENGANTAR

Menurut kita, apakah kira-kira hal yang membuat kita bangga akan Negara kita Indonesia? Mungkin akan ada diantara kita yang mengatakan kita bangga akan keragaman suku dan budaya di Negara kita. Adapula yang mengatakan bangga dengan keindahan alam Indonesia, dan mungkin pula ada yang menyatakan kebanggaan akan Indonesia karena pembangunan-pembangunan yang terus berjalan. Harus diakui bahwa ada banyak hal yang membuat kita bangga akan bangsa dan Negara kita, tetapi kita pun dapat melihat ada banyak hal yang masih perlu diperbaiki dan menjadi catatan bagi bangsa kita yang membuat kita perlu terus bergumul dan mendoakan bangsa-negara kita. Misalnya saja di bulan Oktober 2022 yang lalu terjadi insiden penghimpitan kerumunan yang fatal di Stadion Kanjuruhan, daerah Jawa Timur; dimana hal ini sampai mengundang perhatian dan kritik dunia internasional karena kejadian tersebut diberi predikat “bencana paling mematikan kedua dalam sejarah sepakbola di seluruh dunia.” Kemudian kita juga mendapat catatan dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh Microsoft dimana mereka menyajikan sebuah data yang menyatakan netizen Indonesia adalah netizen yang paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Walaupun bangsa kita dikenal sebagai bangsa yang ramah tamah tetapi ternyata ketika masuk dalam media sosial bangsa kita ternyata belum memberikan kesan yang cukup baik. Dalam konteks yang demikian sangat penting bagi kita menghayati rasa bangga dan cinta akan bangsa dan Negara kita dalam bingkai firmanTuhan yang akan mengajar kita untuk mampu memberikan diri kita bagi kebaikan kehidupan bersama.

LATAR BELAKANG & PENDALAMAN TEKS

Tentu kita memahami ayat ini konteksnya adalah surat dari Nabi Yeremia kepada orang-orang Israel yang saat itu ada di dalam pembuangan Babel. Surat ini ditulis oleh Nabi Yeremia, tetapi ini adalah perkataan Tuhan sendiri, atau kehendak Tuhan bagi orang-orang Yehuda pada waktu itu. Kita bisa menggambarkan situasi orang-orang Yehuda pada waktu itu penuh dengan keputusasaan oleh karena meraka sudah tercabut dari tanah kelahiran mereka Yerusalem dan dibawa ke negeri Babel yang notabene adalah negeri asing, bahkan negeri musuh. Oleh karena itu mereka ada di sekitar lingkungan orang-orang yang tidak mengenal Allah, hidup dengan menyembah dewa-dewa asing. Ketika berada dalam pembuangan jelas mereka tidak menjadi tuan atas kehidupan mereka sendiri, sehingga bangsa Israel mengalami banyak ketidaknyamanan. Di tengah situasi sulit dan tidak nyaman tersebut, firman Tuhan datang kepada bangsaNya untuk mengusahakan kesejahteraan di tempat mereka tinggal. Dengan demikian jelas dorongan untuk “mensejahterakan kota” di sini adalah untuk kota Babel, kota sang penjajah. Mengapa perintah Tuhan berbunyi demikian? Untuk apa bersusah-susah mensejahterakan kota musuh yang mengungkung mereka?

Dalam ayat 10 disebutkan bahwa bangsa Israel baru akan diperhatikan oleh Tuhan dan dikembalikan ke Yerusalem 70 tahun mendatang. Jadi dari pada berpikir terus untuk kembali pulang dan meratapi nasibnya, orang Israel saat itu diharapkan untuk melakukan sesuatu yang berguna. Dengan kata lain generasi bangsa Israel saat itu mau tidak mau memang harus tinggal di Babel. Daripada bermimpi seperti nubuatan nabi palsu bahwa mereka akan segera bebas dan pulang, Tuhan mengarahkan bangsaNya untuk menjalani kehidupan sebaik-baiknya di Babel, di tanah perantauan. Mereka bahkan diminta untuk mengusahakan kesejahteraan kota Babel dan mendoakannya. Mereka tidak perlu lagi memikirkan kapan pembuangan berakhir, sebab di tanah pembuangan itu pun, Tuhan hadir dan menolong mereka. Pada saatnya IA akan membebaskan dan membawa mereka kembali.

Dengan jelas lewat firmanNya Tuhan menyampaikan bahwa jika kota Babel sejahtera maka mereka sebagai penduduk juga akan mengalami sejahtera. Dengan cara apa orang-orang Yehuda diminta mengupayakan kesejahteraan (ay. 5-6) ?

  • Dirikanlah rumah untuk kamu diami
  • Buatlah kebun untuk kamu nikmati hasilnya,
  • Ambillah isteri untuk memperanakkan anak laki-laki dan perempuan.

Ini adalah 3 hal berbeda tetapi memiliki kesamaan, yakni ketiga-tiganya bersifat permanen. Rumah berbicara mengenai sebuah tempat yang permanen, berbeda dengan tenda yang mudah dibongkar pasang. Demikian pula kebun berbicara mengenai berbagai jenis tanaman yang membutuhkan tempat / lahan tertentu, sedangkan keluarga adalah institusi yang akan terus berlangsung . Demikian pula ketiga hal ini berbicara mengenai proses / waktu. Untuk mendirikan rumah tentu memerlukan waktu yang tidak sebentar, untuk membuat kebun perlu waktu tanaman itu bertumbuh dari sebuah benih sampai memberi hasil yang bisa kita nikmati. Demikian pula ketika kita membangun sebuah keluarga, kita tahu persis untuk menghasilkan keturunan tentu tidak hanya dalam tempo sehari- dua hari.  

APLIKASI/PENUTUP

Dalam sebuah tulisan yang berjudul Populorum Progresio karya Paus Paul ke-VI, dia menyebutkan penyakit dunia yang paling rentan saat ini bukanlah penyakit secara fisik, melainkan kurangnya kepedulian personal-sosial dan persaudaraan diantara individu masyarakat. Penyakit fisik lambat laun dapat diketemukan penanganan medisnya, tetapi bila penyakitnya adalah kurang peduli dan kurang rasa persaudaraan bila tidak ada perubahan sikap maka akan menjadi masalah besar di kemudian hari. Dari hal ini kita belajar saat kita tahu panggilan kita adalah untuk mengusahakan kesejahteraan, maka pertama-tama yang perlu kita kerjakan adalah perubahan dalam diri kita sendiri. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan keinginan dari mengusahakan kesejahteraan sendiri (apatis) menjadi keinginan untuk mengusahakan kesejahteraan kota/lingkungan tempat kita tinggal. Kesejahteraan berbicara mengenai ‘syalom’ atau damai sejahtera. Damai sejahtera tidak sekedar berbicara mengenai kondisi dimana tidak ada konflik, tetapi kondisi dimana berkat Tuhan dapat dirasakan. Seperti bangsa Israel harus mengupayakan kota/negara musuh mereka menjadi negara yang mengalami damai sejahtera Tuhan, demikian juga realita yang kita jumpai dalam hidup setiap hari. Kita bisa saja berada dalam situasi yang kurang kondusif seperti pemerintahan yang korup, lingkungan masyarakat yang membenci Kekristenan, dll. Bukankah justru kita berharap Tuhan menghukum mereka? Atau bila kita ada di lingkungan yang nampaknya rasis, bukankah kita berharap bahwa kita akan secepatnya saja meninggalkan tempat itu? Tetapi justru melalui ayat ini kita belajar bahwa di manapun Tuhan menempatkan kita, meskipun tidak ideal dan tidak nyaman bahkan sekeliling kita dipenuhi orang-orang yang melawan Tuhan, hidupnya jahat, maka seharusnya kita tidak hanya berdiam diri atau mengutuk kota itu. Tetapi apa yang perlu kita lakukan? Tetap berupaya mengupayakan kesejahteraan!

Ketika Tuhan meminta kita mengupayakan sesuatu, maka kita perlu melakukannya dengan konsisten, sabar dalam waktu dan proses yang tidak sebentar. Meskipun nampaknya apa yang kita upayakan untuk kesejahteraan kota dimana kita berada nampaknya hasilnya sangat minim, tetapi yakinlah bahwa ketika kita mengupayakan hal itu, maka Tuhan yang akan memberkati tempat dimana kita berada. Tuhan yang akan menghadirkan sejahtera itu di keluarga, di lingkungan kerja, bahkan kota dimana kita berada. Tuhan punya maksud dengan menghadirkan kita di negeri ini, meskipun kita terkadang merasa seperti orang terbuang. Namun, apa pun kondisi yang sedang kita alami, mari saling memberi semangat, tetap bersatu sembari berkarya, bersama pemerintah dan masyarakat, menghasilkan karya-karya nyata yang ikut mensejahterakan kota, tempat kita hadir. Mari terus dan tekunlah berdoa kepada Tuhan untuk kesejahteraan negeri ini maka hidup kita pun akan sejahtera.                                                                                                              

                                                                                                                            Pdt. Eden P. Funu-Tarigan, S.si (Teol)-Perpulungen Kupang

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD