MINGGU 25 DESEMBER 2022, KHOTBAH YOHANES 1:1-14 (KHOTBAH NATAL)
Invocatio : Lukas 2:7
Bacaan : Yesaya 9:1-6
Thema : Firman Itu Telah Menjadi Manusia
I. Pendahuluan
Apakah makna Natal yang sebenarnya? Natal yang sebenarnya adalah Allah menjadi manusia, berkemah dalam kemah kita. Allah memberikan kebenaran, keselamatan dan penyertaan. Natal bukanlah pohon Natal terang, walaupun terangnya mengingatkan kita pada Terang kemuliaan Kristus. Natal bukanlah bingkisan kado, walaupun bingkisan itu mengingatkan kita pada kado Allah yang istimewa. Natal bukanlah sekadar hari libur (holiday), walaupun hari kelahiran-Nya memang sebuah hari yang kudus (holy day). Natal bukan pula sekadar setumpuk karakter dengan pesan retoris, walaupun ia mengingatkan kita pada pesan keselamatan. Semua aksesori natal itu menjadi tidak bermakna ketika kita kehilangan esensinya. Makna natal akan hilang ketika kita justru kehilangan pesan sesungguhnya: “Firman itu telah menjadi manusia dan berkemah di antara kita”. Kita sudah terlalu lama hidup dalam budaya natal yang menjauhkan kita dari tenda tempat Terang itu hadir. Ketika kita berkata, “Merry Christmast” kita tidak lagi merayakan kelahiran Yesus Kristus. Kita tidak lagi terpesona pada kado kehidupan dari Allah yang dihadiahkan dalam kehinaan. Kita tidak lagi perlu bertanya, apakah khotbah dan firman diberitakan ketika malam natal atau pada saat natal, asalkan lagu Malam Kudus tidak dihapus dari liturgi. Banyak gereja yang lebih suka menghamburkan dan mengeluarkan uang sebesar apapun agar tampil indah ketika natal daripada menyerahkan seluruh hidup pada Sang Bayi Kudus itu.
II. Isi
Bahan invocatio kita yang diambil dari Lukas 2:7 saya sebagai penulis bahan sermon mencoba melihat pendekatan yang berbeda dari penafsiran bahan invocatio ini. Siapa orang yang paling patut dikasihani selama drama-drama natal? Sebenarnya bukan Maria atau Yusuf, melainkan pemilik penginapan yang selalu digambarkan galak, tidak kasihan pada Maria yang hamil, dan malah mengusir mereka. Kenapa si pemilik penginapan yang dikasihani? Bukankah Maria dan Yusuf tidak mendapatkan penginapan sama sekali? Memang tidak terlalu jelas penyebabnya, entah karena penginapannya penuh atau pasangan ini pada dasarnya tidak diterima. Bukankah Alkitab mengatakan itu dalam Lukas 2:7 (silahkan baca teks bahan invocatio). Sebenarnya terjemahan ayat 7 ini tidak terlalu tepat. Kalau kita lihat secara utuh Lukas 2 ini, ayat 1-2 menyatakan, di negeri Siria tengah dilaksanakan sensus penduduk. Semua orang lalu balik ke kampung halaman masing-masing. Jadi, bisa dibayangkan semua orang mudik, seperti lebaran atau mulih kerja tahun. Biasanya masyarakat kini, dulu keluarga yang merantau juga akan kembali ke rumah orangtua atau sanak saudara mereka. Bisa dibayangkan, ada banyak orang kembali menuju Betlehem, termasuk Yusuf dan Maria (ay. 3-4), karena kampong Yusuf memang di sana. Dengan kondisi Maria yang mengandung, tentu mereka berjalan sangat perlahan. Sesampai di Betlehem, banyak ahli menafsir, mereka ingin menginap di tempat keluarga atau kerabat mereka. Bukan penginapan. Bukan juga kandang. Penginapan dalam bahasa aslinya dipakai kata pandocheion (misalnya, dalam kisah orang Samaria, Luk. 10:34). Kata yang dipakai di Lukas 2:7 ini adalah kataluma. Artinya, ruang tamu atau ruang atas. Biasanya, ruang tamu orang Israel berada di bagian atas. Ketika Yesus mengadakan perjamuan terakhir, Dia mengadakannya di kataluma (Luk. 22:12). Sekarang, ruang tamu itu penuh oleh kunjungan orang yang mudik dan hendak menginap. Tiba-tiba Yusuf dan Maria datang. Padahal, sudah tidak ada lagi ruangan kosong dalam rumah-rumah. Tapi, si pemilik rumah, keluarga itu, tetap menyambut Yusuf dan Maria. Mereka memaksa diri untuk membuka rumah demi pasangan ini. Satu-satunya ruangan tersisa hanya ruang bawah. Memberi ruang bawah justru adalah sebuah keputusan yang luar biasa, supaya Bayi yang nanti lahir tidak terganggu kebisingan banyak orang dan ibu yang baru melahirkan pun dapat beristirahat. Singkat kata, itu tempat terbaik untuk kondisi Maria. Hal menarik lainnya, ternak adalah harta yang sangat berharga bagi orang Israel saat itu. Setiap malam lazimnya ternak-ternak itu dibawa masuk ke rumah, karena dikhawatirkan akan dicuri orang. Jadi, tidak heran jika ada palungan tempat makan ternak di dalam rumah. Palungan itulah yang akhirnya dipakai untuk meletakkan Yesus. Segalanya serba darurat. Serba apa adanya. Akan tetapi, yang terpenting Yusuf dan Maria bisa ditampung, diterima dan disambut.
Kita dapat mengetahui gambaran yang tepat dari suatu peristiwa ketika kita mampu memahami latar belakangnya. Demikian pula kita akan dapat memahami nubuat nabi dalam Yesaya 9 tatkala kita dapat memahami latar belakang umat Israel dan Yehuda pada waktu itu. Dari pasal 8, kita dapat membaca bahwa Kerajaan Israel selatan, yaitu Yehuda, saat itu sedang berada dalam situasi bahaya. Kerajaan Yehuda telah dikepung dan akan diserbu oleh kerajaan Asyur. Semula, kerajaan Yehuda dan Asyur adalah sekutu. Kerajaan Asyur dijadikan pelindung bagi kerajaan Yehuda. Kemudian, kerajaan Asyur berbalik dan ingin merebut serta menguasai kerajaan Yehuda. Sebelumnya Allah menawarkan pertolongan dan perlindungan, namun Raja Ahaz menolak. Sebaliknya, ia lebih memilih berlindung pada kerajaan Asyur. Ternyata kemudian, kerajaan Asyur berubah menjadi musuh mereka. Selain itu, umat Israel juga ikut berpaling meninggalkan Tuhan Allah. Mereka lebih percaya kepada petunjuk orang mati dan roh-roh peramal (Yes. 8:19). Itu sebabnya seluruh umat Israel di wilayah kerajaan Yehuda berada dalam kesuraman. Mereka terancam oleh serangan militer kerajaan Asyur. Secara politis, mereka berada dalam situasi kritis. Sedang dalam kehidupan religius dan moral, mereka telah kehilangan pegangan iman sehingga mereka lebih cenderung berjalan menurut kehendak mereka sendiri. Itu sebabnya kehidupan umat Israel di kerajaan Yehuda penuh ditandai dengan kekacauan, kegelisahan, dan situasi yang gelap. Mereka telah terpuruh tanpa harapan dan tidak lagi mempunyai penolong.
Tapi, sangat ajaib! Di tengah situasi yang kelam dan gelap itu, Allah berkenan menunjukkan anugerah-Nya. Kerajaan Yehuda menerima nubuat dari Allah yang memberi pengharapan yang baru. Kerajaan Yehuda yang sedang terhimpit oleh ancaman dan serbuan tentara Kerajaan Asyur ternyata tidak ditinggalkan Allah. Mereka memang telah berpaling meninggalkan Allah dengan menyandarkan diri kepada kekuatan politik dan militer kerajaan Asyur. Umat Israel juga telah berpaling dengan mencari nasihat roh-roh peramal dan orang mati. Tetapi, kasih setia Allah melampaui segala dosa dan pemberontakan mereka. Allah bertindak menyelamatkan umat-Nya berdasarkan anugerah dan kemurahan-Nya sendiri. Allah mau menyatakan keselamatan-Nya sehingga bangsa yang berjalan di dalam kegelapan melihat terang yang besar dan mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar (Yes. 9:1). Umat Israel yang semula berada dalam kekelaman dan kegelapan memperoleh anugerah Allah sehingga memiliki pengharapan. Terang dari Allah tersebut kelak akan mengubah kesedihan dan penderitaan mereka menjadi sukacita yang besar (Yes. 9:2). Tentunya, nubuat Nabi Yesaya ini memberikan gairah pengharapan yang sama sekali berbeda kepada umat Israel yang semula terpuruk dan menderita. Mereka diajak untuk melihat ke masa depan, yaitu kepada janji Allah yang akan mengaruniakan kepada mereka suatu “sukacita besar”. Zaman eskatologis dengan datangnya Sang Mesias akan ditandai oleh lenyapnya kekerasan dan kekuatan militer. Apabila semula, kondisi perdamaian sering dipertahankan dengan penggunaan kekerasan dan militer, saat datangnya Sang Mesias, perdamaian tidak lagi dipertahankan atau diperoleh dengan kekerasan dan kekuatan militer. Perdamaian yang kekal akan dikaruniakan oleh Allah melalui kelahiran Sang Mesias. Dialah yang akan memutuskan mata rantai kekerasan, kekejaman, dan kejahatan yang selama ini telah membelenggu kehidupan umat manusia.
Di tengah kesuraman hidup dan rasa terluka karena mereka dikhianati oleh Kerajaan Asyur, umat Israel memperoleh penghiburan dan pengharapan dari Allah. Allah menjanjikan datangnya seorang Mesias yang akan lahir dari tengah mereka (Yes. 9:5). Sang Mesias yang dinubuatkan oleh Nabi Yesaya tersebut sangat jelas bukan sekadar seorang tokoh sejarah dan raja duniawi. Dia yang dinubuatkan itu memiliki sifat-sifat ilahi dan wibawa Allah yang menaungi-Nya sehingga Dia dapat menjalankan pemerintahan Kerajaan Allah dalam kehidupan manusia. Selain itu nubuat tersebut mengungkapkan identitas nama dari Sang Mesias, yaitu: Penasihat Ajaib: Sang Mesias memiliki Roh hikmat Allah yang melampaui segala pengertian dan kebijaksanaan manusia sepanjang zaman. Dia memiliki hikmat yang tiada taranya sehingga seluruh dunia akan dipengaruhi oleh hidup-Nya. Jadi, seluruh hidup Sang Mesias dipenuhi oleh pengertian dan kehendak Allah sehingga Dia mampu memerankan diri sebagai Sang Hikmat yang hadir dalam realitas sejarah. Allah yang perkasa: ungkapan gelar ini berlatar belakang dari para pahlawan pada zaman dahulu yang mampu memimpin perang dan memenangkan peperangan secara gemilang sehingga pahlawan itu disebut pahlawan perkasa. Demikian pula sebagai Mesias, Dia akan menjadi pahlawan Allah yang mampu memenangkan “peperangan” dengan musuh utama manusia, yaitu kuasa dosa. Seluruh hidup-Nya dikuasai oleh wibawa Allah yang luar biasa, baik perkataan maupun tindakan-Nya sehingga kuasa dosa dan kegelapan akan takluk di hadapan-Nya. Hanya Dia yang mampu mengalahkan kuasa kegelapan dan dosa yang menguasai dan membelenggu hidup manusia. Bapa yang kekal: dengan karakter-Nya yang khas, Sang Mesias akan menampilkan pemerintahan Allah sebagai Bapa. Ciri utama dari pemerintahan-Nya adalah kasih seorang Bapa. Umat manusia bukan dijadikan “hamba” atau “budak” melainkan sebagai “anak-anak Allah”. Pemerintahan kasih-Nya tidak pernah berkesudahan. Ini sangat berbeda dengan pola pemerintahan dunia yang cenderung didasarkan pada kekerasan dan kekejaman sehingga umumnya terbukti tidak pernah bertahan lama. Raja Damai: kehadiran Sang Mesias sebagai Raja akan menciptakan damai sejahtera dan keselamatan yang utuh bagi seluruh umat manusia. Dalam pemerintahan-Nya, seluruh umat manusia mampu berdamai dengan Allah, sesama dan alam, serta diri mereka sendiri.
Injil Yohanes tidak memulai kesaksian Injilnya dari kelahiran Kristus, tetapi dengan praeksistensi Kristus yang telah berada sejak kekal bersama dengan Allah. Kristus dalam hakikat diri-Nya adalah Firman Allah. Dia telah bersama dengan Allah sejak kekal. Hubungan Allah dengan Kristus merupakan relasi Allah dengan Sabda-Nya (Yoh. 1:1-2). Dengan demikian, Kristus adalah Tuhan, bukan karena Kristus telah berhasil mencapai kesempurnaan sehingga Dia dimuliakan dan menjadi ilahi atau Tuhan, melainkan karena pada hakikatnya Dia adalah Firman Allah yang telah sejak kekal bersama dengan Allah. Dialah yang menciptakan seluruh alam semesta serta sumber segala yang hidup (Yoh. 1:3-4). Dalam wujud inkarnasi-Nya sebagai manusia, Kristus mampu membuktikan diri-Nya sebagai pengejawantahan diri dari Sang Firman. Allah dan Firman-Nya tentunya saling berbeda, tetapi pada saat yang sama Sang Firman itu adalah Allah (Yoh. 1:1).
Di dalam inkarnasi-Nya sebagai manusia, Kristus sungguh berada di dalam sejarah umat manusia, dan Dia berkenan menjadi bagian dari manusia yang senantiasa mengalami pergumulan hidup yang sulit dan penuh penderitaan. Melalui inkarnasi-Nya, Firman Allah sebagai sumber hidup dan terang manusia (Yoh. 1:4-5) masuk dalam sejarah manusia yang gelap, kelam dan tanpa pengharapan akan keselamatan, agar kehidupan umat manusia ditransformasikan dan diperbarui. Kini di dalam inkarnasi Kristus, manusia memiliki pengharapan, jaminan keselamatan, dan hidup kekal. Manusia tidak lagi sendirian berjuang dengan usaha dan pengumpulan amal ibadahnya untuk menyelamatkan diri. Melalui inkarnasi Kristus, Allah telah menyediakan pengharapan dan keselamatan bagi setiap orang.
Kita mengetahui bahwa usaha manusia dengan ritual agama dan amal ibadahnya telah gagal untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik, yaitu kehidupan yang lebih berkualitas dan beradab. Justru kini agama-agama telah dijadikan pembenaran untuk melakukan berbagai perbuatan keji, pembantaian, tindakan merusak, dan menghancurkan kemanusiaan. Hakikat manusia yang berdosa membuatnya tidak mungkin mampu berlaku benar di hadapan Allah. Setiap manusia membutuhkan pertolongan dan keselamatan yang dikerjakan sendiri oleh Allah. Itu sebabnya, Allah mengaruniakan Kristus agar melalui kehidupan dan karya Kristus, hidup kita makin diperbarui, dikuduskan, diteguhkan, dan diselamatkan. Alkitab menyatakan bahwa inkarnasi Kristus sesungguhnya merupakan wujud dari kasih karunia Allah yang paling agung (Yoh. 1:16-17). Dengan demikian, hakikat dan makna keselamatan dalam iman Kristen bukan merupakan usaha, hasil perjuangan, dan prestasi rohani manusia, melainkan anugerah Allah. Kristus adalah anugerah bagi seluruh umat manusia. Itu sebabnya dalam inkarnasi-Nya sebagai manusia, Kristus yang ilahi berkenan menjadi daging. Firman itu telah menjadi manusia (Yoh. 1:14). Nilai “kemanusiaan” atau kedirian manusia yang terbungkus oleh daging dan darah tidak lagi ditempatkan sebagai sesuatu yang hina dan rendah. Hidup manusia secara total, fisik, dan rohani diangkat oleh karya Kristus dalam predikat yang mulia sebagai anak-anak Allah.
Kristus berinkarnasi menjadi manusia dan sungguh mengalami berbagai persoalan hidup manusia secara riil dan langsung. Melalui Kristus, Allah rela merasakan penderitaan. Di dalam Kristus, Allah berempati dengan umat-Nya yang sedang menderita serta hidup tanpa pengharapan. Realitas penderitaan, kesedihan, kesakitan, duka cita dan pergumulan manusia bukan sekadar dilihat dan dimengerti Allah, melainkan sungguh ikut dirasakan dan dialami oleh-Nya. Di dalam Kristus Allah berada di tengah setiap orang yang sedang menderita dan hidup tanpa pengharapan. Allah beserta dan tinggal bersama dengan manusia. Allah di dalam Kristus adalah Sang Imanuel. Dengan demikian, inkarnasi Kristus dalam pemikiran dan iman Kristen justru merupakan wujud dari kasih karunia dan keselamatan Allah yang memberikan jaminan hidup kekal dan pengharapan.
III. Refleksi
Jadi, siapakah yang menyambut Bayi Yesus untuk pertama kalinya? Bukan gembala dan orang Majus melainkan pemilik rumah yang menyediakan diri dibuat repot oleh seorang perempuan mengandung dengan tunangannya. Sang perempuan bahkan melahirkan di rumahnya yang sudah penuh sesak. Natal berarti Allah membuka diri bagi manusia berdosa. Natal berarti keramahtamahan Allah ditunjukkan sepenuhnya di dalam Yesus Kristus. Natal berarti Allah percaya bahwa manusia masih bisa diharapkan untuk menunjukkan keramahtamahan kepada sesamanya, sekalipun memiliki konsekuensi-konsekuensi yang merugikan. Di rumah itu, ketika Yesus lahir, keramahtamahan ilahi dan keramahtamahan manusiawi bertemu. Di rumah yang penuh seorang Bayi Kudus lahir. Pada masa kini, bukankah keramahtamahan sudah mulai hilang? Orang membangun rumah besar dengan pagar yang tinggi dan tebal. Asing satu sama lain. Tetangga sudah mulai tidak kenal. Keramahtamahan pada peristiwa Natal ditunjukkan dalam sikap menerima kehadiran Yesus, serta memberi tempat bagi Yusuf dan Maria yang tidak punya tempat tinggal. Lalu, apa arti keramahtamahan bagi kita sekarang? Pertama, sadar bahwa hidup bukan untuk diri sendiri melainkan untuk Allah dan sesama. Kedua, sadar bahwa semua manusia berharga dan dihargai Allah. Ketiga, sadar bahwa semua manusia, sekalipun berharga bagi Tuhan, juga berdosa. Keempat, sadar bahwa yang ada pada kita bukan milik kita melainkan milik Allah yang dipercayakan kepada kita.
Allah kita adalah Allah empati. Empati berarti menyeberangi jurang. Suka orang lain menjadi suka kita; dukanya menjadi duka kita. Allah kita adalah Allah yang berempati dengan manusia, karena Dia bergerak menyeberangi jurang yang lebar dan dalam antara manusia dan Allah. Dia turun ke dunia dan bukan hanya menjadi sama dengan manusia. Ini berita terbesar segala masa. Sementara dunia menganggap Allah begitu jauh, Natal justru menegaskan Dia dekat, bahkan begitu dekat. Itu sebabnya Yohanes 1:14 penting. Dalam ayat ini hanya dikatakan “Firman itu telah menjadi manusia”, tetapi dilanjutkan, “dan diam di antara kita”. Dalam bahasa aslinya, frasa “diam di antara kita” yang dipakai adalah “berkemah di antara kita”. Ketika manusia berziarah di padang gurun yang tandus dan malam pun tiba, para peziarah berkemah. Mereka sekarang berada di tengah-tengah kegelapan yang tergelap. Ilustrasi ini yang dipakai Yohanes ketika ia berkata “Firman itu telah menjadi manusia dan berkemah di antara kita”. Itu sebabnya Yohanes meneruskan pada ayat 14 ini, “dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran”. Di dalam kemah yang diselubungi kegelapan, Terang diberikan. Allah tidak menawarkan Terang itu dari surga yang jauh dan mengundang manusia berusaha menjangkau walau sudah pasti tidak akan mungkin meraihnya. Terang itulah yang kini turun, menerobos pekatnya dosa dan memasuki tenda hidup kita. Itu sebabnya pada ayat 5-9 ditegaskan bahwa Firman yang menjadi manusia itu adalah terang yang menerobos tenda kemanusiaan yang gelap. Pertanyaannya, mengapa Allah mau menjadi manusia? Saya sebagai penulis bahan sermon ini tidak mampu menggambarkan betapa besar kasih Allah. Alkitab sudah cukup memenuhi halaman tulisannya dengan gambaran kasih Allah. Saya tidak mampu lebih baik lagi menggambarkan kasih Allah. Namun, yang terpenting sekarang ada dua hal. Pertama, sudahkah kita menyediakan ruang hati kita untuk menerima kasih Allah? Sudahkah kita mengizinkan Bayi Kudus itu berkemah dalam sudut hati kita yang paling gelap? Kita sudah terlalu lama hanya berusaha memahami dan mengerti makna kasih Allah, tetapi gagal untuk merasakan dan mengalaminya. Kasih Allah pertama-tama bukan untuk dimengerti, melainkan dialami. Kedua, ketika kita sudah mengalami kasih Allah, apa yang berubah dalam hidup kita? Sudahkah pola kasih Allah mengubah cara pola pikir, hati dan sikap hidup kita? Sudahkah empati Allah juga menjadi empati kita?
Pdt. Andreas Pranata Meliala-GBKP Cibinong
SABTU 24 DESEMBER 2022, MIKHA 5:2-4
Invocatio : hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan,kota Daud ( Luk 2 :11)
Ogen : Kisah Para Rasul 13 : 21-25 (Tunggal)
Tema : RAJA DARI BETLEHEM
Pendahuluan
Jika ada pemilihan Kepala Daerah, yang di soroti selain pribadi calon Bupati atau calon wakil Bupati, dari mana asalnya pun diperbincangkan, mulai pemilihan sampai terpilih jadi kepala daerah, jika desa itu lebih baik mulai terpilihnya beliau jadi kepala daerah maka dikatakan peminpin yang mulai bergerak dari kampungnya sendiri. Tapi jika desa nya sendiri tidak mengalami perubahan maka dianggap pemimpin itu tidak peduli.
- Apa yang di alami Betlehem ketika Yesus lahir di kota ini?
- Dari betlehem sampai ke hati
Kisah Para Rasul 13: 21-25 21 Kemudian mereka meminta seorang raja dan Allah memberikan kepada mereka Saul bin Kish dari suku Benyamin, empat puluh tahun lamanya. 22 Setelah Saul disingkirkan, Allah mengangkat Daud menjadi raja mereka. Tentang Daud Allah telah menyatakan: Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku. 23 Dan dari keturunannyalah, sesuai dengan yang telah dijanjikan-Nya, Allah telah membangkitkan Juruselamat bagi orang Israel, yaitu Yesus. 24 Menjelang kedatangan-Nya Yohanes telah menyerukan kepada seluruh bangsa Israel supaya mereka bertobat dan memberi diri dibaptis. 25 Dan ketika Yohanes hampir selesai menunaikan tugasnya, ia berkata: Aku bukanlah Dia yang kamu sangka, tetapi Ia akan datang kemudian dari padaku. Membuka kasut dari kaki-Nya pun aku tidak layak.’
dari ayat 17- 25 empat belas kata kerja yang dipakai untuk menggambarkan tentang karya Allah. Anda mungkin memahami bahwa sejarah Perjanjian Lama tidaklah dibangun di atas dasar takhayul manusia atau penelitian teologis, tetapi atas dasar serangkaian karya Allah yang sungguh-sungguh nyata. Anda tidak akan bisa memahami Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru kalau anda tidak secara mendasar memahami bahwa Allah itu berdaulat penuh, Mahatahu, dan Pemilik atas segala sesuatu. Kehidupan manusia tidak digerakkan oleh nasib, kecelakaan atau kebetulan belaka, tetapi oleh Allah saja. Ia memilih pribadi-pribadi bukan karena kebaikan mereka, tetapi karena anugerah-Nya semata-mata. Pelajarilah makna yang berbeda dari semua kata kerja yang menjelaskan karya Allah itu, sehingga anda akan bisa mendapatkan hikmat yang melimpah.
Dalam pemilihan-Nya terhadap para bapa leluhur, Allah memulai sejarah keselamatan manusia dan juga menyempurnakan rencana dari rancangan-Nya, yaitu kedatangan sang Mesias. Dalam penggenapan dari sejarah Ilahi ini, Tuhan melepaskan umat Perjanjian Lama dari belenggu. Ia bersabar atas pemberontakan umat-Nya di padang gurun, menawarkan kepada mereka tempat kediaman di Kanaan, memilih hakim-hakim yang adil untuk memerintah atas mereka, dan menetapkan seorang raja atas permintaan mereka sendiri. Ia mengurapi Saul sebagai raja pertama mereka, yang menjadi teladan yang sangat luar biasa di awal masa pemerintahannya, dan nama raja itu yang dipakai oleh rasul bagi orang-orang bukan Yahudi itu. Sebagai seorang muda ia sangat bangga dengan nama kebesaran itu, Saul,” tetapi ketika ia bertemu dengan Sang Raja, Yesus, ia meneladani kerendahan hati sang Raja itu. Ia mengganti namanya “Saulus” dan menyebut dirinya “Paulus”, yang berarti “yang kecil.”
Sejarah Allah mengkristal di dalam diri Daud, sang raja, yang didapati sebagai kekasih Tuhan sendiri. Ia bertobat dari dosa-dosanya dan mencari kehendak Allah. Melalui dirinya mengalir mazmur-mazmur Roh Kudus dan doa-doa, dimana manusia sudah menjadikannya doa pribadi mereka, selama lebih dari 3000 tahun. Kristus sendiri menegaskan beberapa nubuat yang diucapkan oleh Daud. Namun, orang-orang Yahudi berpikir bahwa janji-janji Allah itu belum digenapi. Mereka selalu bertanya-tanya, “Dimanakah Anak yang dijanjikan akan datang dari keturunan Daud, siapakah sebenarnya Anak Allah yang kekal itu?” Semua orang Yahudi mengenal nubuat yang sangat penting mengenai Mesias yang akan datang ini, yang akan membawa bangsa itu ke dalam kedamaian kekal. Paulus berbicara dalam khotbah singkatnya, menyatakan bahwa Anak Daud, yang juga adalah Anak Allah, sudah datang, dan bahwa Dia adalah Yesus dari Nazaret, Juruselamat dunia. Ia lebih hebat dibandingkan dengan semua Kaisar di Roma, karena Ia adalah Manusia sejati dan Allah sejati, kekal, kudus, dan mulia
Tidak semua kerusakan dapat diperbaiki secara keseluruhan. Tambal-sulam bukan sebuah pilihan. Kesalahan yang muncul sangat fatal sehingga dibutuhkan perubahan radikal. Yang diperlukan bukan hanya koreksi, modifikasi, atau renovasi, melainkan peletakan pondasi. Sebuah awal yang baru sangat dinanti.
Itulah situasi yang dihadapi oleh bangsa Yehuda pada zaman Mikha. Sang nabi melayani sekitar abad ke-8 SM pada zaman Yotam, Ahaz, dan Hizkia (1:1). Pada masa itu kemerosotan moral dan kompromi relijius terjadi di mana-mana. Agama dijadikan alat untuk kepentingan material. Orang-orang kaya dan para penguasa menindas orang-orang miskin. Keadaan hanya sempat membaik sedikit pada zaman Hizkia.
Tidak heran, Mikha berkali-kali menyerukan pertobatan dan penghukuman, baik atas Samaria (1:5-7) maupu Yehuda (1:9-16). Apa yang diberitakan sebagian sudah terjadi. Kedua negara ini sempat dikalahkan oleh bangsa Asyur. Bahkan satu ayat sebelum teks kita hari ini berbicara tentang penghukuman bagi Yehuda: “Sekarang, engkau harus mendirikan tembok bagimu; pagar pengepungan telah mereka dirikan melawan kita; dengan tongkat mereka memukul pipi orang yang memerintah Israel” (4:14). Bangsa Yehuda sedang terdesak da tersudut. Tongkat yang biasanya menjadi simbol kekuasaan, sekarang justru menjadi alat pukulan di tangan musuh.
Pembacaan yang seksama menunjukkan bahwa janji ini sangat berkaitan dengan Daud. Apa yang Allah sudah janjikan kepada Daud – yaitu bahwa keturunannya akan menjadi raja atas umat Allah untuk selamanya (2Sam. 7:12-13) – sedang ditegaskan ulang melalui Mikha. Mazmur 89:35-37 berkata: “Sekali Aku bersumpah demi kekudusan-Ku, tentulah Aku tidak akan berbohong kepada Daud: Anak cucunya akan ada untuk selama-lamanya, dan takhtanya seperti matahari di depan mata-Ku, seperti bulan yang ada selama-lamanya, suatu saksi yang setia di awan-awan”.
Ada beragam keterkaitan dengan Daud yang ditunjukkan dalam teks khotbah malam Natal ini. Pertama, kelahiran sang penguasa (5:1a). Pusat pemerintahan Yehuda (dan Israel) adalah Yerusalem. Sejak jaman Daud sampai pembuangan ke Babel kota ini telah menjadi kebanggaan mereka. Namun, Mikha justru menyinggung tentang Betlehem-Efrata di daerah Yehuda. Mengapa? Karena Betlehem adalah daerah asal Daud (1Sam. 16:1, 4). Betlehem di kemudian hari dikenal sebagai kota Daud (1Sam. 20:6; Luk. 2:4; Yoh. 7:42). Betlehem Efrata sebuah kota kecil di Yehuda, jaraknya kurang lebih 9 km dari Yerusalem ibu kota kerajaan Yehuda. Betlehem memang sebuah kota kecil diantara kota-kota lain di Yehuda pada waktu itu. Karenanya kota ini kurang diperhatikan dan tidak diperhitungkan secara politik, sosial-ekonomi, bahkan Agama.
Kedua, permulaan sang penguasa (5:1b). Frasa “permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala” sebaiknya tidak disamakan dengan kekekalan (kontra KJV). Dalam kitab Mikha, frasa seperti ini merujuk pada suatu masa lampau di dalam waktu. Sebagai contoh, Mikha 7:14b berbunyi: “Biarlah mereka makan rumput di Basan dan di Gilead seperti pada zaman dahulu kala”. Rujukan waktu ini jelas tidak mungkin menunjuk pada kekekalan. Berdasarkan hal ini, frasa “permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala” di 5:1 seharusnya ditafsirkan sebagai rujukan pada zaman Daud dahulu. Mikha sedang memikirkan tentang masa keemasan Israel pada sekitar tiga abad sebelumnya.
Ketiga, cakupan kekuasaan (5:1b-2). Sang penguasa yang dijanjikan akan memerintah atas Israel (5:1b). Pemunculan istilah “Israel” di sini cukup menarik. Mikha diutus untuk bangsa Yehuda, bukan Israel. Jadi, istilah “Israel” di ayat ini tidak merujuk pada kerajaan utara, tetapi pada seluruh daerah kekuasaan Daud sebelum kerajaannya pecah menjadi dua pasca kematian Salomo.
Bukan hanya cakupan kekuasaannya, pemulihan yang dijanjikan juga tidak hanya meliputi bangsa Yehuda. Janji ini juga mencakup bangsa Israel, sebagaimana dikatakan: “lalu selebihnya dari saudara-saudaranya akan kembali kepada orang Israel”. Dua kerajaan disatukan sekaligus.
Siapakah raja Israel yang berkuasa atas dua negara ini? Daud dan Salomo. Nama terakhir ini tidak diperhitungkan sebab justru karena dia kerajaan terpecah menjadi dua. Jadi, ayat 1-2 jelas mengarah pada Daud.
Keempat, penggembalaan sang penguasa (5:1, 4). Mikha tampaknya sengaja menghindari istilah “raja”. Dia memilih “penguasa” (môšēl, 5:1); suatu istilah yang sangat populer pada masa awal pemerintahan Daud. Pemerintahannya disamakan dengan penggembalaan (5:4). Walaupun raja-raja lain juga digambarkan sebagai gembala umat, gambaran ini paling melekat pada figur Daud. Sebelum dia menjadi raja, dia adalah seorang gembala domba (1Sam. 16:11-13).
Kita tidak tahu secara pasti bagaimana bangsa Yehuda pada waktu itu memahami janji yang diucapkan oleh Mikha. Awalnya mereka pasti tidak langsung mengaitkan janji ini dengan Sang Mesias yang akan datang beberapa abad sesudahnya. Sebagai contoh, rujukan tentang seorang perempuan yang akan melahirkan (5:2a) sangat mungkin dikaitkan dengan nubuat yang diucapkan 30 tahun sebelumnya oleh Yesaya tentang kelahiran seorang anak yang menjadi simbol kehadiran Allah di tengah umat-Nya (Yes. 7:14).
Situasi konkrit mendorong orang-orang Israel untuk melihat jauh ke depan melampaui raja-raja yang sudah ada. Cakupan kekuasaan dari sang penguasa yang dijanjikan bukan hanya kerajaan Israel + Yehuda, melainkan seluruh bumi (5:3b). Bukan hanya itu. Kekuasaannya akan diwarnai dengan kekuatan, keluhuran, dan kedamaian (5:3-4a).
Siapa raja Israel atau Yehuda yang pantas menggenapi janji ini? Tidak ada sama sekali! Dua kerajaan ini bahkan pada akhirnya dikalahkan oleh musuh-musuh mereka. Umat Allah tidak lagi memilik seorang raja.
Lantas, apakah janji Allah terbengkalai? Jelas tidak! Janji ilahi melalui Mikha memang dimaksudkan untuk sebuah masa yang jauh di depan. Melalui berbagai kemelut politik dan keamanan bangsa Yahudi didorong untuk memahami teks ini secara mesianik (bdk. Mat. 2:1-6). TUHAN akan mengutus seorang raja dari keturunan Daud yang akan mengembalikan kejayaan Israel seperti dahulu kala. Sayangnya, tatkala Kristus Yesus datang ke dunia untuk menggenapi janji ini, hati mereka terlalu gelap untuk memandang kepada Kristus. Mereka memilih untuk menantikan seorang mesias secara politik; mesias yang akan meruntuhkan belenggu penjajahan bangsa Romawi. Mereka tidak sadar bahwa Mesias sudah datang. Kristus sudah mematahkan belenggu terberat manusia, yaitu dosa. Kristus sudah mengalahkan musuh terkuat manusia, yaitu maut.
Firman TUHAN di malam Natal Tahun ini memberikan pengharapan yang teguh bagi kita. Apapun keadaan kita sekarang, masih ada harapan di dalam TUHAN. Tidak peduli seberapa kecil kekuatan yang masih tersisa, TUHAN bisa memulai dari sana. Betlehem bukan kota besar, tapi Allah bisa memulai pemulihan dari sana. Nabi Mikha juga berasal dari desa kecil Moresyet di daerah Gat (1:1, 14), tetapi TUHAN bisa menggunakan dia untuk menghiburkan umat-Nya. Daud dahulu juga bukan siapa-siapa. Dia hanya seorang gembala domba. Namun, TUHAN justru memakai dia untuk membawa bangsa Israel pada kejayaan. Sungguh, tidak ada yang mustahil bagi TUHAN. Biarlah di momen-momen penantian Natal ini (minggu-minggu Advent), pengharapan kita kembali disegarkan dan penantian kita dikuatkan.
“Natal menjadi sebuah bukti ada nya pemulihan kehidupan di dalam Yesus Kristus”, hendaknya di malam Natal ini mengantarkan kita untuk memaknai kelahiran Yesus di kota Betlehem memberikan kehidupan umatNya yang dibaharui.
Pdt Sastrami Tarigan-Rg Jampind
MINGGU 18 DESEMBER 2022, KHOTBAH ROMA 1:1-17 (ADVENT IV)
Invocatio : "Dan aku telah melihatNya dan memberi kesaksian: IA inilah Anak Allah" (Yohanes 1:34)
Bacaan : Yesaya 7:10-15 (Antiphonal)
Tema : Anak Allah Yang Berkuasa (Anak Dibata si Erkuasa)
PEMBUKA
Suatu ketika, seorang guru membuat soal yang sederhana buat murid-muridnya. Walau sederhana penyelesaian soal itu memang cukup rumit. Semua murid yang mencoba menjawabnya belum ada yang benar. Kemudian guru memberitahukan jawaban atas soal tersebut. Beberapa murid manggut-manggut setuju, ada yang diam saja karena masih bingung, ada pula yang merasa dirinya benar, menolak jawaban tersebut dan mempertanyakannya.
Kehidupan manusia juga memiliki soal yang tampaknya sederhana, yaitu tentang hidup bersatu dengan Allah. Banyak manusia mencoba menjawabnya, tapi tidak ada yang berhasil. Karena jawabannya hanyalah melalui Kristus. KehadiranNya bagi manusia adalah bagian rancangan Allah agar hubungan manusia denganNya tidak lagi terputus karena keberdosaan.
Namun penyataan Allah tentang Kristus sebagai jawaban, direspon manusia dengan berbagai bentuk. Ada yang percaya dan menerimaNya, ada yang masih bingung, ada yang tidak menanggapi bahkan tidak sedikit yang menolak. Dalam mengakui Yesus Kristus sebagai Juruselamat, kita pun harus menyadari keterpanggilan kita untuk menyatakan jawaban itu kepada mereka yang masih bingung bahkan menolaknya.
ISI
Hal ini juga menjadi kerinduan Paulus yang diungkapkannya dalam surat kepada jemaat Roma. Agar setiap pembaca juga mengenal Injil sebagai jawaban atas segala pergumulan iman. Paulus yang secara langsung belum pernah berkunjung ke Roma, memperkenalkan dirinya sebagai rasul yang adalah hamba Kristus. Hamba adalah panggilan untuk orang suruhan yang rendah, tapi bagi Paulus ini adalah kebanggan tersendiri menjadi hamba Kristus. Karena pada prinsipnya seorang hamba akan taat pada tuannya. Sehingga Paulus menyadari dirinya harus taat sebab dia telah dikuduskan dalam panggilannya untuk memberitakan Injil, tentang rancangan keselamatan dari Allah melalui Kristus (ay 1).
Injil adalah kebenaran tentang Allah, yang telah dijanjikanNya. Melalui para nabi dalam kitab suci, rancangan keselamatan telah disampaikan menunjuk tentang kelahiran dan karya Yesus Kristus (ay 2). Paulus mengungkapkan bahwa Anak Allah yang menjadi Juruselamat itu datang, menurut daging dari keturunan Daud dan menurut Roh, Dialah yang kudus dan berkuasa (ay 3-4).
Kelahiran Yesus yang menurut silsilah datang dari keturunan Daud, menjadi penting bagi orang Yahudi. Karena mereka juga mengenal dan menantikan janji akan kedatangan Juruselamat yang telah dinubuatkan nabi-nabi. Yesus adalah keturunan Daud, yang digambarkan sebagai tunggul Isai, keturunan Yehuda. Kehadiran Mesias yang dijanjikan sangat dinantikan untuk memberi kebebasan seperti kejayaan zaman Raja Daud, terlebih kerinduan semakin besar karena mereka sedang dalam penjajahan Romawi. Sehingga Paulus mengungkapkannya, agar mereka dengan sungguh menerima Yesus sebagai penggenapan dari janji Allah. Yesus yang memberi pembaharuan dan keselamatan, bukan hanya bagi orang Yahudi tetapi secara universal bagi semua orang yang percaya.
Dalam kekudusanNya, Yesus lahir menurut Roh. Seperti yang diungkapkan malaikat kepada Maria, bahwa kuasa Allah yang menaunginya dan IA yang akan lahir adalah kudus, Anak Allah (Bdk Lukas 1:35). Yesus bukanlah manusia yang kemudian dingkat jadi anak Allah, melainkan Yesus adalah inkarnasi Allah sendiri yang datang dalam kekudusanNya. Dia pula yang bangkit dari orang mati, Anak Allah yang berkuasa. Dalam keberdosaan, manusia beroleh maut sebagai upahnya dan hanya Yesus yang mampu memberi kelepasan atas dosa manusia. Sehingga setiap mereka yang percaya beroleh keselamatan. Yesus tidak hanya menggenapi nubuat kedatangan Mesias, namun Dia juga berkuasa menyatakan jalan dan penebusan manusia dari dosa. Karya keselamatan melalui
Yesus adalah kasih Allah yang sempurna.
Oleh sebab itulah Paulus sangat bersyukur dan bersukacita, dapat menerima kasih karunia dalam tugas pemberitaan Injil. Agar setiap orang dapat percaya dan turut taat (ay 5). Bahkan bukan sekedar kehidupan sebagai rasul yang dibanggakan, tapi sebagai bagian dari milik Kristus itu sendiri. semua orang percaya menerima panggilan yang sama. Dilayakkan untuk merasakan dan mewartakan keselamatan sebagai suatu kehormatan dan kebanggan (ay 6).
Dalam segala tantangan yang mungkin juga dihadapi sebagai orang percaya dan memberitakan Injil, Paulus yakin bahwa setiap orang kudus akan diperlengkapi dengan kasih karunia yang senantiasa menyertai. Allah memberi damai sejahtera. Tentunya sejalan dengan kesaksian Paulus sendiri dalam memberitakan Injil sekalipun banyak tantangan dia merasa bersukacita bersama Yesus (ay 7).
Dalam masa-masa mengingat kembali kedatangan Yesus bagi setiap orang percaya, sesuai dengan pemberitaan yang tertulis dalam Yesaya 7:10-15, Yesaya menyatakan bahwa tanda kehadiran Anak Allah akan dinyatakan. Immanuel (Allah beserta kita). Memang pada saat Yesaya memberitakan janji ini, bukanlah dalam situasi aman nyaman, melainkan kritis. Karena Raja Ahas sedang takut dan panik karena akan datangnya penyerangan kepada Yehuda oleh bangsa Siria dan Israel. Kemudian Raja Ahas meminta pertolongan kerajaan Asyur dan menutup hatinya atas tanda yang Allah janjikan. Padahal janji ini dinyatakan sebagai tanda bahwa Allah melawat setiap bangsa dan umatNya yang percaya.
Kata Immanuel menjadi suatu kekuatan bagi kita yang percaya, hingga saat ini, bahwa Allah memberikan penyertaanNya yang telah dan akan diberikanNya dalam kepastian.
APLIKASI
Di Minggu Advent yang ke IV tentunya setiap umat Kristen masuk dalam minggu-minggu yang penuh sukacita. Karena mempersiapkan hati mengingat kadatangan Yesus dan juga mempersiapkan segala yang diperlukan untuk menampilkan sukacita Natal. Namun makna penantian ini, kerap kali diwarnai dalam tampilan fisiknya saja. Masih banyak dari kita yang menyambut Natal sebagai suatu beban dan kemeriahannya sekedar tradisi. Dikarenakan masih banyaknya rasa enggan percaya, takut dan khawatir menghadapi kehidupan dipenghujung tahun, sehingga makna penantian semakin terasa biasa saja.
Terkadang penyataan bahwa Anak Allah Berkuasa, seperti tema pada minggu ini bahkan kata Imanuel yang sering kali jadi ikon Kekristenan, belum dijiwai sebagai jaminan penyertaan dan kekuatan mengemban tugas pemberitaan. Sehingga masih banyak dijumpai orang-orang sibuk mempersiapkan natal namun di dalam persiapannya pulalah terjadi persoalan, permusuhan bahkan kekecewaan dengan sesama umat Tuhan. Hanya karena rasa ingin menampilkan diri sendiri, bukan memberitakan Yesus yang datang, banyak yang fokusnya bergeser dari kehadiran Yesus menjadi keakuan diri sendiri. Kemudian muncul rasa khawatir, benci, takut, cemas dan tidak merasakan damainya menyambut Kristus di hati.
Hendaklah kita semakin mengerti dan menghayati, tanda yang Allah nyatakan bagi kita melalui Yesus. Mungkin kita tidak dapat melihat secara mata jasmani tentang Yesus, seperti invocatio "Dan aku telah melihatNya dan memberi kesaksian: IA inilah Anak Allah" (Yohanes 1:34). Tetapi mata iman kita harusnya turut merasakan tentang Yesus sebagai Anak Allah yang menjamin kehidupan kita. Dalam kuasa dan penyertaanNya pun kita dapat memberitakan kesaksian tentang Dia yang terlihat dalam kehidupan beriman. Yakinlah bahwa tidak ada alasan menjadi takut dan khawatir, tentang apapun pergumulan yang mungkin saat ini dan nanti menghampiri, karena di dalam kuasaNya yang telah dinyatakan kita percaya Yesus berkuasa atas segala yang ada. Sehingga berita natal menjadi sukacita yang sungguh dan damai sejatera dapat disaksikan. Amin.
Pdt Deci Kinita Br Sembiring-Rg Studio Alam