MINGGU 12 JUNI 2022, KHOTBAH 8:1-10

Invocatio :

2 Tesalonika 1:2

Bahan bacaan pertama :

Roma 5:1-5 (Tunggal)

Tema :

Kemuliaan Tuhan nyata di seluruh Dunia

 

1. Kata Pengantar

Saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus,

Dalam nyanyian Mazmur pasal ke-8 (https://www.youtube.com/watch?v=_Hfj2ziP_AE) dilantunkan dengan begitu indah, sebagai ungkapan kebesaran, dan kemuliaan Tuhan Allah. Jika kita memahami dalam kitab Mazmur pasal nya yang ke-8 lebih sering digambarkan sebagai doa syukur pemazmur kepada Tuhan yang telah membuat manusia menjadi ciptaan yang bermartabat karena dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat serta diberi kuasa atas buatan tangan Allah. Mazmur ini tidak secara langsung bersinggungan dengan pertanggung jawaban manusia terhadap ciptaan Allah lainnya. Memang Mazmur 8 secara garis besar memperlihatkan kekaguman sang pemazmur terhadap karya Tuhan yang ditemuinya di dalam alam semesta, tetapi tidak berbicara tentang tanggung jawab manusia kepada alam. Tapi menunjukkan kemuliaan Tuhan Allah kepada setiap hasil ciptaanNya.

Mengacu kepada tema yang diangkatkan mengenai kemuliaan, di dalam

Alkitab, arti kata "kemuliaan" (Glory), "Kabod" (bahasa Ibrani) adalah Mulia, Agung, Makmur, Berlimpah; "Doxa" (bahasa Yunani): Semarak, Kecemerlangan, Kemasyhuran. Khusus melihat Injil Lukas 2:14, kita menemukan kata "kemuliaan" seperti ‘doksologi‘. Kata (doxa) ini digunakan untuk menjelaskan beberapa hal penting yaitu: pertama, sifat dan tindakan Tuhan dalam manifestasi diri-Nya sendiri. Kedua, karakter dan cara Tuhan seperti yang diperagakan melalui Kristus dan melalui orang percaya (2 Korintus 3:18; 4:6). Ketiga, dari keadaan penuh berkat dimana orang percaya untuk selanjutnya masuk menjadi serupa dengan Kristus -- (Roma 8:18, 21; Filipi 3:21). Keempat, kecerahan atau kemegahan: supranatural, berasal dari Allah (seperti dalam shekinah "glory" dalam tiang awan dan dalam Kemah Suci).

2.Pembahasan Nats

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan kita Yesus Kristus,

Menurut Marie Barth and Pareira menekankan Mazmur pasal ke-8 lebih menghubungkan “nyanyian untuk liturgi malam” ini dengan pengakuan akan eksistensi manusia yang menerima penghargaan sebagai raja kecil dari Tuhan[1]. Sedangkan Clinton McCann lebih melihat Mazmur 8 sebagai sebuah bentuk doa (ucapan syukur), lebih dari sekadar nyanyian pujian, yang menekankan bukan hanya keagungan Tuhan tetapi juga status manusia yang dimuliakan oleh Allah[2]. Ada dua tokoh utama yang mendapat perhatian dalam Mazmur ini, yaitu Tuhan sebagai Pencipta, dan manusia, yang dibuat segambar dan serupa seperti Allah dan telah dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat. Namun figur yang utama dan terutama di sini adalah Sang Pencipta itu sendiri yang hendak dimuliakan melalui Mazmur ini. Kesamaan bagian pembuka dan penutup dari Mazmur ini memperlihatkan bahwa yang ingin ditonjolkan di sini adalah “Allah yang Agung‟ yang keagungannya itu nyata melalui karyanya, khususnya melalui manusia.

Sementara itu manusia dalam Mazmur ini menjadi figur yang menyadari bahwa kemuliaan dan hormat yang dimilikinya hanya merupakan sebuah anugerah dari Sang pencipta. Karena itu kemuliaan dan kehormatan manusia tidak bisa disetarakan dengan keagungan dan kemuliaan Sang Pencipta. Dengan demikian pemahaman terhadap Mazmur ini jangan sampai memindahkan fokus dari Sang Pencipta kepada manusia. Catatan ini mengingat pembacaan sepintas terhadap Mazmur 8:6-9 akan memberi kesan bahwa fokusnya adalah pada manusia dengan segala keistimewaannya sebagai ciptaan Allah (Mazmur 8:6). Pemahaman dalam mazmur pasal ke-8 ini merupakan sebuah upaya khususnya ayat 6-9, dari sisi hubungan dan tanggung jawab manusia kepada ciptaan. Kuasa merupakan salah satu istilah yang menonjol dalam Mazmur ini dan sering dimengerti lebih sebagai dominasi manusia atas ciptaan. Karena itu kuasa ini diwujudkan dalam praktiknya, terutama ketika dihubungkan dengan persoalan-persoalan lingkungan yang dihadapi manusia saat ini. Persoalan pemanasan global, Tragedy of commons yang dihadapi dunia saat ini memang seharusnya mendorong manusia untuk menginterpretasi kembali bagaimana dia berelasi dengan alam.

Posisi dari Allah bukan hanya menyelamatkan diri dari manusia, bahkan Dia memahkotai (dalam teks Bahasa Indonesia, dari bahasa ibrani dengan akar kata “atarah” = mahkota) manusia dengan kemuliaan dan hormat (ayat 5), yang mana tindakan ini menunjuk kepada sebuah posisi penting yang dimiliki manusia. Tetapi dalam tradisi kerajaan, pemberian mahkota bukan hanya menunjuk kepada sebuah kedudukan penting dari penerima mahkota, tetapi juga tanggung jawab yang harus dilakukan oleh sang penerima mahkota. Seseorang yang dimahkotai tidak berarti bahwa dia bisa bertindak sesuka hatinya. Sebaliknya dia harus bertindak sesuai dengan kehendak Allah agar kemuliaan dan kehormatan yang diterimanya terpancar jelas melalui karyanya. Saul yang dimahkotai sebagai raja pada akhirnya ditolak karena dia tidak melakukan apa yang diperintahkan Tuhan kepadanya (1 Samuel 15:1-35). Daud yang dimahkotai sebagai raja juga dihukum oleh Allah karena melakukan yang jahat kepada hambanya, Uria (2 Samuel 11:1- 12:25). Ini menunjukkan bahwa manusia yang dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat oleh Allah bukan saja menerima sebuah posisi penting tetapi juga tanggung jawab penting untuk selalu melakukan apa yang dikehendaki Allah kepadanya. Itu artinya bahwa sepanjang hidupnya manusia yang dimahkotai harus mampu memperlihatkan Allah yang memahkotainya. Jika ayat ini secara khusus dihubungkan dengan Daud, dimana dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat menunjuk kepada pengangkatan Daud sebagai raja, maka kisah kehidupan Daud dalam Alkitab menunjukkan bagaimana Daud berusaha untuk hidup selalu berkenan kepada Tuhan. Ada masa dimana Daud melakukan kesalahan (lih. 2 Samuel 11:1- 27) tetapi selalu ada upaya dari Daud untuk menyadari kesalahannya dan kembali hidup berkenan di hadapan Tuhan (lih. 2 Samuel 12:1-25) artinya, manusia juga harus menyadari dan ikut dalam pemulihan alam karena manusia adalah ciptaan yang “khas” dari Allah dan menerima mandat khusus untuk itu.

Kita harus menghindari diri dari membaca Mazmur 8 dengan pendekatanpendekatan pemahaman yang cenderung menonjolkan martabat manusia sebagai yang lebih tinggi dari yang lain dan menganggap ciptaan yang lain sebagai rendah martabatnya dari manusia dan karena itu manusia tidak perlu menjaga sikapnya terhadap ciptaan yang lain. Manusia tetaplah manusia, bukan Allah, karena kuasa yang dimilikinya tetaplah terbatas. Sekalipun dalam ayat 6 dikatakan bahwa: “Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya”, namun kuasa itu terbatas hanya terbatas pada binatang (ayat 7-8), bukan pada seluruh ciptaan Allah. Ayat ini sekaligus memperlihatkan perbedaan dan persamaan antar Mazmur 8 dengan Kejadian 2:15- 16 berkaitan dengan pemberian kuasa atau mandat. Persamaannya adalah bahwa kuasa atau mandat yang diterimanya sama-sama terbatas, bukan kepada seluruh ciptaan. Perbedaannya adalah Mazmur memberi penekanan pada kuasa (Ibrani: tamshilehu (dari akar kata mashal), menunjuk kepada sebuah otoritas yang berwujud dalam situasi memerintah, mengontrol), sedangkan Kejadian memberi penekanan pada mengusahakan dan memelihara (Ibrani: le'avedah - dari akar kata abad – yang bukan hanya menunjuk tindakan kultivasi (bercocok tanam) tetapi juga menunjuk kepada sikap sebagai seorang pelayan; dan uleshamerah - dari akar kata shamar - yang menunjuk kepada tindakan menunggui, menjaga, melindungi, memberi perhatian, merawat). Perbedaan yang lain adalah mazmur membatasi kuasa itu pada binatang sedangkan Kejadian membatasinya pada tanaman atau taman.

Jadi baik Mazmur 8 maupun Kejadian 2 sama-sama memperlihatkan bahwa kuasa yang ada dimiliki manusia terbatas. Berkaitan dengan penyebutan “kaki” dalam ayat 6, menurut saya, istilah ini lebih tepat menyimbolkan kuasa atau kontrol, daripada diartikan sebagai penaklukan. Frase “di bawah kakinya” tidak bisa hanya diterjemahkan semata-mata sebagai dominasi manusia atas binatang. Dalam realitas kehidupan, manusia juga sering takluk kepada binatang, bahkan juga bisa menjadi korban binatang. Lagi pula binatang-binatang yang disebutkan dalam ayat 7-8 menunjuk kepada binatang-binatang yang dibutuhkan manusia di dalam hidupnya. Karena itu frase ini menunjukkan bahwa manusia memiliki kuasa atas binatang-binatang tersebut untuk melindungi dan mengelola mereka demi kebaikan hidup manusia. Gambaran ini juga memperlihatkan suatu era di mana binatang mempunyai tempat penting dalam kehidupan manusia. Mungkin kita juga setuju dengan apa yang dikemukakan oleh Othmar Kiel, bahwa pemberian kuasa dalam Mazmur 8:6 tidak harus diartikan sebagai keinginan sesuka hati menaklukkan binatang-binatang tersebut. Mazmur 8:6-8 ini harus lebih diartikan sebagai tugas manusia untuk melindungi binatang-binatang ternak atau yang hidup di sekitarnya (domestic animals).

Sebagai pandangan teologis yang dihubungkan dengan minggu Trinitas, saya mengangkatkan teologi dari Han Von Urs Balthasar yang mana ia seorang teolog terkemuka pada zamannya. Pengalaman iman akan kehadiran Allah telah menghantarnya pada sebuah kontemplasi ilahi. Kehadiran Allah di dunia melalui Yesus Kristus, adalah perwujudan kemuliaan Allah bagi manusia. Inilah sebuah estetika teologis sebagaimana yang dimaksud Balthasar. Untuk sampai kepada pemahaman tersebut, menurut Balthasar, manusia harus senantiasa mengkontemplasikan dirinya agar ia mampu sampai pada pemahaman yang mendalam akan karya Tuhan bagi dunia dan manusia. Hans von Balthasar mendekati misteri Trinitas pada dua sudut pandang, yakni sudut monopersonal[3] dan sosial[4]. Menurut Balthasar makna “pribadi” dalam pernyataan bahwa Allah itu satu pribadi, harus berbeda artinya dalam kalimat bahwa Ia tiga pribadi.

Menurut Balthasar, ketika Allah menyatakan diri, Allah menyatakan kebenaran- kebenaran-Nya kepada manusia. Dalam pernyataan diri Allah kepada manusia ini, Allah tidaklah menyatakan kebenaran- kebenaran-Nya yang melampaui roh manusia. Oleh sebab itu, keindahan (estetika) teologis dipahami oleh Balthasar sebagai pewahyuan Allah kepada manusia lewat Putera-Nya, dan melalui rahmat Roh Kudus, manusia dimampukan untuk menerima karunia Roh tersebut di dalam dirinya, sehingga ia mampu melihat gambaran alam sebagai ekspresi dari Imajinasi Ilahi yang melibatkan diri secara penuh di dalamnya.[5] Dengan demikian, di dalam semuanya ini, kita bisa menemukan yang baik, yang benar, dan yang indah sebagai yang berasal dari Allah sendiri sehingga kemualiaan Allah nyata di seluruh dunia.

Namun menurutnya, jika teologi mengabaikan status transendental dari keindahan, maka teologi tidak lagi menganggap dunia sebagai wilayah di mana roh ilahi sedang bekerja. Dengan demikian manusia dan alam semesta akan kehilangan statusnya sebagai ciptaan dan kehilangan kemuliaan karena tidak ada lagi yang dapat menjelaskan dari mana manusia berasal. Oleh sebab itu, lewat estetika keindahannya ini, Balthasar mengajak kita semua untuk memaknai hidup kita di dunia ini dalam kaca mata transendental sehingga pemahaman ini mampu menghantar kita pada pemahaman yang ilahi akan kehadiran kita di dunia. Alam ciptaan memberikan gambaran kepada kita betapa agung dan ilahinya Pencipta, Sang Maha dari segala yang ada di dunia ini. Dengan demikian, kita mampu memaknai hidup kita dalam hubungannya dengan dunia, sesama, dan alam semesta.

3. Aplikasi

Mengubah paradigma “menguasai” kepada “melindungi” dalam relasi manusia dengan ciptaan yang lain adalah cara tepat dalam mewujudkan kebaikan hidup bagi manusia dan juga ciptaan yang lain. Dengan perubahan paradigm ini, lebih memusatkan kita sebagai manusia ciptaan allah sebagai “Alat” untuk kemuliaan Tuhan. Bagi gereja, ini hanya bisa terwujud jika orientasi pelayanan gereja terutama dalam menggunakan kuasa yang dimilikinya tidak hanya ke dalam atau untuk kepentingan gereja sendiri tetapi juga untuk kepentingan yang lain, termasuk alam dan lingkungan. GBKP sudah sangat tepat mengusung tema tahun 2022 yaitu; Kreatif merawat lingkungan, karena manusia saat ini sering diperhadapkan dengan bencana alam yang juga disebabkan oleh kesalahan manusia dalam menggunakan kuasa yang dimilikinya, seperti Ekspolitasi alam secara berlebih dan juga banjir yang disebabkan oleh penebangan hutan oleh para pemilik HPH. Karena itu tanggung jawab gereja untuk selalu mengingatkan manusia untuk tidak hanya mengartikan kuasa yang dimilikinya sebagai dominasi atas alam dan lingkungan tetapi juga untuk merawatnya. Gereja harus lebih banyak membuat program-program yang bertujuan merawat dan melestarikan alam dan lingkungannya, terutama gereja yang masyarakatnya sering berhadapan dengan bencana alam, seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan lainnya. Marilah kita menjadikan seluruh ciptaan Allah menjadi bagian untuk menyatakan kemuliaan Allah.

 

Pdt. Anton Keliat - Runggun Semarang

 

[1] Marie Claire Barth dan B. A. Pareira, Kitab Mazmur 1-72. Pembimbing dan Tafsirannya. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), h. 170, 174-175

[2] J. Clinton McCann Jr. Great Psalms of the Bible. Louisville, (Kentucky: Westminster John Knox Press, 2009), h. 17-18.

[3] Paham Trinitarisme monopersonal (Karl Rahner dan Karl Barth) mengatakan bahwa tiga persona (yang diterjemahkan pribadi) dalam Tradisi Gereja tidak sama artinya dengan tiga Pribadi atau diri dalam arti modern karena pemahaman pribadi dalam arti modern (person, ing.) cenderung jatuh pada paham Triteisme. Menurut paham ini, Allah Tritunggal tidak dapat berdiri dari tiga pribadi atau tiga subjek. Allah hanya mempunyai Satu; Aku bukan tiga, satu kehendak, satu wajah, satu sabda, dan satu karya. Allah itu satu pribadi dalam tiga cara berada. Cara berada yang rangkap tiga itu, berkaitan erat dengan pewahyuan dan “keterwahyuan”. Teolog yang menganut paham ini adalah Karl Barth dan Karl Rahner. (Dr. Nico Syukur Dister, OFM, Teologi Sistematika I, Yokyakarta:Kanisius, 2004, hlm., 165-169).

[4] Manurut paham Jurgen Moltman dan Wolfhart Panenberg, sejarah Trinitas merupakan sejarah tiga Subjek dalam hubungan persekutuan satu sama lain. Moltman berbicara terang-terangan tentang tiga Subyek yang secara intim dan intensif berhubungan. Wolfhard Penenberg mengatakan bahwa Bapa, Putera, dan Roh Kudus digambarkan sebagai tiga penampakan dari satu medan dan kekuatan yang diidentifikasi sebagai cinta kasih. (ibid.)

[5] http://www.wordtrade.com/religion/christianity/Balthasar, loc.cit. (pernyataan ini tidak memaksudkan bahwa manusia adalah objek yang pasif-reseptif dalam menerima karunia Roh).

MINGGU 05 JUNI 2022, KHOTBAH ROMA 8:8-11

Invocatio :

Jikalau kita hidup oleh Roh,   baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh

Bacaan:

Yohanes 7:37-39a

Tema :

Ngeluh rikutken sura-sara kesah si badia/Hidup menurut kehendak Roh Kudus.

 

I. Pendahuluan

Hidup menurut kehendak Roh Kudus merupakan suatu keadaan dimana kita berjalan mengikuti apa yang diperintahkan oleh Roh Kudus. Belajar mengendalikan kehendak kita sendiri , sehingga selaras dan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Tuhan dalam segala aspek kehidupan kita. Memang bukan hal yang mudah untuk kita lakukan tetapi dengan cara menyerahkan diri, hati dan pikiran kita kepada Tuhan maka kita akan dikuatkan untuk melakukan. Disamping itu teruslah kita belajar untuk bisa hidup menurut kehendak Roh kudus’

Dalam kehidupan kita ada dua kehendak yaitu kehendak daging dan kehendak Roh. Tergantung kita mau mengikutkan yang mana. Apakah kita akan mengikutkan kehendak daging yang akan menuju kebinasaa atau kita akan mengikutkan kehendak Roh yang akan membawa kita kepada keselamatan

II.  Pembahasan

Dalam prikop kita pada minggu ini yang diambil dari Roma 8:8-11 mengarahkan kita agar kita yang sudah di selamatkan oleh Yesus Kristus untuk hidup dalam kehendak Roh. Sebab kehendak Roh sangat berbeda dengan kehendak daging. Dalam prikop ini ada beberapa hal yang menjadi penekanan bagi orang yang hidup dalam kehendak Roh yaitu

1. Hiduplah dalam lingkungan kuasa Roh Kudus.

Rasul Paulus dalam ayat 8 mengatakan bahwa orang yang hidup dalam daging tidak mungkin berkenan kepada Allah. karena tabiat daging adalah tabiat manusia , tabiat menyesatkan, tabiat manusia sebagaimana jadinya akibat dosa. Hidup dalam daging adalah hidup yang akan mencari kesenangannya sendiri dan sangat berlawanan dengan menyangkal diri. Dia akan melakukan apa yang menurutnya baik walaupun kelakukannya tersebut sangat melukai hati Allah.

Karena itu rasul Paulus mengatakan dalm ayat 9 “tetapi kamu tidak hidup dalam daging melainkan dalam Roh”. Sekali lagi rasul Paulus menekankan bahwa hidup dalam daging bebarti hidup dalm lingkungan pengaruh kedagingan. Misalnya seseorang yang berobat ke dokter tidak akan sembuh kalau ia tetap tinggal dalm lingkungan yang sama. Karena itu kita harus dicabut dari lingkungan yang merusak itu dan berpindah ke lingkungan lain. atau kita harus dicabut dari lingkungan yang penuh racun rohani berpindah ke lingkungan yang menyehatkan secara rohani. Karena itu hiduplah di dalam Roh. Sebagai orang keristen kita harus melihat apakah suasana hati kita, perbuatan kita sudah sesuai dengan kehendak Roh Kudus. Karena kalau Roh diam di dalam kita maka kita tidak tinggal lagi dalam daging.

Kata “diam di dalam” dalam ayat 9 merujuk kepada Roh yang tinggal di dalam kita tidak sebentar-sebentar tetapi sama seperti kita mendiami rumah. Maksudnya bahwa ketika kita mendiami sebuah rumah : tetap dan terus menerus. Kita akan mengubah, mengatur sesuai dengan kebutuhan dan selera kita. artinya Roh yang diam didalm kita akan bekerja mengubah, mengatus hidup kita sesuai dengan kehendak Roh. Tetapi di sini kita bukan pasif tetapi aktif. Karena ketika kita di diam Roh kita tetap sadar. Artinya kita sadar apa yang kita lakukan saat ini akan kita pertanggungjawabkan. Karena itu marilah kita berjalan dalam kehendak Roh kudus.

2. Kehadiran Roh Kudus dalam hidup kita akan membawa kita menjadi milik Kristus. Kalimat ini akan membawa kita untuk melihat kedalam diri kita masing-masing apakah Roh Kudus itu diam di dalam akua tau aku menolak Roh Kudus. Sebab ketika kita membiarkan kedagingan kita masuk Kembali kepada kehidupan kita maka kita bukan milik Kristus. karena Roh itu tidak membawa sesuatu yang baru di luar dari karya Kristus. Roh Kudus itu akan berkarya di hati kita.

3. Roh kudus akan memberikan kita hidup. Dalam ayat 10 kita akan melihat memang tubuh mati karena dosa tetapi Roh adalah kehidupan oleh karena kebenaran.

III. Penutup

orang yang sungguh-sungguh berjalan menurut kehendak Roh Kudus. Hidupnya semakin menjadi berkat bagi orang lain artinya semakin jarang tindakannya yang melukai sesame baik melalui perkataan begitu juga perbuatan, hatinya akan semakin mengasihi Tuhan dan sesama. Dia akan merasa Bahagia melihat teman-temannya Bahagia.. orang-orang yang hidup menurut Roh Kudus akan bersuka cita dalam pelayanan dan terus berusaha untuk mendapatkan tempat untuk bisa melayani. orang yang dikuasai oleh Roh kudus hatinya akan lemah-lembut, mampu mengucap syukur.

Roh Kudus tinggal dalam hati kita dan menuntun kita. Paulus memberi kesaksian pengalaman dan pergumulannya sebagai orang percaya dengan dosa dan sifat dosa yang ada di dalamnya, sekarang ia memeperkenalkan Roh Kudus yang memberi kemenangan, memberi kelepasan Roh Kudus memberikan kemenangan dalam hidup kita. Hiduplah menurut kehendak Roh Kudus.

Pdt. Kristaloni br Sinulingga - GBKP Runggun Yogyakarta

MINGGU 29 MEI 2022, KHOTBAH MAMUR 17:1-6

Invocatio        :

“Semoga Tuhan, Allahmu, memberitahukan kepada kami jalan yang harus kami tempuh dan apa yang harus kami lakukan”. (Yeremia 42 : 3)

Bacaan :

Yohanes 5 : 1 – 9 (Tunggal)

Tema :

Pepayo Min Aku Tuhan (Selidikilah Aku Tuhan)

 

Minggu Exaudi adalah  minggu dimana kita mempersiapkan diri dalam menyambut kedatangan Roh Kudus yang telah di janjikan Yesus Kristus sebelum IA naik ke sorga. Exaudi berasal dari Bahasa Latin, seperti ya ng tertulis dalam Mazmur 27 : 7 “audi Domine, exaudi me” yang artinya dengarlah Tuhan seruan yang ku sampaikan, kasihanilah aku dan jawablah aku.  Dimana pada saat itu Daud terus menerus menyuarakan permohonannya agar Allah menolongnya dalam menghadapi pergumulan hidup. Demikian jugalah hendaknya kita sebagai orang yang percaya kepada Tuhan senantiasa berseru kepadaNya dalam menghadapi berbagai hal yang terjadi dalam kehidupan kita sebagai bentuk perwujudan iman kita bahwa sekalipun banyak hal yang terjadi dalam kehidupan kita, kita memiliki Allah yang tidak terbatas yang senantiasa mendengarkan seruan dan doa setiap anak-anakNya.

Mazmur 17 yang menjadi bahan Khotbah kita adalah mazmur doa/ seruan seorang yang sedang ada dalam pergumulan. Daud adalah tokoh yang menyampaikan seruannya kepada Allah disaat Saul menganggapnya sebagai musuh. Saul yang adalah seorang Raja sekaligus mertuanya berusaha mengejar, menangkap dan membunuh Daud layaknya seperti sedang memburu seorang penjahat kelas kakap (1 Sam.  19). Daud berada dalam ancaman kematian oleh karena kemarahan Saul.

Sikap Daud dalam menghadapi Saul yang memusuhinya dan mengancam kehidupannya :

Ay. 1 – 2         : Daud berseru dan mengadu kepada Allah atas keberadaannya.

Dia percaya bahwa Allah adalah Allah yang adil yang melihat segala yang terjadi dalam kehidupannya (tidak ada hal yang tersembunyi atau luput dari perhatian Allah). Doa dan seruan kepada Allah menjadi senjata utama Daud dalam menghadapi musuh dan pergumulannya.

Ay. 3 – 4         : Daud berdoa agar Allah menyelediki hati dan hidupnya.  Daud memaparkan bahwa ia senantiasa berusaha menjaga setiap pikiran, perkataan dan perbuatannya seturut dengan kehendak Allah. Tidak ada rencana/ rancangan jahat dalam hatinya, tidak ada yang tidak benar keluar dari mulutnya, ia menjaga dirinya terhadap jalan dan langkah orang jahat, tidak membalas kejahatan yang dilakukan padanya dengan kejahatan dan senantiasa mengikuti jejak/ jalan Allah. Daud bukan mau

mengatakan bahwa dirinya adalah seorang yang “baik dan benar”, namun ia mau mengatakan bahwa dalam keinginannya menjaga hidupnya tetap berkenan bagi Allah itulah ia dimusuhi oleh Saul.

Ay. 6               : Ada sebuah keyakinan pada diri Daud bahwa Allah akan mendengarkan dan menjawab seruannya. Allah dengan kuasaNya akan meluputkan dia dari segala keterancaman hidupnya. (Dan jikalau kita baca dalam 1 Sam 24 diceritakan bahwa sikap Daud ini membuat hati Saul pada akhirnya menjadi lembut dan bisa menerima keberadaan Daud). Allah itu adalah Allah yang senantiasa memperhatikan kehidupan umatNya. Hal ini juga terlihat jelas dalam pembacaan kita Yohanes 5 : 1 – 9 dimana Ketika itu Yesus pergi ke Yerusalem untuk merayakan hari raya orang Yahudi. Di Yerusalem dekat Pintu Gerbang Domba ada kolam Betesda yang memiliki lima serambi. Di setiap serambi itu berbaring sejumlah orang sakit, orang buta, orang timpang, orang lumpuh yang sedang menantikan goncangan air itu, mereka menantikan goncangan air itu sebab siapa yang terlebih dahulu masuk ke dalam kolam itu pada saat goncangan akan sembuh dari sakitnya. Ditempat itu Yesus bertemu dengan seorang yang telah 38 tahun lamanya sakit. Yesus bertanya : apakah engkau ingin disembuhkan? Dan jawab orang itu “tidak ada yang menurunkan aku ke dalam kolam ketika kolam itu bergoncang”. Sebenarnya apa yang ditanyakan Yesus dan jawaban orang sakit itu tidak “nyambung” namun dalam ketidaknyambungan itupun Allah mengetahui apa yang menjadi kebutuhannya yaitu kesembuhan. Dengan kuasaNya melalui perkataanNya orang yang sudah 38 tahun sakit itu disembuhkan. Yesus dengan kuasa dan perkataanNya memerintahkan dan orang itu harus meresponnya dengan melakukan apa yang diperintahkan Yesus “Bangunlah, angkat tilammu dan berjalanlah”. Hal ini sejalan dengan nats yang menjadi invocation (Yer. 42 : 3) dimana setiap orang yang ingin hidup dalam kehendak Allah harus senantiasa mencari perkenaan dan jalan Allah.

Dalam menjalani kehidupan kita, tentu kita juga senantiasa menemui dan menghadapi berbagai pergumulan, tantangan dan ancaman. Bahkan tidak jarang dalam kesetiaan kita untuk hidup benar seperti yang Tuhan kehendaki, khususnya di jaman sekarang ini kita malah di musuhi oleh orang lain dan dunia ini. Kita dimusuhi, diancam, sitekan dan di diskriminasi dalam berbagai hal; dan tidak jarang banyak orang yang akhirnya kalah oleh pergumulan, putus asa, pesimis akan kehidupan bahkan berpaling meninggalkan Tuhan. Dari firman Tuhan hari ini ada beberapa hal yang menjadi renungan/ pesan atau peringatan bagi kita sebagai orang percaya :

  • o Tetaplah menjadikan Tuhan sebagai tempat kita berseru ditengah segala keadaan kita. Tidak mengandalkan diri ataupun mengandalkan hal-hal dunia (harta, jabatan, keluarga, dll) karena Hanya Tuhanlah sumber kekuatan kita dan sumber pertolongan yang sesungguhnya.
  • o Sekalipun begitu banyak tantangan, pergumulan dan ancaman kehidupan, kita harus senantiasa menjaga hati, pikiran, ucapan dan perbuatan kita. Bukan menjadi sebuah alasan bagi orang percaya menjadikan situasi untuk bisa melakukan hal-hal yang tidak berkenan bagi Allah. Namun harus sebaliknya dalam situasi tersulit/ terberat sekalipun kita tetap mampu menjaga iman dan hidup kita sesuai kehendakNya. (senantiasa mencari perkenaan Allah dalam kondisi terburuk sekalipun)
  • o Bersabarlah dalam menantikan perbuatan dan pertolongan dari Tuhan karena pertolongan Tuhan tidak akan pernah terlambat dalam kehidupan anak-anakNya. Tetaplah hidup dalam iman dan ketaatan.
  • o Senantiasalah datang kepada Yesus karena Yesuslah yang mampu menyembuhkan “segala penyakit” kita. Penyakit bukan hanya soal penyakit Fisik namun penyakit iman (kurang iman), penyakit hati (iri, dengki, dendam, tinggi hati, senang melihat orang susah, mulut serong, dll), Penyakit Sosial (judi, narkoba, miras, perselingkuhan, dll).

 

Pdt. Elba Pranata Barus, S.Th - GBKP Runggun Bandung Timur

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD