Minggu 24 Maret 2019, Khotbah Markus 12:1-12
Invocatio :
“Mataku tetap terarah kepada TUHAN, sebab Ia mengeluarkan kakiku dari jaring” (Mazmur 25 : 15)
Bacaan :
Kejadian 28 : 10 - 19 (Tunggal)
Tema :
“Yesus Sang Batu Penjuru!”
Pendahuluan
Saudara-saudari yang terkasih, adalah lumrah dan biasa bagi kita melihat bangunan mulai dari yang kecil, sedang sampai besar; yang rendah, bertingkat sampai pencakar langit. Semua gedung dan bangunan tersebut membutuhkan bahan bangunan yang beraneka ragam. Salah satu yang mau saya sebutkan yaitu batu. Dan di antara berbagai batu dalam membangun bangunan ada satu batu yang terutama dan terpenting yaitu batu penjuru, terutama hal ini dipakai di Israel. Di Indonesia kita jarang memakai batu penjuru dalam membangun rumah. Batu penjuru memegang peranan kunci menentuken kokoh dan kuatnya bangunan. Seperti bangunan atau gedung membutuhkan batu penjuru demikian bangunan iman hidup dan kehidupan kita. Apa dan siapakah batu penjuru bangunan iman kita?
ISI
Yesus Kristus adalah Sang Batu Penjuru
Tuhan Yesus menyampaikan perumpaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur bagi para pemimpin Yahudi yang berkuasa yaitu ahli Taurat, iman dan para tua-tua. Perumpamaan ini dikutip Yesus dari Yesaya 5:1-7 yaitu ‘Nyanyian tentang kebun anggur’, lalu direfleksikannya dalam situasi terkini di zamanNya. Perumpaan ini diberikan Yesus sebagai jawaban tidak langsung pertanyaan para pemimpin itu akan asal atau sumber kuasaNya mengutuk pohon ara (11:12-14); dan melakukan penyucikan Bait Allah (11:15-19). Dari perumpaan ini yg dimaksud dengan kebun anggur adalah bangsa Israel; pemilik kebun anggur adalah Allah, para penggarap yang jahat adalah para pemimpin Yahudi yang menolak Yesus Kristus; para hamba yang diutus adalah nabi-nabi dan imam; anaknya yang kekasih sang ahli waris (ayat 6) adalah Anak Allah yaitu Yesus Kristus; dan para penyewa yang lain adalah semua orang non Yahudi. Tuhan Yesus melalui perumpamaan ini menunjukkan identitasNya sebagai Anak Allah. Sebagai penutup dari perumpamaanNya, lalu Ia mengutip firman dari Mazmur 118:22, 23 untuk menyatakan bahwa Dia adalah Sang batu penjuru yang dibuang oleh para pemimpin di atas.
“Yesus adalah Sang Batu penjuru”, inilah tema kita pada Minggu Passion ke IV atau Minggu Okuli ini. Yesus yang adalah batu penjur itu sangap prinsip, penting dan perlu sekali dalam kehidupan kita. Yesus sang Batu Penjuru itu sangat menentuken kokoh atau rapuhnya bangunan hidup rohani kita, tegak dan miringnya hidup spiritualitas kita, serta tahan atau tumbangnya kita.
2 Sikap manusia terhadap Yesus Sang Batu Penjuru
1. Sikap menolakNya menjadi batu penjuru dalam hati dan kehidupan kita. Para pemimpin Yahudi jelas sekali menolak Yesus sebagai Anak Allah dan sebagai Batu Penjuru. Dalam ayat 12 dikatakan bahwa mereka berusaha menangkapNya, tetapi mereka takut kepda orang banyak, jadi mereka membiarkanNya. Perumpamaan di atas mau menyatakan keprihatinan Allah akan keterpisahan (gap) yang semakin lebar antara diriNya dengan umatNya oleh karena penolakan dan ketidaktaatan mereka. Siapapun yang menolak Yesus Kristus, Putra Allah pasti akan ditolak Allah. Yang menolak batu penjuru pasti hidupnya akan rapuh, goyah dan akan setera rubuh. Ada akibat atau konsekuensi yang jelas dan sangat buruk sekali bila menolak Yesus Sang Batu Penjuru. Siapapun yang molak Allah di dalam Yesus Kristus pasti akan roboh dan runtuh.
2. Sikap menerima Yesus menjadi batu penjuru hidupnya. Sekalipun para pemimpin Yahudi menolakNya tetapi ada banyak orang yang menerimaNya. Ada banyak para penggarap/ penyewa yang lain yang menerima kepercayaan yang Tuhan tawarkan dan berikan. Inilah yang terjadi terhadap semua orang non Yahudi yang menerima Yesus menjadi batu penjuru hidup mereka. Semua yang menerimaNya beroleh kasih karunia dan berkatNya. Yang menerimanya menerima kehidupan kekal, tetap tegak berdiri dan kuat menghadapi segala angin topan, tornado dan badai kehidupan. “Tetapi semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya” (Yoh. 1:12). Tuhan Yesus mempercayakan Kerajaan Allah bagi kita. Bukan karena kelayakan dan kepatutan kita sehingga kita meneriman Kerajaan Allah dan menjadi wargaNya. Semua karena kasih dan anugerahNya yang besar kepada kita. Jangan sia-siakan kepercayaan yang Tuhan berikan bagi kita. Jangan salahgunakan kepercayaan yang diberikanNya kepada kita. Kita menghargai kepercayaan Tuhan kepada kita dengan hidup beriman dan taat kepadaNya. Juga dengan hidup mengasihi sesama dan semua ciptaanNya.
Menerima Yesus sebagai batu penjuru berarti menjadi berkat bagi sesama (Bacaan dari Kejadian 28:10-19).
Allah berjanji bahwa melalui Abrahan dan keturunanNya (tunggal, bukan keturunan-keturunanNya) semua bangsa akan mendapat berkat. Keturunan Abraham yang dimaksud adalah Yesus Kristus. Di dalam Yesus janji itu telah dipenuhi/ digenapi. Semua orang yang percaya Yesus sebagai Tuhan dan JuruselamatNya telah diberkati. Diberkati dalam arti diselamatkan dan beroleh hidup yang kekal. Semua orang yang menerima Yesus sebagai batu penjuru dan dasar/ pondasi hidupnya telah menjadi Israel baru yaitu Gereja.
Sebagai gereja (Israel baru), maka kita tidak hanya menerima berkat dan diberkati tetapi juga memberkati. ‘Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu dikasihi kita’ (1 Yoh.4:19). Kita memberkati karena Allah telah terlebih dahulu mengasihi kita. Kita menjadi berkati dengan menghasikan dan memberi buah iman sebagai kebun anggur Tuhan. Sudahkah kita menghasilkan buah? Apakah buah yang kita produksi buah yang asam, pahit, atau busuk? Apakah kita selama ini menjadi batu sandungan bagi orang lain? Sepatutnya orang yang beriman bukan menjadi batu sandungan tapi batu pijakan, batu yang berguna bagi orang lain. Yang diminta Tuhan Yesus dari kita yaitu buah yang baik, ranum dan manis. Untuk memproduksi dan memberi buah yang banyak, bagus dan manis maka mata kita harus selalu memandang kepada Tuhan Yesus untuk menolong kita (bnd Invocatio dari Maz. 25:15). Ya Minggu Okuli mengajak kita untuk terus dan tetap memandang kepadaNya.
Penutup/ kesimpulan
Ada banyak godaan di zaman now ini yang menawarkan diri bagi kita untuk batu penjuru ataupun batu pondasi kehidupan kita. Ada berupa materi, jabatan/ kedudukan, pangkat/ kuasa, pengetahuan dan teknologi. Semua godaan itu adalah batu penjuru yang semu dan palsu. Ketika kita menjadikannaya menjadi batu penjuru kehidan kita, bukannya makin kokoh dan tangguh malah semakin rapuh. Semua itu tidak dapat menyelamatkan kita. Tidak ada batu penjuru yang lebih kuat, kokoh dan teguh selain Yesus Kristus saja. Dialah Sang Batu Penjuru yang sejatilah yang memberi kita keselamatan kekal bagi kita. Dengan tetap bersandar dan mendasarkan hidup kita pada Yesus Batu Penjuru, kita akan tetap tenang dan menang. Bersama Yesus Sang Batu Penjuru hdiup kita tangguh dan kokoh; bersama yang lain hanya membawa ktia goyah dan roboh. BersamaNya kita tersanjung (damai dan sejahtra), bersama yang lain kita tersandung.
Pdt. Juris Tarigan, MTh
GBKP RG Depok - LA
Minggu 17 Maret 2019, Khotbah Ayub 42:1-6
Invocatio :
Ingatlah segala rahmatMu dan kasih setiaMu, ya Tuhan, sebab semuanya itu sudah ada sejak purbakala (Maz. 25:6)
Bacaan :
Ibrani 4: 14-16 (T)
Tema :
Tuhan sanggup melakukan segalanya (Dibata ngasup ngelakoken kaipe)
PENDAHULUAN
Penderitaan dalam dunia ini merupakan sebuah persoalan yang tidak mudah untuk dijelaskan. Jika Tuhan baik dan berkuasa mengapa Dia “membiarkan” penderitaan ada dalam dunia? Bagi mereka yang pernah bersentuhan secara langsung dan mendalam dengan penderitaan, pertanyaan ini menjadi jauh lebih rumit. Rasa sakit yang ada terlihat begitu nyata. Seringkali sukar untuk diungkapkan dengan kata-kata.
Persoalan ini tidak menjadi mudah oleh orang orang kristen. Terkadang kita juga bergumul dengan pertanyaan yang sama. Lebih dari itu kita juga memiliki persoalan versi kita sendiri. “Jika Tuhan baik, mengapa orang baik menderita?
ISI
Kotbah/Nats kali ini menyediakan sebagian jawaban, walaupun tidak begitu tuntas. Karena tidak ada satu teks yang mampu menerangkan segala aspek yang bersentuhan dengan pergumulan ini. Namun paling tidak kita akan memliki pondasi yang kokoh untuk berdiriteguh ditengah kehidupan yang tidak pernah lepas dari berbagai pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan.Dalam kaitan dengan persoalan ini, tidak salah apabila kita belajar dari kehidupan Ayub. Dia dikenal sebagai orang yang saleh di dalam Alkitab (Yeh. 14:14,20). Secara khusus dia adalah tokoh Alkitab yang sering kali dihubungkan dengan ketabahan dalam menghadapi penderitaan (Yak. 3:11).
ay. 1 : “Maka jawab Ayub kepada Tuhan”
Memberikan jawab terhadap apa yang kita komplainkan dengan Tuhan, baik itu yang menyangkut ragam pergumulan, penderitaan, kesusahan yang silih berganti tiada henti sebagaimana yang dihadapi Ayub. Sehingga dia komplain terhadap Tuhan, bukanlah hal yang mudah, sehingga dikala Ayub mampu memberi jawab, memberikan respons yang terakhir atas segala pergumulannya di hadapan Tuhan.
ay. 2 : Kekuatan untuk mengungkapkan suatu kesaksian yang lahir dari hati nurani yang terdalam dari Ayub yaitu mengakui kemahatahuan Tuhan sekaligus kesanggupan Tuhan untuk segala sesuatu walaupun keadaan Ayub saat itu belum dipulihkan.
ay. 3 : Dasar untuk mengambil keputusan atas berbagai persoalan yang masih terselubung adalah pengetahuan. Dasar dari segala pengetahuan adalah Firman Tuhan yang tertuang dalam Amsal 1:7. Ternyata Ayub sudah menang, bahkan sebelum ada perubahan keadaan. Solusi sejati seringkali bukanlah perubahan keadaan melainkan perubahan diri kita sendiri.
ay. 4 : Mendengar adalah sesuatu hal yang perlu dilakukan oleh Ayub. Dengan kesediaan mendengar maka Tuhan akan bertanya kepada Ayub dan Ayub akan memberitahukan segala pergumulannya kepada Tuhan.
ay. 5 : Tidak jarang kita mengenal seseorang dari apa kata orang terhadap orang tersebut. Sama halnya pengakuan Ayub tentang Tuhan yang ia dengar dari apa kata orang, yang pada akhirnya mengarahkan matanya untuk memandang Tuhan.
ay. 6 : Di antara dua pilihan yang ada, maka lebih banyak pilihan jatuh kepada pilihan yang terakhir. Di mana menurut kaca mata Allah, Ayub tidak bersalah dalam perkataannya (42:7-8). Hanya bagaimanpun kelemahannya, kekurangan dapat juga kita katakan kesalahan Ayub adalah rasa ingin tahunya yang terlalu besar,dia mencoba untuk memahami hal-hal yang melampaui pengetahuannya (ay.3),dia menganggap bahwa dia mampu memahami hal-hal yang rumit, ini adalah kesombongan. Karena itu Ayub perlu bertobat dan merendahkan diri di atas abu (42:6b).
APLIKASI
• Mengaku dosa, mengakui segala kekurangan dan kelemahan yang kita miliki bukanlah hal yang mudah. Untuk mengakui senua itu, dibutuhkan kerendahan hati, kesadaran dan kemampuan untuk mengungkapkan segala keberadaan kita, yang serba terbatas yang tidak sempurna ini dengan apa adanya dan dalam kepasrahan berserah serta bersandar kepada Kristus Yesus sebagai Iman besar yang telah mewakili kita untuk menebus segala dosa kita dengan pengorbananNya sendiri (band. bacaan ibrani 4:14-16)
• Setiap orang tanpa terkecuali pernah mengalami teguran. Apa dan bagaimana teguran itu tentu akan sangat menyakitkan. Respon kita terhadap teguran itu tergantung pribadi seseorang (cuek, putus komunikasi, dll). Tapi bagaimana jika teguran itu datang dari Allah, bagaimana yang dihadapi Ayub. Ada dua sikap drastis dari Ayub. Setelah Allah menegur Ayub :
o Pertama : Ayub merendahkan dirinya sendiri dihadapan Allah.
Kedua : Ayub mencabut pembelaannya.
Dan setelah itu Ayub tidak lagi menderita, bahkan hidup dalam berkelimpahan dalam berbagai hal yaitu dalam hal kesehatan, kekayaan dan kebahagiaan. Hidup dalam berkat karunia Allah yang melimpah.
• Kita juga harus sadar sadar siapakah kita di hadapan Tuhan? Dia selalu mengasihi kita. Perbuatannya yang begitu besar dan ajaib menyertai kehidupan kita hari ini dan sampai selama-lamanya. Amin
Pdt. Neni Triana Sitepu
Runggun Cisalak
Minggu 17 Februari 2019, Khotbah I Korintus 1:18-25
Invocatio :
O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah!
sungguh tak terselidiki keputusan-keputusanNya dan sungguh tak terselami jalan-jalanNya! (Roma 11:33).
Ogen :
Ibrani 12:18-24 (Tunggal)
Tema :
Kristus adalah Kekuatan dan Hikmat Allah
Jalan Tuhan tak terselami oleh setiap hati kita manusia, seperti tingginya langit dari bumi, demikian tingginya jalan Tuhan dengan jalan kita manusia. Bagi orang percaya salib adalah keselamatan, bagi dunia salib adalah kebodohan. Latar belakang Korintus di mana ada banyak karunia Roh yang terjadi yang diberikan Allah, namun banyak pula permasalahan di Korintus. Ada banyak golongan dalam jemaat, ada golongan Paulus, Kefas, Kristus, dan lain-lain. Belum lagi dalam jemaat tersebut ada golongan Yahudi dan golongan Yunani. Bagi golongan Yahudi, salib suatu batu sandungan dan bagi golongan Yunani suatu kebodohan (ay. 23). Paulus memiliki suatu uraian argumentasi yang sangat indah dalam menjawab pertanyaan orang Yunani dan dan Yahudi tentang makna Salib. Kedua golongan masyarakat ini memiliki pengaruh di jamannya. Orang Yunani mencari hikmat: mereka terkenal dengan para filsufnya dan sudah memiliki pikiran yang sangat maju pada jamannya dengan mengembangkan nalar dan pikiran-pikiran logis. Mengapa bagi orang Yunani salib sebagai kebodohan? Salib dalam pandangan mereka adalah kutuk atau akhir perjalanan bagi seorang yang memiliki hukuman berat. Maka sungguh tak masuk akal bagi mereka kalau salib adalah jalan keselamatan dari Allah. Demikian halnya bagi Yahudi, salib pada Yesus dianggap sebagai skandal. Istilah ini muncul karena ketika vonis terhadap Yesus dihadapan Pilatus sebagaimana tuntutan para Sanhedrin, Saduse dan para ahli Taurat atas tuntutan hukum mati Yesus adalah karena menyebut dirinya Anak Allah. Sehingga olehNya Dia telah melakukan penistaan agama. Sekalipun vonis itu tidak berkaitan dengan itu, karena Pilatus sendiri menyebut Yesus tidak bersalah, namun kehadiran Yesus ditengah-tengah Yahudi menjadi kebencian bagi para imam, Ahli Taurat dan tokoh-tokoh Agama Yahudi di jamannya hingga mereka terus merencanakan dan mencari cara untuk membunuh Yesus.
Dari penjelasan Paulus tentang salib maka sesungguhnya apa yang dianggap Yunani sebagai kebodohan dan bagi orang Yahudi sebagai batu sandungan sesungguhnya sangat terbalik. Pemberitaan salib Kristus adalah hikmat Allah dan kekuatan Allah dalam menyelamatkan manusia. Bahkan bagi Paulus sendiri hikmat dunia telah membuat manusia tidak mengenal Allah. Yang bodoh bagi Allah lebih besar dari hikmat manusia, atau yang lemah dari Allah adalah lebih kuat dari pada manusia. Jadi siapakah yang sesungguhnya berhikmat atau jalan hikmat, apakah hikmat manusia yang mau binasa itu atau mereka yang percaya yang sekalipun dianggap manusia suatu kebodohan? Pada ayat 24-25, jelas Paulus menyebutkan “tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah. Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia.”
Jalan salib adalah jalan yang dipakai Allah untuk menyelamatkan manusia, jalan salib ini merupakan alur pikir yang sungguh terbalik bahkan pikiran bodoh bagi mereka yang menganggap dirinya berhikmat di jamannya. Manusia dibenarkan Allah melalui Kristus bukan karena benar, sama sekali tidak! Manusia berdosa dan semestinya mendapatkan hukuman mati, karena dosa namun Kristus membenarkan manusia melalui pengorbanan Kristus di salib sehingga dengan itu memperoleh pembenaran sebagai anugerah Allah di dalam Kristus.Pengudusan di dalam Kristus dilakukan lewat pengorbanan Kristus yang rela mati di kayu salib dan memberikan hidupNya. Kematian Kristus di kayu salib adalah sebagai korban penghapusan dosa yang sekali untuk selamanya demi menyelamatkan manusia. Darah Yesus membasuh dosa, manusia tidak dapat bersih oleh karena perbuatannya sendiri atau hasil usahanya sendiri, manusia dikuduskan hanya oleh darah Yesus Kristus yang ditumpahkan untuk tebusan dosa.Manusia berdosa adalah budak dosa dan manusia diperhamba dosa, karena itu Kristus telah menebus kita dari perhambaan dosa dan kita menjadi milik Kristus.
Salib Yesus menyatakan bahwa Allah yang kita kenal dan sembah bukan hanya Allah yang jauh (transenden), tetapi juga Allah yang dekat dengan kita (imanen), yang turun ke bumi memberi penebusan bagi kita (Ibrani 12:18-24, bacaan pertama). Pandangan tentang Allah yang transenden, yang Maha Kudus, yang jauh, menakutkan bagi manusia untuk mendekatinya, begitulah yang ditemukan dalam budaya Perjanjian Lama. Manusia perlu melakukan ritual suci untuk menghampiri Allah di tempat kudusNya. Bandingkan penggambarannya dalam Ibrani 12:18-21, dimana Allah digambarkan seperti gunung yang tidak dapat disentuh, api yang menyala-nyala, kekelaman, kegelapan, angin badai, bunyi sangkakala, suara yang menggentarkan dan menakutkan. Penulis menggambarkan keadaan bagaimana nabi Musa dan bangsa Israel dulu mengalami suara Tuhan, langsung, ketika mereka ada di gunung Sinai (bd. Ulangan 9).Pandangan penulis Kitab Ibrani, tentang Allah yang dikenal dalam Kristus Yesus, adalah Allah yangimanen, akrab, dekat. Bandingkan penggambarannya dalam Ibrani 12:22-25, dimana Allah digambarkan sebagai Bukit Sion, Kota Allah yang hidup, Yerusalem sorgawi, kumpulan yang meriah bersama beribu-ribu malaikat, jemaat-jemaat anak-anak sulung, Allah yang menghakimi semua orang, yang hidup bersama roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna, Yesus Pengantara perjanjian baru.Dan melaluiNya orang Kristen dimampukan untuk mendatangi hadirat Allah dan mengalami hubungan yang akrab dan intim.Inilah hikmat Allah dan kekuatan Allah di dalam salib yang menjadi jalan keselamatan bagi manusia.
Kenyataan dalam gereja saat ini juga ada golongan Yahudi dan Yunani. Golongan Yahudi selalu ingin melihat tanda-tanda ajaib dalam gereja (mukjizat); sementara golongan Yunani selalu berpikir rasional dan bisa diterima dengan akal pikiran manusia dan harus memperhatikan kepentingan orang banyak dan perbuatan baik. Namun, salib adalah nyata bahwa Allah berinkarnasi ke dunia, untuk memberikan kemerdekaan dan kebebasan bagi orang berdosa.Kristus adalah fokus bukan manusiadengan segala kecerdasan dan kebijaksanaan filsafat hidupnya. Kristus adalah kekuatan dan hikmat Allah, sebab itu jagalah supaya kita jangan menolak Dia, tetapi menjadikan Dia sebagai sumber hikmat dalam kehidupan kita. Seperti yang tertulis dalam Invocatio “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusanNya dan sungguh tak terselami jalan-jalanNya!” (Roma 11:33).Amin
Pdt. Melda Tarigan, STh
GBKP Rg. Pontianak