Minggu 21 Juli 2019, Khotbah I Tesalonika 4:9-12 (Minggu V setelah Trinitatis) 78 tahun GBKP Mandiri
Invocatio :
“Maka sekarang, selesaikan jugalah pelaksanaannya itu!
Hendaklah pelaksanaannya sepadan dengan kerelaanmu, dan lakukanlah itu dengan apa yang ada padamu” (2 Kor.8 : 11).
Bacaan :
Ulangan 15 : 6 - 11
Thema :
Kemandirian yang membanggakan (Njayo Eme Kemegahen)
I. Pendahuluan
Hidup untuk menyenangkan Tuhan, bukan untuk menyenangkan diri sendiri. Target kehidupan harus mengacu kepada kehendak Allah atas hidup kita. Dan tentu saja, Allah mengharapkan agar orang Kristen tidak egois. Mengubah keegoisan manusia adalah dengan menanamkan iman percaya pada pengorbanan Yesus yang rela mati bagi banyak orang. Ternyata kasih Kristus sangat efektif mentransformasi hidup banyak orang, termasuk jemaat Tesalonika.
Kisah tentang Paulus tinggal di Tesalonika di muat dalam Kisah Para Rasul 17:1-10. Bagi Paulus, apa yang terjadi di Tesalonika sungguh amat penting. Ia berkhotbah di rumah ibadah (sinagoge) orang Yahudi selama tiga kali hari Sabat (Kis. 17:2) yang berarti bahwa masa tinggalnya di kota itu tidak lebih lama dari tiga pekan. Ia mendapatkan sukses yang luar biasa sehingga orang-orang Yahudi marah dan menimbulkan banyak kesukaran, sehingga Paulus harus diseludupkan keluar ke Berea karena ancaman terhadap jiwanya. Paulus berada di Tesalonika hanya tiga pekan tetapi memberi kesan yang begitu dalam sehingga iman Kristen dapat tertanam dalam dan tidak mungkin lagi dapat dicabut. Jemaat Tesalonika adalah contoh atau model gereja yang bertumbuh dan berkembang. Paulus sangat bangga akan pertumbuhan dan perkembangan jemaat Tesalonika, ia selalu bersyukur dan membanggakan jemaat Tesalonika. Ia mengharapkan jemaat lain meneladani pertumbuhan iman dan kasih jemaat Tesalonika.
Kehidupan yang menahan diri untuk tidak berdosa tidak cukup bagi orang Kristen, perjuangan tidak berhenti pada melawan dosa. Kehidupan Kristen harus berpacu dalam keaktifan menabur kasih tiada henti dan terus berkembang. Kasih semestinya disebar luaskan, makin hari semakin banyak orang merasakannya.
II. Pendalaman Nats
Paulus memberi dorongan kepada jemaat Tesalonika. Karena Paulus tahu bahwa tentang mengasihi, mereka sudah paham sekali, tentu karena mereka telah merasakan dan mempraktekkannya. Alasan Paulus, “karena kamu sendiri telah belajar kasih mengasihi dari Allah” (ay. 9). Merupakan alasan yang sangat kokoh, sebab siapakah pengajar terhebat? Tentunya Allah yang adalah kasih, Dia yang paling memenuhi kualifikasi mengajarkan kasih. Allah bukan sekedar memberikan ajaran berupa teori. 1 Yohanes 4:19 “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita”. Bukti kasih Allah Bapa tidak terbantahkan yaitu “Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal” (Yoh. 3:16). Dan cara Allah mengaktifkan kasih dalam hidup orang percaya sangat efektif yaitu “kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus” (Roma 5:5). Pendapat Paulus benar, bahwa orang yang percaya kepada Yesus sebenarnya tidak perlu lagi diajarkan tentang kasih, karena mereka sudah merasakan kasih yang terbaik di dalam Yesus.
Justru karena pada mereka ada dasar hidup dalam kasih maka Paulus mendorong mereka supaya lebih maju di dalam kasih. Supaya kamu lebih bersungguh-sungguh lagi melakukannya (ay. 10). Harapan Paulus bukan bertumpu pada kekuatan jemaat Tesalonika, tetapi pada Allah yang memberi kasih dengan berlimpah. Sehingga Paulus telah mendorong mereka dengan doanya. 1 Tesalonika 3:12 “Dan kiranya Tuhan menjadikan kamu bertambah-tambah dan berkelimpahan dalam kasih seorang terhadap yang lain dan terhadap semua orang, sama seperti kami juga mengasihi kamu”.
Invocatio juga mendorong jemaat Korintus untuk merampungkan pengakuan kasih mereka dengan aksi nyata. “Maka sekarang, selesaikan jugalah pelaksanaannya itu! Hendaklah pelaksanaannya sepadan dengan kerelaanmu, dan lakukanlah itu dengan apa yang ada padamu” (2 Kor.8 : 11). Jemaat Korintus menunjukkan kasih yang terhambat dan tertunda. Secara materi jemaat Korintus mampu, tetapi hati mereka masih perlu dikuatkan untuk memberi dengan sukacita. Mereka telah didahului jemaat Makedonia dalam mempraktekkan kasih, karena dorongan kasih dari hati mereka lebih deras.
Kasih merupakan “sistem peredaran darah” dalam Tubuh Kristus. Dalam hal ini, otot-otot rohani kita perlu dilatih sehingga peredaran darah berfungsi dengan baik. Perlu latihan dari memberi dalam bantuan yang kecil, makin lama makin bertambah dan meningkat karena merasakan memberi itu bukan merugikan tetapi bermanfaat bagi sipemberi dan penerima.
Paulus sangat sensitif memperhatikan pertumbuhan jemaat Tesalonika. Sebab Paulus memperhitungkan suatu ajaran yang masuk ke Tesalonika bisa menghambat atau menghentikan gerak kasih jemaat. Dan Paulus memberi nasehat karena sudah ada beberapa jemaat yang terpapar ajaran sesat, yang membuat mereka berhenti bekerja, hanya menantikan kedatangan Tuhan. Mereka beranggapan bekerja bukan merupakan tindakan iman menantikan Tuhan. Padahal bekerja merupakan persiapan untuk menantikan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali.
Bekerja adalah hidup dalam kehormatan karena kita dimampukan untuk memberi. Hidup yang menggantungkan diri pada bantuan orang lain, mempermalukan Tuhan kita dan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Hal ini sejalan dengan bacaan kita Ulangan 15 : 6 – 11 yang sangat menekankan memberi pinjaman dan memberi bantuan. Allah memberkati pekerjaan dan usaha supaya umat-Nya dimampukan untuk meminjamkan atau memberi.
III. Pointer Aplikasi
GBKP berdiri sendiri sebagai Gereja sejak Sidang sidang Sinode Pertama pada tanggal 21-23 Juli 1941 di Sibolangit. Tidah berselang lama, GBKP mengalami masa sulit karena terpaksa mandiri. Pada bulan Maret 1942 beberapa bulan setelah tentara Jepang menduduki Indonesia, semua tenaga Belanda di tahan dan semua bantuan dana berhenti. Jemaat-jemaat yang baru mulai belajar membelanjai diri sendiri untuk biaya-biaya para penginjil pribumi memang bukan hal yang mudah. Sebelumnya semua biaya tenaga penginjil ditanggung langsung oleh Badan Zending (NZG). Pergumulan ini diatasi dengan menggalang solidaritas warga jemaat mengumpulkan beras/ padi atau dana untuk para guru jemaat mereka. Ada yang berhasil karena usaha-usaha jemaat dan kegigihan para pelayan, tapi ada juga yang kurang berhasil atau gagal karena ada tercatat 13 orang Guru Injil yang meninggalkan pekerjaannya dalam tahun pertama sesudah pendudukan Jepang. Namun telah 78 tahun GBKP mandiri sampai sekarang, masih mampu berdiri, bertumbuh dan berkembang. Kemandirian GBKP merupakan bukti bahwa Tuhan turut bekerja mendatangkan kebaikan, GBKP mampu melalui masa-masa krisis karena Tuhan yang memampukan.
Memajukan sebuah jemaat dengan cara meneguhkan mereka di dalam kasih, memberi mereka tanggungjawab, bukan memanjakannya. Paulus menasehati jemaat Korintus karena tidak bersegera melaksanakan kasih mereka. Paulus juga mendorong jemaat Tesalonika untuk lebih sungguh-sungguh mempraktekkan kasih. Bahwa kasih tidak boleh berhenti tetapi harus terus berkembang sehingga makin banyak orang merasakannya.
Kita mengakui bahwa agama lain juga mengajarkan dan mempraktekkan kasih, tetapi kasih yang mereka punyai tanpa Kristus. Sedangkan kasih yang diajarkan dan dipraktekkan orang Kristen bersumber daripada Kristus, memberitakan Kristus dan menarik orang pada Kristus. Intinya kasih kekristenan mengandung keselamatan sebab mengarahkan orang yang kita kasihi kepada Kristus. Karena faktor penting inilah maka kasih Kristus harus terus diberitakan untuk mentransformasi kehidupan.
Mengasihi merupakan bukti iman percaya kita pada Allah. 1 Yohanes 4:10-12 “Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita”. Mengasihi membuat kehadiran Allah semakin nyata dan dirasakan banyak orang. Seseorang dapat memberi tanpa mengasihi tetapi orang yang mengasihi tidak mungkin tidak memberi. Memberitakan Kristus yang utama, pemberian adalah pendukung dari pemberitaan kita. Kita tetap perlu disempurnakan di dalam kasih, maka kita perlu terus berlatih hidup dalam kasih. Merenungkan kasih Kristus merupakan kebutuhan kita, membagikan kasih Kristus adalah memberi untuk memenuhi ketubuhan orang lain. Kasih kita harus mengarah atau pun mengalir keluar. Amin.
Pdt. Sura Purba Saputra, M. Th
GBKP Harapan Indah
Minggu 30 Juni 2019, Khotbah Amsal 10:4-5 (Minggu setelah Trinitatis)
Invocatio :
“TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu” (Kej. 2:15)
Bacaan :
Yohanes 5:14-17
Tema :
Berhasil Karena Rajin
I. Pendahuluan
Tuhan menghendaki kita untuk rajin bekerja untuk menata dan mengelola kehidupan kita. Identitas diri kita ada pada pekerjaan yang memberi nilai dan menunjukkan kontribusi kita. Kita hidup dalam dunia milik Allah, kita menghormati Sang Pemilik dengan mengelola dengan penuh tanggungjawab.
Sikap berdiam diri dalam kemalasan, atau juga bekerja tanpa kejujuran atau dengan tipu daya bukan sifat orang yang menghormati Tuhan. Hidup yang baik adalah mengerjakan pekerjaan yang baik yaitu yang bernilai dan bermanfaat.
Bagaimana kita memaknai pekerjaan? Mungkin kita memaknai pekerjaan sebagai bidang profesi yang kita tekuni untuk mencari penghidupan atau berkaitan dengan nilai materi yang kita dapatkan. Padahal pekerjaan bukan semata-mata untuk mendapatkan uang, sebab walaupun mendapatkan uang yang banyak tetapi kehilangan tujuan kehidupan atau membuat hidup menjadi hampa, apa gunanya?
Maka yang menjadi pertanyaan bagi kita, masihkah kita bisa bersenang-senang dengan pekerjaan kita? Atau pekerjaan sudah menjadi beban berat dalam hidup kita? Kebosanan, kelelahan, kejenuhan dalam pekerjaan merupakan tanda dari kehilangan esensi tujuan pekerjaan yang diberikan Tuhan. Kehilangan fokus tujuan kepada Tuhan. Allah yang memberi pekerjaan dan tentunya untuk mempermuliakan Tuhan.
II. Pendalaman Nats
Bagi Yesus pekerjaan dan makananNya adalah mengerjakan kehendak Bapa-Nya. "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (Yoh. 4:34). Pernyataan ini sangat mendalam maknanya, bahwa bagi Yesus perkerjaan-Nya bukan menguras energi tetapi menambah energi bagi-Nya. Dampak ataupun hasil pekerjaan Yesus sangat besar sekali, khususnya bagi keselamatan manusia. Yang tidak sanggup dikerjakan oleh manusia biasa dikerjakan oleh Yesus dengan kuasa-Nya yang tidak terbatas. Pada saat Yesus menyembuhkan orang lumpuh yang telah 38 lumpuh, Yesus bertanya "Maukah engkau sembuh?” (5:6) Pertanyaan ini sangat relevan dan sangat menusuk, sebab seorang pengemis bisa kehilangan mata pencahariannya karena ia disembuhkan. Apalagi dia sudah terbiasa mengemis, sudah tidak ada lagi keinginan untuk berganti profesi, padahal Yesus mau meningkatkan “nilai perkerjaannya”. Lalu Yesus memberi perintah "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah (5:8). Untuk menunjukkan bahwa ia benar-benar telah sembuh dan diberi kemampuan untuk bekerja menopang hidupnya, tidak perlu lagi orang lain yang mengangkat dia diatas tilamnya.
Perintah Yesus untuk mengangkat tilam sebagai bukti nyata akan kesembuhannya, menimbulkan perselisihan dengan para pemimpin Yahudi. Sebab hari penyembuhan itu adalah hari Sabat, mereka menganggap Yesus melanggar hukum Sabat. Para pemimpin Yahudi sama sekali tidak bergembira menyambut kesembuhan yang teramat penting artinya sepanjang sisa hidup orang itu. Mereka juga tidak mau menyimak pada makna kesembuhan orang itu, yang begitu gambling menyingkapkan siapa Yesus sebenarnya.
"Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga." (17) Yesus menyatakan bahwa Allah tidak terikat pada hukum Sabat, dan bahwa Allah senantiasa memelihara ciptaan-Nya, bertindak penuh anugerah menolong mereka yang membutuhkan pertolongan pada hari Sabat. Yesus menandaskan bahwa “pekerjaan” menyembuhkan yang Dia lakukan dan yang bertentangan dengan tradisi lisan mereka, adalah pekerjaan anugerah yang meneladani pekerjaan Allah pada hari Sabat.
Dalam Amsal 10:4 “Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya”. Mengungkapkan tentang karakter manusia dalam bekerja. “Tangan yang lamban” merupakan ungkapan “bekerja dengan tangan penuh tipu daya”. Orang-orang yang berpikir untuk memperkaya dirinya dengan jalan muslihat dan tipu daya, pada akhirnya akan menjadikan dirinya miskin. Penyebab kemiskinannya karena lenyapnya nama baiknya sehingga tidak ada orang yang mau berurusan dengannya. Sebaliknya “tangan orang rajin menjadikan kaya” yaitu mereka yang rajin dan jujur, menghargai pekerjaan dan menghargai teman berbisnis. Tangannya giat bekerja dan tidak curang, disenangi orang karena sifat dan karakter yang baik, memungkinkan dan punya harapan besar untuk mengembangkan usahanya.
Dalam Amsal 10:5 “Siapa mengumpulkan pada musim panas, ia berakal budi; siapa tidur pada waktu panen membuat malu”. Ayat ini berbicara tentang menghargai kesempatan atau mengabaikan kesempatan. Orang yang mengumpulkan pada musim panas merupakan masa yang tepat untuk mengumpulkan. Bahwa segala sesuatu ada masanya, orang yang berakal budi memanfaatkan masa mengumpulkan untuk persediaan pada masa musim dingin. Sebaliknya, orang yang mengabaikan kesempatan, menyia-nyiakan waktu dan mengabaikan pekerjaannya. Tidur pada waktu panen adalah sikap yang memalukan, karena pada waktu musim dingin tidak ada persediaan, bisa menyebabkan mati kelaparan. Kedua sikap ini bergantung kepada sikap menerima dirikan dan pengajaran. Orang yang menerima dirikan akan cermat menggunakan waktu. Sedangkan orang yang mengabaikan didikan tidak menghargai waktu dan kesempatan. Barang siapa memperoleh pengetahuan dan hikmat pada masa mudanya, ia mengumpulkan persediaan pada musim panas, dan dia akan memperoleh penghiburan dan kehormatan karena kerajinannya itu. Namun, barang siapa menyia-nyiakan masa mudanya akan menanggung rasa malu karena kemalasannya ketika dia tua nanti.
III. Pointer Aplikasi
Pekerjaan seharusnya meningkatkan nilai diri atau nilai karakter manusia. Orang-orang yang menekuni pekerjaan yang tidak atau kurang bernilai membuat dirinya miskin karakter. Kemalasan dan kemunafikan mengakibatkan kemiskinan rohani, tetapi mereka yang rohaninya menyala-nyala dan melayani Tuhan, sangat mungkin akan menjadi kaya dalam iman serta kaya dalam kebajikan.
Sebagaimana Yesus memahami tujuan pekerjaan untuk memenuhi kehendak Allah, kita perlu memahami tujuan pekerjaan kita menurut panggilan dan perintah Allah. Bekerja untuk merospons panggilan Allah; kita melakukan yang terbaik karena alasan sederhana bahwa pekerjaan kita adalah tindakan ibadah kepada Allah yang memanggil kita pada pekerjaan tersebut. Mengerjakan pekerjaan itu menjadi sumber semangat dan sukacita bagi kita. Semakin terpenuhi tugas dan tanggungjawab kita, membuat pribadi kita makin untuh atau berintegritas.
Kesempurnaan (mutu dan integritas produk atau jasa) adalah persoalan integritas panggilan. Kita menghindari pekerjaan ala kadarnya dan menentang pekerjaan yang serampangan. Kita mendapatkan sukacita dan kepuasan dalam pekerjaan yang telah dilakukan dengan maksimal. Kita memandang pekerjaan kita sebagai “seperti untuk Tuhan” sehingga kita mengerjakan dengan sepenuh hati.
Ketika bisnis dikendalikan oleh keuntungan daripada dikendalikan oleh nilai, ketika motif pendorong manusia adalah ketamakan dan cinta akan uang, maka hasil akhirnya selalu sama: hal ini akan menghancurkan dan menggerogoto jiwa serta jalinan masyarakat. Berarti ada orang yang merampok dirinya sendiri dengan pekerjaan yang tidak memandang kepada Allah. Maka kembalikanlah kepada Allah kendali usaha dan motif pendorong pekerjaan pada kehendak Allah. Supaya jiwa kita diperkaya dan relasi kehidupan diperbaharui. Amin.
Pdt. Sura Purba Saputra, M.Th
GBKP Harapan Indah
Minggu 23 Juni 2019, Khotbah Yohanes 13:31-35
Invocatio :
"Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapa pun juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat" Roma13:8
Bacaan :
Yesaya 11:1-9 ( Tunggal)
Tema :
Tanda sebagai Murid-Murid Yesus
I. Pendahuluan
Bahan kita kali ini akan membahas tentang tanda menjadi murid Yesus. Kita akan mencoba memahami arti tanda itu apa?.
Menurut KBBI Tanda artinya yang menjadi alamat atau yang menyatakan sesuatu : dari kejauhan terdengar sirene -- bahaya; 2 gejala: sudah tampak -- nya; 3 bukti: itulah -- bahwa mereka tidak mau bekerja sama; 4 pengenal; lambang: kontingen Indonesia mengenakan -- Garuda Pancasila; 5 petunjuk. Pada tulisan ini akan kita lihat bagaimana tanda/bukti/pengenal sebagai murid-murid Tuhan Yesus. contohnya jika kita mempunyai anak/keluarga, kita akan mengenal orang itu adalah bagian keluarga kita karena ada petunjuk/tanda yang sudah kita kenal (bisa baju yang dipakainya sehari-hari, suaranya, cara dia berjalan, sikap dan tingkah lakunya, kebiasaannya, kemiripan wajah dsb). Kita juga akan menggali bagaimana ciri-ciri/ tanda murid Yesus menurut Injil Yohanes
II. Isi dan aplikasi
Dalam Teks Yohanes 13 ini Bahwa Yesus tahu akan segera ditangkap dan dia menghitung waktu sebelum dia ditangkap dan menderita. Dia mengadakan perjamuan makan dengan murid-muridNya. Kita tahu bahwaYesus adalah Tuhan dan Dia telah mengetahui bahwa salah seorang murid akan menjual Yesus dan ada juga murid (Petrus) yang menyangkal dan meyatakan dia tak mengenal Yesus. Dia Tahu waktuNya akan tiba. Dia akan pergi meninggalkan duniadan kembali ke rumah BapaNYa (Johanes 13:1). Namun dalam ke Maha tahuan Yesus, bagaimana responNya terhadap murid-muridNya? Dia tetap mengasihi mereka. Yesus tidak fokus pada perbuatan yang akan dilakukan Yudas, Petrus, dkk padaNya. Yesus bangkit dari tempat duduknya, menjadi seorang hamba/budak (slave) membasuh kaki mereka satu persatu yang kotor dan berdebu serta mengadakan perjamuan makan malam bersama. Inilah gambaran Yesus Tuhan kita sebagai sumber kasih yang agape. Bagaimana dengan konteks kita saat ini, masih relevankah kasih ditengah banyaknya konflik, fitnah, permusuhan, kebencian, balas dendam, bahkan pembunuhan keji, pemboman gereja? Masihkah KASIH menjadi Tanda Pengikut dan murid- murid Yesus dan terus menerus kita tunjukkan pada dunia?
Justru itu melalui nas ini, Tuhan Yesus memberi teladan dan menunjukkan bagaimana seharusnya kasih yang benar itu dipraktekkan:
1. Kasih itu harus memiliki “daya tahan”. (ay 31,34)
Kebanyakan kasih kita gampang luntur, apabila kita dikecewakan orang lain. Apalagi ketika kita disakiti atau dikhianati (Hos 6:4c). Dalam hal ini, Tuhan Yesus memberi teladan bagaimana kasihNya yang tidak goyah, walau Ia menyadari betul saat itu, bahwa tiba saatnya Ia akan dikhianati oleh Yudas, disangkali oleh Petrus dan ditinggalkan oleh murid-muridNya. Yesus justru memberi perintah yang baru untuk saling mengasihi. “Sesudah Yudas pergi berkatalah Yesus.....Aku memberi perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi......” (ay 31, 34). Yang menarik di sini kata “baru” berati “segar” artinya, kasih kita harus selalu segar kepada orang lain. Tidak luntur atau goyah karena sikap orang lain yang mengecewakan kita.
Itulah kasih Tuhan Yesus yang selalu segar, memiliki kekuatan dan daya tahan, sehingga walau Ia dikhianati, disangkali, ditinggalkan sendirian. Tetapi kasih Yesus tak pernah berubah. “Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmatNya, selalu baru tiap pagi besar kesetiaanMu!” (Rat 3:22-23).
2. Kasih itu harus dipraktekkan bukan sekedar teori (ay 34)
Bagi Yesus, kasih memang tidak cukup hanya diajarkan atau teori, dijadikan simbol, slogan, atau wacana semata. Tetapi harus melekat dalam gaya hidup kita, sehingga menjadi ciri khas setiap murid-muridNya. Untuk itu, Yesus memberi pengajaran dan sekaligus teladan. Ia berkata: “.....supaya kamu saling mengasihi sama seperti Aku telah mengasihi kamu.......” (ay 34). Melalui ungkapan ini, kita dapat memahami bahwa ketika Ia memberi perintah untuk mengasihi, Ia telah mempraktekkan kasih itu terlebih dahulu, “sama seperti Aku telah mengasihimu....” Yesus tidak hanya pandai berteori tentang kasih, tetapi hidupNya adalah teladan bagaimana mengasihi yang sesungguhnya. Dan salib di bukit Golgota adalah bukti kasihNya yang tiada taranya.
3. Standard kasih kita harus kasih Agape (ay. 31, 34-35)
Kasih Agape adalah kasih yang rela berkorban tanpa pamrih.Tak berkesudahan kasih itu. Jika hal ini dikaitkan dengan konteks saat itu, berarti adanya kesediaan dari Tuhan untuk mengampuni murid-muridNya, bahkan yang mengkhianatiNya sekalipun. Selain itu juga, adanya kesediaan Tuhan untuk menerima keadaan murid-muridNya apa adanya, sekalipun sangat mengecewakanNya. Adanya kesediaan untuk berkorban tanpa pamrih. Adanya kesediaan untuk tetap mengasihi walau kasih itu tak terbalas, dll. Itulah model kasih yang juga seharusnya kita terapkan dalam hidup kita sebagai anak-anakNya. Kasih Agape, bukan kasih “karena”..... Saya mengasihinya “karena” ia baik....” Tetapi kasih Agape adalah kasih yang “walaupun” .... Saya mengasihinya “walaupun” ia membenci saya!
4. Kasih Agape harus menjadi identitas/tanda orang percaya (ay 34-35)
Dan akhirnya kasih Agape adalah tanda pengenal atau identitas dari murid Kristus. Orang lain dapat mengenal kita sebagai murid Tuhan, bukan karena warna/model pakaian yang kita pakai, bukan hanya sekedar ibadah minggu yang setia kita hadiri. Bukan hanya sekedar kata-kata yang berbau agama yang kita lontarkan, bukan hanya dari berapa banyak ayat Alkitab yang rajin kita kutip dan hafalkan. Bukan pula dari jabatan yang kita sandang dalam gereja. Identitas seorang murid Kristus diukur dari bagaimana relasi yang penuh kasih mesra dengan Tuhan dan sesama. Apakah kita mau mengulurkan tangan kita kepada yang tersisih? Apakah kita rela memberi dan berbagi dengan mereka yang menderita? Apakah kita mau menyapa dan tersenyum dengan mereka yang tak dipandang dunia ini? Apakah kita mau mengampuni yang bersalah kepada kita? Apakah kita mau bersikap terbuka menerima orang lain apa adanya bahkan mereka yang berbeda dengan kita? Kasih Tuhan Yesus itu terlalu tinggi, dalam dan luas untuk dibicarakan. Tak akan pernah cukup waktu untuk merenungkannya. Sebab itu, ada baiknya jika kita juga mulai mempraktekkannya. Sebab hanya dengan mempraktekkan kasih Agape, kita dapat menjadi saksi Tuhan yang berguna. Kasih Tuhan Yesus itu terlau agung dan mulia untuk direnungkan, tetapi sangat sederhana untuk dapat dipraktekkan. Mengasihi berarti mepraktekkan dan melakukan. Ini adalah kasih yang dilakukan, Kasih yang mendahulukan kepentingan orang lain terlebih dahulu, kasih yang melayani, kasih yang membangun kehidupan bersama oranglain, kasih yang menolong. Yesus mau kita membagikan kasihNya kepada yang lain. Yesus mendesak orang-orang tidakhanya mengasihi teman-teamn tapi juga mengasihi musuh-musuh. Kasih bukan berdasarkan emosi atau perasaan saja. Kasih adalah keputusan, kasih adalahsebuah tindakan/ aksi. Yesus mengatakan Yoh. 13:34 : “A new command I give you: Love one another. As I have loved you, so you must love one another
Kita harus saling mengasihi. Mengutip kata “They will know we are Christians by our Love. They don’t care how much you know until they know how much you care”. Kasih sejati adalah peduli dan empati. Paulus dalam surat I Korintus 13:13: menyatakan “Demikianlah tinggal ketiga hal ini: iman, pengharapan dan Kasih, dan yang paling besar diantaranya ialah KASIH.
Kasih adalah Tanda Bahwa Kita Murid- Murid Kristus. Selamat mempraktekkan Kasih di dalam kehidupan kita. Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Rosliana br Sinulingga
GBKP Runggun Bumi Anggrek