SUPLEMEN PA MORIA 06-12 APRIL 2025, YOHANES 15:11-17

Tema   :

Anakku, Temanku

Bacaan :

Yohanes 15:11-17

Tujuan :

- Agar Moria mengetahui "relasi" Yesus dan murid-muridNya

            - Kenunjukkan karakter sebagai teman kepada anak

 

Pendahuluan

Tidak akan ada berhentinya, jika seorang ibu bercerita tentang anaknya. Baik hal yang membanggakan juga akan berbagai keluhannya dalam mendidik dan membesarkan anak. Namun semua itu adalah gambaran kasih sayang ibu kepada anak-anaknya. Menjadi orang tua adalah sebuah anugerah, yang disertai tantangan yang harus dihadapi. Terlebih anak-anak akan mengalami fase tumbuh kembang dan mengalami berbagai perubahan. Begitu pula sebagai ibu, harus menjalani proses belajar menjadi orang tua bagi anak. Sehingga yang harus dibangun adalah jalinan relasi yang baik, yaitu persahabatan. Persahabatan memang tidak dibangun dalam semalam. Harus melalui proses kebersamaan. Walau persahabatan tidak dibatasi usia dan bisa dijalin dengan siapa saja, bagaimanakan persahabatan antara orangtua dan anak dapat dilakukan sebagai sistem pendidikan dan pengasuhan masa kini?

Penjelasan teks

Membangun relasi persahabatan yang penuh kasih, juga diteladankan Yesus dalam kebersamaanNya dengan para murid. Yesus menjadikan diriNya sahabat bagi manusia. Seperti kasih Allah Bapa, demikianlah kasih Yesus kepada setiap orang yang mau tinggal didalamNya, agar menerima sukacita penuh (bdk ay 9-11). Bagi Yesus, murid-muridNya bukan lagi hamba yang hanya menerima 'perintah' saja, melainkan dianggap dan diangkatNya menjadi sahabat (15). Antara hamba dan sahabat terdapat perbedaan relasi yang berbeda. Tuan dan hamba adalah ikatan kewajiban, dimana tuan lebih tinggi kedudukannya dan seorang hamba yang harus menaati perintah tanpa kompromi dan tidak perlu tahu apa alasan tuannya. Namun, dalam persahabatan ada relasi yang sejajar, saling memberi dan menerima, berdasarkan cinta kasih bukan keterpaksaan, tidak ada rahasia diantaranya. Sehingga seorang sahabat akan rela berbagi kasih dan berkorban bahkan sekalipun harus memberikan nyawanya. Yesus menggambarkan begitulah besar kasih persahabatan yang dikerjakanNya bagi manusia, sehingga sesama manusia juga harus saling mengasihi.

Sebagai sahabat Yesus, para murid diminta melakukan perintah Tuhan, dalam rangka kasih persahabatan itu sendiri. Sehingga perintahNya dikerjakan dengan ketulusan, bukan keterpaksaan (12-14). Allah menetapkan kehidupan kita menjadi sahabatNya. Tujuannya adalah agar melalui dasar persahabatan dengan Yesus, para murid mengetahui rencana Allah baginya dan menghasilkan buah atau karya aksi nyata dalam kehidupan. Cinta kasih yang seperti inilah yang juga dapat menjadi dasar bagi orang tua menerapkan pola pengasuhan kepada anak-anaknya. Yesus meminta kita dapat saling mengasihi seorang akan yang lain, saling melindungi dan rela memberi yang terbaik seorang akan yang lain (17). Termasuk relasi orang tua dengan anaknya.

Aplikasi

Anakku, temanku adalah tema PA ini, mendorong setiap Moria untuk membangun karakter persahabatan sebagai ibu dengan anak-anaknya. Selayaknya Yesus dengan para murid bahkan kepada kita manusia. Membangun persahabatan yang tetap menjunjung sikap saling hormat dan penuh kasih, didasari cinta kasih Yesus. Sebagai manusia yang punya beragam karekter, mungkin saja dalam relasi antara ibu dan anak terjadi kesalahpahaman, ketidakmampuan mengerti kebutuhan dan harapan masing-masing pihak. Namun hal ini dapat dijembatani dengan relasi persahabatan. Kehadiran Moria sebagai ibu diharapkan mampu menjadi teman curhat, memberi vibes positif, menjadi motivator penyemangat, pemberi teladan hidup dan pengajaran disaat suka dan duka bagi anak-anaknya.

Perlu disadari beberapa penghambat menerapkan relasi persahabatan, antara lain adanya tembok hierarki orang tua kepada anak. Perasaan orang tua lebih punya pengalaman, cenderung membuatnya merasa paling benar, paling tahu sehingga menampilkan sikap otoriter. Hal ini dapat dikarenakan metode pendidikan masa lalunya yang mungkin saja tidak bersahabat. Karena cara seseorang berelasi dan menerapkan pola asuh kepada anak-anaknya, tidak akan terlepas dari pengalaman hidup dan pola asuh yang diterima dari orangtuanya dahulu. Bisa jadi ada pengalaman yang tidak menyenangkan yang tanpa sadar membentuk luka hati. Jika tidak terselesaikan maka pengalaman luka (wounded inner child) itu akan mempengaruhi sikap di masa mendatang saat menjadi orang tua bagi anaknya. Misalnya, seorang yang masa kecilnya merasa terabaikan, maka tanpa disadari sikap kepada anaknya cenderung over protective. Karena dirinya merasa harus "membayar hutang perasaannya" di masa lalu. Maka perlu memperhatikan pola yang asuh yang akan diterapkan harus idasari dengan kesiapan orang tua berdamai dengan masa lalunya.

Begitu pun tantangan dari gap antar generasi yang tanpa disadari menjadi jurang yang membuat orang tua dan anak merasa kurang nyaman dan aman, tidak saling percaya akan kebutuhan masing-masing. Orang tua merasa tugasnya sebagai orang tua menjadi 'beban', sehingga menganggap kesalahan anak sebagai kegagalannya, hal yang memalukan atau kesalahan pribadinya. Anak pun merasa orang tua hadir sebagai sosok pemberi hukuman, tuntutan tanpa tuntunan. Sehingga relasi yang terbangun hanya dalam bentuk menjalankan perintah atau keharusan bukan saling memahami, menerima dan mengerti satu dengan yang lain. Seperti tuan dan hamba, bukan sahabat. Padahal segala perbedaan yang ada, termasuk dalam diri dan relasi orang tua dan anak adalah suatu rancangan Tuhan untuk saling melengkapi dan menerima keberadaan. Seperti Yesus akan diri manusia, yang diterimaNya bahkan dalam ketidaksempurnaan kita sekalipun.

Berupaya membangun persahabatan yang terus berproses dalam diri Moria dan anak. Terlebih jadilah penolong bagi anak diusia pencarian jati dirinya, agar karakter persahabatan yang terbentuk menjadi pengalaman indah yang akan diteruskannya juga dalam kehidupannya kelak saat dewasa. Untuk menjadi sahabat bagi anak, orangtua akan memainkan dua peran yang tidak mudah. Di satu sisi menjadi sahabat. Berarti posisinya sejajar dengan anak, dengan berupaya memahami dunia dan cara pikir anak sesuai usia dan tahap perkembangannya. Di sisi lain, orang tua berstatus sebagai pendidik yang mengasihi dan mengajarkan sesuatu yang baik.

Jadi apa yang dapat dilakukan kepada anak? Ingat kasih yang iteladankan Yesus kepada muridNya, membangun persahabatan. Ada satu artikel yang menuliskan Be a F.R.I.E.N.D.

Free Space : Berikan ruang yang cukup bagi anak untuk menjadi dirinya sendiri. Terima mereka apa adanya, jangan membandingkan dengan orang lain. Kasihilah dengan kasih Allah yang tak bersyarat.

Respect : Menghormati setiap keputusan anak, dengan lebih dahulu memberikan pengarahan atau memberitahukan konsekuensi dari setiap keputusan namun tidak menggurui. Bukan berarti mengiyakan segala hal. Tanamkanlah nilai-nilai kebenaran seturut Firman Tuhan.

Intimate : Kebersamaan sangat penting untuk membangun keintiman dengan anak. Ingat, bahwa persahabatan terbangun karena adanya kedekatan, kebersamaan. Jadilah pendengar yang baik dan hadirlah dalam hidupnya. Seperti Yesus yang bersama-sama dengan para murid.

Encourages : Mendorong anak untuk berani bertanggung jawab terhadap pilihannya dan menghadapi konsekuensinya tanpa meninggalkannya sendirian.

No Judging : Tidak menghakimi, tidak melabel anak dengan hal negatif yang bisa membuatnya kehilangan identitas diri. Jangan terus-terusan menyoroti kegagalan, tetapi apresiasilah keberhasilan dan hal-hal baik yang anak capai. Siapapun akan ingin diterima, dihargai dan dikasihi. Terlebih anak yang membutuhkan pendampingan agar dapat bertumbuh dalam kedewasaan emosi, kesehatan mental dan iman.

Do and be a friend : Lakukan hal-hal yang baik sebagai role model atau teladan bagi anak. Mereka akan melihat dan melakukan apa yang tampil di depannya. Satu teladan yang baik lebih bermakna dari pada seribu kata-kata. Yesus sendiri memberi teladan kasih yang nyata dengan mengorbankan diriNya untuk membebaskan manusia dari keberdosaan dan maut.

Marilah Moria, jadikan pribadi kita sahabat bagi anak-anak kita, bagi anak-anak GBKP. Selamat HUT KAKR GBKP.

 

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD