MINGGU 23 SEPTEMBER 2018, KHOTBAH : KOLOSE 4:2-6
Invicatio :
Karena aku tahu, bahwa kesudahan semuanya ini ialah keselamatanku oleh doamu dan pertolongan Roh Yesus Kristus (Filipi 1 : 19)
Bacaan :
Yehezkiel3 : 16 – 21 (Tunggal)
Tema :
“Doakanlah Hamba/PelayanT uhan”
(Totokenlah Serayan Tuhan)
I. Pendahuluan
Saudara – saudari yang terkasih di dalam Yesus Kristus.
Ada apa gerangan yang terjadi pada renungan kita minggu ini, sehingga Rasul Paulus menuliskan suratnya? Marilah kita melihat sekilas info baik secara geografis Kota Kolose, maupun permasalahan ataupun pergumulan yang dihadapi jemaat Kolose. Kota Kolose pada abad pertama merupakan sebuah pusat dagang kuno yang makin memudar kejayaannya. Letaknya sekitar 100 mil ketimur Efesus. Kota ini terletak pada jalur kafilah, di lembah Lykhus, dekat kota Leo di keadan Herapolis. Sekalipun usaha untuk memberitakan Injil sebelumnya tidak dapat diabaikan, orang di Kolose mungkin pertama kali mendengarkan amanat Kristen ketika Paulus melayani di Efesus sekitar tahun 53 – 56 Masehi (bnd. Kis. 19 : 10). Paulus mungkin melewati Kolose ketika menuju ke Efesus. Tetapi, ia tidak mengenal secara pribadi jemaat di sana (bnd. Kol. 2 : 1). Rekan sekerjanya, Epafras, yang melayani jemaat ini, mengunjungi sang rasul dan melaporkan perkembangan orang percaya di sana, dan munculnya ajaran sesat yang merongrong mereka. Penyesuaian diri dengan berbagai praktek orang non-Yahudi ikut mempengaruhi orang Yahudi yang menjadi Kristen. Kondisi dengan iman yang masih baru terancam oleh legalisme, sebuah aliran Yudaisme yang sesat. Di sini, seperti halnya di Efesus (band. Kis19 : 14, 18), bahayanya terletak pada pengaruh agama campuran Helenisme-Yudaisme. Untuk mengatasi masalah, Paulus menulis surat pada jemaa tKolose ini. Adapun tujuan surat Rasul Paulus ini adalah sebagai berikut.
Untuk memberantas ajaran sesat yang ingin mencari kesempatan atas namaYesus sebagai pembawa damai dan hidup kekal di jemaat Kolose;
Untuk memberitahuka nbagaimana umat percaya hidup di dalam Yesus Kristus
Untuk memberi kekuatan iman percaya di jemaat Kolose. Paulus mengharapkan agar jemaat di sana teguh dalam iman kepada Yesus. Dengan demikian, mereka melakukan kehendak yang diinginkan Yesus.
II. Penjelasan Nats (Refleksi, Aplikasi, dan Penutup)
Saudara – saudari yang terkasih di dalam Yesus Kristus.
Ada baiknya pada renungan kita ini dibahas mulai dari ayat pertama. Adapun pembagian natsnya sebagai berikut.
1. Melakukan keadilan dan kejujuran (ayat 1)
Rasul Paulus menasehati mereka yang ada di jemaat Kolose supaya berlaku adil terlebih kepada hamba/pelayan. Keadilan yang dimaksudkan di sini adalah tidak berat sebelah atau tidak membeda-bedakan yang mana yang harus diberikan kepada hamba/pelayan, dan apa yang menjadi haknya. Mereka juga diminta untuk memberikan pekerjaan sebatas kemampuan hamba/pelayan, adil dalam melakukan tindakan, dan terlebih tidak memperbudaknya. Itulah yang diinginkan Yesus melalui surat Rasul Paulus ini. Kita juga diminta melakukan hal demikian, mulai di dalam keseharian kita, di dalam keluarga, di dalam aktivitas kita, dan dimana pun kita berada. Karena, kita adalah hamba Tuhan dan kita hidup karena kasih dan anugerah-Nya saja. Sebab, Tuhan pada penghakiman di akhir zaman akan menanyakan pada setiap orang, apa yang telah dilakukannya selagi masih hidup di dunia. Apakah kita sudah melakukan hal yang benar atau tidak? Ingatlah, hidup ini adalah kesempatan.
2. Senantiasa hidup dalam Doa (ayat 2,3,4)
Doa merupakan nafas kehidupan. Orang yang lupa berdoa maka sesungguhny amelupakan hidupnya. Tuhan mengharapkan bahwa setiap hal yang kita lakukan dalam kehidupan kita, merupakan gambaran doa kita kepada Tuhan. Rasul Paulus menjelaskan bahwa di saat dia menjadi hamba Tuhan, dalam pemberitaan kebenaran Injil, Yesus Kristuslah yang memberi kekuatan. Karena itulah dia senantiasa berdoa. Di sini, doa Paulus adalah bentuk penyerahan diri kedalam tangan pengasihan Tuhan Yesus. Inilah tujuan surat Paulus kepada jemaat Kolose, yaitu agar pada saat itu setiap orang yang percaya dan beriman kepada Yesus Kristus, jangan berhenti untuk berdoa. Hanya doalah yang memberi kekuatan. Doa yang membuat kita semakin dekat kepada Tuhan. Doa adalah nafas orang beriman. Doa merupakan komunikasi kita bercakap – cakap dengan Tuhan. Kalau kita tidak berdoa, maka iman percaya kepada Yesus Kristus akan lemah dan mati. Dan selanjutnya, Rasul Paulus memberitahukan lagi supaya berjaga – jagalah sambil mengucap syukur. Artinya, apapun yang terjadi dalam kehidupan ini, kita tetap menyerahkannya kedalam tangan pengasihan Tuhan, terlebih mengucap syukur. Rasul Paulus juga menekankan supaya di setiap doa, kita jangan lupa untuk mendoakan para Hamba/PelayanTuhan yang selalu setia memberitakan kebenaran Firman Tuhan. Hamba Tuhan hanyalah orang biasa yang tidak jauh berbeda dengan kita yang memiliki banyak kekurangan dan kelemahan. Terlebih lagi, kita mohonkan supaya Tuhan menjauhkan hamba-Nya dari segala godaan, tantangan, dan cobaan. Doa ini mengharapkan supaya Tuhan yang selalu memberi kekuatan, hikmat, kebijaksanaan, dan ketabahan dalam menghadapi segala penderitaan.
3. Supaya memperoleh hikmat (ayat 5)
Rasul Paulus menekankan dalam suratnya supaya setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus harus memperoleh hikmat, karena aktivitas kehidupan orang zaman sekarang ini adalah semakin jahat (bnd. Ef. 5 : 15 – 16). Maksudnya ialah ada banyak sekali yang menjadi tantangan, godaan, dan cobaan yang menyesatkan dan mempengaruhi iman percaya kita. Kalau tidak memperoleh hikmat maka kita akan terperangkap oleh kuasa kegelapan yang menyesatkan. Bagaimana cara kita untuk memperoleh hikmat? Ada tertulis dalam Alkitab (Ams. 1 : 7) berbunyi, “Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”.
4. Supaya memiliki kasih terlebih dalam setiap ucapan (ayat 6)
Rasul Paulus menekankan supaya setiap orang yang beriman kepada Yesus Kristus memiliki sifat kasih dalam segala hal, terlebih dalam setiap ucapan. Kita harus menjadi penyedap bagi setiap pendengarnya. Diumpamakan seperti garam pada setiap masakan. Ada tertulis dalam Alkitab, “Bibir orang benar tahu akan hal yang menyenangkan, tetapi mulut orang fasik hanya tahu tipu muslihat” (Ams. 10 : 32). Rasul Paulus menekankan hal ini karena di jemaat Kolose selalu terjadi perbedaan pendapat, kesalahpahaman, dan terlebih-lebih hal-hal yang menyesatkan. Dengan demikian, Rasul Paulus mengajak kita supaya memiliki kasih yang berasal dariRoh Kudus untuk menghadang segala sifat – sifat duniawi yang bisa menyesatkan kita.
Saudara – saudari yang terkasih di dalamYesus Kristus.
Di dalam bacaan pertama (Yehezkiel3 : 16 – 21) dengan jelas mengatakan bahwa pengaruh seseorang dalam kehidupan orang lain sangat berarti. Di dalam teks ini dikatakan siapa yang tidak menegor atau membantu orang jahat untuk hidup lebih baik atau bertobat, apabila orang jahat itu mati, maka kita akan diminta Tuhan pertanggungjawaban atas kematian orang yang tidak bertobat itu. Dengan demikian walaupun kita tahu bahwa hidup kita sudah baik melayani Tuhan, tetapi kita tetap membiarkan saudara – saudari hidup dalam kejahatan, kebaikan yang kita lakukan sama saja dengan sia – sia. Seperti yang telah Paulus katakan kepada jemaat di Kolose, yaitu mendoakan dia selaku hamba Tuhan karena Paulus memerlukan topangan doa dari orang lain. Berdoa untuk Hamba Tuhan adalah wujud kebaikan kita untuk menghargai pilihan Tuhan, yaitu para hambaNya yang melayani Dia dalam memberitakan Injil kepada kita dan orang banyak. Selain berdoa, kita harus tahu menempatkan diri kita dimanapun berada, baik di rumah, di kantor, dan di masyarakat luas. Saat kita melihat rekan kita, teman kita, saudara kita mulai jauh dari Tuhan, marilah kita menyatakan kasih Kristus kepada mereka yang memerlukannya. Senantiasalah melaksanakan segala sesuatu yang diperintahkan Tuhan dalam kehidupan kita dengan setia. Tetaplah kita mendoakan Hamba Tuhan dan terus membantu setiap saudara – saudari kita yang menjauh dari Tuhan supaya kita kembalikan kedalam keselamatan. Kiranya Tuhan memberkati Firman-Nya dan menyertai kita sekalian. Amin.
Pdt. Abdi Edinta Sebayang, M.Th
GBKP Rg. Graha Harapan
Minggu 16 September 2018, Khotbah Kejadian 33:1-11
Invocatio :
Lukas 23:34a, Yesus berkata: “Ya Bapa, ampunilah mereka,
sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”
Bacaan 1 :
Matius 18:21-35
Tema :
Perdamaian mendatangkan Sukacita
Pengantar
Damai bisa dimaknai dengan keadaan tenang, tiada peperangan atau konflik, ketiadaan kekerasaan dalam lingkup social kemasyarakatan dan sering juga dikaitkan dengan suasana hati, pikiran dan badan yang nyaman tanpa gangguan. Karena makna yang begitu positif maka ada begitu banyak tokoh dunia yang bercita cita mengadakan perdamaian di dunia. Sejak 1901, penghargaan nobel perdamaian diberikan secara tahunan kepada orang-orang yang telah memberikan upaya terbesar atau terbaik bagi persaudaraan antar bangsa, bagi penghapusan atau pengurangan angkatan bersenjata, dan bagi pelaksanaan atau promosi kongres perdamaian. Pada 2015, Penghargaan Perdamaian telah diberikan kepada 103 individual dan 23 organisasi namun upaya perdamaian dunia masihlah sebuah perjuangan yang berkelanjutan.
Perdamaian dunia mungkin terlalu luas untuk kita kerjakan namun bukan hal yang mustahil karena perubahan yang besar tentu saja terjadi jika dimulai dari diri sendiri.
Matius 18:21-35
Perdamaian dapat terjadi jika ada pengampunan. Mengampuni dalam bahasa Yunani disebut “aphiemi” artinya: membiarkan pergi, membiarkan pergi bebas, menutupi, menghapus, mengampuni, memulihkan hubungan yang baik antara dua pribadi yang retak karena suatu kesalahan. Menurut pembacaan kita ini mengampuni berarti membebaskan seseorang dari hutangnya; sebaliknyasikap tidak mengampuni adalah jika kita merasa orang lain tersebut masih berhutang sesuatu kepada kita.
Perbandingan jumlah hutang adalah sepuluh ribu talenta dan seratus dinar yang kalau diperhitungkan adalah sebagai berikut1 talenta = 6000 dinar (sumber : kamus Alkitab)hutang hamba A = 10.000 talenta = 10.000 x 6.000 dinar = 60.000.000 dinar kalau diperhatikan angka 100 dibandingkan dengan angka 60.000.000 sangatlah jauh berbeda. Kurang lebih seperti jika kita berhutang 60 juta dan yang berhutang 100 perak sungguh sangat jauh perbedaannya. Pengampunan yang ingin Tuhan Yesus tunjukkan melalui perumpaan ini adalah pertama, pengampunan Tuhan terhadap manusia dan kedua, pengampunan manusia terhadap sesamanya. Selayaknya pengampunan Tuhan terhadap manusia lah yang memampukan/ menggerakkan manusia tersebut untuk mengampuni sesamanya.
Pertanyaan Petrus yang menyebut tujuh kali mengampuni adalah angka sempurna bagi budaya Yahudi saat itu dan kemungkinan jumlah ini merupakan kesimpulan Petrus dari pengajaran Yesus seperti tercatat di Lukas 17:4. Jawaban Yesus adalah tujuh puluh kali tujuh kali, artinya ada pengampunan yang tak berkesudahan tidak berhenti pada angka 7 atau 490; ada hati yang ikhlas tiada mengingat-ingat lagi kesalahan sesamanya manusia. Pengampunan menghadirkan perdamaian, perdamaian mendatangkan sukacita.
Kejadian 33:1-11
Konflik saudara antara Yakup dan Esau karena perebutan hak kesulungan berlangsung cukup lama sehingga perdamaian sepertinya agak susah tercapai. Bahkan ketika proses perdamaina akan berlangsung masih ada rasa kecurigaan diantara mereka berdua. Terlihat dari banyaknya pasukkan yang dibawa Esau bersamanya yaitu 400 orang dan bagaimana Yakup menyusun strategi meghadapi Esau dan pasukkannya dan keluarganya dalam menyambut Esau
Yang ang terjadi Esau menanggapi dengan menunjukkan sikap murah hati yang nyaris terlalu baik. Dia telah memendam permusuhan terhadap Yakub namun seiring waktu hatinya telah berubah. Allah telah mengubah kebenciannya menjadi kemurahan hati. Dia datang menemui Yakub dengan pengertian dan pengampunan. Sepanjang dua puluh tahun perpisahan mereka, tangan kendali Allah telah mengubah kedua saudara itu. Yakup yang sujud dihadapan saudaranya sebanyak 7 kali menandakan bahwa dia sepenuhnya tunduk, setulus hati mau mendapatkan kasih saudaranya lagi. Dan tanggapan yang didapatkan Yakup adalah pelukkan rindu seorang kakak terhadap adiknya yang telah lama tak berjumpa. Tidak ada amarah dan dendam tapi ungkapan kasih saying dan rasa haru antar saudara.
Kembali ditekankan tentang perdamaian yang diraih, diawali dengan pengampunan satu terhadap yang lain.
Penutup
Matius 5:9 “ Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Alah”. Pembawa damai bukanlah orang yang hidup dalam damai namun orang yang mengusahakan perdamain. Dengan kata lain perdamaina hanya akan tercapai jika setiap manusia berinisiatif dan aktif mengampuni dan diampuni. Mengusahakan perdamaian bukanlah sebuah kegiatan yang menyenangkan dan gembira Karena ada begitu banyak hambatan dan tantangan dalam mengusahakan perdamaian bahkan bisa sangat menyakitkan secara batin dan fisik.
Untuk melakukan perdamaian, Yesus mengajak murid-muridnya melakukan hal yang tidak terpikirkan yaitu untuk mengasihi musuh; mengampuni. Ini melampaui kapasitas manusia, karena respons alami manusia terhadap tindakan musuh terhadap kita adalah membalas, untuk melenyapkan musuh jika memungkinkan. Melalui renungan ini Tuhan meminta kita untuk mengubah musuh kita menjadi seorang teman, menjadi saudara sesungguhnya dengan mengampuni, dengan memberi diri dan hati kita diubahkan oleh Tuhan. Karena kebahagiaan kita adalah dalam melakukan Firman Tuhan.
Pdt. Erlikasna Purba
GBKP Runggun Denpasar
Minggu 26 Agustus 2018, Khotbah Filemon 1:1-7 (Minggu Mamre)
Invocatio :
Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular jika ia meminta ikan? (Matius7 : 9-10)
Bacaan :
Masmur 128 : 1-6
Tema :
“Tutus Bas Kinitiken, Ertanggung Jawab Bas Kegeluhen”
Ketika hidup tidak seperti yang kita harapkan sering kita lebih mengasihani diri sendiri sehingga kita tidak peka lagi dengan sekitar kita. Tetapi berbeda dengan Paulus, sekalipun dia dipenjara namun dia tetap berusaha untuk tetap memiliki hidupnya yang berarti bagi orang lain. Ada dua“sikap” yang dapat kita pelajari dari Paulus dalam teks Filemon1 1:1-7 ini, yakni: Pertama, dia selalu mengingat orang lain. Ada banyak nama yang Paulus sebutkan/daftarkan dalam nas di atas, seperti : Timotius, Filemon, Apfia Arkhipus, dan mereka semua adalah teman sekerja Paulus dalam pemberitaan Injil. Paulus tidak melupakan mereka walaupun sebenarnya hal itu bias terjadi dengan pemenjaraannya. Namun dia tidak membiarkan penjara memutuskan hubungannya dengan orang lain, karena hanya lewat hubungan yang tidak terputus itu hidupnya akan tetap berarti.
Terkadang dalam kehidupan kita sehari-hari sering sekali masalah yang sedang kita hadapi memutuskan hubungan kita dengan orang lain. Melalui teks Filemon ini kita diingatkan kembali bahwa jangan sampai kita membiarkan masalah yang sedang kita hadapi memutuskan hubungan kita dengan orang lain, khususnya dengan orang-orang terdekat kita. Karena justru lewat orang-orang terdekat kita itulah hidup kita akan tetap berarti. Jangan hanya memikirkan diri dan persoalan/masalah kita, tetapi tetap berilah perhatian kepada orang lain sebab justru berbuat demikian beban kita akan semakin ringan.
Sikap Kedua, dia selalu mengingatakan panggilannya. Sekalipun Paulus ada di dalam penjara bukan berarti panggilannya berhenti. Itulah sebabnya ia menuliskan suratnya ini dengan menguatkan orang-orang lain yang seperjuangan dengan dia agar tetap dalam panggilan itu. Dan kalau kita melihat ayat-ayat selanjutnya, maka kita akan menemukan tujuan dari penulisan surat ini yaitu agar ada penyelesaian masalah di antara Onesimus dengan Filemon. Paulus tetap peduli akan pelayanan kepada orang lain sekalipun dia ada di dalam penjara. Tidak ada waktu bagi dirinya untuk mengasihani diri sendiri dengan melupakan pelayanannya. Hal ini terjadi Karena Paulus ingin supaya hidupnya tetap berarti bagi orang lain tidak peduli apapun yang terjadi. Jangan pernah berhenti melayani Tuhan apapun kondisi hidup yang sedang kita alami saat/hari ini. Mungkin kondisi kita sedang susah/terpuruk, tetapi itu tidak menjadi alas an untuk berhenti melayani. Justru sebaliknya kesusahan itu adalah kesempatan untuk melayani Tuhan.
Jika kita tarik/bandingkan di kehidupan ehari-hari kita sebagai orang Kristen jaman sekarang, yang pada umumnya orangnya tidak terbelenggu, tetapi Firman Allah di dalam mereka terbelenggu! Gampang sekali melakukan pelayanan/hadir di PJJ, PA Mamre, PA Moria, Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR),kalau sikonnya enak (situasi dan kondisi), misalnya kita sehat, ekonomi kita baik, tempatnya enak, dan sebagainya. Tetapi bagaimana kalau semuanya tidak enak, kita sakit-sakitan, ekonomi kacau, keluarga kacau, pekerjaan kacau, dsb? Maukah tetap melayani/memujiTuhan?
Juga dalam suatu aktivitas/kegiatan di gereja, mungkin kita akan bersemangat dalam pelayanan kalau gerejanya besar, teman Kristen banyak, keluarga dekat kita banyak bergereja di tempat tersebut, gerejanya banya kuang, pendukungnya banyak, tempatnya enak, peralatannya lengkap, pakai AC, dan sebagainya. Bagaimana kalau gerejanya serba pas-pas-an, tidak ada donatur, tempatnya seadanya, dsb? Mungkin hal ini adalah kondisi yang buruk, tetapi jelas jauh tidak seburuk kondisi Paulus pada saat itu (dalam teks Filemon 1:1-7). Dia tetap mau melayani dalam kondisi sedang dipenjara, bagaimana dengan kita sebagai orang Kristen? Maukah tetap memuji/melayani/ikut hadir dan mendukung dalam pelayanan/kegiatan-kegiatan gereja kita dengan sungguh-sungguh?
Pdt. Abel Sembiring
GBKP Runggun Tambun