SUPLEMEN PA MORIA 22-28 OKTOBER 2023, KUAN-KUANEN 10:1-5
BAHAN: KUAN-KUANEN 10:1-5
THEMA : MEJINGKAT MABA ULIH
PENGANTAR
Seorang tukang sol sepatu sedang bekerja dan ditemani secangkir teh manis hangat yang diletakkan di lantai. Karena terlalu fokus pada pekerjaan, ia lupa dengan tehnya. Tanpa disadari, cangkir teh tersebut sudah dirubungi semut. Saat melihatnya, orang tersebut segera memindahkannya ke atas meja. Jauh dari semut- semut itu. Namun semut-semut itu ternyata tidak putus asa. Mereka menempuh perjalanan panjang dari lantai ke atas meja. Perhatian si tukang sol sepatu pun teralih kepada semut-semut tersebut. Ia tertegun, betapa hebatnya semut-semut tersebut. Dalam melakukan pekerjaan sering kita tidak bertekun. Seandainya saja kita bisa memiliki sedikit saja ketekunan dan kegigihan seperti semut, tidak bersungut-sungut maupun mengeluh dalam menghadapi masalah, bahkan terus berjuang sampai akhir niscaya akan menggapai hasil. Etos kerja seperti semut itu sudah menjadi teladan sejak dulu. Kita semua tahu bahwa tidak ada satu pun dari semut-semut itu yang bermalas-malasan dan hanya mengandalkan temannya yang bekerja. Mereka semua rajin bekerja. Terkadang, ada orang yang berpikir bahwa berserah pada Tuhan saja sudah cukup dan yakin bahwa Tuhan pasti memberkati kita. Pemikiran semacam itulah yang biasanya membuat kita akhirnya bersantai-santai atau bahkan mundur berusaha dan membuat kita akhirnya gagal dalam pekerjaan kita atau usaha kita. Lebih parahnya lagi, tudak jarang kita malah menyalahkan Tuhan atas kondisi kita. Ya, Tuhan memang berjanji untuk memberkati kita, tetapi perjanjian adalah kesepakatan dua belah pihak, yang artinya kita juga punya kewajiban untuk melakukan bagian kita, yaitu bekerja.
PENJELASAN TEKS
Kalimat hikmat dalam Amsal 10:1-5 mempertentangkan antara dua karakter yang saling bertolak-belakang, seperti bijak dan bebal, kefasikan dan kebenaran, tangan yang lamban dan tangan yang rajin, juga apa saja dampak dari setiap pilihan. Sembilan pasal sebelumnya dalam kitab Amsal memuat tentang nasihat seorang bapak kepada anaknya dimana dia menyarankan kepada anaknya untuk memilih hidup dalam hikmat daripada kebebalan. Dalam ayat 1 dikatakan bahwa pilihan/ keputusan yang diambil oleh sang anak akan berdampak kepada orangtuanya. Pilihan manapun yang diambil baik yang mendatangkan sukacita maupun yang mendatangkan kedukaan disini memiliki nuansa terus menerus ataupun setiap waktu. Jadi anak yang bijak akan terus menerus mendatangkan sukacita bagi ayahnya dan anak yang memilih untuk hidup dalam kebebalan akan terus menerus mendatangkan kedukaan bagi ibunya. Karena itu perlu pula kita mengingat bahwa Hikmat bijaksana dimulai dengan didikan dan nasihat sejak kecil dari orang tua (ayah dan ibu). Orangtua-lah yang terutama berperan memperkenalkan hati yang "takut akan Tuhan" kepada anak-anaknya sehingga kelak mereka pun hidup benar dan berhikmat.
Sementara itu dalam ayat yang ke-2 kita menemukan penjelasan tentang "kebenaran" dan "harapan orang yang benar" dengan membandingkan "kefasikan" dan harapan orang fasik. Orang "benar" itu mempunyai "hati yang takut akan Tuhan", "rajin", "memperhatikan perintah", "bersih kelakuannya", penuh dengan "kasih", mempunyai mulut yang "menyimpan pengetahuan. Secara ringkas, orang benar adalah orang yang mempunyai "kebenaran” dimana kebenaran yang dimaksud adalah hubungan yang benar atau baik dengan Allah (mempunyai "hati yang takut akan Tuhan"), dengan sesama (hidup berbelas kasih, mulutnya tidak menyimpan kedustaaan), maupun dengan materi (rajin bekerja). Kabar baik paling utama yang diberitakan kepada orang benar adalah Tuhan "menyelamatkan orang tersebut dari maut" (10:2). Kabar baik lain adalah "berkat (dari Tuhan) ada di atas kepala orang benar (bdk.10:6, 10:22). Thema ini berlanjut kepada ay. 3 dimana ayat ini menegaskan jaminan dari Allah kepada orang benar yaitu tidak ada orang benar yang akan menderita kelaparan. Tuhan akan memelihara dan mencukupi kebutuhan hidup mendasar. Tuhan menjamin kebutuhan hidup karena Dia begitu mengasihi ciptaan-Nya. Ayat ini juga merupakan sekaligus peringatan bagi mereka yang melakukan kejahatan. Pelaku kejahatan tampaknya bisa memaksa manusia lain, tetapi pasti tidak berdaya di hadapan Tuhan. Tuhan adalah Sang Sumber Berkat, bila IA menolak keinginan orang-orang fasik, maka kepada siapa lagi mereka dapat meminta?
Pada ayat terakhir (4-5) dikatakan bahwa tangan yang lamban membuat miskin, sementara tangan orang rajin mendatangkan kekayaan. Tangan orang rajin disini bisa pula diartikan: seseorang yang terbiasa mengerjakan sesuatu dengan cepat, sehingga karena itu pada akhirnya ia menjadi kaya. Kata "kaya" di sini tak hanya diartikan sebagai kesempatan mendapatkan harta atau materi dengan berlebih, tetapi bisa pula berarti kesigapan menangkap peluang untuk hal-hal yang menguntungkan atau bermanfaat bagi kehidupan. Seseorang yang bergegas bangun untuk memulai hari setiap pagi, bisa pula dikategorikan sebagai orang rajin yang berpeluang untuk berhasil dalam hidupnya. Sebaliknya, orang yang lamban akan lebih dekat dengan kegagalan.
APLIKASI
- Bekerja sesungguhnya merupakan bagian dari hidup manusia yang ditetapkan oleh Allah sendiri, sejak manusia pertama diciptakan, yakni Tuhan memberikan tanggung jawab kepada manusia pertama untuk memelihara dan merawat bumi (Kej. 1:28). Allah kita adalah Allah yang bekerja. Tuhan Yesus berkata: ”Bapaku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga” (Yoh. 5:17). Firman Tuhan hari ini, menyatakan bahwa dunia, musim panas atau kemarau adalah anugerah Tuhan, di mana manusia dapat beraktivitas bahkan dipanggil untuk bekerja. Menggunakan kesempatan bekerja selama kita berada dalam dunia adalah perilaku orang yang bijak. Bekerja keras dan berupaya dalam karya kita merupakan sikap yang benar dalam pengelolaan hidup yang rajin dan bertanggungjawab. Sikap tersebut mendatangkan berbagai peluang baru dan juga berkenan di mata Tuhan sehingga berkat-Nya melimpah. Sebaliknya bila ada yang tidak mau bekerja dan hanya membuang waktu dengan menyukai tidur, itu adalah perilaku orang malas. Dengan sendirinya ia tidak akan mendapat apa-apa sehingga membuat dirinya malu, karena tidak ada sesuatu yang bisa dinikmati dan dibanggakan. Menggunakan waktu dan semua potensi yang diberikan Tuhan dengan baik melalui kerja dan usaha, itu adalah sebuah tindakan orang benar. Tuhan tidak akan membiarkan setiap orang yang mau bekerja, mereka diberkati-Nya. Berkat Tuhan selalu memenuhi kehidupan orang yang rajin, walaupun mungkin tidak berkelimpahan tetapi ada dalam kecukupan.
- Kemalasan adalah salah satu hal yang harus dihindari dan dilawan. Biarlah kita tidak memberi ruang pada kemalasan dengan alasan apapun. Kemalasan adalah awal dari stagnasi (kemandegan) hidup. Orang yang malas, hidup-nya tidak akan pernah bisa berhasil dan berkembang. Bahkan kitab Amsal mengatakan bahwa kemalasan hanya akan mendatangkan kemiskinan dan kekurangan. Hal ini sudah banyak terbukti dalam kehidupan di sekeliling kita. Karena memberi ruang pada kemalasan, banyak anak sekolah yang pada akhirnya tidak dapat lulus ujian atau naik kelas. Karena malas mengerjakan tugas-tugas kantor, tidak sedikit para pekerja yang mengalami kesulitan untuk naik jabatan, bahkan tak jarang orang kehilangan pekerjaan hanya karena kemalasan yang dipelihara terus menerus dalam hidupnya. Bagaimana dengan kita hari ini? Malaskah kita mengerjakan tugas-tugas kita? Malaskah kita melakukan tanggungjawab kita? Tanamkanlah prinsip “Dilarang Malas” dalam hati kita sehingga kita dapat merasakan manfaat hidup rajin dan berhikmat.
- Penulis kitab Amsal memberikan nasihat bijak bagi kita bahwa harta benda, kekayaan, materi yang kita dapatkan dengan cara yang tidak jujur, curang, adalah hal yang tidak berguna. Artinya apa yang kita dapatkan dengan bekerja dengan cara-cara seperti itu tidak akan mendatangkan berkat bagi kita, tetapi akan mendatangkan kesengsaraan. Orang yang bekerja dengan tidak jujur akan menerima akibatnya. Dan pada saatnya, ketika perbuatannya diketahui orang lain, ia akan mendapatkan hukuman. Maka dari itu marilah kita bekerja dengan jujur, bertanggung jawab dan dapat dipercaya. Kita lakukan semua pekerjaan kita dengan tulus dan sungguh-sungguh.
- Bacaan kita menunjukkan kepada kita pentingnya proses pendidikan atau pengajaran dalam sebuah keluarga. Amsal ini tidak sedang menuntut atau memojokkan posisi anak-anak secara sepihak, melainkan menegaskan pentingnya proses pembentukan dan pengajaran orang tua kepada anak dalam sebuah keluarga umat TUHAN. Kita juga perlu menyadari bahwa nilai kerajinan, kebenaran, ketekunan dan konsistensi pada diri seorang individu tentunya dibentuk dalam lingkungan keluarga. Hal ini bukan hanya berguna bagi perkembangan kedewasaan karakter sesorang di tengah kehidupan sosial, melainkan juga berkaitan dengan pertumbuhan imannya sebagai umat TUHAN. Pada Amsal 10 ini kita juga dapat melihat bagaimana peran seorang anak memiliki dampak yang begitu nyata terhadap orang tuanya. Apabila sang anak tergolong bijak dalam menjalani kehidupannya, maka ia akan mendatangkan kesukacitaan bagi orang tuanya. Namun, apabila si anak tampil dengan penuh bebal, maka ia akan menghadirkan kedukaan bagi orang tuanya. Karena itu hendaknya kita tidak melupakan pentingnya pendidikan dan pertumbuhan iman yang berlangsung dalam keluarga kita masing-masing sehingga dari keluarga kita lahir anak-anak yang rajin, bijak dan berhikmat dalam kehidupannya.
Pdt. Eden P. Funu-Tarigan, S.si (Teol)
GBKP Runggun Bumi Anggrek