SUPLEMEN PA MORIA 14-20 MEI 2023, IBRANI 10:23-24
Bahan bacaan : Ibrani 10: 23-24
Tema : Saling Menolong Menjalankan Kebaikan
Tujuan :
- Supaya Moria mengetahui cara hidup orang yang percaya kepada Kristus
- Dengan semangat kebersamaan mendukung Mamre Centre
Penjelasan Teks Ibrani 10: 23-24
Ayat 23: Teguh dalam iman karena Kristus.
Penerima surat Ibrani adalah orang-orang Yahudi Kristen yang sedang menghadapi tantangan ajaran sesat dan penganiayaan. Karena itu ada beberapa orang yang mulai meninggalkan persekutuan (ayat 25), sehingga dalam surat ini ditekankan pentingnya persekutuan sebagai kekuatan bagi orang percaya. Pada ayat 19-22 penulis surat Ibrani menyatakan signifikansi pengorbanan Yesus bagi dasar iman yang teguh. Pengorbanan Yesus membuka jalan untuk kita masuk dalam hadirat Allah. Ialah Imam Besar, mediator antara Allah dengan umat-Nya. Ini diikuti dengan ajakan menghadap Allah dengan hati yang tulus, keyakinan teguh dan, pengakuan tentang pengharapan yang teguh. Ini mengingatkan kita bahwa persekutuan di dalam Kristus membuat kita dikuatkan. Perjumpaan dengan Allah dalam ibadah menyegarkan jiwa dan mengubahkan diri kita.
Ayat 24: Persekutuan yang bertumbuh bersama.
Dalam persekutuan ada goals yang harus dicapai bersama. Persekutuan itu tidak hanya berkumpul, ibadah satu arah, lalu bubar tanpa ada interaksi antaranggota. Justru penting menjaga kebersaman supaya ada semangat mengerjakan aksi nyata. Ada 2 poin yang ditekankan di ayat ini.
Saling memperhatikan. Memperhatikan di sini bukan mengamati secara fisik, tetapi memahami apa yang menjadi kebutuhan orang lain. Kita juga bisa memahami bagian ini sebagai ajakan untuk berpikir bersama dalam sebuah komunitas, untuk kemajuan bersama. Orang-orang percaya dalam komunitas gereja memiliki relasi timbal balik. Pembaca surat Ibrani kemungkinan kurang memiliki ikatan satu sama lain, mereka cenderung berjuang masing-masing dalam imannya, dan ternyata hal itu melemahkan. Kita jangan menutup mata pada kebutuhan orang lain. Jangan juga menutup mata pada kebutuhan gereja kita. Tidaklah sehat jika ada pihak yang berjuang layaknya single fighter sedangkan yang lain hanya sebagai penonton. Saling memperhatikan dalam prakteknya kita wujudkan dalam bentuk saling mengunjungi, saling mendoakan, dan saling mengingat momen penting (ulang tahun, HUT Perjabun, dll) untuk memberi ucapan, bahkan sampai kepada pemberian bantuan bagi yang benar-benar membutuhkan.
Saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Kehadiran persekutuan yang Tuhan berikan, seharusnya terasa gunanya, menghadirkan shalom dalam dunia khususnya sekitar kita. Kita dikenal lewat perbuatan kasih yang dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari. Saling mendorong artinya setiap anggota mempunyai tanggung jawab untuk menjaga ritme supaya persekutuan tidak jatuh pada rutinitas yang akhirnya terasa monoton dan kurang menarik. Sama-sama saling mendorong, saling mengingatkan, sampai persekutuan iman itu berbuah hasil. Semuanya sama-sama punya andil, dalam perbuatan kasih dan pekerjaan baik. Kreatif dalam mencari cara untuk bisa mewujudkan kasih bagi dunia sekitar kita.
Aplikasi
Di tengah dunia yang semakin individualis, gereja hadir sebagai komunitas yang menunjukkan kepedulian karena kasih. Banyak orang yang memahami kepedulian sebagai sumbangan, dengan istilah Peduli Kasih atau Peduli (insert nama daerah korban bencana). Peduli itu punya makna lebih dalam. Andar Ismail dalam buku Selamat Bergereja artikel berjudul “Komunitas yang Peduli” menuliskan, untuk bersikap peduli diperlukan kematangan diri, yaitu:
- Kematangan usia. Anak kecil belum tahu sikap peduli, sehingga sulit mengajarkan berbagi/bermain bergantian dll. Belajar peduli butuh proses karena mereka belajar dari melihat. Sikap peduli tumbuh dari melihat teladan dari orang yang lebih dewasa di sekitarnya. Sedikit demi sedikit kita belajar peduli karena belajar membuka mata melihat penderitaan orang lain di luar diri kita sendiri. Semakin dewasa semakin banyak yang kita lihat sehingga tumbuhlah kepedulian itu.
- Kematangan sudut pandang. Kita belajar peduli dengan adanya keterbukaan untuk melihat lebih dari satu sudut pandang. Dengan demikan kita belajar memahami orang lain dan situasi yang ia hadapi. Kesediaan kita melihat dari sudut pandang orang lain, bahkan orang yang menyinggung kita sekalipun, adalah bentuk kematangan diri.
- Kematangan untuk menerima orang lain. Peduli berarti menerima orang lain sebagaimana adanya dirinya, dengan kelebihan dan kekurangan yang sudah mengkarakter. Kita tidak harus selalu setuju dengan orang lain tapi kita tetap mengasihi mereka. Sekalipun ada sifat yang bertolak belakang yang tidak bisa diterima, bukan berarti kita menolak orangnya. Bedakan tidak suka sifat dengan tidak suka orangnya. Saat kita bisa menerima teman dan mengasihi dia sekalipun sering berbeda pendapat, itulah kematangan diri.
- Kematangan untuk menerima diri sendiri. Bertindak dan berkata sebagaimana adanya, jangan memakai topeng kepura-puraan. Jangan menjanjikan lebih dari yang kita mampu, jangan sanggupi yang kita tidak sanggup. Orang lain mungkin mampu lebih dari kita, tapi kita tidak harus bersaing dengan mereka. Bersukacitalah ketika mengambil bagian dalam pelayanan, tanpa bersungut-sungut di dalam hati tentang betapa beratnya tugas kita dan betapa ringannya tugas orang lain. Penerimaan diri sendiri adalah berdamai dengan situasi kita, mengenal kemampuan diri, dan bersyukur pada Tuhan.
- Kematangan untuk memberi diri. Saat kita mampu menerima diri, rasa syukur kepada Tuhan ditunjukkan dengan dengan cara menggunakan potensi diri bagi pekerjaan kasih dan pekerjaan baik untuk Tuhan dan sesama. Memberi waktu, memberi tenaga, memberi pikiran, dan semua pemberian lainnya bagi orang lain adalah bentuk peduli yang nyata. Bersedia untuk diandalkan oleh orang lain adalah pemberian diri.
Setelah kita ber-PA hari ini, kita lebih paham tentang makna kebersamaan dan kepedulian dalam komunitas. Karena itu kita bisa mempersiapkan aksi nyata sebagai aksi bersama kategorial mendukung pembangunan Mamre Centre GBKP. Tuhan memberkati.