SUPLEMEN PA MORIA TANGGAL 01-07 MEI 2022, JOHANS 4:5-14

Ogen :

Johanes 4:5-14

Tema :

Jesus Ras Diberu Samaria

Tujun :

Gelah Moria:

Nggit ngaloken perbedaan si lit (status gender, suku, agama, budaya, ras sidebanna)

Pentar la terjebak ibas radikalisme

Metode PA  :

Ceramah

  1. Yesus memilih melintasi Samaria (perjalanan dari Yudea ke Galilea dalam keharusan ay. 4 mungkin berhubungan dengan ay. 1 karena ancaman orang Farisi meski lebih banyak memilih karena keharusan “ilahi” yaitu menggenapi rencana Allah dalam diri Yesus). Ada dua jalan yang bisa ditempuh dari Yudea ke Galilea. Jalan yang melalui daerah orang bukan Yahudi di tepi timur sungai Yordan, yang lebih jauh, jalan yang lebih dekat dan yang paling banyak dilalui adalah lewat Samaria, sekalipun ada permusuhan antara orang Yahudi dan orang Samaria (berasal dari kata Shomrim- The Keepers- mereka mengklaim diri bahwa mereka adalah penjaga hukum Taurat dan tradisi asli). Ayat. 4 mengisyaratkan bahwa jalan lewat Samaria dipilih karena ada kepentingan tertentu. Mungkin Yohanes mengatakan secara tidak langsung bahwa ada alasan ilahi berkaitan dengan Yesus, bahwa disana juga sedang ditunjukkan kemanusiaan Yesus dimana dia juga mengalami kelelahan (ay. 6 “sangat letih oleh perjalanan”).
  2. Tempat peristiwa ini disebutkan di Sikhar (Tell Askar- Asakar Modern atau Sikhem Kuno). Di sebuah sumur (disebutkan Sumur Yakub meski di PL tidak disebutkan). Penunjuk waktunya, tengah hari, waktu terpanas dari sebuah hari, merupakan bagian gambaran latar belakang narasi itu. Tidak dijelaskan dengan detail tentang kehadiran perempuan Samaria tersebut. Tetapi saat dia datang, para murid Yesus sedang ke kota untuk membeli makanan. Yesus meminta minum kepada perempuan tersebut adalah sesuatu yang tidak wajar pada waktu itu. E. Leideg mengatakan bahwa “pastinya tidak ada orang Yahudi yang masih waras akan melakukan hal itu meskipun ia dalam keadaan hampir mati kehausan.” Alasannya di ay. 9 bahwa “...orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria.” Menunjuk kepada permusuhan yang berakar dalam dan bahkan kejijikan yang orang-orang Yahudi rasakan terhadap orang Samaria (Bdk. 2 Raj. 17:33-dst; Yoh. 4:48- perkawinan campur, sinkretisme dsb). Mereka juga menyembah Allah di Gunung Gerizim, mereka menolak Yerusalem sebagai tempat beribadah, mereka menolak kitab-kitab suci Yahudi selain yang diangap 5 tulisan Musa. Juga ada konflik politik antara orang Yahudi dan Samaria selama berabad-abad. Orang Yahudi menganggap orang Samaria sebagai ras manusia terburuk (Yoh 8:48) dan tidak mau berurusan dengan mereka (Yoh 4:9).
  3. Radikal bisa dipahami dalam dua sisi; yaitu sisi positif dan negatif. Dari sisi positif radikal dipahami sebagai sebuah tindakan yang menyebabkan seseorang mencintai agamanya sehingga melakukan kebaikan atas apa yang dia yakini. Sementara dari segi negatif dimaknai sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok tertentu yang mengatasnamakan agama. Radikalisme agama merupakan paham atau aliran keras yang berasal dari suatu ajaran agama yang menimbulkan sikap intoleransi. Radikalisme agama dapat terjadi pada agama manapun, termasuk dalam memahami ajaran Kekristenan. Salah satu penyebab pada ajaran Kekristenan yaitu, pemahaman yang salah dalam menafsirkan ayat-ayat Alkitab. Belajar dari hal ini dan dari nats PA hari ini, poin utama yang penting kita lakukan untuk menghindarkan dari paham radikalisme adalah memahami dengan benar ajaran agama yang benar. Oleh karena banyak di antara kita merasa bahwa sudah beriman dengan benar, padahal salah; merasa sudah memahami dengan benar padahal salah; merasa sudah menerima yang benar, padahal mendapatkan pengajaran dari orang yang salah. Maka pahami benar-benar ajaran kita, sebelum kita menilai orang lain dari kacamata kita sendiri.
  1. Yesus membuka jalan dengan berkomunikasi (berdialog). Yesus yang adalah seorang laki-laki Yahudi tidak ragu-ragu meminta minum kepada seorang perempuan Samaria. Hal ini merupakan awal “terbukanya batas” antara Yahudi dan Samaria, yang sebelumnya dari pihak Yahudi (diwakili oleh para murid) merasa bahwa Samaria itu sebagai kafir, sedang Samaria (diwakili perempuan Samaria) tidak mengakui keberadaan Yerusalem. Tetapi Yesus membuka “jalan buntu” tersebut. Sehingga keselamatan juga menjangkau orang Samaria. Yesus mengajarkan Injil damai sejahtera kepada orang Samaria (Yoh 4:6-26). Para rasul kemudian mengikuti teladan-Nya (Kis 8:25). Selama tidak ada komunikasi yang baik antara pemeluk agama dan sikap saling menghargai keyakinan masing-masing, maka potensi konflik dapat terus berlangsung, menunggu momentum untuk muncul ke permukaan. Membuka dialog dan mengembangkan rasa hormat antar pemeluk agama yang berbeda adalah solusi yang terbukti mengalahkan ego sektarian dan identitas kelompok.
  1. Radikalisme karena prasangka (sesuatu yang belum tentu benar tetapi tertanam di dalam pikiran kita mengenai orang lain). Di ay. 9 “...Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria?..." Perempuan Samaria ini tidak begitu siap untuk memenuhi permintaan Yesus untuk memberi Dia minum. Pandangan dan penilaiannya tentang orang Yahudi langsung muncul seketika yang sudah “terbenam” di dalam benaknya.
  2. Respon Yesus menanggapi pemahaman dari perempuan Samaria tersebut luar biasa. Yesus justru sedang membangun pemahaman yang baru di dalam diri perempuan tersebut dengan menjelaskan perbedaan antara air dari sumur tersebut dengan air hidup. Tentu dalam hal ini sebenarnya tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan Samaria, mereka sama-sama tidak bisa menangkap dengan jelas dan mereka sama-sama tidak memahami arti kehadiran Yesus dan akan kesiapaan Yesus. Namun belajar dari Yesus yang membawa perubahan mengubah paradigma dan pengajaran untuk saling mengasihi maupun hidup dalam kerukunan.
  1. Para murid yang konservatif. Murid-murid-Nya tidak memahami arti dari apa yang sedang terjadi. murid-murid-Nya sendiri merasa heran ketika mereka melihat Yesus bercakap-cakap dengan seorang perempuan Samaria (4:27). Perbedaan adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari, itu adalah anugerah Tuhan sendiri. Tetapi murid-murid sendiri tidak memahami hal tersebut, sehingga mereka “heran” ketika Yesus membuka dialog dengan perempuan Samaria tersebut. Ketidakmauan menerima perbedaan adalah salah satu akar terciptanya radikalisme, padahal perbedaan adalah anugerah yang harus kita syukuri dan kita tangkap sebagai kekayaan.
  2. Kesediaan Yesus berdialog membuka ruang mengatasi radikalisme. Di dalam Yohanes 4:9 secara tegas dikatakan bahwa “Orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria." Yesus pasti sadar akan situasi tersebut karena Yesus adalah seorang Rabi Yahudi. Tetapi secara sadar dan sengaja, Yesus terlihat mengesampingkan perseteruan historis yang terbentang ratusan tahun antara orang-orang Yahudi di Yerusalem dan orang Samaria di Utara.
  3. Anggapan rendah dari orang lain tidak menghentikan Yesus melakukan kebaikan. Bayangkan ketika kita mau melakukan sesuatu yang baik bagi seseorang dan saat itu juga kita dianggap rendah olehnya, maka kemungkinan besar secara manusia kita akan mengurungkan niat melakukan kebaikan tersebut. Tetapi tidak dengan Yesus. Ketika perempuan Samaria tersebut membandingkan Yesus dengan Yakub maka sebenarnya dia sedang memandang Yesus lebih rendah. Ia membuat penilaian yang salah terhadap Yesus. Ia tidak bisa membayangkan orang lain bisa lebih besar daripada Yakub yang terhormat. Yesus tetap “bersedia disalahpahami” yang kemudian membawa kepada penjelasan-penjelasan yang lebih lanjut. Perempuan Samaria ini dibawa oleh Yesus dalam percakapan yang intim dan penuh dengan keseriusan. Yesus membuka diriNya untuk dikenal. Ertina, labo la mungkin sitandai Dibata e. Melalui penyembahan kita dapat mengenal Dia. Perempuan Samaria ini memiliki tingkat pengenalan Akan Allah:
  1. Yesus adalah seorang Yahudi (asa usul Yesus, ayat 9, 2)
  2. Yesus adalah Tuhan (Lord atau Master) artinya Tuan, ayat 11,
  3. Yesus adalah seorang nabi, ayat 19, dan
  4. Yesus adalah Mesias, ayat 25

Artinya, tidak masalah bagi Yesus disalahpahami. Yesus tidak berhenti melakukan dan menjelaskan arti kehadiran-Nya. Biarlah dalam kehidupan kita sering “disalahpahami” orang lain, tetapi jangan berhenti melakukan kebaikan. Penilaian orang yang salah tentang diri kita, tidak membuat kita undur menjalin relasi dengan orang tersebut.

  1. Meski disalahpahami, tetapi Yesus mampu melihat sisi baik Samaria. Di bagian Injil lain-nya, Yesus juga terlihat sengaja memasukan orang Samaria sebagai kriteria ‘baik hati’ dalam sebuah perumpamaan tentang orang yang dirampok di sebuah jalan menurun ke arah Yerikho (Luk. 10:31-34). Yesus tidak kebetulan memilih orang Samaria, sebagai pribadi yang peduli pada sesama di dalam cerita itu, tetapi faktualnya dibenci dan dimusuhi oleh orang Yahudi. Jika ditarik mundur kebelakang, gambaran perumpamaan Yesus bertujuan memberikan pengertian dan membangun kesadaran di kalangan orang-orang Yahudi bahwa kepedulian terhadap sesama, sama pentingnya dengan praktik agama. Melihat sisi baik dari orang lain, menghindarkan kita berpikir dan melakukan tindakan radikalisme, seperti yang Yesus lakukan. Cobalah cari sisi baik dari orang lain!

Salam

Pdt. Dasma Sejahtera Turnip,-

GBKP Rg. Palangka Raya

 

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD