Minggu 31 Maret 2019, Khotbah Yesaya 65:17-25
Invocatio :
Yesaya 66 :10
Ogen :
Titus 2:11-14;
Tema :
Ersurak Ras Ermeriahlah Erkiteken Tinepa Simbaru
1. Pada saat seorang perempuan yang menanti buah hatinya dalam proses melahirkan akan mengalami sakit yang luar biasa. Dikatakan bahwa tubuh manusia dapat menahan hanya sampai 45 del (unit rasa sakit). Tetapi dalam proses melahirkan, seorang wanita merasakan 57 del (unit rasa sakit). Ini sama dengan rasa sakit ketika dua puluh tulang di tubuh kita patah bersamaan. Tetapi setelah melewati fase tersebut dan bisa menggendong bayi yang dinanti-nanti tersebut maka rasa sakit tersebut tergantikan dengan kebahagiaan, bahkan seperti diungkapkan dalam ayat 17 “tidak akan diingat lagi/ Kejadin-kejadin si enggo lepas ilupaken kerina.” Demikianlah janji Tuhan mengenai langit yang baru dan bumi yang baru. Nats ini terdapat di bagian Trito-Yesaya (pasal 56-66) yang menceritakan zaman setelah pembuangan. Tuhan yang berjanji tersebut adalah Tuhan yang dulu telah menciptakan langit dan bumi dan lagi akan menciptakan langit dan bumi yang baru (2 Ptr. 3:13, Why. 21:5). Pribadi seperti itulah yang berjanji tersebut.
2. Pasal 65:1-16 menceritakan tentang hukuman bagi orang-orang berdosa dan keselamatan bagi orang yang saleh (orang saleh disebut hambaKu dalam 65:13). Sedangkan 65:17-25 ini merupakan gambaran berkat yang dialami oleh hamba tersebut. Apa yang dijanjikan dalam nats ini kondisi manusia yang sepenuhnya baru, sehingga kondisi Israel yang dulu tidak hanya susah tetapi juga cemar dan memalukan itu tidak akan diingat lagi (17).
3. Allah sanggup memulihkan dunia ini, bukankah itu juga menunjukkan bahwa Allah sanggup memulihkan keadaan kita? Pemulihan yang Allah lakukan tidak hanya pemulihan kondisi Yerusalalem dan penduduknya saja, tetapi termasuk juga pembaharuan relasi kembali bersama dengan Allah. Melalui kalimat “hal-hal yang dahulu tidak akan diingat lagi” (ay. 17 bdk. Ay. 16) semakin jelas bahwa Allah juga berinisiatif melakukan pembaharuan relasi dengan Israel. Hal ini mengingatkan kepada kita juga pentingnya memperbaharui relasi tidak hanya dengan Tuhan tetapi dengan sesama kita, juga relasi kita dengan lingkungan (terkait tema tahun ini). Artinya pembaharuan relasi yang dilakukan oleh Allah mendorong kita memperbaharui relasi kita dengan sesama kita dan memperbarui relasi kita juga dengan alam ataupun lingkungan.
4. Karya penciptaan Allah yang baru ini hendak menegaskan hadirnya suatu realita bumi dan langit yang mengalami kebaruan, sehingga segala beban sejarah dan trauma yang pernah melukai umat manusia telah diselesaikan dengan baik.
5. Berkat Tuhan atas langit dan bumi yang baru tersebut termasuk juga didalamnya :
a. “Umur yang panjang (ay. 20 & ay. 22). Umur panjang berkenaan dengan orangtua, dijanjikan bahwa mereka akan mencapai umur suntuk (umur gedang/ umur penuh) dan mengisi hari-hari mereka dengan buah-buah kebenaran. Pada masa tua pun mereka masih berbuah, untuk memberitakan, bahwa TUHAN itu benar, maka barulah itu masa tua yang baik. Orang tua yang berhikmat, baik, dan berguna dapat dikatakan telah mencapai umur suntuk (umur gedang). Orang yang mati tua, dan mencapai umur gedang, adalah orang yang mengalami apa yang dialami Simeon, setelah melihat keselamatan Allah, ingin pergi dalam damai sejahtera (Lukas 2:25-35).
b. Menikmati hasil pekerjaan mereka ataupun tidak ada “bersusah-susah dengan percuma”, sebagaimana digambarkan dalam ay. 21 di ayat itu membalikkan pengalaman perang dan pembuangan di mana rumah dan kebun yang dikerjakan menjadi milik orang lain. Itu menyiratkan bahwa kerja tangan mereka akan diberkati dan membawa hasil. Ada kuasa untuk memiliki dan ada kuasa untuk menikmat. Oleh sebab, banyak di antara kita memiliki tetapi tidak diberi kuasa untuk menikmati apa yang kita miliki. Memang di dunia ini kita akan tetap bersusah payah mencari kebutuhan hidup kita sebagai akibat langsung dari jatuhnya manusia ke dalam dosa (Kej 3:18-19), tetapi sangat tragis sekali ketika kita sudah bersusah-payah tetapi kemudian PERCUMA/sia-sia. Seperti yang diungkapkan dalam Pengk. 2:18-19 “Aku membenci segala usaha yang kulakukan dengan jerih payah di bawah matahari, sebab aku harus meninggalkannya kepada orang yang datang sesudah aku. Dan siapakah yang mengetahui apakah orang itu berhikmat atau bodoh? Meskipun demikian ia akan berkuasa atas segala usaha yang kulakukan di bawah matahari dengan jerih payah dan dengan mempergunakan hikmat. Ini pun sia-sia.”
c. Tidak ada lagi bayi yang mati (ay. 20 & ay. 23). Ada berkat yang mengikuti bahwa tidak akan melahirkan anak yang akan mati mendadak.
d. Pemulihan hubungan dengan Tuhan itu sendiri (ay. 24). Dikatakan disana bahwa sebelum kita memanggil Tuhan, Dia sudah menjawabnya bukan memalingkan wajahnya (bdk Yeh. 7:22 “Aku akan memalingkan wajah-Ku dari pada mereka...”). Hal ini digenapi melalui karya penebusan Yesus Kristus.
e. Serta perdamaian sesama ciptaan (ay. 25). Hal ini mengingatkan kita akan kisah penciptaan di kitab Kejadian dimana semua makhluk bisa berdamai satu dengan yang lainnya. Adam juga punya kesempatan untuk memberi nama kepada seluruh binatang (Kej. 2:19), tapi relasi ini berubah setelah manusia jatuh ke dalam dosa. Namun di langit dan bumi yang baru, maka segala sesuatunya akan dikembalikan Tuhan ke rancangan-Nya yang semula, yaitu yang sempurna. Akan ada suatu tatanan Tuhan dimana serigala dan anak domba akan bersama-sama makan rumput, singa akan makan jerami, dan ular akan memakan debu (ay. 25a). Jika hubungan antar binatang saja bisa begitu damai, maka tentu hubungan antara manusia juga akan sempurna. Tidak akan ada lagi yang berlaku jahat atau busuk di langit dan bumi yang baru, karena kekudusan Tuhan akan melingkupi semuanya (ay. 25b).
6. Meskipun di dunia ini hal tersebut belum digenapi sepenuhnya, tetapi di sorga hal itu akan digenapi secara penuh, baik menyangkut penyempurnaan maupun sukacita kekal yang dijanjikan. Di sana segala air mata akan dihapuskan.
7. Intinya karya penciptaan Allah yang baru itu menghadirkan suatu kehidupan yang ideal bagi setiap umat manusia, yaitu: umur panjang, tersedianya tempat tinggal yang layak dengan kebun-kebunnya, mampu menikmati hasil jerih payahnya, terciptanya suatu relasi yang harmonis dengan Allah, dan hidup damai tanpa permusuhan. Dengan demikian kehidupan yang serba ideal tersebut merupakan karunia Allah, dan bukan ditentukan oleh hasil usaha peradaban umat manusia. Apa yang tidak pernah terpikirkan oleh manusia akan menjadi suatu kenyataan hidup, yaitu Allah menciptakan kehidupan yang serba baru.
8. Atas pemulihan yang Tuhan lakukan tersebut maka yang bersorak-sorak adalah Yerusalem beserta dengan penduduknya dan Allah juga bersora-sorak (ay. 19). Hal ini menunjukkan bahwa Allah senang memberkati umat-Nya (bdk. Zef. 3:17). Allah tidak hanya bersukacita ketika memberkati umat-Nya, tetapi di saat umat-Nya mengalami penderitaan Allah juga turut merasakannya (bdk Ibr. 4:15 “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita,...”).
9. Nats ini tentu memberi dorongan kepada kita untuk bertekun setia dalam pengharapan bahwa akan ada langit yang baru dan bumi yang baru. Mengingatkan kesementaraan kita ditengah-tengah dunia ini dan mengingatkan kita akan kekekalan di langit dan bumi yang baru tersebut. Mari kita persiapkan diri kita untuk tidak hanya menikmati langit dan bumi yang lama tetapi juga akan menikmati di langit dan bumi yang baru. Milkila relasi yang baru dengan Allah, relasi yang baru dengan sesama kita, relasi yang baru dengan alam ciptaan Tuhan.
10. Langit dan bumi yang baru seharusnya membimbing kita kepada karakter yang baru, supaya kita layak hidup di dalamnya. Langit dan bumi yang baru selain berbicara masalah kondisi tetapi juga berbicara masalah tempat, maka akan menjadi tidak sejalan jika Allah menciptakan langit dan bumi yang baru tetapi kita tidak meresponnya dengan memperbaharui karakter kita. Matius 9:16-17 “Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya. Begitu pula anggur yang baru tidak diisikan ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian kantong itu akan koyak sehingga anggur itu terbuang dan kantong itupun hancur. Tetapi anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru pula, dan dengan demikian terpeliharalah kedua-duanya."
Pdt Dasma Sejatra Turnip
GBKP Palangkaraya