• WhatsApp Image 2022 02 11 at 11.07.57

  • 20170204 143352
  • 1 peresmian rumah dinas surabaya
  • WhatsApp Image 2022 02 11 at 11.07.58
  • pencanangan tahun gereja bks dps
  • WhatsApp Image 2022 02 11 at 11.07.57 1
  • BPMK GBKP KLASIS BEKASI DENPASAR PERIODE 2020-2025
  • PERESMIAN RUMAH PKPW GBKP RUNGGUN SURABAYA

Jadwal Kegiatan

Kunjungan Moderamen GBKP ke GBKP Klasis Bekasi-Denpasar

Minggu 14 Mei 2017:

1. GBKP Runggun Bandung Pusat

2. GBKP Runggun Bandung Timur

3. GBKP Runggun Bandung Barat

4. GBKP Runggun Bekasi

5. GBKP Runggun Sitelusada

Minggu 19 Agustus 2018, Khotbah: Galatia 5:13-15 (Minggu XII Setelah Trinitatis / Minggu Menghagai Hak Asasi Manusia)

Invicatio :

Dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang
bersunat atau orang takbersunat, orang barbar atau orang sakit, budak atau orang merdeka, tertapi Kristus adalahsemua dan di dalam segala sesuatu (Kolose 3 : 11)

Bacaan :

Amos 5 : 10 – 17


Tema :

“Jagalah kebebasanmu, saling menghargailah”
(“Jaga Kebebasenndu, Si Ergan Pekepar”)

I. Pendahuluan
Saudara – saudari yang terkasih di dalam Yesus Kristus.
Masih segar dalam ingatan kita baru – baru ini pada tanggal 17 Agustus 2018, Bangsa Indonesia memperingati hari kemerdekaan (kebebasan) yang ke – 73 tahun. Yang menjadi pertanyaan, apakah kemerdekaan (kebebasan) itu benar – benar telah dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia yang mencakup seluruh elemen, status sosial, dan umat beragama di bangsa ini? Secarade jure, Indonesia merdeka di tanggal 17 Agustus 1945. Kemerdekaan (kebebasan) ini didapat dengan perjuangan rakyat yang beraneka ragam latarbelakangnya, termasuk etnis, agama, golongan, status sosial, dan lain sebagainya. Walaupun berbeda, tetapi satu suara, satu jeritan, dan satu tujuan, yaitu merdeka. Tetapi saat ini, secara de facto kita sepertinya belum benar – benar merdeka, seperti membayar air setiap debitnya dan bisa dikenakan denda bila tidak disiplin. Begitu juga listrik yang harus dibayar, serta tarif telepon yang terus naik. Dahulu, subsidi masih ada. Namun, subsidi sekarang tidak ada lagi. Belum lagi pendidikan dan kebebasan umat beribadah yang tidak lagi dilindungi pemerintah. Inilah de facto-nya kemerdekaan Indoensia kini. Ketika lagu “Indonesia Tanah Air Beta” dinyanyikan dengan penuh semangat, tetapi kenyataannya tidaklah demikian. Dan, bila sila ke – 5 Pancasila yang menyerukan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, saat ini tidak lagi relevan bagi seluruh rakyat Indonesia. Apabila semua ini dihadapkan pada konteks hukum, agama, dan pertimbangan sosial, lalu pertanyaannya kemudian adalah “Apakah keadilan itu sudah dirasakan oleh seluruh rakyat Indoensia? Atau, kemerdekaan itu hanya bagi sebagian orang yang memiliki jabatan dan kuasa saja?
Hal inilah yang menjadi seruan Paulus pada umatYahudi yang berpegang erat dalam tradisi Taurat, termasuk kewajiban akan sunat fisik. Syarat utama akan menyunat bagi Yahudi inilah yang kemudian menjadi kemarahan Paulus. Baginya, kemerdekaan di dalam Kristus tidak sekedar soal sunat fisik. Karena bila demikian, Paulus bisa bertanya lebih lanjut mengapa sekalipun ia bersunat tetap disiksadan dipenjara oleh bangsa Yahudi? Karena, Kerajaan Sorga bukan dilihat dari sunat/tidak disunat, tapi soal bagaimana melayani Tuhan pada semua orang lain dengan kasih, dimana wujud nyata kasih itu jelas, terbukti, dan tulus.

II. Pembahasan
Saudara – saudari yang terkasih di dalamYesus Kristus.
Konteks nats kita ini terjadi ketika Paulus dalam perjalanan jauh ke Asia, khususnya Galatia. Ia melakukannya untuk mendengar dan melihat pertentangan yang terjadi di dalam jemaat Galatia, tentang makna kebenaran iman yang hanya diberikan pada orang bersunat. Hal ini tentu merendahkan orang Yunani yang tidak memiliki budaya sunat. Secara garis besar, surat Galatia bisa kita bagi menjadi dua bagian, yaitu pasal 1 – 4 yang isinya bernada teologis, dan pasal 5 – 6 yang isinya bernada praktis. Banyak nabi – nabi palsu menyampaikan arti kebebasan hidup dengan menyimpang dengan dalih manifestasi Kerajaan Sorga. Hal itu langsung dibantah oleh Paulus. Dan, ia kemudian meluruskan pemahaman dan pengertian yang telah salah dipahami selama ini. Akibatnya, terjadi keretakan di tengah – tengah jemaat. Hal ini kemudian menjadi awal dari kehancuran kemerdekaan (kebebasan) umat Tuhan. Mengapa? Karena, kemerdekaan (kebebasan) umat Tuhan adalah kesatuan seluruh umat manusia yang percaya, bukan kelompok – kelompok, atau golongan – golongan (Kefas, Paulus, Apolos, ataupun Kristus). Semua harus menjadi satu di dalam Kristus. Kristus mati bagi orang yang percaya dan memerdekakan semua orang, bukan satu golongan.

Paulus mengatakan makna kebebasan bukanlah bebas melakukan dosa, bukan melakukan apa saja sesuai dengan nafsunya masing – masing (bukan bebas yang kebablasan). Bukan itu! Tapi, kita bebas untuk tidak melakukan dosa. Seperti layang – layang yang bebas di langit, kemana saja arah angin berembus. Tapi, layang – layang itu tetap dikendalikan oleh satu tali dan tidak akan putus ataupun lepas.

Dalam suratnya pada jemaat di Galatia, Paulus mengajarkan tentang kemerdekaan Kristen. Para penganut Yudaisme beranggapan bahwa doktrin Paulus tentang Kasih Karunia sangat berbahaya. Karena, doktrin Paulus seolah ingin menggantikan hukumTaurat. Mereka berpikir jika segala peraturan dan standar mereka dihapuskan, maka jemaat mereka akan berantakan. Namun, tidak demikian pemikiran Paulus. Malahan, Paulus ingin menegaskan bahwa keselamatan ini bukan karena upaya melakukan Taurat (dalam bentuk sunat / Invocatio Kolose3 : 11), tetapi karena anugerah Allah. Dan, anugerah keselamatan Allah itu harus ditanggungjawabi orang percaya. Seorang yang hidup di dalama nugerah Allah seharusnya memiliki komitmen yang tinggi untuk bertanggung jawab kepada Allah. Orang Kristen yang hidup dengan iman tak akan menjadi pemberontak.

Kata “merdeka” (bebas, tidak dijajah) adalah kata yang indah untuk didengar. Merdeka adalah pengharapan bagi semua orang. Tak seorangpun yang rela diperbudak oleh orang lain. Semua ingin menikmati kemerdekaan karena setiap orang pasti merindukan kemerdekaan. Pertanyaannya, apakah benar orang yang hidup di negara merdeka dapat merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya? Bagaimana sikap yang seharusnya diwujudkan sebagai seorang yang merdeka? Hidup sebagai hamba kebenaran. Setelah dosa – dosa kita diampuni, saat kita percaya kepada Yesus Kristus, ada kemungkinan kita jatuh kedalam berbagai perbudakan lain. Jika tidak hati – hati, kita bisa diperbudak oleh berbagai ajaran tradisi dan filsafat manusia yang menyesatkan. Seperti jemaat Galatia, mereka dalam bahaya untuk dibawa kembali kedalam perbudakan hukumTaurat. Maka, Rasul Paulus dengan serius menasehati mereka untuk tidak kembali kedalam perbudakan, sebaliknya mempertahankan kemerdekaan mereka dalam Kristus (Gal 5 : 15). Mengapa? Orang Kristen adalah orang yang merdeka. Sebab, Yesus sudah mati di atas kayu salib. Dia telah mengalami pengampunan Allah dan sudah dibebaskan dari segala tuntutan dan ancaman hukum Taurat. Hal ini bukan berarti seseorang dapat berbuat sesuka hatinya untuk memenuhi segala keinginannya sesuai kehendak sendiri. Tidak! Kemerdekaan orang Kristen bukanlah jalan untuk dapat berbuat dosa, melainkan kebebasan karena anugerah Allah untuk tidak berbuat dosa (Bdn. Amos 5 : 10 – 17). Kebebasan tanpa batas selalu mengakibatkan pelampiasan keinginan daging (Gal 5 : 15). Tetapi, Roh Kudus, pribadi Ilahi adalah mitra orang percaya yang memungkinkan kita untuk mengalahkan keinginan daging. Oleh karena itu, betapa perlunya hidup kita dikontrol / dipimpin oleh Roh Kudus (Gal 5 : 16 – 26).

III. Penutup – Refleksi
Saudara – saudari yang terkasih di dalam Yesus Kristus.
John Newton, penulis lagu Amazing Grace, memiliki pengalaman hidup yang kelam dan sangat menyedihkan. Ia sendiri adalah budak dosa. Ketika di suatu saat berjumpa dengan Kristus, ia sangat mengucap syukur kepada Tuhan yang telah memerdekakannya dari perbudakan dosa. Lantas, ia menjadi hamba Tuhan. Kekuatan tangan Tuhanlah yang membebaskan kita umat-Nya yang percaya, sehingga kita jangan sampai terlepas ataupun berpikir untuk melepaskannya. Seberapa berat pun pengaruh dunia, tuntutan hidup kebebasan yang kita pilih jangan sampai diambil dari kelompok tertentu. Kepercayaan semakin sulit dimiliki bangsa ini. Orang dengan mudahnya melakukan korupsi, kekerasan, dan manipulasi. Kejahatan merajalela pada zaman ini karena mereka merasa bebas. Di saat dunia merasa bebas sebebasnya, kita semakin menyadari kemerdekaan Kristen, dimana kebebasan orang percaya akan selalu dirasakan, dinikmati, dan disyukuri. Orang percaya juga perlu memiliki SIM, seperti SIM A wajib dimiliki pengendara mobil, SIM C wajib dimiliki pengendara sepeda motor, SIM B wajib dimiliki pengendara mobil beroda 6. Umat percaya dalam kebebasannya “berkendara” di dunia harus memiliki SIM S (Surat Izin Masuk Surga). Kita bisa memperpanjangnya dengan rajin beribadah, termasuk hadir dalam ibadah di Gereja, PJJ, PA Kategorial, dan mengasihi semua manusia (Gal 6 : 10 ; 1 Yoh 4 : 7 – 8). Sehingga, kemerdekaan yang sesungguhnya telah kita terima dengan sukacita dan damai sejahtera. Amin.

Pdt. Abdi Edinta Sebayang, M.Th
GBKP Runggun Graha Harapan

Minggu 29 Juli 2018, Khotbah : Ulangan 29:10-15

Invocatio :

I Yohanes4 : 13

 

Bacaan :

Filipi1 : 2 – 10

 

Thema :

Tanggungjawab sebagai gereja

I. Kata Pengantar
Kitab ulangan ditulis berdasarkan sejarah dari kerajaan Israel Utara yang pada waktu itu mengalami ancaman serius dari kepercayaan tehadap berhala-berhala (Baal). Ancaman tersebut dapat membawa bangsa Israel kepada sinkritisme (percampuran agama/kepercayaan). Keadaan ini menggerakkan para tua-tua di Israel utara untuk mengumpulkan kitab-kitab Taurat yang pada waktu itu menunjuk kepada Kejadian, Keluaran, Imamat, dan Bilangan serta mempelajarinya dan memberi makna baru sesuai dengan situasi dan kondisi pada jaman itu. Berdasarkan pemaknaan yang baru itulah ditulis kitab Ulangan. Tujuan penulisan kitab Ulangan ini yaitu untuk mengingatkan kembali umat Israel akan perbuatan-perbuatan besar yang telah dilakukan oleh Allah, sebagai kesetiaan-Nya pada janji yang telah dibuat-Nya kepada nenek moyang mereka dan agar mereka senantiasa taat kepada hukum-hukum yang telah Allah berikan kepada mereka.

Padatahun 720 SM pembuangan Israel Utara keAsyur, peristiwa itu yang membuat para tua2 Israel melarikan diri keJehuda dan disanalah diselesaikan Kitab ulangan pada sekitar tahun 550 SM. Dalam Kitab Ulangan diingatkan bahwa pembuangan bangsa Israel Utara ke Asyur dan Israel Selatan ke Babel merupakan akibat dari ketidaktaatan mereka kepadaJahwe. Lebih jauh dalam Kitab Ulangan ini, Musa kembali mengingatkan bangsa Israel akan karya penyelamatanTuhan kepada bangsanya, namun harus ada pertobatan dari dosa-dosa mereka dan kembali kepada Jahwe

II. Tafsiran
Musa menyuruh seluruh bangsa Israel berdiri di hadapan Allah untuk mengadakan pembaharuan perjanjian (10-12, 14-15). Perjanjian ini sifatnya mengikat sebab Allah menjadi Allah Israel dan Israel menjadi umat-Nya (13). Untuk mencegah terulangnya sejarah pemberontakkan kepada Allah, Musa mengingatkan mereka akan dosa penyembahan berhala

- Pada ayat 10. Kalimat “ Kamu sekalian pada hari ini ”seakan akan terjadi pada tahun 1210 SM pada waktu pidato perpisahan umat Israel dengan Musa yang sudah tua, tetapi maksud sesungguhnya adalah pada masa setelah pembuangan pada tahun 600 SM pada waktu perayaan agama orang Jahudi. Kalimat “Berdiri di hadapan Tuhan” artinya hadir di hadapan Tuhan untuk ikut mengambil keputusan serta menyadari konsekuensi keputusan yang akan diambil. Pada waktu itu yang hadir bukan hanya para kepala suku dan para pengatur, tetapi juga para perempuan dan anak-anak serta orang asing

- Pada ayat 11 disebutkan orang asing (orang diluar bangsa Isarel yang menerapkan hukum Israel) juga diikutsertakan dalam perjanjian tersebut dan harus juga dikuduskan. Orang asing tersebut adalah pekerja yang ikut ambil bagian dalam peribadatan bangsa Israel seperti tukang kayu yang berjasa dalam pembakaran persembahan dan tukang-tukang timba air yang berjasa dalam ritus-ritus pembersihan

- Ayat 12 - 13 : Mereka semua masuk kedalam perjanjian yang artinya ikut dalam sumpah setia yang mengikat antara Tuhan dan umatNya. Bersumpah biasanya diucapkan 7 kali sehingga perjanjian itu tidak bias dibatalkan. Mengenai perjanjian itu Allah juga pernah bersumpah kepada nenek moyang bangsa Israel yaitu Abraham, Ishak, danJakub.Karenaikataninitidakdapatdibatalkan, makaadakonsekuensi yang patut ditanggung Israel apabila melanggar janji yaitu Allah akan menghancurkan, meremukkan, dan melenyapkan mereka (19-23). Kutukan dan murka Allah atas mereka akan membuat bangsa-bangsa lain mencibir dan menguasai mereka.

- Ayat 14 – 15 : Allah melalui Musa mengikat perjanjian bukan hanya dengan nenek moyang bangsa Israel tetapi juga kepada umat pada waktu itu dan yang akan datang.

III. Aplikasi
Kitab Ulangan bersaksi bahwa semua umat Israel termasuk kedalam perjanjian kasih karunia dari nenek moyangnya sampai ke generasi pada masa datang. Demikian juga kita sekarang bertanggungjawab untuk taat kepada Kristus sebagaimana umat Israel pada jaman Ulangan disumpah untuk taat kepada Allah. Kita telah sepakat dengan Allah ketika kita percaya kepadaYesus, bahwa Dia menjadi Tuhan dan Juruselamat kita maka kita mengikat perjanjian dengan Allah melalui Yesus Kristus. Demikian pun Allah telah mengikat perjanjian atas kita, di mana Dia menjadi Bapa bagi kita dan kita menjadi anak-anak-Nya.

Sangat perlu bagi kita memahami dan selalu mengingat kesepakatan kita dengan Allah. Melalui Alkitab kita akan semakin tahu isi perjanjian Allah dengan manusia. Semakin mengetahuinya, kita semakin bisa sepakat dengan pikiran, kehendak dan rencana Allah. Sebagai gereja kita melaksanakan tri tugas gereja yaitu Koinonia (bersekutu), Marturia (bersaksi) dan Diakonia (melayani).

Pdt. IB Manik
GBKP Perpulungen Purwakarta

Minggu 22 Juli 2018 (GBKP Njayo), Khotbah : I Tesalonika 1:2-10

Invocatio :

Sebab di dalam Dia kamu telah mejadi kaya dalam segala hal; dalam segala macam perkataan dan segala macam pengetahuan (1Korintus 1:5).

Bacaan :

Ibrani 5:11-14 (Responsoria)

Tema :

Jemaat yang Jadi Teladan

 

Pendahuluan
Puji dan syukur kita ucapakan kepada Allah kita yang msih memperkenankan kita untuk membahas Firman-Nya di Minggu GBKP Njayo saat ini.

Penjelasan/Isi Firman Tuhan
Perikop Firman Tuhan ini merupakan bagian dari surat Rasul Paulus kepada jemaat di Tesalonika. Surat ini berisi pujian sekaligus beberapa teguran untuk jemaat Tesalonika. Khusus dalam 1Tesalonika 1:2-10 ini Paulus menunjukkan bagaimana sukacita Paulus ketika ia mendengar tentang kehidupan jemaat Tesalonika yang bertumbuh dalam iman. Paulus bersyukur dan memuji Tuhan, dimana perjuangannya selama ini untuk menyakinkan mereka hidup dalam Yesus Kristus ditengah kehidupan mereka yang awalnya sebagai penyembah berhala. Kondisi seperti itu tentunya bukan hal yang mudah bagi Paulus untuk menghadapinya terlihat dalam perkataan Paulus dalam ayat 5 bahwa jemaat Tesalonika tahu tentang apa yang dilakukan dan dikerjakan oleh Paulus.

Paulus menyadari hal yang utama dalam hidupnya sebagai orang yang sudah dipilih oleh Allah melalui kehadiran Yesus Kristus dalam hidupnya (bd. Kis. 9:1-19) dan menerima anugerah-Nya, maka Paulus merasa berkewajiban untuk mengubah prilaku kehidupan orang-orang di Tesalonika menjadi orang-orang yang hidup setia kepada Tuhan atas pertolongan Roh Kudus. Paulus menyadari hanya dengan mengandalkan Tuhan Yesus dan penyertaan Roh Kudus maka apa yang dia lakukan untuk memberitakan Injil tidak akan pernah menjadi sia-sia. Sebab kekuatan yang dipadukan dengan kesungguhan untuk memberikan yang terbaik dari pengetahuan dan kemampuan yang ada akhirnya Paulus menlihat hasil yang luar biasa. Dimana jemaat Tesalonika diubahkan menjadi orang-orang yang tidak hanya sebagai saksi Kristus bagi sesamanya tetapi juga sampai diluar Tesalonika (ayat 8).

Untuk menjadi jemaat yang bersaksi itu tidak mudah bagi jemaat Tesalonika sebab harus ada pengorbanan. Pengorbanan mengubah hidup dari seorang penyembah berhala menjadi penyembah Kristus. Untuk menerima sesuatu yang baru harus berani menanggalkan apa yang sudah melekat dalam kehidupan mereka selama ini (penyrmbah berhala). Selain itu ditengah ancaman sebagai orang yang percaya kepada Yesus Kristus yang bias saja menjadi hambatan untuk mempertahankan iman tetapi mereka berani membuktikan bahwa mereka tidak takut dan malu untuk menyatakan siapa mereka sebagai orang yang percaya kepada Yesus Kristus (bd. ayat 6) dan menjadi teladan (ayat 7)
Saudara/i yang dikasihi Tuhan, Firman Tuhan ini menunjukkan bagaimana jemaat Tesalonika yang mampu untuk menjadi teladan dengan apa yang mereka miliki terlebih kehidupa yang sudah mendapatkan anugerah dari Tuhan. Di minggu 77 ttahun GBKP Njayo ini GBKP, tema kita memfokuskan pada sebuah keteladanan. Melalui perikop firman Tuhan ini ada 3 hal makna akan sebuah keteladanan dan hidup berjemaat.
1. Jemaat atau Gereja harus menjadi teladan, dikarenakan umat Tuhan sudah menerima anugerah Tuhan baik secara pribadi, atau pun bersama-sama memang harus menjadi teladan, menjadi ccontoh, menjadi panutan bukan Cuma jadi sorotan saja. Sehingga jemaat/gereja yang sudah menerima Injil memang harus mampu mrmpunyai nilai lebih dari orang yang belum menerima Injil. Agar keidupan kita sebagai penerima augerah tuhan tidak terjadi seperti yang diaktakan TUhan Yesus seperti di dalam Matius 5:20 “Jika hidpu keagamaanmu tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli taurat dan orang-orang Farisi. Sesugguhnya kamu tidak masuk dalam kerajaan surga”.
Kita adalah garam dan terang dunia (Matius 5:13), kita berbeda dengan dunia ini karena kita mampu untuk memberi rasa dan membawa perubahan yang lebih baik. Sperti Firman Tuhan dalam Invocatio 1Korintus 1:5 mengingatkan hidup kita sewajarnya harus membawa kebaikan dan pemulihan bagi orang lain untuk mengenal Yesus Kristus.

2. Merayakan 77 tahun GBKP Njayo/mandiri berarti bertambahnya usia, bertambahnya usia identic bertambah besar. GBKP 77 Tahun sudah mandiri dengan proses yang tidak mudah dalam sejarahnya. Biasanya seseorang yang dikatakan mandiri jikalau ia sudah bias menopang hidupnya sendiri dengan baik secara materi dan mental. Tetapi GBKP Njayo bukan karena sudah mandiri tapi ipejayokenkarena pengaruh perang Dunia ke 2. Orang Belanda termasuk para penginjil belanda harus meninggalkan Indonesia karena masuknya Jepang ke Indonesia, sehingga GBKP harus dipimpin oleh orang Karo sendiri padahal selama ini belum ada yang ditahbiskan untuk menjadi pemimpin gereja atau seorang pendeta dari orang karo. Adanya ‘desakan’ pemimpin gereja di Eropa pada tahun 1938 NZG mengirimkan 2 orang Guru Agaman orang Karo untuk sekolah Pendeta di Sipaholon dan tahun 1941 ditangkuhkan (Pdt. P Sitepu dan Pdt. Th. Sibero). Pada Sinode I tanggal 23 Juli 1941 dinyatakan bahwa GBKP sudah Njayo.
Dengan usia yang bertambah 77 tahun saat ini, pertanyaan yang paling penting bagi kita sebagai jemaat GBKP apakah dengan bertmanbhanya usia ini sudah bertambah juga keteladanan di tengah-tengah kehidupan kita? Lebih pantas untuk diteladani, di contoh? Baik sebagai Pedeta, pertua dan diaken terlebih sebagai umat Tuhan yang sudah mendapat keselamatan oleh Kristus, atau tidak?

Mestiya harus begitu, makin bertambah usia,, makin besar semakin kita harus menjadi contoh bagi orang lain. Hal ini yang menjadi kendala oleh penulis surat Ibrani (Bacaan). Kesulitan dan kendala itu terletak dalam diri orang-orang pembaca suratnya dikarenakan mereka lamban dalam mendengarkan dan tidak mau bertumbuh dalam kehidupan imannya. Akibatnya mereka tidak dewasa dalam iman, tidak bisa menjadi teladan. Seharusnya mereka sudah menjadi pengajar teryata masih harus diajar tentang hal-hal yang paling dasar tentang kekristenan sebab iman mereka tidak bertumbuh. Mereka tetap tinggal sebagai bayi dan tidak bertumbuh seperti sifat seorang bayi bayi atau anak-anak yang ‘tidak pernah perduli dengan orang lain’ kapan pun ia haus mau jam 12 malam, 3 subuh ia akan menangis untuk minum susu dan ia tidak perduli apakah ibunya sudah lelah mengurus ia seharian tapi yang ia perlukan saat itu juga ia harus minum susu.
Orang yang dikatakan dewasa tidak besifat seperti anak-anak, orang dewasa sanggup memikirkan orang lain dan mampu berkorban bagi orang lain, memberi kepada orang lain. Salah satu tolak ukur seseorang dikatakan dewasa ialah bagaimana ia perduli kepada keberadaan orang lain dan mau berkorban bagi orang lain.
77 tahun GBKP Njayo tidak hanya berbicara tentang stuktur organisasinya sja tetapi tidak terlepas dari orang-orang yang ada didalamnya, jemaatnya yang mampu jadi teladan baik dalam perkataan, perbuatannya dalam mengaplikasikan Firman Tuhan dalam hidupnya. Tidak menjadi jemaat yang egois yang hanya mementingkan diri sendiri dan menuntut orang lain untuk memberi perubahan atau berkat dalam pertumbuhan iman kita tetapi mengandalkan kekuatan Roh Kudus yang memberi perubahan dalam hidup untuk mampu menjadi berkat.

3. Jemaat atau gereja yang semakin berkembang terkadang tidak semakin dapat dicontoh, sebab banyak orang Kristen tidak lagi menyadari tugas dan keteladanannya di tengah-tengahmasyarakat, sehingga tidak mampu menjadi berkat makah sebaliknya menajdi beban dan batu sandungan bagi orang lain. Melalui firman Tuhan ini kita diingatkan kembali akan tugas kita, misi dan kewajiban keteladanan kita sebagai warga gereja dan warga Kerajaan Allah terlebih sebagai warga negara Indonesia. Dimana posisi umat Kristen semakin sulit. Istilah-istilah Mayoritas dan Minoritas yang tidak ada dalam kamus negara Pancasila semakin sering disebut. Artinya kaarena orang Kristen minoritas maka wajarlah diberi peran yang minoritas juga. Tetapi istilah-istilah itu tidak akan menjadi masalah sebab yang terpenting bagi orang yang sudah mendapatkan kasih Tuhan bukan kuantitas yang terpentinh tetapi kualitas diri kita, iman kita ditengah-tengah yang mayoritas.
Keteladanan itu nyata tidak hanya omongan saja, tidak hanya dari penampilan, berwibawa tetapi nyata dalam perbuatan dan tindakan kasih. Eka Darmaputra mengatakan perbuatan kasih lebih bermakna dari 1000 khotbah.

Penutup
Ketekunan, kegigihan, tidak gampang goyah bagi orang-orang yang mengandalkan Tuhan dalam hidupnya untuk menghadapi tantangan dan kesulitan-kesulitan yang ada. Sebab melalui kesulitan-kesulitan yang kita hadapi saat ini merupakan sebuah kesempatan atau ujian yang diberikan Tuhan untuk menunjukkan keteladanan kita, melalui ketekunan dan kegigihan kita (bd. 2Korintus 4:8-9). Di usia GBKP Njayo ke 77 tahun saat ini marilah sebagai jemaat kita dituntut dalam keberadaan kita masing-masing untuk mampu hadir sebagai jemaat yang menjadi berkat bagi orang lain, merasa bertanggungjawab untuk membawa perubahan bagi orang lain untuk lebih baik. Bertambahnya usia maka tidak hanya bertambah besar tapi bertambah hikmat dan bijaksana dalam melakukan perintah Tuhan.

Pdt. Mea br Purba

GBKP Runggun Cibubur

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD