Minggu 21 April 2019, Khotbah Yohanes 20:24-31 (Paskah I)
Invocatio :
“Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa
kebangkitanNya dan persekutuan dalam penderitaanNya, dimana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematianNya” (Filipi 3:10)
Bacaan :
Mazmur 21:1-7
Tema :
Yesus Bangkit, Percayalah
PENDAHULUAN
Paskah (Ibrani:pesakh; Junani:to paskha), pasca artinya "yang telah lewat". Paskah sangat penting bagi kehidupan bangsa Israil begitu juga bagi kehidupan orang Kristen. Mengapa demikian ? Karena bagi bangsa Israil Paskah menunjukkan bagaimana perbuatan Tuhan membebaskan bangsa Israil dari Mesir dan bagi orang Kristen, Paskah adalah Tuhan di dalam Yesus Kristus yang sudah mengalahkan kuasa kematian. Ini merupakan peristiwa yang paling menentukan hidup kita. Jika Paskah tidak terjadi, maka sia-sialah iman percaya kita, sia-sia Natal (kelahiranNya), sia-sia kita menaikkan doa-doa kita, karena kita berdoa kepada Tuhan yang mati. Oleh karena itu, jika Kristus tidak bangkit maka IA sama halnya seperti pahlawan biasa yang telah gugur dan tidak akan dapat memimpin kita dimasa kini dan tidak akan sanggup menyelamatkan kita.
Berita Paskah (kebangkitan) Yesus menjadi berita yang mengagetkan bagi murid-murid Yesus pada saat itu, karena peristiwa yang nyata ini tidak pernah dilihat langsung oleh murid-murid. Apalagi peristiwa penyaliban dan kematian lalu dikuburkan di hari jumat menjelang Sabat lalu mereka tahu. Memang murid-murid Tuhan Yesus memiliki sifat, pengetahuan dan pengalaman yang berbeda-beda, secara khusus dengan Tomas yang mempunyai sifat keras, emosional, mengandalkan kemampuan manusia dan mudah putus asa. Ia tidak begitu saja gampang percaya akan kebangkitan Yesus, jika tidak didukung dengan bukti nyata. Marilah kita lihat respon Tomas ketika mendengar berita kebangkitan Yesus.
Isi
Penampakan diri Yesus yang bangkit kepada Tomas merupakan ketiga kalinya. Hal ini terjadi karena Tomas tidak percaya akan pemberitaan teman-temannya. Tomas meminta bukti kesaksian temannya tentang perjumpaannya dengan Yesus, dimana yang mereka lihat itu memang benar-benar Yesus yang bangkit bukan hantu seperti yang diberitakan pada saat itu. Untuk mewartakan Yesus sudah bangkit menurut Tomas butuhlah bukti supaya orang-orang yang mendengar menjadi percaya. Bagaimana mungkin orang percaya kalau tidak ada buktinya. Karena prinsip dan pola pikir Tomas maka ia diundang oleh Yesus untuk mengalami sendiri kebangkitan Yesus supaya ia menjadi percaya. Yesus mengatakan : "Jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah". Artinya Tomas sudah berada di jalan yang salah yaitu tidak percaya, tapi sekarang ia diberi kesempatan untuk mengubah sikapnya. Kristus yang bangkit tidak memaksa mereka yang melihat penampakanNya untuk percaya, tapi kepercayaan itu biarlah tumbuh dari komitmen orang tersebut.
Pengakuan Tomas "Ya Tuhanku dan Allahku" (ayat 28) menunjukkan taraf tertinggi/puncak keimanan dalam Injil Yohanes (ayat 28). Pengakuan Tomas ini nyata dalam seluruh aspek kehidupannya sehingga dia mati sebagai martir yang dibunuh dengan panah saat ia sedang berdoa. Kata Yesus kepadanya: "Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya." (Ayat 29). Ayat 29 ditujukan Yesus bagi mereka yang percaya atas pemberitaan orang lain, sebab kepercayaan seperti itu lebih mulia dari pada kepercayaan Tomas. Kepercayaan yang lebih mulia itulah yang mendasari dan mendukung gereja Kristen berkembang sampai saat ini. Kepercayaan yang benar harus terlepas dari penglihatan, hal ini disejajarkan dengan orang percaya karena adanya mujizat. Alangkah berbahagianya orang percaya kepada Yesus walaupun tidak melihat mujizat.
Oleh karena itu, dari mana kita percaya bahwa Yesus telah bangkit ? Hal itu dapat kita percayai dari kuasa kebangkitan Yesus itu yang bekerja sampai hari ini. Nama Yesus berkuasa dan seperti yang dikatakan dalam ibrani 13:8, “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.” Dan ini juga dikatakan oleh Paulus dalam nas invocatio, “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia (Yesus) dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya." Paulus menunjukkan Mengenal Dia (Yesus) secara mendalam bukan hanya sekedar tahu sejarahNya dan tahu firmanNya melainkan mengenal dalam arti mengalami Yesus dalam kehidupan dan pelayanannya, demikian juga kuasa kebangkitanNya, benar-benar dialami kuasa itu di dalam hidup dan pelayanannya. Untuk itu Paulus juga bersedia bersekutu dalam penderitaan Kristus, jadi bukan hanya mengalami kuasa kebangkitanNya tapi juga bersekutu dalam penderitaanNya, bersedia menderita karena melakukan firman Kristus, bersedia menderita karena nama Kristus yang dia beritakan, bahkan menjadi serupa dengan Yesus dalam kematianNya. Mengenal Kristus dan kuasa kebangkitanNya dan persekutuan dalam penderitaan Kristus merupakan satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan keinginan terbesarnya untuk mengenal Yesus, oleh karena itu Kuasa kebangkitan itu sampai hari ini nyata bekerja pada diri orang-orang percaya, sama seperti ketika Yesus hidup di tengah-tengah umat manusia, Dia menyembuhkan, membuat mujizat dan sebagainya, maka sampai hari ini kuasa kebangkitan itu tetap bekerja dalam hidup orang percaya. Dalam nats bacaan, semua sukacita adalah sukacita atas kehadiran Allah yang menyelamatkan umat sehingga berkemenangan.
Aplikasi
Jika jaman ini kita masih beriman seperti Tomas, maka kita tidak akan menjadi orang percaya, karena bukti (saksi) kebangkitan Yesus mungkin tidak akan dilihat mata kepala kita. Karena itu alangkah bahagianya orang yang percaya walaupun tidak melihat, 2 Korintus 5:7, Paulus berkata “Sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat”. Tapi kita tidak pungkiri kalau iman kitapun terkadang “mencari bukti” kehadiran Allah. Ketika tantangan melanda hidup maka kita langsung ragu akan kehadiran Allah. Pada saat seperti ini terjadi, maka kita harus mengingat pengalaman Tomas. Sama seperti kepada Tomas, kepada kita pun dikatakan Yesus bahwa lebih bahagia orang yang percaya walaupun tidak melihat. Artinya bahwa kita tidak ragu tentang kehadiran Allah disetiap situasi kehidupan kita. Keyakinan ini juga dapat kita saksikan bagi semua orang, agar orang lain juga menjadi orang percaya walaupun tidak melihat. Amin
SELAMAT PASKAH
Pdt. Nur Elli br Tarigan
GBKP Runggun Karawang
Minggu 31 Maret 2019, Khotbah Yesaya 65:17-25
Invocatio :
Yesaya 66 :10
Ogen :
Titus 2:11-14;
Tema :
Ersurak Ras Ermeriahlah Erkiteken Tinepa Simbaru
1. Pada saat seorang perempuan yang menanti buah hatinya dalam proses melahirkan akan mengalami sakit yang luar biasa. Dikatakan bahwa tubuh manusia dapat menahan hanya sampai 45 del (unit rasa sakit). Tetapi dalam proses melahirkan, seorang wanita merasakan 57 del (unit rasa sakit). Ini sama dengan rasa sakit ketika dua puluh tulang di tubuh kita patah bersamaan. Tetapi setelah melewati fase tersebut dan bisa menggendong bayi yang dinanti-nanti tersebut maka rasa sakit tersebut tergantikan dengan kebahagiaan, bahkan seperti diungkapkan dalam ayat 17 “tidak akan diingat lagi/ Kejadin-kejadin si enggo lepas ilupaken kerina.” Demikianlah janji Tuhan mengenai langit yang baru dan bumi yang baru. Nats ini terdapat di bagian Trito-Yesaya (pasal 56-66) yang menceritakan zaman setelah pembuangan. Tuhan yang berjanji tersebut adalah Tuhan yang dulu telah menciptakan langit dan bumi dan lagi akan menciptakan langit dan bumi yang baru (2 Ptr. 3:13, Why. 21:5). Pribadi seperti itulah yang berjanji tersebut.
2. Pasal 65:1-16 menceritakan tentang hukuman bagi orang-orang berdosa dan keselamatan bagi orang yang saleh (orang saleh disebut hambaKu dalam 65:13). Sedangkan 65:17-25 ini merupakan gambaran berkat yang dialami oleh hamba tersebut. Apa yang dijanjikan dalam nats ini kondisi manusia yang sepenuhnya baru, sehingga kondisi Israel yang dulu tidak hanya susah tetapi juga cemar dan memalukan itu tidak akan diingat lagi (17).
3. Allah sanggup memulihkan dunia ini, bukankah itu juga menunjukkan bahwa Allah sanggup memulihkan keadaan kita? Pemulihan yang Allah lakukan tidak hanya pemulihan kondisi Yerusalalem dan penduduknya saja, tetapi termasuk juga pembaharuan relasi kembali bersama dengan Allah. Melalui kalimat “hal-hal yang dahulu tidak akan diingat lagi” (ay. 17 bdk. Ay. 16) semakin jelas bahwa Allah juga berinisiatif melakukan pembaharuan relasi dengan Israel. Hal ini mengingatkan kepada kita juga pentingnya memperbaharui relasi tidak hanya dengan Tuhan tetapi dengan sesama kita, juga relasi kita dengan lingkungan (terkait tema tahun ini). Artinya pembaharuan relasi yang dilakukan oleh Allah mendorong kita memperbaharui relasi kita dengan sesama kita dan memperbarui relasi kita juga dengan alam ataupun lingkungan.
4. Karya penciptaan Allah yang baru ini hendak menegaskan hadirnya suatu realita bumi dan langit yang mengalami kebaruan, sehingga segala beban sejarah dan trauma yang pernah melukai umat manusia telah diselesaikan dengan baik.
5. Berkat Tuhan atas langit dan bumi yang baru tersebut termasuk juga didalamnya :
a. “Umur yang panjang (ay. 20 & ay. 22). Umur panjang berkenaan dengan orangtua, dijanjikan bahwa mereka akan mencapai umur suntuk (umur gedang/ umur penuh) dan mengisi hari-hari mereka dengan buah-buah kebenaran. Pada masa tua pun mereka masih berbuah, untuk memberitakan, bahwa TUHAN itu benar, maka barulah itu masa tua yang baik. Orang tua yang berhikmat, baik, dan berguna dapat dikatakan telah mencapai umur suntuk (umur gedang). Orang yang mati tua, dan mencapai umur gedang, adalah orang yang mengalami apa yang dialami Simeon, setelah melihat keselamatan Allah, ingin pergi dalam damai sejahtera (Lukas 2:25-35).
b. Menikmati hasil pekerjaan mereka ataupun tidak ada “bersusah-susah dengan percuma”, sebagaimana digambarkan dalam ay. 21 di ayat itu membalikkan pengalaman perang dan pembuangan di mana rumah dan kebun yang dikerjakan menjadi milik orang lain. Itu menyiratkan bahwa kerja tangan mereka akan diberkati dan membawa hasil. Ada kuasa untuk memiliki dan ada kuasa untuk menikmat. Oleh sebab, banyak di antara kita memiliki tetapi tidak diberi kuasa untuk menikmati apa yang kita miliki. Memang di dunia ini kita akan tetap bersusah payah mencari kebutuhan hidup kita sebagai akibat langsung dari jatuhnya manusia ke dalam dosa (Kej 3:18-19), tetapi sangat tragis sekali ketika kita sudah bersusah-payah tetapi kemudian PERCUMA/sia-sia. Seperti yang diungkapkan dalam Pengk. 2:18-19 “Aku membenci segala usaha yang kulakukan dengan jerih payah di bawah matahari, sebab aku harus meninggalkannya kepada orang yang datang sesudah aku. Dan siapakah yang mengetahui apakah orang itu berhikmat atau bodoh? Meskipun demikian ia akan berkuasa atas segala usaha yang kulakukan di bawah matahari dengan jerih payah dan dengan mempergunakan hikmat. Ini pun sia-sia.”
c. Tidak ada lagi bayi yang mati (ay. 20 & ay. 23). Ada berkat yang mengikuti bahwa tidak akan melahirkan anak yang akan mati mendadak.
d. Pemulihan hubungan dengan Tuhan itu sendiri (ay. 24). Dikatakan disana bahwa sebelum kita memanggil Tuhan, Dia sudah menjawabnya bukan memalingkan wajahnya (bdk Yeh. 7:22 “Aku akan memalingkan wajah-Ku dari pada mereka...”). Hal ini digenapi melalui karya penebusan Yesus Kristus.
e. Serta perdamaian sesama ciptaan (ay. 25). Hal ini mengingatkan kita akan kisah penciptaan di kitab Kejadian dimana semua makhluk bisa berdamai satu dengan yang lainnya. Adam juga punya kesempatan untuk memberi nama kepada seluruh binatang (Kej. 2:19), tapi relasi ini berubah setelah manusia jatuh ke dalam dosa. Namun di langit dan bumi yang baru, maka segala sesuatunya akan dikembalikan Tuhan ke rancangan-Nya yang semula, yaitu yang sempurna. Akan ada suatu tatanan Tuhan dimana serigala dan anak domba akan bersama-sama makan rumput, singa akan makan jerami, dan ular akan memakan debu (ay. 25a). Jika hubungan antar binatang saja bisa begitu damai, maka tentu hubungan antara manusia juga akan sempurna. Tidak akan ada lagi yang berlaku jahat atau busuk di langit dan bumi yang baru, karena kekudusan Tuhan akan melingkupi semuanya (ay. 25b).
6. Meskipun di dunia ini hal tersebut belum digenapi sepenuhnya, tetapi di sorga hal itu akan digenapi secara penuh, baik menyangkut penyempurnaan maupun sukacita kekal yang dijanjikan. Di sana segala air mata akan dihapuskan.
7. Intinya karya penciptaan Allah yang baru itu menghadirkan suatu kehidupan yang ideal bagi setiap umat manusia, yaitu: umur panjang, tersedianya tempat tinggal yang layak dengan kebun-kebunnya, mampu menikmati hasil jerih payahnya, terciptanya suatu relasi yang harmonis dengan Allah, dan hidup damai tanpa permusuhan. Dengan demikian kehidupan yang serba ideal tersebut merupakan karunia Allah, dan bukan ditentukan oleh hasil usaha peradaban umat manusia. Apa yang tidak pernah terpikirkan oleh manusia akan menjadi suatu kenyataan hidup, yaitu Allah menciptakan kehidupan yang serba baru.
8. Atas pemulihan yang Tuhan lakukan tersebut maka yang bersorak-sorak adalah Yerusalem beserta dengan penduduknya dan Allah juga bersora-sorak (ay. 19). Hal ini menunjukkan bahwa Allah senang memberkati umat-Nya (bdk. Zef. 3:17). Allah tidak hanya bersukacita ketika memberkati umat-Nya, tetapi di saat umat-Nya mengalami penderitaan Allah juga turut merasakannya (bdk Ibr. 4:15 “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita,...”).
9. Nats ini tentu memberi dorongan kepada kita untuk bertekun setia dalam pengharapan bahwa akan ada langit yang baru dan bumi yang baru. Mengingatkan kesementaraan kita ditengah-tengah dunia ini dan mengingatkan kita akan kekekalan di langit dan bumi yang baru tersebut. Mari kita persiapkan diri kita untuk tidak hanya menikmati langit dan bumi yang lama tetapi juga akan menikmati di langit dan bumi yang baru. Milkila relasi yang baru dengan Allah, relasi yang baru dengan sesama kita, relasi yang baru dengan alam ciptaan Tuhan.
10. Langit dan bumi yang baru seharusnya membimbing kita kepada karakter yang baru, supaya kita layak hidup di dalamnya. Langit dan bumi yang baru selain berbicara masalah kondisi tetapi juga berbicara masalah tempat, maka akan menjadi tidak sejalan jika Allah menciptakan langit dan bumi yang baru tetapi kita tidak meresponnya dengan memperbaharui karakter kita. Matius 9:16-17 “Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya. Begitu pula anggur yang baru tidak diisikan ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian kantong itu akan koyak sehingga anggur itu terbuang dan kantong itupun hancur. Tetapi anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru pula, dan dengan demikian terpeliharalah kedua-duanya."
Pdt Dasma Sejatra Turnip
GBKP Palangkaraya
Minggu 24 Maret 2019, Khotbah Markus 12:1-12
Invocatio :
“Mataku tetap terarah kepada TUHAN, sebab Ia mengeluarkan kakiku dari jaring” (Mazmur 25 : 15)
Bacaan :
Kejadian 28 : 10 - 19 (Tunggal)
Tema :
“Yesus Sang Batu Penjuru!”
Pendahuluan
Saudara-saudari yang terkasih, adalah lumrah dan biasa bagi kita melihat bangunan mulai dari yang kecil, sedang sampai besar; yang rendah, bertingkat sampai pencakar langit. Semua gedung dan bangunan tersebut membutuhkan bahan bangunan yang beraneka ragam. Salah satu yang mau saya sebutkan yaitu batu. Dan di antara berbagai batu dalam membangun bangunan ada satu batu yang terutama dan terpenting yaitu batu penjuru, terutama hal ini dipakai di Israel. Di Indonesia kita jarang memakai batu penjuru dalam membangun rumah. Batu penjuru memegang peranan kunci menentuken kokoh dan kuatnya bangunan. Seperti bangunan atau gedung membutuhkan batu penjuru demikian bangunan iman hidup dan kehidupan kita. Apa dan siapakah batu penjuru bangunan iman kita?
ISI
Yesus Kristus adalah Sang Batu Penjuru
Tuhan Yesus menyampaikan perumpaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur bagi para pemimpin Yahudi yang berkuasa yaitu ahli Taurat, iman dan para tua-tua. Perumpamaan ini dikutip Yesus dari Yesaya 5:1-7 yaitu ‘Nyanyian tentang kebun anggur’, lalu direfleksikannya dalam situasi terkini di zamanNya. Perumpaan ini diberikan Yesus sebagai jawaban tidak langsung pertanyaan para pemimpin itu akan asal atau sumber kuasaNya mengutuk pohon ara (11:12-14); dan melakukan penyucikan Bait Allah (11:15-19). Dari perumpaan ini yg dimaksud dengan kebun anggur adalah bangsa Israel; pemilik kebun anggur adalah Allah, para penggarap yang jahat adalah para pemimpin Yahudi yang menolak Yesus Kristus; para hamba yang diutus adalah nabi-nabi dan imam; anaknya yang kekasih sang ahli waris (ayat 6) adalah Anak Allah yaitu Yesus Kristus; dan para penyewa yang lain adalah semua orang non Yahudi. Tuhan Yesus melalui perumpamaan ini menunjukkan identitasNya sebagai Anak Allah. Sebagai penutup dari perumpamaanNya, lalu Ia mengutip firman dari Mazmur 118:22, 23 untuk menyatakan bahwa Dia adalah Sang batu penjuru yang dibuang oleh para pemimpin di atas.
“Yesus adalah Sang Batu penjuru”, inilah tema kita pada Minggu Passion ke IV atau Minggu Okuli ini. Yesus yang adalah batu penjur itu sangap prinsip, penting dan perlu sekali dalam kehidupan kita. Yesus sang Batu Penjuru itu sangat menentuken kokoh atau rapuhnya bangunan hidup rohani kita, tegak dan miringnya hidup spiritualitas kita, serta tahan atau tumbangnya kita.
2 Sikap manusia terhadap Yesus Sang Batu Penjuru
1. Sikap menolakNya menjadi batu penjuru dalam hati dan kehidupan kita. Para pemimpin Yahudi jelas sekali menolak Yesus sebagai Anak Allah dan sebagai Batu Penjuru. Dalam ayat 12 dikatakan bahwa mereka berusaha menangkapNya, tetapi mereka takut kepda orang banyak, jadi mereka membiarkanNya. Perumpamaan di atas mau menyatakan keprihatinan Allah akan keterpisahan (gap) yang semakin lebar antara diriNya dengan umatNya oleh karena penolakan dan ketidaktaatan mereka. Siapapun yang menolak Yesus Kristus, Putra Allah pasti akan ditolak Allah. Yang menolak batu penjuru pasti hidupnya akan rapuh, goyah dan akan setera rubuh. Ada akibat atau konsekuensi yang jelas dan sangat buruk sekali bila menolak Yesus Sang Batu Penjuru. Siapapun yang molak Allah di dalam Yesus Kristus pasti akan roboh dan runtuh.
2. Sikap menerima Yesus menjadi batu penjuru hidupnya. Sekalipun para pemimpin Yahudi menolakNya tetapi ada banyak orang yang menerimaNya. Ada banyak para penggarap/ penyewa yang lain yang menerima kepercayaan yang Tuhan tawarkan dan berikan. Inilah yang terjadi terhadap semua orang non Yahudi yang menerima Yesus menjadi batu penjuru hidup mereka. Semua yang menerimaNya beroleh kasih karunia dan berkatNya. Yang menerimanya menerima kehidupan kekal, tetap tegak berdiri dan kuat menghadapi segala angin topan, tornado dan badai kehidupan. “Tetapi semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya” (Yoh. 1:12). Tuhan Yesus mempercayakan Kerajaan Allah bagi kita. Bukan karena kelayakan dan kepatutan kita sehingga kita meneriman Kerajaan Allah dan menjadi wargaNya. Semua karena kasih dan anugerahNya yang besar kepada kita. Jangan sia-siakan kepercayaan yang Tuhan berikan bagi kita. Jangan salahgunakan kepercayaan yang diberikanNya kepada kita. Kita menghargai kepercayaan Tuhan kepada kita dengan hidup beriman dan taat kepadaNya. Juga dengan hidup mengasihi sesama dan semua ciptaanNya.
Menerima Yesus sebagai batu penjuru berarti menjadi berkat bagi sesama (Bacaan dari Kejadian 28:10-19).
Allah berjanji bahwa melalui Abrahan dan keturunanNya (tunggal, bukan keturunan-keturunanNya) semua bangsa akan mendapat berkat. Keturunan Abraham yang dimaksud adalah Yesus Kristus. Di dalam Yesus janji itu telah dipenuhi/ digenapi. Semua orang yang percaya Yesus sebagai Tuhan dan JuruselamatNya telah diberkati. Diberkati dalam arti diselamatkan dan beroleh hidup yang kekal. Semua orang yang menerima Yesus sebagai batu penjuru dan dasar/ pondasi hidupnya telah menjadi Israel baru yaitu Gereja.
Sebagai gereja (Israel baru), maka kita tidak hanya menerima berkat dan diberkati tetapi juga memberkati. ‘Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu dikasihi kita’ (1 Yoh.4:19). Kita memberkati karena Allah telah terlebih dahulu mengasihi kita. Kita menjadi berkati dengan menghasikan dan memberi buah iman sebagai kebun anggur Tuhan. Sudahkah kita menghasilkan buah? Apakah buah yang kita produksi buah yang asam, pahit, atau busuk? Apakah kita selama ini menjadi batu sandungan bagi orang lain? Sepatutnya orang yang beriman bukan menjadi batu sandungan tapi batu pijakan, batu yang berguna bagi orang lain. Yang diminta Tuhan Yesus dari kita yaitu buah yang baik, ranum dan manis. Untuk memproduksi dan memberi buah yang banyak, bagus dan manis maka mata kita harus selalu memandang kepada Tuhan Yesus untuk menolong kita (bnd Invocatio dari Maz. 25:15). Ya Minggu Okuli mengajak kita untuk terus dan tetap memandang kepadaNya.
Penutup/ kesimpulan
Ada banyak godaan di zaman now ini yang menawarkan diri bagi kita untuk batu penjuru ataupun batu pondasi kehidupan kita. Ada berupa materi, jabatan/ kedudukan, pangkat/ kuasa, pengetahuan dan teknologi. Semua godaan itu adalah batu penjuru yang semu dan palsu. Ketika kita menjadikannaya menjadi batu penjuru kehidan kita, bukannya makin kokoh dan tangguh malah semakin rapuh. Semua itu tidak dapat menyelamatkan kita. Tidak ada batu penjuru yang lebih kuat, kokoh dan teguh selain Yesus Kristus saja. Dialah Sang Batu Penjuru yang sejatilah yang memberi kita keselamatan kekal bagi kita. Dengan tetap bersandar dan mendasarkan hidup kita pada Yesus Batu Penjuru, kita akan tetap tenang dan menang. Bersama Yesus Sang Batu Penjuru hdiup kita tangguh dan kokoh; bersama yang lain hanya membawa ktia goyah dan roboh. BersamaNya kita tersanjung (damai dan sejahtra), bersama yang lain kita tersandung.
Pdt. Juris Tarigan, MTh
GBKP RG Depok - LA