SUPLEMEN PA MAMRE 10-16 AGUSTUS 2025, ESTER 9:22-26
Teks :
Ester 9:22-26
Tema :
Nginget ras Ngergaken Perjuangen
Pendahuluan
Ada sebuah pepatah kuno yang berkata, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya.” Pepatah ini bukan hanya berlaku dalam dunia sejarah atau politik, tetapi juga sangat relevan secara rohani. Sebab setiap kebaikan yang kita nikmati hari ini baik di tengah keluarga, bangsa, maupun gereja tidak pernah datang begitu saja.
Dalam hidup ini, kita tidak bisa melupakan satu kenyataan penting: apa yang kita nikmati hari ini adalah hasil dari perjuangan dan pengorbanan di masa lalu. Di tanah air kita, kemerdekaan yang kita rayakan setiap tahun bukan datang tanpa harga, melainkan melalui darah dan air mata para pahlawan bangsa. Mereka berjuang bukan untuk diri sendiri, tapi untuk generasi setelahnya. Namun sayangnya, di tengah kenyamanan zaman sekarang, semangat menghargai perjuangan itu mulai memudar.
Hal yang sama diangkat dalam kisah Ester. Bangsa Yahudi hampir dimusnahkan oleh Haman, tetapi melalui keberanian Ester dan hikmat Mordekhai, Tuhan menyelamatkan umat-Nya. Setelah kemenangan diraih, Mordekhai menetapkan hari Purim agar umat tidak lupa bahwa keselamatan mereka bukan karena kekuatan mereka sendiri, tetapi karena tangan Tuhan dan keberanian orang-orang yang berjuang. Melalui firman ini, kita diingatkan untuk menjadi umat yang tidak melupakan sejarah, baik sejarah iman maupun perjuangan, dan untuk menghargai serta meneruskan warisan itu dengan hidup yang bertanggung jawab.
Isi
Setelah peristiwa besar dalam kitab Ester di mana bangsa Yahudi diselamatkan dari ancaman pemusnahan massal, Mordekhai menetapkan suatu perayaan tahunan yang disebut Purim. Tujuannya bukan hanya sebagai ungkapan sukacita, tetapi lebih dari itu: untuk mengingat dan menghargai perjuangan serta pertolongan Tuhan.
Dalam ayat 22, dikatakan bahwa hari-hari itu ditetapkan sebagai hari perjamuan dan sukacita, serta sebagai saat untuk saling mengirim makanan dan memberi kepada orang miskin. Ini adalah tanda bahwa kemenangan yang mereka alami tidak membuat mereka tinggi hati, tetapi justru membuat mereka semakin bersyukur dan peduli terhadap sesama. Mereka sadar bahwa berkat yang diterima harus dibagikan.
Yang menarik adalah bahwa alasan utama perayaan ini bukan hanya karena musuh dikalahkan, tetapi karena "dukacita mereka telah berubah menjadi sukacita, dan perkabungan mereka menjadi hari raya." (ayat 22b). Artinya, mereka tidak merayakan kemenangan militer atau politik, tetapi penyertaan Tuhan yang membalikkan keadaan. Mereka hampir binasa, tapi Tuhan memakai keberanian Ester dan hikmat Mordekhai untuk menyelamatkan mereka.
Ayat 23–24 menjelaskan konteks sejarahnya: bagaimana Haman, musuh orang Yahudi, merencanakan pembunuhan terhadap seluruh bangsa itu dan menggunakan undi (pur) untuk menentukan hari pelaksanaan. Namun rencana itu dipatahkan oleh campur tangan Tuhan, melalui keberanian Ester yang maju menghadap raja meski dengan risiko nyawa. Maka nama "Purim" sendiri diambil dari kata pur, sebagai bentuk ironi apa yang direncanakan untuk menghancurkan mereka, justru diperingati sebagai hari kemenangan.
Lalu ayat 25–26 menegaskan bahwa peristiwa ini tidak boleh dilupakan. Nama perayaan ini ditetapkan berdasarkan sejarah tersebut, dan orang Yahudi menerima ketetapan Mordekhai ini untuk mengingat dengan penuh hormat dan ketaatan. Tidak hanya pada masa itu, tetapi sampai sekarang orang Yahudi masih merayakan Purim setiap tahun sebagai bagian dari warisan rohani dan sejarah mereka.
Dari penjelasan ini kita bisa melihat bahwa Tuhan tidak ingin umat-Nya melupakan pertolongan-Nya. Setiap peristiwa besar dalam hidup kita khususnya yang terjadi karena iman, keberanian, dan kebaikan Tuhan harus diingat, dikenang, dan dihargai. Kita tidak boleh hidup seolah-olah semua datang dengan mudah. Kita harus terus mengingat bahwa ada pengorbanan dan tangan Tuhan di balik segala hal baik yang kita miliki hari ini.
Penutup
Bangsa Israel hampir dimusnahkan, tetapi Tuhan membalikan nasib mereka melalui keberanian Ester dan Mordekhai. MereESTka tidak hanya selamat, tetapi juga diajar untuk tidak melupakan. Lewat perayaan Purim, mereka menetapkan satu hal: bahwa setiap generasi harus tahu, “Kita hidup hari ini karena ada yang berjuang kemarin.” Ingatan itu tidak berhenti di kepala, tapi turun ke hati dan diwujudkan lewat tindakan dengan bersukacita, berbagi, dan hidup dalam syukur.
Begitu juga dengan kita sebagai orang Indonesia. Kita merdeka hari ini bukan karena kita kuat, tetapi karena ada perjuangan darah dan air mata dari para pahlawan yang percaya pada masa depan. Mereka tidak menikmati hasilnya secara penuh, tetapi kita yang hidup hari ini adalah buah dari pengorbanan mereka. Pertanyaannya adalah: apakah kita hanya akan mengenang perjuangan itu setiap 17 Agustus? Ataukah kita akan menghidupinya dalam sikap dan tanggung jawab kita sebagai warga dan umat Tuhan? Sebagai orang Kristen di Indonesia, kita punya dua warisan besar: warisan iman dan warisan kemerdekaan. Keduanya harus diingat dan dihargai. Jangan jadi generasi yang hidup nyaman tapi kehilangan semangat juang. Jangan jadi orang Kristen yang tahu sejarah, tapi tidak meneruskan semangat iman. Mari kita pulang hari ini bukan hanya membawa cerita, tetapi membawa semangat untuk menghargai, menghidupi, dan meneruskan perjuangan, baik sebagai anak bangsa, maupun sebagai umat Allah. Karena mengenang saja tidak cukup. Kita dipanggil untuk melanjutkan.