SUPLEMEN PA MORIA 17-23 MARET 2024, RUT 1:1-6
Bahan :
Rut 1 : 1- 6
Tema :
Ibas Tuhan Aku Megegeh
Tujun : Gelah Moria
- Nuriken perjuangen Naomi I bas ndalani kegeluhen na
- Ngangkai kegeluhen single parent
Metode :
Sharing
Pendahuluan
KEE 360 menyampaikan teks pujian yang sangat dekat dalam keadaan hidup kita, jika kita kutip
Ibas Tuhan aku megegeh, Tuhan me kupujiken
Tuhanku, jadi gegehku. Ibas Ia jadi kesenangen
I bas Ia lit kesenangen
Nyanyian ini memberikan kekuatan bagi yang menyanyikannya, melewati lubang gelap yang ada di hadapan mereka yg merasa tersesat. Apakah kita ada dalam persoalan besar sehingga kita menimbulkan masalah baru bagi kita? Atau kita hanya mengatasnamakan Tuhan namun realnya kita belum berjumpa dengan Dia di dalam lubang gelap persoalan itu. Apa yang harus kita lakukan dan perkuat dalam diri kita serbagai moria? Naomi mengalami persoalan besar dan berat, bahwa anaknya, suaminya meninggal di daerah Moab menjadikan Naomi sebatang kara dan tak terkatakan perihnya keadaan hati Naomi dapatkah dia mengelola hatinya?
Isi
Naomi mengalami penderitaan di daerah Yeusalem dan bersama keluarganya pindah dari tempat itu. Sepertinya kelaparan di Yerusalem membuat keluarga ini mencari tempat yang lain untuk menafkahi keluarga. Kitab Rut menuliskan pada pasal 1:1 Pada zaman para hakim memerintah ada kelaparan di tanah Israel. Lalu pergilah seorang dari Betlehem-Yehuda beserta isterinya dan kedua anaknya laki-laki ke daerah Moab untuk menetap di sana sebagai orang asing. 1:2 Nama orang itu ialah Elimelekh, nama isterinya Naomi dan nama kedua anaknya Mahlon dan Kilyon, semuanya orang-orang Efrata dari Betlehem-Yehuda; dan setelah sampai ke daerah Moab, diamlah mereka di sana Namun setelah sekian lama di Moab, suaminya, dan anak-anaknya yang telah menikah justru meninggalkannya dengan cara kematian.
Penderitaan pun datang kembali seolah-olah tak henti-hentinya menderpa datang bagi Naomi, ini dapat kita lihat dari teks kitab Rut. 1:3 Kemudian matilah Elimelekh, suami Naomi , sehingga perempuan itu tertinggal dengan kedua anaknya. 1:4 Keduanya mengambil perempuan Moab: yang pertama bernama Orpa, yang kedua bernama Rut; dan mereka diam di situ kira-kira sepuluh tahun lamanya. 1:5 Lalu matilah juga keduanya, yakni Mahlon dan Kilyon, sehingga perempuan itu kehilangan kedua anaknya dan suaminya. Kehilangan suami dan dua anak, bukanlah gampang mengelola pikiran dan hati menerimanya, terlebih kehilangan orang tercinta bukan di kampung sendiri, mereka ada di Moab wilayah orang lain. Apa yang harus dilakukan Naomi? Untuk mengatasi keadaan dirinya dan percaya bahwa segala resiko harus di tanggung oleh Naomi. Bagaimana nantinya menantunya untuk melihat kenyataan bahwa suaminya telah tiada?
Tampaknya Naomi selalu merindukan kampung halamannya, tampaknya dia mendengar Tuhan telah memberikan perubahan iklim dan kebutuhan jasmani bagi bangsanya, dan hal ini memberikan satu berkat pengertian buat kita bahwa kita selalu dengar-dengaran pada Tuhan, memberikan hikmat untuk melihat kenyataan lebih jernih dalam kitab Rut, tertulis pada pasal 1:6 Kemudian berkemaslah ia dengan kedua menantunya dan ia pulang dari daerah Moab , sebab di daerah Moab ia mendengar bahwa TUHAN telah memperhatikan umat-Nya dan memberikan makanan kepada mereka. Bukankah Rut dapat melihat kenyataan ini sebagai menerima dan mengambil sikap untuk berkemas dengan ke dua menantunya, walaupun akhirnya hanya Rut mantunya yang mau bersama dia, secara total menerima Tuhannya Naomi sebagai Tuhannya
Penutup
Naomi menyampaikan pesan besar bagi kita dalam Tuhan, dengan apakah k ekuatan terbesar kita sebagai Moria? Penderitaan ada dalam kedukaan dan bukanlah kesialan namun sebagai peluang untuk berkembang dan bersinar dalam memancarkan suara Tuhan di sekitar kita. Upahnya ada bagi semua orang yang percaya dalam namaNya. Sebagai janda Naomi memiliki hati yang sungguh dalam Tuhan dan menerima menantunya dengan penuh kasih. Teladan Naomi kiranya membentuk kita dalam menjaga dan merawat persaudaraan dan kekerabatan dalam keluarga kita. Tuhan memberkati saat kita mengandalkan Dia.
Pdt. Julia P. Tarigan-Runggun Yogyakarta