SUPLEMEN PA MORIA TANGGAL 15-21 MEI 2022, MAZMUR 127:3-4;KUAN-KUANEN 17:6
Tema : Anak Panah Ibas Tan Si Mbisa
Tujun : Gelah Moria:
- Meteh dingen nggejapken maka anak-anak emekap anak panah ibas Dibata nari, janah kemegahen anak-anak emekap orangtuana
- Nikapken keperlun anak guna kemajun ras masa depanna
- Mendukung pembuatan studio Permata GBKP
Metode PA : Sharing dan Aksi
1. Keseluruhan Mazmur 127 menekankan poin utama yaitu “kesia-siaan tanpa Tuhan”. Umumnya kita beranggapan bahwa hanya usaha-usaha rohani yang perlu dilakukan bersama Allah. Mazmur ini menolak pembagian sekuler-rohani demikian. Bahkan usaha membangun rumah secara fisik, rumah tangga secara sosial-rohani, dan kehidupan sosial-politik dalam bermasyarakat, hanya dapat berhasil baik bila dilakukan bersama Allah. Seluruh aspek kehidupan harus melibatkan Tuhan di dalamnya.
2. Tuhan cukup memberi peringatan, dan mazmur ini juga memberi pernyataan. Beroleh anak dalam suatu keluarga adalah berkat Ilahi (3). Seperti layaknya budaya timur, anak laki-laki memegang peranan penting di dalam keluarga sebagai penerus. Mereka bagaikan anak panah yang sangat berharga di tangan pahlawan (4). Akan tetapi, pemazmur mengingatkan bahwa anak laki-laki adalah semata-mata dari Tuhan, bukan sekadar produk pernikahan. Allahlah yang memelihara anak-anak umat-Nya. Orang-orang yang mempercayakan dirinya, keluarganya, dan masa depan diri serta keluarganya hanya kepada Allah saja, akan disebut sebagai orang yang berbahagia (5).
3. Nats ini mengutamakan berkat keturunan, dan sebagaimana lazimnya dalam masyarakat patriakal hanya anak laki-laki saja yang dipentingkan. Tetapi tentu saja di zaman ini tidak demikian lagi. Dan jika meskipun ada, sadarilah baik laki-laki maupun perempuan sama-sama berharga dihadapan Tuhan dan sama-sama pemberian dari Tuhan.
4. Kebergantungan akan Allah, menjadi tema sentral dalam nats ini. Dunia mengatakan bahwa jika dewasa itu tidak bergantung, tetapi iman Kristen mengatakan semakin dewasa semakin kita bergantung kepada Allah. Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, dengan pemeliharaan dan berkat-Nya, sia-sialah usaha orang yang membangunnya, sekalipun ia begitu pandai. Kita bisa memahaminya sebagai bangunan rumah: jikalau bukan Tuhan yang memberkati pembangunannya, maka tidak ada gunanya manusia membangunnya. Ini sama halnya dengan para pembangun menara Babel. Bahkan, jika Allah tidak diakui, kita tidak mempunyai alasan untuk mengharapkan berkat dari-Nya, dan tanpa berkat-Nya semua itu tidak ada artinya. Atau, lebih tepatnya, membangun di sini harus dipahami sebagai pengangkatan kehormatan keluarga yang dulu terhina. Manusia berusaha melakukan ini melalui berbagai persaingan, jabatan, pekerjaan, dan pembelian barang-barang berharga. Tetapi semua itu sia-sia, jikalau bukan Allah yang membina keluarga, dan menegakkan orang yang hina dari dalam debu. Rancangan terbaik yang dipaparkan tidak akan berhasil jika bukan Allah yang memahkotainya dengan keberhasilan.
5. Bahwa anak-anak adalah pemberian Allah (ay. 3). Di sini pemazmur berbicara tentang anak dan keturunan. Anak-anak (walaupun disebut secara eksplisit di sana, anak-anak lelaki, tetapi kiranya saya mau memperluasnya juga kepada anak-anak perempuan) adalah milik pusaka dari Tuhan. Seperti kata Kahlil Gibran, anak-anak adalah milik sang Pencipta. Mereka datang melalui orang tua yang melahirkan, tetapi mereka (anak-anak ) bukanlah milik mereka (orang tua). Mereka adalah upah yang diberikan atau berasal dari Tuhan (ay 3). Anak-anak itu adalah kebanggaan. Anak-anak itu, diibaratkan sebagai anak panah di tangan para pahlawan (ay 4).
6. Terkadang sebagai orang tua, kita merasa bahwa anak-anak adalah milik kita, kita anggap anak-anak merupakan aset yang bakal meneruskan nama keluarga, berikut segala harta yang kita miliki. Karenanya, kita merawat anak-anak kita dengan dana yang cukup besar, dengan harapan agar di kemudian hari mereka akan merawat dan memelihara kehidupan kita di hari tua. Harapan itu tidak keliru, tetapi harapan itu kurang sesuai dengan rencana Ilahi. Tidak sekedar demikian, supaya kelak anak-anak kita menjadi saksi-saksi Kristus dalam kehidupan mereka.
7. Anak-anak yang diberikan Tuhan kepada keluarga Kristen adalah berkat Tuhan. Semua keluarga Kristen menyadari dan mengakui itu. Namun demikian setiap berkat yang diberikan Tuhan disertai dengan tanggungjawab kepada Pemberi berkat karena Pemberi berkat menginginkan apa yang diberikanNya dipelihara, dijaga dan dididik sesuai dengan keinginanNya. Bisakah kita bayangkan ketika memberikan sesuatu yang sangat berharga kepada seseorang, ia tidak memperdulikannya dan bahkan mengabaikanya? kita pasti sangat kecewa. Mungkin juga kita menyesal karena sudah memberikan kepadanya. Kita sangat mengharapkan apa yang diberikan dijaga dan dipelihara sebaik mungkin seperti kita lakukan sebelumnya karena kita juga memberikan petunjuk bagaimana cara menjaga dan mengurusnya. Petunjuk utama itu ada di dalam Alkitab. Tentu, sebagaimana banyak benda-benda berharga punya buku petunjuk pemakaian atau buku pedoman pemakaian, maka demikian juga Alkitab adalah buku petunjuk yang utama pendidikan anak-anak di tengah keluarga.
8. Anak-anak pada masa muda adalah anak-anak panah di tangan, yang, jika digunakan dengan hati-hati, dapat diarahkan tepat pada sasaran, yakni untuk kemuliaan Allah dan pengabdian bagi angkatan mereka. Tetapi setelah itu, sesudah mereka pergi ke luar ke tengah-tengah dunia, mereka adalah anak-anak panah yang lepas dari tangan. Dan sudah terlambat untuk melengkungkan mereka pada waktu itu. Tetapi anak-anak panah di dalam tangan ini pun sering kali menjadi anak-anak panah yang menusuk hati, yang senantiasa membawa kesedihan bagi orangtua. Orangtua adalah pahlawan yang kepadanya dititipkan anak panah ini. Maka menjadi pahlawan harusnya memberi keteladanan bukan hanya kedanaan. Adalah baik mempersiapkan masa depan untuk anak-anak, tetapi yang tidak kalah penting adalah mempersiapkan anak-anak menghadapi masa depan.
Ajarkanlah anak-anak untuk mengenal Tuhan sejak dini. Kasihi mereka dengan kasih Allah yang mengalir dalam diri kita dan bimbing mereka hingga tumbuh menjadi pribadi-pribadi tangguh yang hidup takut akan Tuhan. Jadi kelak, ketika mereka sukses, nama Tuhan dipermuliakan dari hidup mereka, bukan malah menyombongkan diri. Tentu dalam hal ini, teladanlah menjadi penentu, bukan sekedar pengajaran kosong belaka. Kita berharap seperti Samuel di dalam 1 Samuel 2:26 “semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan Tuhan maupun di hadapan manusia”. Kita berharap anak-anak kita juga demikian.
9. Sebegitu berharganya anak bagi Tuhan dan bagi keluarga. Pertanyaannya, apakah anak-anak juga menghargai orangtua demikian? Supaya tidak seperti pepatah katakan “air susu dibalas dengan air tuba.” Kita berharap pengorbanan orangtua tidak disia-siakan oleh anak-anak.
10. Dari Amsal 17:6 kita bisa mempelajari beberapa hal:
Bagian ini menyatakan betapa pentingnya keluarga, khusunya tentang mahkota dan kehormatan menjadi mata rantai penghubung bagi orangtua dan anak. Ada tiga hubungan yang disebutkan di dalam ayat ini, yaitu:
- Hubungan orangtua dengan anak-anaknya
- Kakek dengan cucu-cucunya
- Anak-anak dengan nenek-moyang mereka (leluhur)
Mahkota para orangtua adalah anak cucu. Mahkota adalah lambang kemuliaan. Kemuliaan orangtua tergantung kepada kehidupan anak-anaknya. Kehidupan anak-anak yang bijak, benar dan berkecukupan mendatangkan kemuliaan bagi orangtua. Namun, sebaliknya akan mempermalukan orangtua. Demikian pula kakek, kebanggaan mereka adalah para cucunya karena adanya para cucu membuktikan umur mereka panjang dan itu merupakan salah satu kemuliaan, bahkan dipahami sebagai keberlanjutan suatu keluarga yang terhormat.
Sejalan dengan pengajaran tersebut, di ay. 6b dikatakan bahwa “kehormatan anak-anak ialah bapa leluhur mereka.” Sehingga, bisa dikatakan bahwa kehormatan anak-anak sangat ditentukan oleh penghargaan yang diberikan masyarakat kepada bapa leluhur mereka, termasuk yang telah meninggal dunia. Mengingatkan kita bahwa keluarga tidak hanya sampai keluarga inti kita saja saat ini, tetapi berlangsung secara terus-menerus bahkan akan berlanjut meski kita telah tiada.
11. Oleh karena PA ini diharapkan adalah PA bersama, maka penting sekali untuk kita mendiskusikan hal-hal konkrit yang bisa dilakukan sebagai bentuk dukungan orangtua terhadap Permata & KAKR. Secara sinodal ada program pembangunan Studio Permata. Mari kita dukung bersama dalam bentuk konkrit. Serta di level runggun, mari kita diskusikan hal-hal yang bisa kita lakukan secara konkrit.
Salam
Pdt. Dasma Sejahtera Turnip-GBKP Rg. Palangka Raya