SUPLEMEN PA MAMRE 23 FEBRUARI-01 MARET 2025, KISAH PARA RASUL 15:1-21
BACAAN ALKITAB :
KISAH PARA RASUL 15: 1-21
T E M A :
SADA PENGERTIN IBAS NDUNGI PERSOALEN (SEPAHAM DALAM MENYELESAIAKN PERSOALAN)
Tujuan: Gelah Mamre
1. Ngasup tetap ersukuten man Tuhan, rukur arah sudut pandang Tuhan ibas ndungi persoalen
2. Alu teneng, saber mindo kepentaren man Tuhan gelah sada pengertin ibas ndungi persoalen
1. Kata Pengantar
Sebagai makhluk sosial, persoalan atau masalah adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari dalam hidup, baik itu di dalam rumah tangga, tempat kerja, lingkungan tempat tinggal, di jalan raya, bahkan dalam lingkungan komunitas orang percaya sekalipun. Dalam setiap persoalan yang kita hadapi tentu dibutuhkan sikap yang bijaksana sehingga persoalan dapat kita selesaiakan dengan penuh kedamaian.
Hari ini kita menyelami momen penting dalam gereja mula-mula, momen ketegangan, perdebatan, dan akhirnya, bimbingan ilahi. Kita berada dalam Kisah Para Rasul pasal 15, di mana komunitas Kristen yang baru terbentuk bergumul dengan pertanyaan krusial: Apa artinya menjadi pengikut Yesus? Bagian ini, catatan Konsili Yerusalem, bukan hanya catatan sejarah; ini adalah firman yang hidup yang berbicara kepada kita hari ini tentang kesatuan, kasih karunia, dan hakekat Injil itu sendiri.
2. Latar belakang Nats
Kitab Kisah Para Rasul adalah kitab kelima dalam Perjanjian Baru Alkitab.
Kitab ini menceritakan tentang sejarah gereja Kristen mula-mula setelah kenaikan Yesus Kristus ke surga. Ditulis oleh Lukas, seorang dokter dan teman seperjalanan Rasul Paulus, kitab ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 62-63 Masehi.
Kitab Kisah Para Rasul ditulis sebagai kelanjutan dari Injil Lukas, yang juga ditulis oleh Lukas. Dalam Injil Lukas, diceritakan tentang kehidupan, pelayanan, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus. Kisah Para Rasul melanjutkan cerita ini dengan menceritakan tentang bagaimana Injil Yesus Kristus menyebar dari Yerusalem, Yudea, Samaria, hingga ke seluruh dunia. Setelah kebangkitan dan kenaikan Yesus, Injil mulai diberitakan bukan hanya kepada orang Yahudi, tetapi juga kepada bangsa-bangsa lain (bukan Yahudi atau "kafir").
Rasul Paulus dan Barnabas menjadi tokoh utama dalam memberitakan Injil kepada orang bukan Yahudi, khususnya dalam perjalanan misi mereka ke wilayah-wilayah seperti Antiokhia, Ikonium, Listra, dan Derbe (Kisah Para Rasul 13-14).
Namun, ketika banyak orang bukan Yahudi bertobat dan menerima keselamatan dalam Yesus, muncul perdebatan di antara orang-orang Yahudi Kristen. Beberapa kelompok, terutama yang disebut "kaum Farisi yang telah menjadi percaya" (ayat 5), bersikeras bahwa orang bukan Yahudi juga harus disunat dan menaati hukum Musa untuk bisa diselamatkan.
3. Penjelasan teks Ogen
Ayat 1-5, Cerita dimulai dengan sebuah masalah (legalisme VS anugerah)
Orang-orang tertentu, yang datang dari Yudea, mengajarkan bahwa orang-orang bukan Yahudi yang bertobat perlu disunat menurut adat Musa untuk diselamatkan. Ini bukanlah perselisihan kecil; itu menyerang inti Injil. Hal itu menyiratkan bahwa keselamatan terikat pada kepatuhan terhadap hukum Yahudi, sistem perbuatan, dan bukan kasih karunia yang ditawarkan melalui iman dalam Yesus Kristus.
Ajaran ini menyebabkan gangguan dan perdebatan yang signifikan, terutama antara Paulus dan Barnabas, pembela inklusi (semua orang dari berbagai kelompok tanpa meninggalkan salah satunya) orang bukan Yahudi, dan mereka yang menganjurkan perlunya sunat.
Persoalan utamanya ialah Apakah keselamatan hanya oleh anugerah, ataukah membutuhkan ketaatan pada hukum?
Bahaya legalisme: Jika kita menambahkan persyaratan pada keselamatan, kita menjadikannya berdasarkan perbuatan, bukan anugerah (Efesus 2:8-9).
Respon anggota jemaat pada waktu itu, alih-alih menyebabkan perpecahan, mereka mencari hikmat dari para rasul dan penatua.
Ayat 6-11, Kesaksian Petrus, Paulus dan Barnabas
Para rasul dan penatua berkumpul di Yerusalem untuk membahas masalah kritis ini. Argumen yang penuh semangat, interpretasi kitab suci yang berbeda, dan beratnya masa depan gereja tergantung pada keseimbangan.
Petrus berdiri dan mengacu pada pengalamannya sendiri dengan Kornelius mengingatkan bahwa Allah telah menerima orang non-Yahudi oleh iman, memberikan mereka Roh Kudus (ay.8). Ia menegaskan bahwa: Allah menyucikan hati mereka oleh iman, bukan oleh hukum (ay.9). Kita diselamatkan hanya oleh anugerah bukan melalui kepatuhan terhadap hukum (ay.11).
Ayat 12-18, Kebebasan dengan kasih
Setelah kesaksian Petrus yang kuat, Paulus dan Barnabas berbagi pengalaman mereka tentang pekerjaan Allah di antara orang-orang bukan Yahudi. Mereka menceritakan tanda-tanda dan keajaiban yang telah dilakukan Allah melalui pelayanan mereka, bukti lebih lanjut bahwa Allah memang bekerja di antara mereka yang belum disunat.
Yakobus, yang mengacu pada perkataan para nabi, membawa diskusi ke puncaknya. Dia menunjuk pada Amos 9:11-12, yang menunjukkan dari Kitab Suci itu sendiri bahwa Allah bermaksud untuk membawa orang-orang bukan Yahudi ke dalam kawanan-Nya.
Orang non-Yahudi tidak perlu disunat, tetapi mereka harus menjauhi praktik yang bisa menghambat kesatuan dengan orang percaya Yahudi (ay.20).
Keselamatan adalah oleh anugerah, tetapi kita harus hidup dengan cara yang mendukung perdamaian dan kesatuan dalam gereja.
Ayat 19-21, berisi tentang Keputusan
Yakobus mengusulkan solusi yang bijaksana dan penuh kasih karunia. Dia menyarankan agar mereka tidak membebani orang-orang bukan Yahudi yang bertobat dengan peraturan yang tidak perlu. Sebaliknya, mereka harus menjauhi hal-hal yang sangat menyinggung perasaan orang Yahudi: makanan yang dipersembahkan kepada berhala, percabulan, daging hewan yang dicekik, dan darah. Keputusan ini, yang dipandu oleh Roh Kudus, berusaha untuk menyeimbangkan kebebasan Injil dengan kebutuhan akan persatuan dan pengertian dalam gereja mula-mula yang beragam.
4. Penjelasan Tema: Sepaham dalam menyelesaikan persoalan.
Berdasarkan penjelasan teks bacaan kita diatas dikaitkan dengan tema kita minggu ini, maka ada beberapa hal yang perlu kita renungkan bersama:
- Ketika persoalan terjadi, penting bagi gereja untuk melakukan musyawarah dan mufakat. Gereja tidak membuat keputusan secara sepihak, tetapi melalui musyawarah yang melibatkan para serayan Tuhan (Pdt/Pt/Dk/Em), pengurus kategorial, pengurus PJJ, unit-unit pelayanan lainnya dan seluruh jemaat. Semua pihak dilibatkan berdiskusi, berdebat, dan mencari kehendak Tuhan bersama-sama.
- Apabila dalam musyawarah tersebut, terdapat perbedaan pendapat yang tajam, semua pihak diberikan kesempatan untuk berbicara dan menyampaikan pendapat mereka masing-masing.
- Keputusan akhir didasarkan pada Firman Tuhan. Para rasul dan penatua merujuk pada Alkitab untuk mencari jawaban dan kebenaran.
- Meskipun ada perbedaan pendapat, gereja tetap menjaga persatuan dan damai. Mereka tidak membiarkan perdebatan memecah belah mereka.
- Keputusan yang diambil didasarkan pada kasih karunia Allah. (Dalam konteks bacaan kita, mereka mengakui bahwa keselamatan adalah anugerah Allah bagi semua orang yang percaya, bukan hanya bagi orang Yahudi)
5. Penutup/Refleksi
- Kisah ini membahas persoalan tentang bagaimana gereja menghadapi perbedaan pendapat dan konflik internal. Persoalan ini adalah sesuatu yang umum terjadi dalam setiap organisasi, termasuk gereja/Mamre.
- Kisah ini memberikan contoh tentang bagaimana gereja mula-mula menyelesaikan persoalan teologis yang serius. Model ini dapat menjadi panduan bagi gereja dan orang Kristen dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di masa kini.
- Dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan, kita harus memiliki pemahaman yang sama dan mengikuti prinsip-prinsip penting sebagai berikut:
- Bermusyawarah dan mencari mufakat bersama.
- Terbuka terhadap perbedaan pendapat.
- Mengutamakan Firman Tuhan sebagai dasar kebenaran.
- Menjaga persatuan dan damai.
- Mengingat bahwa kasih karunia Allah adalah dasar dari segala sesuatu.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, gereja/Mamre dapat menyelesaikan berbagai persoalan dengan bijaksana dan menghasilkan keputusan yang membangun serta memuliakan Tuhan.
Pdt Philipus Tarigan-GBKP Runggun Cililitan